Anda di halaman 1dari 18

PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

PAPER

KONJUNGTIVITIS BAKTERI

Disusun oleh :
KEVIN BAREZI GIRSANG
110100309

Supervisor :
Prof. Dr. dr. Rodiah R Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Konjungtivitis Bakteri”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.,
Dr., dr. Rodiah R Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, Juni 2021

1
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................3

BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................................4

BAB 2 Tinjauan Pustaka .....................................................................................................6

2.1. Konjungtiva ...........................................................................................................5

2.2. Konjungtivitis ........................................................................................................8

2.3. Konjungtivitis Bakteri .........................................................................................11

KESIMPULAN ..................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................16

2
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

2.1. Anatomi Konjungtiva ............................................................................................5

3
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit

konjungtivitis ini berada pada peringkat ketiga terbesar di dunia setelah penyakit

katarak dan glaukoma, khusus konjungtivitis penyebarannya sangat cepat. Penyakit

ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai berat dengan

sekret purulen kental. Konjungtivitis atau radang konjungtiva adalah radang selaput

lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata yang dibedakan kedalam

bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis (pink eye) merupakan peradangan pada

konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan

oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi dari bahan-

bahan kimia seperti terkena serpihan kaca yang debunya beterbangan sehingga

mengenai mata kita dan menyebabkan iritasi sedangkan konjungtivitis yang

disebabkan oleh mikroorganisme (terutama virus dan kuman atau campuran

keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara.1

Konjungtivitis keberadaannya dirasa cukup mengganggu karena penderita akan

mengalami beberapa gejala umum seperti mata terasa perih, berair, terasa ada

yang mengganjal disertai dengan adanya sekret atau kotoran pada mata. Penyebab

umumnya eksogen tetapi bisa juga penyebab endogen. Penyebab paling umum

adalah Streptococcus pneumonia pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius

pada iklim panas. Konjungtivitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia

dan Haemophilus Aegyptius disertai juga dengan perdarahan sub konjungtiva,

4
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan

jumlah eksudat mukopurulen sedang.2,3

Penyakit Konjungtivitis semakin meningkat. Berdasarkan data Pusat

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat menyatakan bahwa pada

tahun 2008, menunjukkan peningkatan penderita yang lebih besar yaitu sekitar 135

per 10.000 penderita baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa dan juga

lanjut usia.4 Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia (2013)

jumlah pasien rawat inap konjungtivitis di seluruh rumah sakit pemerintah tercatat

sebesar 12,6% dan pasien rawat jalan konjungtivitis sebesar 28,3%. Di Indonesia

pada tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata. Konjungtivitis juga

termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2016.5

5
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konjungtiva

a. Anatomi

Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus (konjungtiva palpebralis)

dan permukaan anterior sklera yang melekat loggar ke septum orbitale di fornices dan

melipat berkali-kali (konjungtiva bulbaris). Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal,

lunak, dan mudah bergerak adalah plica semilunaris yang terletak di kantus internus.3,12

Gambar 2.1. Anatomi Konjungtiva

6
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

b. Histologi

Lapisan epitel konjungtiva tediri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris

bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel sel goblet bulat

atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke

tepi untuk dispersi lapisan air mata secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih

pekat dibandingkan sel-sel superficial, sel-sel yang berada di dekat limbus dapat

mengandung pigmen.3

Epitel terdiri atas 10% sel goblet yang memproduksi musin serta kaya karbohidrat. Sel

goblet terbanyak pada daerah inferonasal konjungtiva bulbi dan tarsus konjungtiva.

Substansia propria yaitu jaringan fibrovaskuler terikat longgar di bawah epitel dan

membran dasar pada konjungtiva. Kelenjar lakrimal aksesorius krause terletak di stroma

berjumlah 40-45 buah pada forniks superior dan 6–8 buah pada forniks inferior.6

Stroma konjungtiva di bagi menjadi satu lapisan edenoid (superficial) dan satu lapisan

fibrosa (profundus) dimana lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di

beberapa tempat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum,

sedangkan lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus.1

c. Perdarahan dan Persarafan

Konjungtiva mendapat suplai aliran darah baik mealui arteri maupun vena.

Pembuluh darah arteri yang menyuplai konjungtiva berasal dari cabang arteri

ophtalmikus, yaitu arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Pembuluh darah vena

umumnya mengikuti pola arteri, dimana vena konjungtiva posterior mengaliri vena pada

kelopak mata dan vena konjungtiva anterior mengaliri ciliari anterior menuju vena

ophthalmikus.7,12
7
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan

bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus. Persarafan

konjungtiva dari percabangan (oftalmik) pertama nervus 5 dengan relatif sedikit serabut

nyeri.8,12

2.2 Konjungtivitis

a. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian

putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan berbagai

macam gejala, salah satunya yaitu mata merah. Setiap peradangan pada konjungtiva dapat

menyebabkan melebarnya pembuluh darah sehingga menyebabkan mata terlihat merah.

Konjungtiva dapat menyerang siapa saja dari segala usia. Gejala yang paling ditemui

adalah adanya kemerahan pada mata dan rasa mengganjal saat menutup mata, selain itu

gejala lain yang dapat timbul bergantung pada penyebabnya. Konjungtivitis dapat

disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, clamidia, atau kontak dengan benda asing,

misalnya kontak lensa. Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan dan self

limited desease, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit mata yang

serius.8,12

b. Epidemiologi

Konjungtivitis dapat terjadi pada berbagai usia tetapi cenderung paling sering

terjadi pada umur 1 -25 tahun. Anak anak prasekolah dan anak usia sekolah insidennya

paling sering karena kurangnya higiene. Usia 5 -25 lebih sering terjadi pada konjugtivitis

vernal.9 Konjungtivitis alergi terjadi sangat sering. Diperkirakan untuk mempengaruhi

20% dari penduduk setiap tahun dan sekitar satu setengah dari orang-orang ini memiliki

riwayat pribadi atau keluarga atopi. Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, insidensi
8
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

konjungtivitis alergi relatif kecil, sekitar 0,5% dari penderita penyakit mata yang berobat.

Konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di semua wilayah di Amerika Serikat.

Berbagai studi menunjukkan bahwa konjungtivitis bakteri merupakan 25 –50% dari

semua penyebab konjungtivitis.10

c. Etiologi

Etiologi dari penyakit konjungtivitis adalah sebagai berikut : 8

1) Konjungtivitis bakteri

Disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Haemophilus

aegyptius, Staphylococcus aureus dan Pneumococcus. Konjungtivitis ini sangat

mudah menular melalui tangan ataupun benda yang dapat menyebarkan kuman.

2) Konjungtivitis viral

Konjungtivitis ini disebabkan berbagai virus yaitu, adenovirus tipe 3 dan 7 pada

faringokonjungtivitis, adenovirus tipe 8 dan 19, virus herpes simpleks, virus

varicella-zozter, dan virus campak.

3) Konjungtivitis jamur

Disebabkan Candida, Rhinosporidium seeberi, Sporotrix schenckii dan

Coiccidioides immitis.

4) Parasit seperti cacing kandung kemih, larva lalat, dan kutu kemaluan.

5) Alergi pada serbuk sari, rumput, bulu hewan, dan musim semi.

6) Kimiawi seperti asam, obat topikal dan larutan lensa kontak atau ritasi yang di

sebabkan asap, angin, dan bulu ulat.

9
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

d. Patofisiologi

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan

kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka

sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan

konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai

dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya sekret

mukopurulen.11

Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organisme dan faktor lingkungan

lain yang mengganggu. Ada beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari

substansi luar, seperti air mata. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan infeksi

bakteri, mucus menangkap debris dan mekanisme memompa dari palpebra secara tetap

akan mengalirkan air mata ke ductus air mata. Air mata mengandung substansi anti

mikroba termasuk lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel

konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertropi epitel atau

granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan

hipertropi lapis limfoid stroma atau pembentukan folikel. Sel-sel radang bermigrasi

melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan pus dari

sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian

palpebra pada saat bangun tidur.13,14

Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh

mata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada

formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya

didapatkan pembengkakandan hipertropi papilla yang sering disertai sensasi benda asing

dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata.

Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemi dan menambah jumlah

10
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

air mata.15

e. Gejala

Gejala pada konjungtivitis dapat disertai dengan keluhan dan tanda-tanda sebagai

berikut:16

1) Mata merah dan kotor atau adanya belek (sekret) di pagi hari

2) Merasa adanya benda asing di mata atau kelilipan

3) Kelopak bengkak atau edem palpebral

4) Papil, timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan

pembuluh darah di tengahnya

5) Folikel, terlihat sebagai benjolan yang besarnya kira-kira 1 mm. Banyak terlihat di

daerah forniks karena banyak mengandung jaringan limfoid.

6) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila di angkat akan

berdarah. Merupakan massa yang menutupi konjungtiva tarsal ataupun

konjungtiva bulbi

2.3 Konjungtivitis Bakteri

A. Definisi

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang terjadi akibat paparan

bakteri. Konjungtivitis bakteri umum di jumpai pada anak-anak dan dewasa dengan

mata merah. Meskipun penyakit ini dapat sembuh sendiri (self-limiting disease),

pemberian antibakteri dapat mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi

resiko komplikasi.17

B. Etiologi

Jenis konjungtivitis hiperakut (purulen) dapat disebabkan oleh N Gonorrhoeae,

Neisseria kochii, dan N.meningitidis. Jenis konjungtivitis akut (mukopurulen) sering


11
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniaepada daerah dengan iklim sedang dan

Haemophillus aegyptiuspada daerah dengan iklim tropis. Konjungtivitis bakteri

akibat S Pneumoniae dan H Aegyptius dapat disertai dengan perdarahan

subkonjungtiva. Konjungtiva subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae

dan terkadang oleh Escherichia coli dan spesies proteus. Konjungtivitis bakteri

kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis dan dakriosistitis

kronik yang biasanya unilateral.11,18

C. Faktor Resiko

Faktor predisposisi terjadinya konjungtivitis bakteri akut adalah kontak dengan

individu yang terinfeksi. Kelainan atau gangguan pada mata, seperti obstruksi

saluran nasolakrimal, kelainan posisi kelopak mata dan defisiensi air mata dapat pula

meningkatkan resiko terjadinya konjungtivitis bakteri dengan menurunkan

mekanisme pertahanan mata normal. Penyakit dengan supresi imun dan trauma juga

dapat melemahkan sistem imun sehingga infeksi dapat mudah terjadi. Transmisi

konjungtivitis bakteri akut dapat diturunkan dengan higienitas yang baik, seperti

sering mencuci tangan dan membatasi kontak langsung dengan individu yang telah

terinfeksi.19

D. Tanda dan Gejala

Secara umum, konjungtivitis bakteri bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan

pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat purulen, eksudat purulen

dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema

palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sisi

lainnya.11,20

12
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

E. Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis bakteri dapat ditegakkan melalui riwayat pasien dan

pemeriksaan mata secara menyeluruh, seperti pemeriksaan mata eksternal,

biomikroskopi menggunakan slit-lamp dan pemeriksaan ketajaman mata. Kerokan

konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua

kasus dan diharuskan jika penyakitnya purulen, bermembran atau

berpseudomembran. Pemeriksaan gram melalui kerokan konjungtiva dan pengecatan

dengan Giemsa menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear. 11,20

F. Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen

mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai

terapi dengan antimikroba topikal spektrum luas seperti polymyxin-trimethoprim.

Pada setiap konjungtivitis purulen dengan diploccus gram negatif (sugestif neisseria),

harus segera diberikan terapi topikal dan sistemik. Jika kornea tidak terkena, maka

ceftriaxone 1 g yang diberikan melalui dosis tunggal per intramuskular biasanya

merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, maka dibutuhkan

ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari. Pada konjungtivitis akut dan

hiperakut, saccus conjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline agar

menghilangkan sekret. Beberapa antibiotik topikal lain yang biasa digunakan adalah

bacitracin, chloramphenicol, ciprofloxacin, gatifloxacin, gentaicin, levofloxacin,

moxifloxacin, neomycin dan lainnya. Selain itu, lensa kontak juga tidak disarankan

untuk dipakai sampai infeksi disembuhkan.11,20

G. Komplikasi

Ulserasi kornea marginal terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N

meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis. Jika produk toksik N

13
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk ke bilik mata depan, dapat timbul iritis

toksik.11,20

14
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

BAB III
KESIMPULAN

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks,

menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus

oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada

tujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang

otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi

bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan

menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis

konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan

pengobatan

15
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta :


Badan Penerbit FKUI ; 2015. p. 1-296.
2. Basak SK. Essentials of ophthalmology, 6th edition. New Delhi:Jaypee
Brothers Medical Publishers ; 2016. p. 427-447.
3. Susanto D, ed. Vaughan & Asbury oftalmologi umum, edisi 17. Jakarta :
EGC ; 2013. p. 1-380.
4. Lolowang, M; Porotu’o, J ; Rares, F. (2014). Pola Bakteri Aerob Penyebab
Konjungtivitis pada Penderita Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Available from :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/ 3760.
Diakses tanggal 3 Juni 2021
5. Kemenkes RI (2016). http://www.depkes.go.id/download.php%3Ffile%3D
download/pusdatin/infodatin/infodatin-penglihatan.pdf
6. Bourne RRA, Stevens GA, White RA, Smith JL, Flaxman SR, Price H, et
al. Causes of vision loss worldwide,1990-2010: a systematic analysis. The
Lancet Global Health. 2013 Des;1(6):339-349.
7. Haq, Adnaan ; Wardak, Haseebullah ; Kraskian, Narbeh. Infective
Conjunctivitis – Its Pathogenesis, Management and Complications. St.
George’s University of London, UK. Available from:
http://www.intechopen.com/ books/common-eyeinfections/infective-
conjunctivitis-its-pathogenesis-management-andcomplications. Diakses
tanggal 03 Juni 2021.
8. Garcia-Ferrer, F.J., Schwab, I.R., Shetlar, D.J., 2010. Konjungtiva. Dalam:
Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 97-118
9. Sidarta I. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2010.
10. Dhillon PK, Jeemon P, Arora NK, Mathur P, Maskey M, Sukirna RD, et al.
Status of epidemiology in the WHO South-East Asia Region: burden of disease,
determinants of health and epidemiological research, workforce and training
capacity. Int J of Epid. 2013 Feb 1;42(1):361.
11. Vaughan, Daniel, G. dkk. (2010). Oftalmologi Umum. Dalam : Vaughan,
Daniel, G. dkk (eds) General Opthalmology. Edisi 14. Jakarta : Penerbit
16
PAPER NAMA : KEVIN GIRSANG
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100309
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA

Widya Medika.
12. Willoughby CE, Ponzin D, Ferrari S, Lobo A, Landau K, Omidi Y.
Anatomy and physiology of the human eye: effects of
mucopolysaccharidoses disease on structure and function. WOL. 2010
Aug 5;38(1):2-11.
13. Bielory, Perez. (2010). Treatment of Seasonal Allergic Conjunctivitis
with Ophthaimic Cortico Steroids in the Treatment of Allergic
Conjunctivities. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses 03 Juni 2021,
dari: http://www.medscape.com/viewarticle/730656.
14. Majmudar. Conjunctivitis Alergic, Departement of Ophthalmology: Rush.
Presbytarian-St. Luke’s Medical Center. 2010. Diakses 03 Juni 2021, dari:
hhtp://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview.
15. More. J., Eye Allergies, Symtomps and Treatment of Eye Allergies. 2009.
Diakses 03 Juni 2021, dari http://allergies.about.com /od/eyeallergies/a/?
oncetrue&
16. Ilyas, S. (2009). Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

17. Hurwitz, S.A., (2010). Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial at:
Conjunctivitis. The Cochrane Collaboration.

Available
http://www.thecochranelibrary.com/userfiles/ccoch/file//CD00121.pdf.

18. Rapuano, C.J., al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of


Ophthalmology. Available from: ttp://one.aao.org/asset.axdh. diakses 03
Juni 2021

19. Loon SC, Tay WT, Saw SM, Wang JJ, Wong TY. Prevalence and risk
factors of ocular trauma in an urban Southeast Asian population: the
Singapore Malay eye study. Wiley Online Libr. 2009 Mar 18;37(4):362-367.
20. Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of
Medicine. Aviable from: http://emedicine.medscape.com/article/1191370-
overview

17

Anda mungkin juga menyukai