Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AZARYA RIZKY PURBA

NIM : 170200332
MATA KULIAH : KRIMINOLOGI

UJIAN TENGAH SEMESTER


1. a.1. Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan
kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum,
pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.

2. Kejahatan adalah perilaku manusia yang melanggar norma (hukum


pidana/kejahatan/,criminal law) merugikan, menjengkelkan, menimbulkan korban,
sehingga tidak dapat dibiarkan.

3. Penjahat adalah orang yang berkelakuan anti sosial, bertentangan dengan norma-norma


kemasyarakatan dan agama serta merugikan dan mengganggu ketertiban umum.

4.Jahat adalah

b. Tujuan secara umum adalah untuk mempelajari kejahatan dari berbagai aspek,
sehingga diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai fenomena kejahatan
dengan lebih baik. Tujuan secara kongkrit untuk :
1. Bahan masukan pada membuat Undang-Undang (pembuatan\pencabutan Undang-
Undang).
2. Bahan masukan bagi aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum dan
pencegahan kejahatan non penal terutama Polri.
3. Memberikan informasi kepada semua instansi agar melaksanakan fungsi-fungsi yang
diembannya secara konsisten dan konsekwen untuk mencegah tejadi kejahatan.
4. Memberikan informasi kepada perusahan-prusahan melaksanakan pengamatan internal
secara ketat dan teridentifikasi serta melaksanakan fungsi social dalam areal wilayah
perusahan yang mempunyai fungsi pengamanan external untuk mencegah terjadi
kejahatan.
5. Memberikan informasi kepada masyarakat pemukiman, tempat- tempat umum untuk
membuntuk pengamanan swakarsa dalam mencegah terjadi kejahatan.

2. a. Ilmu bantu kriminologi


1. Antropologi Kriminel.
Adalah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat. Ilmu ini akan memberi
jawaban atas pertanyaan mengenai mengapa orang itu menjadi jahat sehingga dapat
dilihat hubungannya dengan tanda-tanda yang ada pada orang tersebut.
2. Sosiologi Kriminel.
Adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat. Pada hakekatnya ilmu ini mempelajari kejahatan dilihat dari sifat
keadaan, kehidupan serta pertumbuhan manusia dalam masyarakat.

3. Psikhologi Kriminel.
Adalah suatu ilmu pengetahuan mempelajari gejala-gejala kejiwaan dari penjahat,
sebab-sebab dari gejala-gejala serta meneliti kondisi-kondisi individu yang membuat
seseorang menjadi penjahat.
Di samping itu juga mempelajari sejauh mana tingkah laku manusia itu dipengaruhi
oleh tingkah laku manusia lainnya.
4. Poenologi.
Adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perkembangan hukuman,
arti dan faedah serta akibat hukuman.
5. Neuro - Pathologi Kriminel.
Adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat yang sakit
jiwa/gila
6. Hygiene Kriminel.
Hygiene Kriminil adalah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memberantas
faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan.
Usaha-usaha ini bertujuan dalam rangka menerapkan undang-undang serta jaminan
dan kesejahteraan hidup yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu kejahatan,
termasuk juga di dalamnya pencegahan terhadap kesehatan mental dari si penjahat itu
sendiri.
7. Kriminalistik.
Adalah suatu ilmu pengatahuan yang mempelajari/menyelidiki tentang teknik-teknik
kejahatan dan pengusutannya. Dalam ilmu ini termasuk di dalamnya ilmu jiwa
kriminil, kimia, Grafologi dan ilmu-ilmu lainnya.
8. Politik Kriminil.
Adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana cara menetapkan
hukuman yang sebaik-baiknya kepada tersangka agar dapat menyadari atas
kesalahannya serta tidak melakukan kejahatan lagi.
Tegasnya politik kriminil tidak semata-mata menjatuhkan sanksi pidana saja, tetapi
juga mengambil langkah-langkah kebijakan diluar sanksi pidana.

b. Hukum pidana memusatkan perhatiannya terhadap pembuktian suatu kejahatan


sedangkan kriminologi memusatkan perhatiannya pada factor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan.
Viktimologi adalah suatu studi/pengetahuan ilmiah yang mempelajari suatu
viktimisasi sebagai suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan
sosial.
3. a. Upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia sangat terkait
dengan peraturan hukum dan institusi penegak hukum, kalau yang pertama menyangkut
peraturan perundang-undangannya, sedangkan yang kedua menyangkut institusi
penggeraknya, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI-AL, Kepolisian RI,
Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Penegak hukum merupakan bagian tak
terpisahkan dari pembangunan hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri
adalah komponen integral dari pembangunan nasional. Salah satu penyebab utama
pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia ialah lemahnya pengawasan akibat rendahnya integritas moral serta
kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Keadaan yang kurang menggembirakan
ini menyebabkan suburnya pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak dapat
berdiri sendiri. Ia adalah produk dari integritas moral, karena yang dapat berfikir perlunya
diperbaiki sistem ialah yang bermoral. Orang yang tidak bermoral atau bermoral rendah
meskipun tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem karena kelemahan sistem
itu sendiri diperlukannya untuk melakukan penyelewengan. Pola perbuatan ini sudah
menjadi salah satu gejala umum yang sulit diberantas, karena terbatasnya akses ke laut
untuk melihat perilaku aparat pengawas perikanan.3 Tindak pidana pencurian ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
oleh nelayan asing menurut audit BPK mencapai 30 trilyun rupiah pertahun. Menarik
pula, pelaku tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing di perairan Zona
Ekonomi Eksklusif tidak boleh dijatuhi pidana penjara selama belum ada perjanjian
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Negara yang bersangkutan.

b. a. Kesengajaan Kesengajaan (dolus/opzet) adalah merupakan bagian dari kesalahan


(schuld).
Adapun pembagian jenis sengaja yang secara tradisional dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:16 1. Sengaja sebagai maksud (opzet als oogemark) 2. Sengaja dengan kesadaran
tentang kepastian (opzet bewustheid van zekerheid of noodzakelijkheid). 3. Sengaja
dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi (opzet met waarschlijkheidbewustzijn).
b. Kelalaian (culpa) Kelalaian adalah jika seseorang tidak bermaksud melanggar larangan
undangundang, tetapi dia tidak mengindahkan larangan itu. Dia alpa, lalai, teledor dalam
melakukan perbuatan tersebut. Jadi, dalam kelalaiannya kurang mengindahkan larangan
sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal
menimbulkan keadaan yang dilarang.17 Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si
pembuat maka kealpaan tersebut dapat dibedakan atas dua yaitu :
1. Kealpaan yang disadari (bewuste schuld), kealpaan yang disadari terjadi apabila si
pembuat dapat membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu akibat
yang menyertai perbuatannya, meskipun ia telah berusaha untuk mengadakan pencegahan
supaya tidak timbul akibat itu.
2. Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), kealpaan yang tidak disadari terjadi
apabila si pembuat tidak membayangkan atau memperkirakan kemungkinan timbulnya
suatu akibat yang menyertai perbuatannya, tetapi seharusnya ia dapat membayangkan
atau memperkirakan kemungkinan suatu akibat tersebut.
4. a. Korban tidak langsung tersebut meliputi individu dan badan hukum/korporasi.
Kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) belum
ditempatkan secara adil bahkan cenderung terlupakan dimana kondisi ini berimplikasi
pada dua hal fundamental yaitu:
a. Belum ada perlindungan hukum bagi korban dan
b. Putusan hakim belum memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun
masyarakat luas.
Penentuan kerugian Negara yang digunakan hakim dalam pertimbangan persidangan
tindak pidana korupsi banyak menimbulkan perdebatan, baik dari aspek filosofis
pendekatan perhitungan maupun implementasi pengambilan putusan. Putusan hakim
harus memiliki nilai keadilan dan nilai hukum. Kedua nilai tersebut sama pentingnya,
ibarat dua sisi mata uang sehingga pihak-pihak yang berkepentingan akan terlindungi
haknya dengan adanya putusan tersebut.
Secara terminologi tentang korban tidak langsung merupakan korban pihak ketiga dalam
sistem hukum pidana. Apabila dilihat pada subjek yang terkait, kedudukan pihak ketiga
memiliki banyak orientasi yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan defenisi dan
bahkan peranannya pada perkara hukum pidana. Secara definitif tentang pihak ketiga
pada hukum pidana tidak begitu jelas diberikan oleh peraturan perundang-undangan
(hukum) pidana di Indonesia. Beberapa UndangUndang (hukum) pidana ada yang
menyatakan pihak ketiga didalamnya, akan tetapi tidak ada yang memberikan secara jelas
apa dan siapa pihak ketiga tersebut.

b. Korban merupakan seseorang secara individu ataupun bersama-sama menderita


kerugian, termasuk luka fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi
ataupun kerusakan hak-hak dasarnya, yang disebabkan karena perbuatan pihak lain yang
melanggar hukum pidana pada suatu negara baik disengaja maupun karena kelalaian.
Korban dalam perkara tindak pidana korupsi dibagi atas 2 (dua) yaitu: korban langsung
(Negara) dan korban tidak langsung. Korban tidak langsung tersebut meliputi masyarakat
dan rakyat serta dapat juga pihak ketiga, hal ini disebabkan karena kerugian keuangan
negara atau perekonomian negara, secara tidak langsung akan merugikan kepentingan
masyarakat dan kepentingan rakyat. Selama ini Dalam menangani kasus korupsi, yang
selalu disoroti adalah oknum pelaku dan hukum, sedangkan korban jarang sekali untuk
diperhatikan sehingga perlu diketahui kedudukan korban dalam kasus korupsi dan
perlindungan korban terkait kasus tindak pidana korupsi.

5. a.Salah satu kebijakan dalam hal menanggulangi masalah kejahatan  adalah kebijakan
kriminal (Criminal Policy). Kebijakan kriminal atau Politik kriminal adalah sebagian
daripada kebijakan sosial dalam hal menanggulangi masalah kejahatan dalam
masyarakat, baik dengan sarana penal maupun non penal.
Upaya penanggulangan kejahatan dengan sarana penal lebih menitikberatkan pada sifat
represif (penindakan/pemberantasan) sesudah kejahatan itu terjadi. Sedangkan sarana non
penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/pengendalian) sebelum
kejahatan terjadi.
Penanggulangan kejahatan dengan sarana penal dapat dilakukan melalui sistem peradilan
pidana, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam KUHP,
khususnya Pasal 10 KUHP yang mengatur jenis-jenis hukuman. Selain itu penggunaan
sanksi pidana dapat juga dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang lain
yang mengatur secara jelas ketentuan pidananya (Pasal 103 KUHP).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam penanggulangan kejahatan dengan
sarana penal itu dilakukan dengan cara menggunakan hukum pidana sebagai sarana
utamanya, yakni hukum pidana materiil, hukum pidana formil, dan pelaksanaannya
melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system) Indonesia.
Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki si pelaku kejahatan, mencegah terjadinya
kejahatan supaya tidak timbul korban, serta yang lebih penting adalah dalam rangka
usaha perlindungan masyarakat (social defence) dan kesejahteraan masyarakat (social
welfare). Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan perlu melibatkan seluruh
anggota masyarakat yang mempunyai potensi-potensi yang berguna dalam mencapai
kesejahteraan rakyat.

b. Penegakan hukum pidana merupakan salah satu bentuk dari upaya penanggulangan
kejahatan. Penggunaan hukum pidana sebagai alat untuk penanggulangan kejahatan
merupakan bagian dari kebijakan kriminal. Upaya penanggulangan kejahatan dengan
hukum pidana tersebut dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan akhir dari
kebijakan kriminal itu sendiri, yaitu memberikan perlindungan masyarakat agar tercipta
ketertiban dan kesejahteraan. Upaya untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan
dengan menggunakan sarana hukum pidana disebut juga dengan istilah penal policy atau
kebijakan penal. Kebijakan hukum pidana tidak hanya sebatas membuat suatu peraturan
perundang-undangan yang mengatur hal-hal tertentu. Tetapi lebih dari itu, kebijakan
hukum pidana memerlukan pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu hukum selain ilmu hukum pidana serta kenyataan di dalam masyarakat
sehingga kebijakan hukum pidana yang digunakan tidak keluar dari konsep yang lebih
luas yaitu kebijakan sosial dan rencana pembangunan nasional dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai