Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU ZAMAN MODERN”

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Nama Kelompok : Witdya Ayu Setianingsih 19728251001


Nokalida Anggy Amanda
Sylmi Pramiana 19728251013
Prodi/Kelas : Pendidikan Kimia A
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU. Apt.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Masa Modern
Sejarah perkembangan ilmu dari masa ke masa memiliki perkembangan
yang berbeda-beda. Namun dalam perkembangannya selalu memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lain dan saling melengkapi. Perkembangan ilmu selalu
berubah sesuai perkembangan jaman, yang ditandai dengan berbagai
perkembangan ilmu antara lain perkembangan ilmu pada masa Yunani Kuno, Abad
Pertengahan, Modern dan Post modern. Dari setiap perkembangan ilmu tersebut
memiliki sejarah masing-masing.
Filsafat Modern merupakan pembagian dalam sejarah filsafat Barat yang
menjadi tanda berakhirnya era skolatisisme. Tidak mudah untuk membuat suatu
batas yang tegas antara periode Renaissance dan periode modern. Sebagian orang
menganggap bahwa periode modern hanyalah perluasan periode Renaissance.
Renaissance sendiri berarti kelahiran kembali, yang mengacu pada gerakan
keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-
14).Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup
Kristiani dengan mengaitkan filsafat yunani dengan ajaran agama Kristen dan juga
dimaksudkan untuk mempesatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Bertrand Russell menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah masa secara
umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat dilihat dari berbagai sisi
adanya perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila dibanding dengan
masa pertengahan. Paling tidak perbedaan itu tampak dalam dua hal yang sangat
penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkraman kekuasaan gereja dan kedua,
bertambah kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Russel menyatakan
bahwa penolakan terhadap kekuasaan gereja yang merupakan ciri negatif dunia
modern dimulai lebih awal daripada menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai
ciri positifnya. Masa Renaissance di Italia, ilmu pengetahuan dengan peran yang
sangat kecil terpaksa harus melakukan perlawanan terhadap kekuasaan gereja.
Zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh banyak pemikir manakala
mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak
dikekang oleh tekanan-tekanan di luar dirinya. Kondisi semacam itulah yang
hendak dihidupkan kembali pada zaman modern. Kebebasan berpikir sebagai
periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan.

B. Definisi/Karakteristik Pemikiran Pada Masa Modern


Filsafat zaman Modern didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara esensial
1
zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri
filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Pada masa modern ini pemikiran filosofis
seperti dilahirkan kembali dimana sebelumnya dominasi gereja sangat dominan yang
berakibat pada upaya mensinkronkan antara ajaran gereja dengan pemikiran filsafat. Tokoh
pertama filsafat modern adalah Descartes, seorang pelopor yang berjasa dalam merehabilitasi,
mengotonomisasi kembali rasio yang sebelumnya hanya menjadi budak keimanan.
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah
dirintis sejak zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh
usaha besar dari Descartes untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang
baru. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak
pada zaman sesudahnya Zaman Modern).
Ahmad Syadali dan Mudzakir menguraikan secara panjang lebar bahwa filsafat abad modern
pada pokoknya dimulai dengan tiga aliran, yaitu:
 Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M).
 Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292)
 Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M).
Tiga alran filsafat di atas, tergolong pada aliran pramaterialisme. Oleh karena itu, dapat
diambil pemahaman bahwa perkembangan filsafat pada abad modern memperlihatkan
idealisme pemikiran yang luar biasa dilihat dari sisi perkembangan “cara berpikir” manusia.
Selain aliran itu, juga akan diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut berperan
mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi,
eksistensialisme dan pragmatisme.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal
dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri
manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio
kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.
Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda
itu.

C. Aliran, Tokoh Dan Pemikirannya Pada Masa Modern


1. Rasionalisme

2
Latar belakang munculnya konsep pemikiran Rasionalisme ialah keinginan
untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah
diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil yang dihadapi.
Descartes menginginkan cara baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang ditemukan dalam keragu-raguan. segala sesuatu bisa
disangsikan tapi subjek yang berfikir menguatkan kepada kepastian.

Pelopor dari alirannya adalah Rene Descartes (1596-1650), Spinoza


(1632-1677), Leibniz (1646-1716).                       
 Rene Descartes (1596-1650)
Descartes lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. Rene
Decartes adalah “Bapak filsafat modern” dan peletak fondasi aliran ini. Karya
pentingnya ialah Discours de la Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun
1637; Mediationes de Prima Philosophia (Renungan Tentang filsafat), terbit tahun
1641; dan Principia Philosophic (Prinsip-prinsip Filsafat), terbit tahun 1644.
Descartes, kadang dipanggil “Penemu Filsafat Modern” dan “Bapak
Matematika Modern”, adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh
dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filosof kontemporer dan
setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal
sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17
dan 18. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena
pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali
kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir (Rasionalisme).
Pemikiran Descartes yang penting adalah diktum kesangsian. Dalam bahasa
Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah:
Je pense donc je suis. Arti dari keduanya adalah: “Aku berpikir maka aku ada”.
(Ing: I think, therefore I am).
 Spinoza (1632-1677)
Baruch de Spinoza dilahirkan di Amesterdam, Belanda tahun 1632 dan
wafat tahun 1677 di Den Haag. Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza
sangat tertarik kepada Descartes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat, filsuf ini juga
ahli dalam bidang politik, teologia dan etika. Ini terekam dalam tiga bukunya,
yaitu Tractus Theologico Politicus (terbit tahun 1670), Ethica, Or dine Ceometrico
Demonstrate (terbit tahun 1677), dan Tractus Politicus (terbit tahun 1677).

3
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura”
(Tuhan atau alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurut
Spinoza, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-
satunya substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat dalam
Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, Kehendak Tuhan berarti sama
dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendak
Tuhan (Solomon, 1981:71).
 Leibniz (1646-1716). 
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada
tahun 1716. Ia filosofi Jerman, matematikawan, fisikawan,dan sejarahwan.
Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi, yaitu prinsip akal
yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus
mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai alas an untuk setiap yang
diciptakan-Nya. Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut
substansi-substansi itu monad. Setiapmonad berbeda satu dari yang lain, dan
Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta)
adalah pencipta monadmonad itu.
2. Empirisme
Istilah empirisme  berasal dari kata empiri yang berarti indra atau alat indra,
dan ditambah akhiranisme, sebagai suatu aliran yang berpendapat bahwa
pengetahuan/kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan
diperoleh/bersumber dari panca indra manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan
hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan
pengalaman manusia. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan
manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi
karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan sangat besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian ada
anggapan bahwa pengetahuanlah yang bermanfat, pasti dan benar hanya diperoleh
lewat indera (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran
tersebut lahir dengan nama Empirisme.
Sebagian tokohnya ialah Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke
(1932-1704), David Hume (1711-1776).
 Thomas Hobbes (1588-1679)

4
Thomas Hobbes (1588-1679) dilahirkan pada tanggal 15 April 1588di
Malmesbury, sebuah kota kecil yang berjarak 25 kilometer dari London, Inggris.
Hobbes sendiri ialah filosof yang beraliran empirisme. Pandangannya yang terkenal
adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme-materialisme, serta
pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara. Hobbes memiliki
pengaruh terhadap seluruh bidang kajian moral di Inggris serta filsafat politik,
khususnya melalui bukunya yang amat terkenal “Leviathan”. Hobbes tidak hanya
terkenal di Inggris tetapi juga di Eropa Daratan. Selain dikenal sebagai filosof,
Hobbes juga terkenal sebagai ahli matematika dan sarjana klasik. Ia pernah menjadi
guru matematika Charles II serta menerbitkan terjemahan Illiad dan Odyssey karya
Homeros.
 John Locke (1932-1704)
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington,
Somerset. Locke adalah seorang filosof Inggris yang menjadi salah satu tokoh
utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik,
Locke juga dikenal sebagai filosof negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac
Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era Pencerahan.
Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes
(post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya
pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke
juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-
eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga
tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis. Karya-karya Locke yang
terpenting adalah “Esai tentang Pemahaman Manusia” (Essay Concerning Human
Understanding), Tulisan-Tulisan tentang Toleransi” (Letters of Toleration), dan
“Dua Tulisan tentang Pemerintahan” (Two Treatises of Government).
 David Hume (1711-1776)
David Hume lahir 26 April 1711 dan meninggal pada 25 Agustus 1776. Ia
adalah filosof Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Karyanya The History of
England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai
Karya Macaulay. Hume merupakan filosof besar pertama dari era modern yang
membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas
prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran

5
suci; sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin ‘Image of
God’.Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia
dan penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan.
Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam.
3. Kriticisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad
Syadali, 2004:116). Aliran ini muncul pada abad ke-18, suatu zaman dimana
seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
Rasionalisme dan Empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan
(aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan
belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Sebagai latar belakang dari aliran ini
manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat
dan sejarah) telah mencapai hasil yang sangat bagus. Di sisi lain, jalanny filsafat
terasa tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang
dengan ilmu pengetahuan.

Tokoh – tokohnya antara lain Immanuel Kant (1724-1804).


 Immanuel Kant (1724-1804)
Immanuel Kant dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg, Jerman.
Pendidikan dasarnya ditempuh Kant di Saint George’s Hospital School, kemudian
dilanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada
ajaran Pietist. Pada tahun 1740, Kant menempuh pendidikan di University of
Königsberg dan mempelajari tentang filosofi, matematika, dan ilmu alam. Kant
mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada
tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan
beberapa naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Gelar profesor didapatkan
Kant di Königsberg pada tahun 1770.
Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781.
Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain

6
“apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga
pertanyaan:
· Apakah yang bisa kuketahui?
· Apakah yang harus kulakukan?
· Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
· Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan
panca indera. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
· Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah
peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh:
orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan
umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
· Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang
memutuskan pengharapan manusia.
Ketiga pertanyaan di atas ini bisa digabung dan ditambahkan menjadi pertanyaan keempat:
“Apakah itu manusia?”
4.    Idealisme
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa
realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang
sejenis dengan itu.Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam
perkembangan sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui
dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. yang menyatakan bahwa alam, cita-cita
itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang
menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles
memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide
sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-benda dan
menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang
masa tidak pernah faham idealisme hilang sirna sekali. Di masa abad pertengahan
malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar
idealisme ini. Aliran ini muncul pada abad ke-18. Pelopor aliran ini ialah J.G.
Fichte (1762-1814), F.W.J. Schelling (1775-1854), G.W.F. Hegel (1770-1831),
Arthur Schopenhauer (1788-1860).
 J. G. Fichte (1762-1914)
Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber
pengenalan/pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata Immanuel
7
Kant, melainkan pada aktivitas Ego. Pemikirannya didasarkan pada konsep Ego
Mutlak; yang menemukan dan meneruskan pengertian-pengertian tentang obyek;
ego tidak hanya sebagai “penemu”, melainkan kata Fichte sekaligus sebagai yang
“menciptakan benda-benda” (obyek). Dengan demikian, peran manusia sebagai
subyek sangat dominan di dalam menggagaskan sesuatu.
 F. W. J. Schelling (1775-1854)
Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme
subyektif. Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah
ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana
obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek menyadarkan subyek.
Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu diharuskan oleh kemestian yang
mendahului kehendak, yaitu seluruh obyek pengamatan kecuali sebagai pemberi
kehendak, juga sebagai pemberi arah bahkan mampu merubah kehendak.
 Hegel (1770-1831)
Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi
penyemburnaan idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang terpadu
setelah dikoyak-koyak oleh Fichte dan Schelling. Apabila Fichte bersifat subyektif
dan Schelling bersifat obyektif, maka Hegel melihat secara keseluruhan (totalitas).
Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang
disebut dengandialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.
 Arthur Schopenhauer (1788-1860).
Arthur Schopenhauer lahir di Danzig atau Gdańsk. Dia adalah putra dari
Heinrich Floris Schopenhauer dan Johanna Schopenhauer. Kedua orang tuannya
adalah keturunan orang kaya Jerman dan keluarga bangsawan. Schopenhauer pun
kuliah dan menjadi mahasiswa di Universitas Göttingen pada tahun 1809. Pada
masa perkuliahannya, dia belajar tentang metafisika dan psikologi di bawah
bimbingan Gottlob Ernst Schulze, penulis buku Aenesidemus, yang
mengajurkannya agar berkonsentrasi pada Plato dan Immanuel Kant.
Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer dipengaruhi dengan kuat oleh
Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam
pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant
menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau
fenomena, sehingga benda-pada-dirinya-sendiri (Das Ding An Sich) tidak pernah
bisa diketahui manusia. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut

8
dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri(Das Ding An Sich) itu bisa
diketahui, yakni “kehendak”.
4. Positivisme
Positivisme ini lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya ialah apa
yang telah diketahui adalah sesuatu yang faktual dan yang positif, sehingga aliran
yang menganut metafisika ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan
segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman- pengalaman objektif
saja. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut di olah dan di atur untuk
dapat memberikan asumsi (proyeksi) pada masa depan.
Beberapa tokoh aliran ini ialah August Comte (1798-1857), John S. Mill (1806-1873),
Herbert Spencer (1820-1903).
 August Comte (1798-1857)
August Comte dilahirkan di Montpellier, Perancis, tahun 1798. Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
harus dipertajam dengan alat bantu dandiperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Jadi pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Iahanya
menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata
lain, ia menyempurnakan metoda ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen
dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama
dengan Empirisme plus Rasionalisme.
5. Fenomenologi
Kata “fenomenologi” berasal dari kata Yunani “fenomenon”, yaitu sesuatu
yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa indonesia biasa
dipakai istilah gejola. Jadi, fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomenon atau segala sesuatu yang menampakkan diri.
Tokoh aliran ini adalah Edmund Husserl (1859-1938)
 Edmund Husserl (1859-1938)
Beliau adalah pendiri fenomenologi yang berpendapat bahwa ada kebenaran
untuk semua orang, dan manusia dapat mencapainya. Adapun inti pemikiran
fenomenologi menurut Husserl adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang
benar, seseorang harus kembali pada “benda-benda”Zu den Sactien (to the things).
6. Materialisme

9
Istilah materialisme dapat diberi definisi dengan berbagai cara. Pertama,
materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berada sendiri
dan bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan
kesadaran termasuk didalamnya. Kedua, doktrin alam semesta dapat ditafsirkan
seluruhnya dengan sains fisik. Pada akhir-akhir ini, doktrin tersebut dijelaskan
sebagai energism yang mengembalikan segala sesuatu pada bentuk energi, atau
sebagai suatu bentuk dari positivisme yang memberi tekanan untuk sains dan
mengingkari hal-hal seperti ultimate nature, of reality.
7. Eksistensialisme
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks =  ke luar,
dan sistensi atau sisto = berdiri, menempatkan. Secara umum berart, manusia dalam
keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya
ditentukan oleh subjek benda tersebut. Karena manusia selalu terlihat di
sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu
manusia harus berbuat menjadikan-merncanakan, yang berdasar pada pengalaman
yang nyata/konkret. Aliran ini merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai
gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada 
dalam dunia.
Pelopornya ialah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger,
J.P Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
8. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, kata pragma yang artinya
tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan
bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupan nyata, misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik,
asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat
diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan.
Tokoh dari aliran Pragmatisme ialah William James (1842-1910), John Dewey (1859 M)
 William James (1842-1910)
James lahir di New York City pada tahun 1842 M. Pandangan filsafatnya,
diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Menurut James,
dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah
dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Segala macam
pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama, jika akibatnya sama-sama
10
memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan. James membawakan
pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktikkannya dalam
pendidikan.
 John Dewey (1859 M)
Sebagai pengikur filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa
tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak
boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada
faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
mengolahnya secara kritis. Secara umum, Pragmatisme berarti hanya idea yang
dapat dipraktikkan yang benar dan berguna.

D. Sejarah Perkemangan Ilmu Pada Masa Modern      


Epistemologis perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya
pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan selama masa
modern sangat mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunianya. Terjadilah
revolusi I (dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu revolusi II (dengan
pemakaian listrik dan titik awal pemakaian sinar-sinar), dan kemudian revolusi III
yang ditandai dengan penggunaan komputer yang sedang kita saksikan dewasa ini.
Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan
mempunyai peranan penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan
manusia.
Tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M):
 Sir Isaac Newton (1643-1727 M)
 Leibniz (1646-1716 M)
 Joseph Black (1728-1799 M)
 Joseph Prestley (1733-1804 M)
 Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M)
 J.J. Thompson
Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu
seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19
lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan
sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi
perkembangan ilmu zaman kontemporer.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi sampai
Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia

Sudibyo, Lies, dkk. 2014. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Deepublish.

Tafsir Ahmad. 1990. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

12

Anda mungkin juga menyukai