Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DISKUSI KASUS #3

Disusun Oleh :

Devin Alexander

406192040

Pembimbing :

dr. Hari Sutanto. Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 15 JUNI – 28 JUNI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Devin Alexander

NIM : 406192040

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Periode : 15 Juni 2020 – 28 Juni 2020

Pembimbing : dr. Hari Sutanto, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 16 Juni 2020

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta.

Mengetahui,

Kepala SMF Ilmu Penyakit Dalam Pembimbing

dr.  Lidya Tantoso, Sp.PD dr. Hari Sutanto, Sp.PD

2
KASUS #3

Nama Mahasiswa : Devin Alexander (406192040)

Tanggal : 19 Juni 2020

Dokter Pembimbing : dr. Hari Sutanto. Sp.PD

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Umur : 42 tahun
Alamat : Jl. Letjen S Parman No. 1
Status : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Lady Escort
Suku : Jawa
Agama : Kristen

II. ANAMNESIS
Tanggal : 16/06/2020 Pukul : 10.00 WIB
Keluhan Utama : Bengkak di kedua kaki sejak 1 bulan lalu
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki
dan perutnya. Jika berjalan jauh, cepat lelah dan sesak. BAB tidak ada warna hitam
atau darah.

Pertanyaan seputar Keluhan utama :

a) Bengkak di kedua kaki sejak 1 bulan lalu


Untuk melihat onset dari Bengkak
- Bengkak umumnya disebabkan oleh etiologi gangguan sistem ekskresi seperti
hepar atau ginjal atapun gangguan jantung yang umumnya bersifat kronik,
sehingga bengkak 1 bulan ini dapat merupakan manifestasi penyakit yang
sudah berjalan kronik yang sudah berjalan lebih dari 1 bulan

3
b) Pada saat kapan saja bengkak dirasakan ?
Untuk membedakan Etiologi bengkak
- Bengkak oleh karena efek gravitasi hanya menyebabkan bengkak di kaki
setelah duduk di kursi dengan posisi kaki yang menggantung dalam waktu
yang cukup lama
- Bengkak oleh karena penyakit ginjal dan Hepar bengkak dirasakan
sepanjang hari tanpa perubahan posisi
c) Bengkak dirasakan di daerah perut dan kaki, apakah dirasakan bengkak di tempat
lain ?
- Pada bengkak akibat gangguan hepar, bengkak umumnya dirasakan pada
daerah perut dan kaki oleh karena adanya hambatan masuknya darah dari
intestinal ke hepar serta kurangnya produksi albumin, yang mengakibatkan
menurunnya tekanan onkotik darah dan menyebabkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang intersisial
- Bengkak akibat gangguan ginjal umumnya didapatkan bengkak diseluruh
tubuh (edema anasarka)
d) Apakah ada aktivitas yang memperburuk dan memperingan bengkak yang terjadi ?
Untuk menentukan etiologi bengkak
- Pada bengkak akibat pengaruh gravitasi, bengkak membaik bila kaki
dilakukan elevasi (diangkat) karena cairan akan kembali keatas mengikuti
gravitasi
- Pada nyeri dada yang disebabkan gangguan hepar atau ginjal, bengkak
dirasakan sama sepanjang hari dan tidak berubah dengan perubahan posisi
e) Apakah dengan bertambahnya waktu keluhan bengkak yang dirasakan semakin parah
dan semakin bengkak ?
Untuk melihat progresivitas penyakit
- Penyakit sirosis hepatis atau gagal ginjal akut bengkak yang dirasakan
semakin parah dan semakin bengkak.

Pertanyaan seputar riwayat penyakit sekarang :

a. Jika berjalan jauh, cepat lelah dan sesak, apakah membaik setelah istirahat ?
- Pada gagal jantung, sesak yang dirasakan terjadi setelah melakukan aktivitas
dan membaik setelah istirahat

4
- Sesak dapat dirasakan oleh karena adanya penekanan jantung akibat
akumulasi cairan (Edema) pada perut dan kaki yang menybabkan penekanan
pada jantung, sehingga jantung tidak berkontraksi dengan maksimal
- Sesak juga dapat dirasakan akibat adanya penambahan berat badan yang
mendadak akibat edema dan umumnya tidak membaik walaupun dalam
keadaan istirahat
b. Apakah ada keluhan mual dan muntah ?
Mual dan muntah merupakan salah satu manifestasi klinis gangguan hepar
c. Apakah ada penambahan berat badan yang signifikan dalam waktu yang singkat ini ?
d. Apakah ada keluhan seperti lemas, letih, lesu, lunglai, lemah (5L) ?
- Pada gangguan hepar atau ginjal, terjadi gangguan eritropoetin yang
menyebabkan tergganggunya pembentukan eritrosit sehingga gejala anemia
dapat terjadi

pertanyaan seputar riwayat penyakit dahulu :

 Apakah ada riwayat kolesterol ?


- Kolesterol yang tinggi menjadi faktor risiko terjadinya statosis non –
alkoholik (NAFLD), dimana kadar kolesterol yang berlebih ini dapat
terjadi akumulasi di hepatosit, sehingga bisa menyebabkan terjadinya
perlemakan hati, dimana perlemakan hati ini dapat berkembang
menjadi steatohepatitis yang dapat mengarah kepada penyakit sirosis
hepatis
 Apakah ada riwayat darah tinggi ?
 Apakah ada riwayat Diabetes melitus ? rutin minum obat atau tidak ?
- Pada Diabetes melitus terjadi hiperglikemia yang dapat menyebabkan
kerja ginjal yang lebih berat, jika diabetes tidak dikontrol, ginjal dapat
mengalami nefropati diabetikum yang dapat berkembang menjadi
gagal ginjal akut
 Apakah di keluarga ada yang mengalami keluhan serupa ?
 Apakah ada riwayat alergi makanan ataupun obat ?
Bertujuan untuk mencari faktor risiko terjadinya keluhan pada pasien

5
Riwayat penyakit keluarga :

 Apakah di keluarga ada keluhan serupa ?

Riwayat Sosial lingkungan : pasien bekerja sebagai lady escort 3 tahun yang lalu

 Pekerjaan lady escort yang merupakan wanita pemandu di karaoke sering


dikaitkan dengan minuman keras (alkohol), narkoba, hubungan seksual, dan
kurangnya konsumsi air mineral, alkohol merupakan faktor risiko untuk
terjadinya steatosis hepatis alkoholik yang dapat berkembang menjadi sirosis
hepatis sedangkan narkoba dan hubungan seksual menjadi faktor risiko
terjadinya hepatitis B dan C yang merupakan faktor risiko terjadinya sirosis
hepatis, sedangkan kurangnya konsumsi air mineral menjadi faktor risiko
terjadinya gagal ginjal akibat kerja ginjal yang lebih keras karena kurangnya
cairan

Riwayat Kebiasaan :

Pertanyaan yang dapat ditambahkan pada riwayat kebiasaan :

 Apakah sering mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan sering ? sejak
kapan ?
 Apakah sering mengkonsumsi obat tanpa resep dokter secara berlebihan ?
 Apaah sering mengkonsumsi makanan berlemak ?
 Apakah ada penggunaan obat – obatan terlarang ?
 Apakah konsumsi air mineral cukup dan rutin per harinya ?
Untuk melihat faktor risko pada pasien ini untuk penyakitnya

Riwayat menstruasi : menstruasi tidak teratur, kadang bisa sepanjang bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK

6
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Lakukan penilaian keadaan umum pasien apakah tampak sakit
ringan/sedang/berat. Penilaian keadaan umum penting dilakukan untuk melihat
seberapa berat kondisi umum pasien tersebut.
Kesadaran: Dilakukan penilaian kesadaran pasien dengan penilaian GCS dan
melihat apakah terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
Tanda – tanda vital : lakukan pemeriksaan tanda – tanda vital untuk melihat
apakah adanya gangguan pada pembuluh darah dan adanya tanda – tanda infeksi
(takikardia dan takipneu)

Pemeriksaan Antropometri (BB, TB, Lingkar perut) untuk menemukan


adanya peningkatan berat badan

Pemeriksaan Sistem

- Mata : Konjungtiva pucat (+)/(+)


mata pucat dapat menandakan adanya kurangnya perfusi darah ke mata dan
juga dapat merupakan manifestasi terjadinya anemia, yang bisa diakibatkan
oleh karena adanya gangguan pada ginjal atau hepar sehingga menyebabkan
penghasilan eritropoietin tergganggu
Lakukan pemeriksaan apakah ada edema pada kelopak mata yang
menandakan manifestasi adanya edema anasarka yang sering terjadi pada
gagal ginjal
- Mulut : lakukan pemeriksaan apakah adanya edema pada bibir yang
menandakan manifestasi adanya edema anasarka
- Jantung : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, terdapat murmur sistolik di
apex jantung
Murmur sistolik pada apex dapat menandakan adanya turbulensi pada
pembuluh darah
- Abdomen :
 Inspeksi : Lakukan pemeriksaan apakah abdomen tampak
datar/tidak? Simetris / tidak? Apakah ada spider nevi atau caput
medusae pada kulit abdomennya ?

7
Distensi abdomen dapat terjadi jika terdapat adanya cairan/asites
akibat kebocoran plasma karena penurunan produksi albumin oleh
karena adanya sirosis hepatis.
 Auskultasi : Periksa apakah bising usus meningkat? Apakah disertai
dengan adanya bruit?
 Perkusi : terdapat adanya shifting dullnes ?
Adanya shifting dullnes menandakan adanya kebocoran plasma darah
ke dalam jaringan intersisial yang dapat terjadi pada sirosis hepatis
Periksa apakah terdengar timpani di seluruh kuadran abdomen?
Tentukan batas hepar, apakah ada penurunan liver span ?
Pengukuran liver span dapat dilakukan untuk melihat apakah ada
penurunan ukuran hepar yang dapat terjadi pada sirosis hepatis
Palpasi : periksa apakah ada kelainan pada palpasi hepar, bagaimana
tepi, konsistensi, dan permukaannya ?
Pada sirosis hepatis hepar umumnya tidak teraba dan jika teraba,
tepinya tajam, konsistensinya keras dan permukaannya kasar
- Ekstremitas : terdapat pitting oedema pada kedua kaki
Adanya pitting oedema menandakan adanya manifestasi kelebihan cairan
dalam jaringan intersisial. Temuan ini sering terdapat pada gagal ginjal akut.
Periksa pulsasi nadi dan perfusi perifer apakah baik dan sama kuat kanan-
kiri ?

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan lab
 Hemoglobin : 4,2 g/dL  menurun
 Leukosit : 5.200/µl  normal
 Trombosit : 68.000 /µl  menurun
 MCV : 65 fl  menurun
 MCH : 25 pg  menurun
 MCHC : 30%  menurun
 Retikulosit : 1,8%  meningkat
 SGPT : 78 U  meningkat
 Creatinin : 0,8 mg/dL  normal

8
- Interpretasi Pemeriksaan Lab :
 Penurunan hemoglobin menjadi salah satu manifestasi terjadinya
gangguan pada sistem eritropoetin yang dapat mengakibatkan
terjadinya anemia
 Penurunan trombosit menjadi salah satu manifestasi terjadinya
gangguan pada sistem eritropoetin akibat tergganggunya hepar
ataupun ginjal
 Penurunan MCV menunjukkan terjadinya penurunan volume sel
darah merah yang beredar didalam tubuh, menciptakan kondisi
eritrosis yang mikrositik, MCV yang menurun juga dapat merupakan
manifestasi terjadinya gangguan eritropoetin
 Penurunan MCH menandakan adanya penurunan hemoglobin yang
terikat pada eritrosit yang biasanya diakibatkan oleh adanya penurunan
volume eritrosit, bisa jadi merupakan salah satu manifestasi terjadinya
gangguan eritropoetin
 Penurunan MCHC menandakan menurunnya kadar hemoglobin yang
pada eritrosit, sehingga eritrosit dalam keadaan hipokrom, MCHC
yang rendah menandakan adanya anemia
 Adanya sedikit Peningkatan SGPT merupakan manifestasi
terjadinya sirosis hepatis pada fase awal, dimana pada awalnya
ditemukan peningkatan tetapi pada stadium lanjut dapat terjadi
penurunan SGPT dan SGOT

- Pemeriksaan lain yang dapat disarankan untuk pasien ini :


 Pemeriksaan protein, glukosa pada ginjal untuk melihat apakah ada
gangguan filtrasi pada ginjal yang dapat mengarah kepada gagal ginjal
 Pemeriksaan USG hepar untuk menunjang diagnosis sirosis hepatis
 Pemeriksaan Ekokardiografi untuk melihat fraksi ejeksi jantung untuk
mengeksklusi gagal jantung kongestif
 Pemeriksaan kadar ferritin serum, TIBC, saturasi transferrin untuk
melihat apakah ada gangguan pada transpor besi untuk menentukan etiologi
dari anemia ini akibat defisiensi besi atau karena gangguan eritropoetin
 Pemeriksaan biopsi hepar

9
V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Sirosis Hepatis, anemia
Diagnosis Banding : Gagal ginjal Akut

VI. TERAPI
- Farmakologi
 Furosemide 40 mg 1x/hari selama 2 minggu
 Ferrous sulfate 200 mg 1x/hari selama 1 bulan sebelum makan
- Non – farmakologi
 Transplantasi hepar
 Tranfusi darah packed red cell
 Rujuk ke dokter spesialis bedah digestif

VII. RENCANA EVALUASI


- Rawat inap
- Pemantauan kadar Hb dan trombosit pasca tranfusi
- Pemantauan Hb, MCH, MCV, MCHC untuk terapi ferrous sulfate
- Pemantauan perbaikan edema

VIII. EDUKASI
- Kurangi konsumsi alkohol
- Kurangi konsumsi makanan lemak
- Hati – hati efek samping ferrous sulfate (mual, muntah)  jika tidak bisa diberikan
sebelum makan, berikan 2 jam setelah makan

10
IX. RESEP
dr. Y
Universitas Tarumanagara
SIP 406192040

Jakarta, 19 Juni 2020

R/ Furosemide tab 40 mg No. XIV


S 1 dd 1 tab
----------------------------------------------@
R/ Ferrous Sulfate tab 200 mg No. XXX
S 1 dd 1 tab a.c
----------------------------------------------@

Pro : Ny. C
Usia : 42 tahun

11
TINJAUAN PUSTAKA

Sirosis Hepatis
 Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan oleh terjadinya
pembentukan jaringan ikat (fibrosis) dan nodul pada hepatosit sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi pada hepatosit1. Sirosis ini merupakan
penyakit sekunder yang memiliki etiologi cedera yang kronik, bisa disebabkan oleh
karena adanya infeksi (hepatitis B dan C), toksin, atapun proses autoimun 1,2. Sirosis
dapat menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi, seperti hipertensi portal, ascites,
ensefalopati hepatikum, dll.

 Epidemiologi
Prevalensi terjadinya sirosis hepatis sendiri belum diketahui dengan jelas, tetapi pada
suatu studi di amerika serikat, perkiraan prevalensi sirosis hepatis mencapai 0,15 –
0,27 %1. Di Eropa, sirosis menjadi penyebab kematian terbanyak ke – 4 3. Tingkat
mortalitas dalam 1 tahun bervariasi dari 1% sampai dengan 57% tergantung dari
stadium yang diderita3. Penyebab yang mendasari terjadinya sirosis ini terbanyak di
asia adalah hepatitis B kronik (37,3%), alkohol (24,1%), hepatitis C kronik (22,3%),
sedangkan di eropa, penyebab terbanyak adalah alkohol kronik4.

 Etiologi
Di Eropa, sirosis menjadi penyebab kematian terbanyak ke – 4 3. Tingkat mortalitas
dalam 1 tahun bervariasi dari 1% sampai dengan 57% tergantung dari stadium yang
diderita3. Penyebab yang mendasari terjadinya sirosis ini terbanyak di asia adalah
hepatitis B kronik (37,3%), alkohol (24,1%), hepatitis C kronik (22,3%), sedangkan di
eropa, penyebab terbanyak adalah alkohol kronik4. Pada negara berkembang, etiologi
terbanyak adalah hepatitis B dan C, sedangkan di negara maju, etiologi terbanyak
adalah hepatitis C, Penyakit liver alkoholik, dan fatty liver non – alkoholik (NASH)1.

12
Penyebab lain dapat meliputi hepatitis autoimun, kolangitis bilier, hemokromatosis,
penyakit wilson, dan defisiensi α1 – antitripsin.

 Patofisiologi
Fibrosis merupakan respon dari sel hati untuk memperbaiki sel yang rusak akibat
inflamasi, yang merupakan pembentukan jaringan ikat yang terjadi secara abnormal
dan berlebih2. Kecepatan pembentukan sirosis tergantung dari penyebab yang
mendasari, lingkungan dan faktor host. Pada sirosis, juga terjadi adanya perubahan
arsitektural pembuluh darah hepatik, yang menyebabkan terjadinya shunting dari
suplai arteri dan vena porta menuju ke vena sentralis, menyebabkan terjadinya
gangguan pertukaran oksigen dan glukosa dari sinusoid hati ke hepatosit 2. Pemisah
antara sinusoid dengan hepatosit disebut sebagai spatium Disse dimana pada sirosis,
ruang ini terisi oleh jaringan ikat dan fenestrasi endotel hilang, menyebabkan
tergganggunya pertukaran oksigen dan glukosa ke hepatosit. Secara histologis, septa –
septa pemisah hepatosit mengalami fibrosis sehingga hepatosit yang sehat tidak
terhubung dengan vena sentralis dan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
hepatosit, peningkatan resistensi (hipertensi porta) dan dapat menjadi karsinoma
hepatocellular (HCC)2.
Pada intake alkohol yang berlebih, terjadi kerusakan oksidatif yang berlebih oleh
akibat adanya pembentukan ROS, asetaldehid yang berlebih sangat reaktif yang dapat
berikatan dengan protein membentuk kompleks protein – aldehid 5. Kompleks ini akan
mengganggu pembentukan mikrotubular dan protein hepatik. Dengan adanya
kerusakan pada hepatosit, terjadi pembentukan ROS oleh karena adanya aktivasi sel
kuffer5 sehingga menyebabkan terjadinya aktivasi sel stellata, dan pembentukan
matriks ekstraselular dan kolagen yang berlebih5.

13
Gambar 1. Perubahan histologis pada sirosis hepatis2

Gambar 2. Proses terjadinya fibrogenesis pada sirosis hepatis2

 Tanda dan Gejala


Pada umumnya, gejala baru dirasakan pasien ketika sudah mulai terjadi komplikasi,
dimana gejala sirosis ini berjalan lambat, asimptomatik dan tidak terduga, baru akan
muncul ketika derajat penyakit sudah parah1,2,3. Pada sirosis yang terkompensasi,
gejala bisa asimptomatik dan umumnya terdeteksi tidak sengaja pada pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang ataupun pencitraan 1,2,3. Pada pemeriksaan
penunjang sering didapatkan peningkatan enzim liver (SGOT dan SGPT), sedangkan
jika sudah terjadi gejala seperti perdarahan esofagus (muntah darah), peritonitis

14
bakterial ataupun ensefalopati hepatik (penurunan kesadaran) berarti sirosis tersebut
sudah mencapai tahap dekompensasi dan butuh penanganan segera karena kondisi
tersebut merupakan kondisi yang mengancam nyawa1,2. Adapun gejala yang dapat
ditemukan adalah ikterik, splenomegali, eritem pada telapak tangan, atapun
hipogonadisme.

Gambar 3. Tanda dan gejala yang dapat terjadi pada sirosis hepatis2

 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya sklera yang ikterik pada
mata, pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya Spider nevi, Caput
medusae, splenomegali, ascites, eritem pada telapak tangan, dan ginekomastia pada
laki – laki2.

 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang utama adalah pemeriksaan labolatorium terlebih dahulu,
dillihat pemeriksaan fungsi hepar (SGOT, SGPT) ALP, GGT, Bilirubin dan
hemostasis (PT, aPTT). Pemeriksaan eritrosit dan trombosit juga penting dilakukan
mengingat hepar merupakan salah satu organ eritropoetin dan trombopoetin, jika

15
didapatkan adanya penurunan (trombositopenia dan penurunan eritrosit), maka bisa
dicurigai kearah sirosis hepatis. Albumin juga harus diperiksa mengingat sintesis
albumin terbanyak ada di hepar, dan albumin memiliki fungsi penting yaitu untuk
menjaga tekanan onkotik pembuluh darah, jika albumin kurang, maka tekanan
onkotik pembuluh darah menurun sehingga rentan mengalami kebocoran yang dapat
bermanifestasi sebagai ascites ataupun oedema pada kaki2.
Selain pemeriksaan labolatorium, dilakukan juga pemeriksaan pencitraan 2,3.
Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan yaitu USG, CT scan, fibroscan, MR
Elastografi, dan pencitraan akustik (Acoustic radiation force impulse imaging). USG
dan CT scan dilakukan untuk melihat nodularitas dari hepar dan untuk melihat apakah
sudah ada tanda – tanda dari hipertensi porta3. Sedangkan fibroscan, MR elastografi
dan akustik digunakan untuk mengukur kekakuan dari liver

16
Gambar 3. Pemeriksaan penunjang pada sirosis hepatis2

 Diagnosis

Diagnosis sirosis hepatis pada umumnya didasarkan pada pemeriksaan penunjang.


Gejala yang muncul umumnya baru muncul ketika sudah terjadi dekompensasi,
seperti, ascites, sepsis, perdarahan akkibat pecahnya varises, ensefalopati, dan
jaundice2,3. Temuan pencitraan pada USG dan CT/MRI didapatkan nodul dan
iregularitas dari hepar. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pengecilan
hepar, splenomegali, dan adanya bukti portosistemik kolateral. Pada pemeriksaan lab,
dapat ditemukan adanya peningkatan enzim transaminase (SGOT dan SGPT) pada
awal sirosis. Pemeriksaan biopsi merupakan gold standard tetapi jarang dilakukan

Gambar 4. Algoritma Diagnosis sirosis hepatis6

 Klasifikasi
Sirosis hepatis memiliki beberapa stadium yang dapat menentukan prognosis penyakit
ini, yaitu3:
 Grade 1 (kompensata tanpa adanya varises gastroesofagus)  tingkat
mortalitas 1% dalam 1 tahun
 Grade 2 (kompensata dan terdapat varises)  tingkat mortalitas 3 – 4 %
dalam 1 tahun

17
 Grade 3 (dekompensata + varises)  tingkat mortalitas 20% dalam 1 tahun
 Grade 4 (dekompensata + perdarahan GI)  tingkat mortalitas 57% dalam 1
tahun
 Grade 5 (gagal ginjal + infeksi)  tingkat mortalitas 67% dalam 1 tahun
 Tatalaksana
Penatalaksaan sirosis hepatis dibagi menjadi tatalaksana komplikasi dan tatalaksana
sirosis itu sendiri. Pada tatalaksana sirosis, tatalaksana yang paling efektif dan satu –
satunya adalah transplantasi hepar.
Pada tatalaksana komplikasi, ada algoritma yang dapat dipakai, yaitu sebagai
berikut7 :

Gambar 5. Algoritma tatalaksana komplikasi pada sirosis hepatis7

 Komplikasi
Terjadi beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada sirosis hepatis, yaitu7:
 Hipertensi porta
 Ascites dan peritonitis spontaneus bakteri
 Ensefalopati hepatik

18
 Varises esofagus

Dari beberapa komplikasi yang terjadi, hipertensi porta menjadi komplikasi tersering
yang dialami pasien sirosis hepatis, dimana terjadi peningkatan terkanan pada vena
porta hepatica dan menyebabkan stagnansi aliran darah dari vena yang berasal dari
sistem pencernaan, mengakibatkan terjadinya pembentukan spider nevi dan caput
medusae7. Varises esofagus juga menjadi komplikasi tersering yang dapat terjadi pada
pasien sirosis hepatis. Screening untuk varises esofageal menjadi suatu hal yang
penting pada pasien sirosis ini, jika sirosis yang terjadi merupakan sirosis yang
terkompensasi, endoskopi dilakukan dalam waktu 12 bulan untuk mendeteksi varises
yang asimptomatik dan diulang setiap 1 sampai 2 tahun 7. Jika sirosis yang terjadi
sudah berkomplikasi, endoskopi perlu dilakukan dalam waktu 3 bulan, jika varises
yang ditemukan kecil, endoskopi dapat diulang dalam waktu 1 tahun, jika ukuran
varises sedang atau besar, dapat dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian β –
blocker ataupun litigasi varises dengan endoskopi.

 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan pada pasien yang diketahui memiliki sirosis pada
stadium awal6. Pencegahan ini dapat melibatkan dokter spesialis penyakit dalam
subspesialis gastroenterologi dan hepatologi) karena pencegahan awal dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya Hepatocellular carcinoma (HCC) pada pasien
dengan sirosis. Penanganan pada etiologi yang mendasari dapat memperlambat
progresivitas dari sirosis stadium awal, seperti pemberian antivirus (hepatitis B dan
C), imunoterapi pada hepatitis autoimun, pengurangan konsumsi alkohol pada sirosis
akibat alkohol6. Pasien dengan sirosis harus dilakukan screening untuk karsinoma sel
hepar (hepatocellular carcinoma) setiap 6 – 12 bulan dengan pemeriksaan pencitraan
(CT atau USG), dengan atau tanpa pemeriksaan α – feto protein (AFP)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sharma, B, John, S. Hepatic Cirrhosis. StatPearls. 2019. Available from :


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/
2. Schuppan, D, Afdhal, N. Liver Cirrhosis. Lancet. 2009;371(9615): 838-51.
3. Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. The Lancet.
2014;383(9930):1749-61.
4. Silvestri, C, Voller, F, Cipriani, F. Epidemiology of Liver Cirrhosis. J Clin Exp
Hepatol. 2015;5(3): 272.
5. Bacon, B. Cirrhosis and Its Complications. In : Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 19th edition. McGraw – Hill. New york: 2015.
6. Wiegand, J, Berg, T. The Etiology, Diagnosis and Prevention of Liver Cirrhosis
– part 1 of a series on liver cirrhosis. Dtsch Arztebl Int. 2013;110(6): 85-91.
7. Starr, S, Raines, D. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. Am
Fam Physician. 2011;84(12): 1353-9.

20

Anda mungkin juga menyukai