“Inkontinensia Urine”
Dosen Pengampu :
Ferry Fadly Fratama, S.ST, M.Tr.Kep
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ANNISA AMALIA AGUSTINA P07120120003
ENJELINA JUNITA CHRISTNA PUTRI P07120120009
LISA P07120120011
LISA NORJANAH P07120120012
MIFTAHUL RIDHA P07120120015
MUHAMMAD FIKRY RAMADHAN P07120120022
MUHAMMAD MAULANA GHANI HANIF P07120120023
MUHAMMAD RAIHAN ANSARI SALEH P07120120024
NOOR APIFAH RAHMIATI P07120120025
SITI KHADIJAH P07120120034
SRI RAHMAWATI P07120120035
WARDATI SAFITRI P07120120039
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang “Inkontinensia Urine”. Dan juga kami berterima kasih
kepada Bapak Ferry Fadly Fratama, S.ST, M.Tr.Kep selaku dosen pengampu. Makalah ini
disusun sebagai tambahan pengetahuan pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Selain itu, makalah ini juga dapat menambah wawasan kita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan. kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu dan teman-teman yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa meridai segala usaha kita. Aamiin.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
Walaupun sering terjadi, inkontinensia urine amat jarang dibicarakan secara
terbuka. Bahkan dari total 25.627 artikel ditemukan terkait dengan inkontinensia urin,
2.683 atau 22,1% nya adalah studi mengenai pendekatan klinik dan 3.095 atau 12% nya
terkait kejadian, prevalensi dan teknik evaluasi kesehatan. Ini menunjukan bahwa hanya
sedikit penelitian mengenai intervensi secara prilaku dengan biaya rendah baik bagi pasien
maupun pelayan kesehatan (Barie, 2015:45; Lima, dkk, 2015:8763).
iv
1.2 Rumusan Masalah
v
BAB II
PEMBAHASAN
Gangguan kontrol kandung kemih yang tidak ditangani dapat mengakibatkan sejumlah
komplikasi. Masalah kesehatan ini bisa meningkatkan risiko infeksi saluran kemih dan
penyakit kandung kemih, serta mengurangi kualitas hidup penderitanya.
a. Berjenis kelamin wanita, wanita lebih berisiko karena adanya tekanan pada daerah
perut akibat anatomi tubuh, kehamilan, melahirkan, dan menopause.
b. Lanjut usia, seiring bertambahnya usia, otot kandung kemih dan uretra akan
semakin melemah.
c. Kelebihan berat badan, berat badan berlebih memberikan tekanan pada otot
kandung kemih dan area sekitarnya sehingga otot-otot tersebut melemah.
d. Menderita penyakit tertentu, penyakit yang paling berkaitan dengan masalah
inkontinensia adalah diabetes, gangguan prostat, dan penyakit terkait saraf.
vi
Inkontinensia urine pada dasarnya bukanlah penyakit, melainkan ciri dari suatu masalah
kesehatan. Penyebabnya dapat berasal dari kebiasaan sehari-hari, penyakit yang telah ada,
atau kelainan pada kondisi fisik Anda. Secara umum, berikut berbagai hal yang dapat
menyebabkan inkontinensia.
a. Inkontinensia sementara
Inkontinensia jangka panjang biasanya disebabkan oleh penyakit atau perubahan pada
kondisi fisik, seperti:
i. Pertambahan usia, fungsi penyimpanan kandung kemih menurun seiring usia. Selain
itu, kandung kemih juga lebih sering berkontraksi saat Anda lebih tua.
ii. Kehamilan, perubahan hormon dan perkembangan janin dapat menimbulkan
tekanan pada kandung kemih sehingga terjadi inkontinensia urin.
iii. Persalinanan, persalinan melalui vagina bisa melemahkan otot kandung kemih.
Akibatnya, kandung kemih turun (sistokel) dan menyebabkan kebocoran urin.
iv. Menopause, penurunan hormon estrogen menyebabkan dinding kandung kemih
menipis. Penipisan ini membuat urin lebih mudah keluar dari kandung kemih.
v. Pembesaran prostat, prostat yang membesar (disebut juga penyakit BPH) akan
menekan kandung kemih sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
vii
vi. Kanker prostat, kanker prostat maupun efek samping pengobatannya dapat
memberikan tekanan pada kandung kemih dan menyebabkan inkontinensia.
vii. Operasi pengangkatan Rahim, prosedur operasi meningkatkan risiko kerusakan otot
panggul sehingga berdampak pada inkontinensia.
a. Stress incontinence
Urin keluar setiap kali kandung kemih tertekan. Tekanan dapat berasal dari olahraga,
batuk, tertawa, bersin atau mengangkat benda berat. Kondisi ini biasanya dialami oleh
wanita berusia 45 tahun ke atas, atau terkadang lebih muda. Pada wanita, tekanan selama
proses melahirkan juga menyebabkan inkontinensia. Sementara pada pria, tekanan mungkin
disebabkan oleh peradangan atau pembesaran kelenjar prostat.
b. Urge incontinence
Kondisi ini terjadi ketika seseorang tiba-tiba ingin kencing (overactive bladder) dan
tidak bisa ditahan. Kebanyakan orang yang mengalami tipe inkontinensia urine ini adalah
penderita penyakit diabetes, Alzheimer, Parkinson, stroke dan multiple sclerosis. Rasa ingin
buang air kecil biasanya muncul begitu sering dan mendadak, termasuk saat Anda tertidur.
Anda mungkin akan bangun berkali-kali di tengah malam dalam kondisi yang disebut
nokturia.
c. Overflow incontinence
Kondisi ini terjadi saat ada sedikit kebocoran urine dari kandung kemih yang terisi
penuh. Urine akan sering keluar atau menetes terus-menerus karena kandung kemih tidak
bisa kosong seutuhnya. Biasanya, penyebabnya berkaitan dengan gangguan saraf.
d. Functional incontinence
Tipe inkontinensia ini banyak dialami orang lanjut usia atau penderita penyakit tertentu
dengan fungsi kandung kemih yang sudah menurun. Mereka mungkin tidak dapat pergi ke
toilet tepat waktu sehingga sudah mengompol terlebih dulu.
viii
2.5 Patofisiologi Inkontinensia Urine
ix
harus dilakukan karena dalam beberapa kasus, inkontinensia urine dapat reversibel
ketika etiologi telah teratasi. Apabila inkontinensia urine tetap terjadi, pilihan terapi
mencakup modalitas nonfarmakologi, farmakologi, dan pembedahan sesuai dengan
jenis inkontinensia urine. Tata laksana yang dapat dilakukan berdasarkan jenis
inkontinensia antara lain :
a. Inkontinensia stress: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan
b. Inkontinensia urgensi: modifikasi diet dan gaya hidup, menurunkan berat badan,
terapi perilaku, farmakoterapi, atau pembedahan
c. Inkontinensia luapan: kateterisasi intermiten, tata laksana sesuai etiologi, latihan
otot pelvis
d. Inkontinensia campuran: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan,
bladder training
e. Inkontinensia fungsional: tata laksana faktor etiologi yang mendasari.
Selain terapi non farmakologi yang memuat latihan otot pelvis, modifikasi diet dan
gaya hidup, latihan kandung kemih/bladder training ada juga terapi farmakologi yang dapat
diberikan seperti pemberian obat antikolinergik, antidepresan, dan agonis reseptor beta 3.
Selain memberikan obat-obatan untuk inkontinensia urine, riwayat konsumsi obat pasien
juga harus diperhatikan, terutama bila terdapat obat yang dapat memperburuk gejala
inkontinensia.
a. Obat antikolinergik
x
b. Antidepresan
c. Agonis Beta 3
Reseptor beta 3 ditemukan pada sel otot halus detrusor. Mirabegron dapat berfungsi
sebagai relaksan otot detrusor, sehingga dapat memperbaiki inkontinensia urgensi. Obat ini
masih tergolong baru, sehingga penggunaannya masih terus dipelajari. Beberapa studi
menunjukkan bahwa kepatuhan obat terhadap mirabegron cukup rendah karena efek
samping mulut kering yang ditimbulkan cukup berat. [4,5,7,23]
d. Terapi Hormonal
Prognosis pada inkontinensia urine tergantung dari jenis inkontinensia yang dialami dan
penyebab terjadinya inkontinensia. Adanya kelainan neurologis berat, usia lanjut,
kerusakan otot detrusor, dan disabilitas fisik, merupakan penanda prognosis yang lebih
buruk. Inkontinensia urine juga merupakan salah satu penyebab utama pasien memerlukan
perawatan khusus dan memerlukan caregiver khusus. Sebuah studi prospektif pada 267
xi
wanita dengan inkontinensia stress mendapatkan bahwa adanya riwayat inkontinensia
sebelumnya, riwayat persalinan kala dua memanjang, indeks massa tubuh > 30 kg/m2,
aktivitas dan kekuatan fisik rendah, serta stress adalah penanda prognosis buruk pada
pasien inkontinensia stress yang menjalani fisioterapi. Inkontinensia urine pada umumnya
tidak sembuh total, tetapi dapat mengalami perbaikan bila mendapatkan terapi yang tepat,
fisioterapi dilakukan dengan baik, dan faktor penyebab inkontinensia dapat diatasi.
Intervensi pembedahan inkontinensia stress memiliki rata-rata kesembuhan 72-89,5%.
Pemberian obat-obatan pada inkontinensia urgensi memiliki kesuksesan sekitar 35,6-58%.
xii
BAB III
1. Pengkajian
Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan klien dengan
diagnosa medis Inkontinensia Urine :
a. Identitas Klien.
Nama : Tn.I
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki;laki
Golongan Darah :A
Alamat : Desa Gambah Dalam, Kecamatan Kandangan,Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar, Indonesia
Status : Sudah Menikah
Diagnosa Medis : Inkontinensua Urien
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien Inkontinensia Urine didapatkan keluhan-keluhan yang ada
adalah urine keluar tidak terkontrol, nokturia, urgence, disuria, , oliguri, dan staguri.
xiii
BAB IV
xiv
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Diseluruh dunia
ada 50 juta orang menderita inkontinensia urine dengan rasio perempuan dan laki-laki 2:1.
Ada 41%-57% wanita lansia berumur lebih dari 40 tahun di Amerika menderita
ketidakmampuan ini, sedangkan di Inggris ada kira-kira 14 juta orang menderita masalah
berkemih, yang artinya ada lebih banyak orang mengalami masalah perkemihan dari pada
asma, diabetes dan epilepsi jika digabungkan (Bali dkk, 2016:155; Barrie, 2015: 45).
a. Berjenis kelamin wanita, wanita lebih berisiko karena adanya tekanan pada
daerah perut akibat anatomi tubuh, kehamilan, melahirkan, dan menopause.
b. Lanjut usia, seiring bertambahnya usia, otot kandung kemih dan uretra akan
semakin melemah.
c. Kelebihan berat badan, berat badan berlebih memberikan tekanan pada otot
kandung kemih dan area sekitarnya sehingga otot-otot tersebut melemah.
d. Menderita penyakit tertentu, penyakit yang paling berkaitan dengan masalah
inkontinensia adalah diabetes, gangguan prostat, dan penyakit terkait saraf.
3.2 Saran
Peran perawat dalam memberikan dan memperhatikan pelayanan keperawatan
kepada orang-orang yang mengalami masalah inkontinensia sangatlah penting, mereka
seharusnya diberikan kesempatan untuk mendapatkan kembali layanan komprehensif
berkualitas tinggi karena itu merupakan bagian penting dari perawtan mereka. Peran
perawat dalam memberikan dan memperhatikan pelayanan kepada individu sesuai dengan
diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada
masalah yang kompleks. Seperti halnya inkontinensia urine ini.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
xvi
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
AIP SRI. 2020. Asuhan Keperawatan pada lansia Ny. M dengan kasus
inkontinensia urin. scholar.unand.ac.id
xvii