Anda di halaman 1dari 18

ANGGARAN DASAR

IKATAN PONDOK PESANTREN INDONESIA

MUQADDIMAH

Bahwa pembangunan Nasional yang sedang dilaksankan Bangsa dan Rakyat Indonesia
dewasa ini merupakan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat menuju masyarakat beriman, bertaqwa dan berakhlaqul karimah, adil
dan sejahtera lahir dan batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Bahwa Keluarga Besar Ikatan Pesantren Indonesia Jam’iyyah Fida’ Kubro (IPI – JFK)
diseluruh pelosok tanah air yang telah aktif melakukan kegiatan pembinaan dan
pengembangan pendidikan Islam bersama – sama komponen masyarakat dilingkungannya
dipandang perlu untuk berkumpul dan bersinergi dalam satu wadah Ikatan Pondok
Pesantren Indonesia.

Bahwa potensi yang sangat besar ini dipandang perlu untuk digunakan dan dikembangkan
untuk diorganisasikan secara baik dan professional.

Bahwa pada saat ini telah muncul keinginan yang kuat dari seluruh pelosok daerah untuk
dapat mengakomodir memberikan kesempatan kepada Pondok Pesantren diluar IPI – JFK
bergabung berjuang dan mengembangkan organisasi ini dalam satu wadah Ikatan Pondok
Pesantren. Untuk itu dalam Musyawarah Nasional IPI –JFK disepakati merubah dan
menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai berikut :

BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1
Nama

Organisasi ini bernama Ikatan Pondok Pesantren Indonesia disingkat IPPI didirikan pada tanggal 04 September
2014
Pasal 2
Tempat Kedudukan
Pasal
Pusat Organisasi ini berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. 7
SIFAT
Pasal 3
Sifat

Organisasi ini adalah organisasi Keagamaan dan Sosial Kemasyarakatan yang bersifat bebas terbuka, mandiri,
demokratis, profesional dan bertanggungjawab.

BAB II
AQIDAH, ASAS, DAN KEDAULATAN

Pasal 4
Aqidah

Organisasi ini Beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah


Pasal 5
Azas

Organisasi ini berazaskan Pancasila

Pasal 6
Kedaulatan

Kedaulatan IPPI berada di tangan Anggota dan dilaksanaklan sepenuhnya melalui musyawarah

BAB III
ATRIBUT

Pasal 7

Organisasi ini mempunyai Lambang, Bendera dan Atribut lainnya yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

BAB IV
TUJUAN DAN USAHA

Pasal 8
Tujuan

1. Menghimpun dan mempersatukan potensi sumber daya manusia secara optimal pada pelaksanaan
pembangunan nasional.
2. Meningkatkan taraf hidup dan social ekonomi keluarga dalam arti luas
3. Melindungi, mengayomi dan menyalurkan aspirasi Anggota melalui jalan konstitusional dengan tata cara
dan norma yang berlaku agar dapat berdaya guna dan berhasil guna secara optimal.
4. Meningkatkan partisipasi kerjasama antar anggota dan antar masyarakat
5. Meningkatkan anggota atas kodrat iman dan taqwa, IPTEK, pengembangan usaha dan kesejahteraan
anggota keluarga.

Pasal 9
Usaha

1. Mengadakan usaha – usaha untuk menjamin terciptanya dan kelangsungan organisasi yang baik dan
professional
2. Mengusahakan peningkatan kualitas anggota dengan cara mempertinggi mutu pengetahuan, keterampilan
serta pengetahuan di bidang organisasi
3. Bekerjasama dengan badan-badan pemerintah, swasta dan organisasi lainnya yang tidak bertentangan
dengan azas tujuan AD/ART.
4. Dibidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk
membina umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta
berguna bagi agama, bangsa dan Negara
5. Di bidang sosial, mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat.
6. Di bidang ekonomi, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk pemerataan kesempatan
berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya
ekonomi kerakyatan. Mengadakan usaha – usaha perkoperasian dana tau badan hukum lainnya untuk
melayani dan memenuhi kebutuhan anggata serta usaha – usaha lain yang sah dan bermanfaat serta tidak
bertentangan dengan AD/ART maupun perundang – ungangan yang berlaku.
7. Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira
Ummah.

BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 110

1. Keanggotaan IPPI terdiri dari anggota biasa, anggota kelembagaan, anggota kehormatan dan Anggota Luar
Biasa.
2. Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 11

Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain - lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BABVI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 12
Struktur Organisasi IPPI terdiri dari :
a. Dewan Pengurus Pusat.
c. Dewan Pengurus Wilayah.
d. Dewan Pengurus Cabang.
e. Pengurus Anak Cabang.
F. Departemen, Lembaga dan Badan Otonom

BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 13

1. Kepengurusan IPPI terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Dewan Pengurus.
2. Dewan Pembina adalah ulama atau tokoh yang telah memberikan dedikasi, pengabdian dan
loyalitasnya kepada IPPI.
3. Dewan Penasehat adalah Sekumpulan para tokoh yang bertugas memberikan saran, pendapat atau
nasehat kepada IPPI sesuai dengan tingkatan masing – masing.
4. Dewan Pengurus Harian adalah sekumpulan orang profesional yang bertugas menjalankan roda
organisasi sesuai amanah musyawarah disemua tingkatan.
5. Untuk melaksanakan tugasnya, pengurus dapat membentuk Departemen, Lembaga dana tau Badan
Otonom sesuai dengan keperluan.
6. Tugas, wewenang, kewajiban dan hak Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Dewan Pengurus Harian
IPPI diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
7. Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga

Pasal 14
Masa Bhakti

1. Masa jabatan Pengurus sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 adalah 5 ( lima ) tahun di semua
tingkatan.
2. Masa jabatan Pengurus Departemen, Lembaga dan Badan Otonom ditentukan dalam Rapat pengurus
yang bersangkutan dengan ketentuan tidak melebihi masa bhakti pengurus IPPI disemua tingkatan.

BAB VIII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 15

Permusyawaratan di lingkungan IPPI meliputi:


a. Musyawarah.
b. Rapat Kerja
c. Rapat Pleno
d. Rapat Dewan Pengurus Harian
e. Rapat Perangkat Organisasi ( Departemen, Lembaga dan Badan Otonom )
f. Musyawarah Luar Biasa (Dalam hal kejadian luar biasa)
g. Musyawarah Alim Ulama Pondok Pesantren

Pasal 16

Bentuk dan Tata Cara Permusyawaratan sebagaimana disebut dalam Pasal 20 diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 17

Permusyawaratan untuk lingkungan Perangkat Organisasi diatur dalam ketentuan internal Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Permusyawaratan Tertinggi merujuk kepada Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga, dan Program-
program IPPI
b. Permusyawaratan diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangganya.
c. Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Departemen, Lembaga dan Badan Otonom dinyatakan tidak
sah sepanjang bertentangan dengan Keputusan Hasil Permusyawaratan IPPI sesuai dengan tingkatanya.

BAB IX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 18

1. Keuangan IPPI digali dari sumber-sumber dana di lingkungan IPPI maupun sumber sumber lain yang
halal dan tidak mengikat.
2. Sumbangan dari warga dan simpatisan IPPI.
3. Usaha-usaha lain yang halal dan syah.

Pasal 19

1. Kekayaan IPPI dan perangkatnya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak
bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi IPPI .
2. Ketua Dewan Pengurus mewakili IPPI di dalam maupun di luar Pengadilan tentang segala hal dan
segala kejadian, baik mengenai kepengurusan maupun tindakan kepemilikan dengan tidak mengurangi
pembatasan yang diputuskan.
3. Dewan Pengurus Pusat dapat melimpahkan penguasaan, pengelolaan dan atau pengurusan kekayaan
IPPI kepada Dewan Pengurus Wilayah, Dewan Pengurus Cabang atau kepada Pengurus Anak Cabang
yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Organisasi.
4. Segala aset IPPI hanya dapat digunakan untuk kepentingan organisasi IPPI dan atau perangkatnya.

BAB X
PERUBAHAN
Pasal 20

1. Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh Keputusan Musyawarah Nasional yang sah yang dihadiri
sedikitnya dua pertiga dari jumlah Wilayah dan Cabang yang sah.
2. Dalam hal Musyawarah Nasional yang dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak dapat diadakan karena tidak
tercapai korum, maka ditunda selambat-Iambatnya 1 (satu) bulan dan selanjutnya dengan memenuhi
syarat dan ketentuan yang sama dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.

BAB XI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 21

1. Pembubaran IPPI sebagai suatu organisasi hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari
seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.
2. Apabila IPPI dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi yang sejenis atau
Pondok Pesantren.

BAB XII
PENUTUP
Pasal 22

Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 23

Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.

ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 29 Februari 2016 M

MUSYAWARAH NASIONAL
IKATAN PONDOK PESANTREN INDONESIA

PIMPINAN SIDANG PLENO …….

1. ( ………………………………….) Ketua ……………………………

2. ( ………………………………….) Sekretaris …………………………………..

3. ( ………………………………….) Anggota …………………………..

4. ( ………………………………….) Anggota …………………………………..

5. ( ………………………………….) Anggota …………………………..


ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN PONDOK PESANTREN INDONESIA

BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1

Keanggotaan Ikatan Pondok Pesantren Indonesia terdiri dari:


a. Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap Warga Negara Indonesia yang beragama
Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat. sudah aqil
baligh, menyetujui aqidah. asas. tujuan, usaha – usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan
IPPI.
b. Anggota Kelembagaan ialah setiap lembaga Pondok Pesantren atau yang sejenis, berfaham
Ahlussunnah wal Jama’ah, berada dalam wilayah Negara Republik Indonesia, menyetujui aqidah.
asas. tujuan, usaha - usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan IPPI.
c. Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal
Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh. menyetujui aqidah. asas. tujuan
dan usaha-usaha IPPI. namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d. Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang
dinyatakan telah berjasa kepada IPPI dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Pusat.

BAB II
TATACARA PENERIMAAN DAN
PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2

1. Anggota biasa diterima melalui Cabang dan atau Anak Cabang di tempat tinggalnya.
2. Apabila tidak ada Pengurus Anak Cabang di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di
Anak Cabang terdekat.
3. Anggota luar biasa diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.

Pasal 3

1. Penerimaan anggota biasa maupun anggota luar biasa diatur dengan cara:
a. Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada aqidah, asas, tujuan, dan
usaha-usaha IPPI secara tertulis atau lisan, membayar uang pangkal sebesar Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah).
b. Jika permintaan itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 6 (enam)
bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan IPPI yang dilaksanakan secara terbuka.
c. Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positif, maka ia
diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan Kartu Tanda Anggota IPPI (KTA IPPI).
d. Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar'i maupun
organisasi.
2. Anggota keluarga dari anggota biasa dan anggota luar biasa dan Anggota Kehormatan IPPI diakui sebagai
anggota keluarga besar Perkumpulan Jam'iyah Pondok Pesantren Indonesia.
3. Santri, Asatidz dan Pengurus Anggota Perkumpulan diakui sebagai anggota keluarga besar Perkumpulan
Jam'iyah Pondok Pesantren Indonesia.

Pasal 4

1. Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus
Wilayah atau Pengurus Pusat.
2. Setelah mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan dan memperoleh persetujuan Dewan Pengurus
Pusat IPI, kepadanya diberikan surat pengesahan.
Pasal 5

1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan IPPI karena meninggal dunia, permintaan sendiri,
dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan IPPI.
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan IPPI karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus
Anak Cabang secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan perlu disaksikan oleh sedikitnya 2 (dua)
orang anggota Pengurus Anak Cabang.
3. Seseorang dipecat dari keanggotaan IPPI karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai
anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama IPPI, baik ditinjau dari segi
syar'i, kemaslahatan umum maupun organisasi dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemecatan anggota biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Cabang setelah menerima
usul dari Pengurus Anak Cabang berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Anak Cabang.
b. Pemecatan anggota luar biasa dilakukan berdasarkan Rapat Pleno Pengurus Cabang Istimewa atau
Rapat Pleno Pengurus Pusat.
c. Sebelum dipecat, anggota yang bersangkutan diberi surat peringatan oleh pengurus Anak Cabang.
d. Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka Pengurus Cabang dapat
memberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan.
e. Anggota biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu
Musyawarah Dewan Pengurus Cabang atau naik banding ke Pengurus Wilayah.
f. Anggota luar biasa yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu
Musyawarah Dewan Pengurus Cabang Istimewa atau naik banding ke Pengurus Pusat.
g. Pengurus Pusat, pengurus Wilayah, Pengurus Cabang atau Cabang Istimewa dapat mengambil
keputusan atas pembelaan itu.
h. Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh Pengurus Cabang, Pengurus
Cabang Istimewa bersangkutan atas keputusan Rapat Pleno Pengurus Cabang, Rapat Pleno Pengurus
Cabang Istimewa.
i. Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju' ilal haq, maka keanggotaannya
gugur dengan sendirinya.
j. Pengurus Pusat mempunyai wewenang memecat anggota secara langsung jika tidak dapat dilakukan
oleh Pengurus di bawahnya.
k. Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh Pengurus Pusat berdasarkan hasil
Rapat Pleno pengurus Pusat.
l. Anggota yang dipecat langsung oleh Pengurus Pusat dapat membela diri dalam Rapat – Rapat
Pengurus Pusat atau Musyawarah Nasional.
m. Pertimbangan dan tatacara tersebut pada ayat (3) juga berlaku terhadap pencabutan anggota
kehormatan.

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 6

Anggota IPPI berkewajiban:


a. Setia, tunduk dan taat kepada AD / ART dan peraturan organisasi IPPI lainnya.
b. Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah IPPI, serta bertanggungjawab atas segala
sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c. Membayar i’anah Syahriyah (iuran bulanan) dan I'anah Sanawiyah (iuran tahunan) yang jumlahnya
ditetapkan oleh Pengurus Pusat IPPI.
d. Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah serta
persatuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal 7

1. Anggota biasa berhak:


a. Menghadiri Rapat Anggota Anak Cabang, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain yang ditetapkan baginya.
c. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh IPPI.
d. Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan cara dan tujuan yang baik.
e. Mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan.
f. Melakukan pembelaan atas keputusan IPPI terhadap dirinya.

2. Anggota luarbiasa berhak:


a. Mengikuti kegiatan-kegiatan yg diselenggarakan oleh IPPI.
b. Memberikan usulan, masukan dan koreksi kepada Pengurus dengan tujuan dan cara yang baik.
c. Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan kegiatan IPPI.
d. Melakukan pembelaan atas keputusan IPPI terhadap dirinya.

3. Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan IPPI atas undangan Pengurus dan dapat
memberikan saran-saran, pendapatnya, namun tidak memiliki hak suara atas pendapatnya maupun hak
memilih dan dipilih.

4. Anggota Biasa dan Luar Biasa IPPI tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial
kemasyarakatan lain yang mempunyai aqidah, asas dan tujuan yang berbeda atau merugikan IPPI.

BAB IV
TINGKAT KEPENGURUSAN
Pasal 8

Tingkat kepengurusan dalam organisasi IPPI terdiri dari :


a. Dewan Pengurus Pusat disingkat DPP untuk tingkat Pusat
b. Dewan Pengurus Wilayah disingkat DPW untuk tingkat Propinsi
c. Dewan Pengurus Cabang disingkat DPC untuk tingkat Kabupaten Kota dan Dewan Pengurus Cabang
Istimewa disingkat DPCI untuk cabang Luar Negeri.
d. Pengurus Wakil Cabang disingkat PWC untuk tingkat Kecamatan.

Pasal 9

1. Pengurus Pusat Ikatan Pondok Pesantren Indonesia adalah kepengurusan Perkumpulan Jam'iyah sebagai
suatu organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
2. Pengurus Pusat sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam oraganisasi IPPI merupakan penanggung
jawab kebijakan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah.

Pasal 10

1. Dewan Pengurus Wilayah adalah kepengurusan organisasi IPPI di tingkat propinsi dan berkedudukan di ibu
kota propinsi.
2. Pengurus Wilayah IPPI dapat dibentuk jika terdapat sekurang - kurangnya 5 (lima) Cabang.
3. Permintaan untuk membentuk pengurus Wilayah IPPI disampaikan kepada pengurus Pusat dengan disertai
keterangan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah Cabang yang ada di daerah itu setelah melalui
masa percobaan 3 (tiga) bulan.
4. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana
pengurus Pusat ditingkat daerah yang bersangkutan.

Pasal 11

1. Dewan Pengurus Cabang adalah kepengurusan organisasi IPPI di tingkat Kabupaten / Kota dan
berkedudukan di ibu kota Kabupaten / Kota.
2. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) diatas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk
dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur
oleh kebijakan Pengurus Pusat IPPI.
3. Pengurus Cabang IPPI dapat dibentuk jika terdapat sekurang - kurangnya 3 (tiga) Anak Cabang.
4. Permintaan untuk membentuk pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Pusat dalam bentuk
permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yang bersangkutan setelah melalui masa percobaan
selama 3 (tiga) bulan.
5. Pengurus Cabang IPPI memimpin dan mengkoordinir Anak Cabang di daerah kewenangannya, melaksanakan
kebijaksanaan Pengurus Wilayah dan Pengurus Pusat untuk daerahnya

Pasal 12

1. Pengurus Cabang Istimewa adalah kepengurusan organisasi IPPI setingkat Cabang yang berada di luar
negeri.
2. Pengurus Cabang Istimewa dibentuk oleh Pengurus Pusat IPPI atas permohonan sekurang-kurangnya 25
(dua puluh lima) orang anggota setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.

Pasal 13

1. Pengurus Anak Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi IPPI di tingkat Kecamatan.
2. Pengurus Anak Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 50 (Lima Puluh) Anggota.
3. Permintaan untuk membentuk Anak Cabang disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan rekomendasi
Pengurus Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah melalui masa percobaan selama 3
(tiga) bulan.

BAB V
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 14
Lambang

Lambang IPPI Berupa : Kelopak Bunga segi lima yang didalamnya terdapat tali tersimpul dikitari oleh
Sembilan bintang, lima bintang terletak diatas tulisan arab “ Ittihadul Ma’ahid Al Indonesy yang terbesar
diantaranya terletak ditengah atas, sedang empat bintang lainya melingkar dibawah tulisan arab. Didalam tali
simpul terdapat empat buah kitab kuning. Diantara Kelopak bunga dan bintang, terdapat tulisan melingkar
“IKATAN PONDOK PESANTREN INDONESIA”

Pasal 15
Atribut
Atribul lain seperti Bendera, Panji – Panji, Lencan dan lain – lain akan ditetapkan dalam Anggaran Rumah
Tangga

BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 16

Perangkat organisasi IPPI terdiri dari:


a. Departemen.
b. Lembaga.
c. Badan Otonom.
Pasal 17

1. Departemen adalah perangkat departementasi organisasi yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan IPPI
berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
2. Ketua Departemen ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus IPPI sesuai dengan
tingkatannya.
3. Ketua Departemen dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4. Departemen sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 butir (a) dan ayat(1) Pasal 15 adalah:
a. Departemen Organisasi dan Kader, bertugas melaksanakan kebijakan IPPI di bidang pengembangan
Organisasi dan Pembinaan Kader yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
b. Departemen Pendidikan, bertugas melaksanakan kebijakan IPPI dibidang pendidikan dan pengajaran
formal maupun non formal.
c. Departemen Perekonomian, bertugas melaksanakan kebijakan IPPI di bidang pengembangan ekonomi
Jam’iyyah IPPI.
d. Departemen Penelitian dan Pengembangan, bertugas melaksanakan kebijakan IPPI di bidang pengkajian
dan pengembangan sumber daya manusia.

5. Pembentukan dan atau penghapusan Departemen ditetapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing
tingkat kepengurusan IPPI.
6. Pembentukan Departemen di tingkat Wilayah, Cabang, Cabang Istimewa dan Anak Cabang disesuaikan
dengan kebutuhan penanganan program.

Pasal 18

1. Lembaga adalah perangkat organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan program IPPI yang memerlukan
penanganan khusus.
2. Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus IPPI sesuai dengan tingkatannya.
3. Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
4. Lembaga sebagaimana yang dimaksud Pasal 14 butir (b) dan Pasal 16 ayat (1) adalah :
??????????????????????????????

3. Pembentukan dan atau penghapusan Lembaga ditetapkan oleh permusyawaratan pada masing-masing
tingkat kepengurusan.
4. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang, Cabang Istimewa dan Anak Cabang dilakukan sesuai
dengan keperluan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.

Pasal 19

1. Badan Otonom adalah perangkat organisasi yang berfungsi melaksanakan kebijakan IPPI yang berkaitan
dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
2. Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan IPPI
3. Kepengurusan Badan Otonom diatur menurut Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga masing-masing
sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPPI
4. Keputusan Kongres atau Konferensi Badan Otonom dilaporkan kepada pengurus Pusat atau Pengurus IPPI
menurut tingkatannya masing-masing.
5. Dalam melaksanakan program, Badan Otonom memiliki keleluasaan yang tidak bertentangan dengan
kebijakan IPPI
6. Badan Otonom sebagaimana dimaksud Pasal15 butir (c) dan ayat (1) Pasal18 adalah:
???????????
Pasal 20

Pengurus IPPI berkewajiban membina dan mengayomi seluruh Departemen, Lembaga dan Badan Otonom pada
tingkat masing-masing.

BAB VII
SUSUNAN DEWAN PENGURUS PUSAT
Pasal 21

1. Dewan Pembina Pengurus Pusat terdiri dari beberapa orang.


2. Dewan Penasehat Pengurus Pusat terdiri dari Ketua dan beberapa orang anggota.
3. Dewan Pengurus Harian terdiri dari Ketua Umum dan beberapa orang Ketua, Sekretaris Jenderal dan
beberapa orang Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Orang Wakil Bendahara.
4. Pengurus Pleno lengkap terdiri dari Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian, Ketua Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom.

BAB VIII
SUSUNAN DEWAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 22

1. Dewan Pembina Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang.


2. Dewan Penasehat Pengurus Wilayah terdiri dari Ketua dan beberapa orang anggota.
3. Dewan Pengurus Harian terdiri dari Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua, Sekretaris dan beberapa orang
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Orang Wakil Bendahara.
4. Pengurus Pleno terdiri dari Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian, Ketua Departemen, Lembaga dan
Badan Otonom.
5.
BAB IX
SUSUNAN DEWAN PENGURUS CABANG / CABANG ISTIMEWA
Pasal 23

1. Dewan Pembina Pengurus Cabang / Cabang Istimewa terdiri dari beberapa orang.
2. Dewan Penasehat Pengurus Cabang / Cabang Istimwea terdiri dari Ketua dan beberapa orang anggota.
3. Dewan Pengurus Harian terdiri dari Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua, Sekretaris dan beberapa orang
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Orang Wakil Bendahara.
4. Pengurus Pleno terdiri dari Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian, Ketua Departemen, Lembaga dan
Badan Otonom.

BAB X
SUSUNAN PENGURUS ANAK CABANG
Pasal 24

1. Dewan Pembina Pengurus Anak Cabang terdiri dari beberapa orang.


2. Dewan Penasehat Pengurus Anak Cabang terdiri dari Ketua dan beberapa orang anggota.
3. Dewan Pengurus Harian terdiri dari Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua, Sekretaris dan beberapa orang
Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Orang Wakil Bendahara.
4. Pengurus Pleno terdiri dari Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian, Ketua Departemen, Lembaga dan
Badan Otonom.

BAB XI
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 25

1. Untuk menjadi pengurus Anak Cabang atau Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota IPPI
atau Departemen, Lembaga dan Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota IPPI atau Departemen,
Lembaga dan Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
3. Untuk menjadi Pengurus Pusat, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota IPPI atau Departemen,
Lembaga dan Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
4. Keanggotaan pada ayat 1, 2 dan 3 pasal ini adalah sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) Anggaran Dasar
dan Pasal 1 butir (a) dan (b) Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 26

Pemilihan dan penetapan pengurus Pusat IPPI :


a. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh Peserta MUNAS.
b. Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian
dengan dibantu oleh beberapa anggota tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta MUNAS.
c. Pengurus Harian dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom.
d. Dalam hal tata cara pemilihan dan segala sesuatunya lebih lanjut akan diatur dalam tata tertib MUNAS.

Pasal 27

Susunan dan Personalia Pengurus Pusat ditetapkan oleh Musyawarah Sasional dan disahkan oleh Pemerintah
atau lembaga yang berwenang untuk itu.
Pasal 28

Pemilihan pengurus Wilayah IPPI :


a. Ketua dipilih secara langsung oleh Peserta Musyawarah Wilayah.
b. Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian dengan
dibantu oleh beberapa anggota tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Wilayah.
c. Pengurus Harian dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom.
d. Dalam hal tata cara pemilihan dan segala sesuatunya lebih lanjut akan diatur dalam tata tertib
Musyawarah Wilayah.

Pasal 29

Susunan dan Personalia Pengurus Wilayah ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah dan di terbitkan Surat
Keputusan oleh Pengurus Pusat.

Pasal 30

Pemilihan pengurus Cabang IPPI :


a. Ketua dipilih secara langsung oleh Peserta Musyawarah Cabang.
b. Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian dengan
dibantu oleh beberapa anggota tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Cabang.
c. Pengurus Harian dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom.
d. Dalam hal tata cara pemilihan dan segala sesuatunya lebih lanjut akan diatur dalam tata tertib
Musyawarah Cabang.

Pasal 31

Susunan dan Personalia Pengurus Cabang ditetapkan oleh Musyawarah Cabang dan di terbitkan Surat
Keputusan oleh Pengurus Pusat setelah mendapatkan rekomendasi Pengurus Wilayah.

Pasal 32

Pemilihan pengurus Anak Cabang IPPI :


a. Ketua dipilih secara langsung oleh Peserta Musyawarah Anak Cabang.
b. Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus : Pembina, Penasehat dan Pengurus Harian dengan
dibantu oleh beberapa anggota tim formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Musyawarah Anak Cabang.
c. Pengurus Harian dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Departemen,
Lembaga dan Badan Otonom.
d. Dalam hal tata cara pemilihan dan segala sesuatunya lebih lanjut akan diatur dalam tata tertib
Musyawarah Anak Cabang.

Pasal 33

Susuna dan Personalia Pengurus Anak Cabang ditetapkan oleh Musyawarah Anak Cabang dan di terbitkan Surat
Keputusan oleh Pengurus Wilayah setelah mendapat rekomendasi Pengurus Cabang.

Pasal 34

1. Susunan dan personalia pimpinan Departemen, Lembaga dan Badan Otonom tingkat pusat ditetapkan oleh
Pengurus Pusat.
2. Susunan dan personalia pimpinan Departemen, Lembaga dan Badan Otonom tingkat Wilayah ditetapkan
oleh Pengurus Wilayah dan dilaporkan kepada Pimpinan Pusat Departemen, Lembaga atau badan Otonom
yang bersangkutan.
3. Susunan dan personalia pimpinan Departemen, Lembaga dan Badan Otonom ditingkat Cabang ditetapkan
oleh Pengurus Cabangl Cabang Istimewa dan dilaporkan kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat
Departemen, Lembaga atau Badan Otonom yang bersangkutan.

BAB XIII
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 35

1. Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Dewan Pertimbangan, maka Anggota urut dibawahnya menjadi
Pejabat Sementara Ketua Dewan Pertimbangan.
2. Apabila Ketua Umum berhalangan sementara, maka Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua sebagai
Pelaksana Tugas Harian.
3. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka rapat Pleno Pengurus menetapkan Pejabat Ketua Umum.
4. Apabila terjadi kekosongan jabatan Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris, Bendahara, Wakil Bendahara,
dan Ketua Departemen, Lembaga dan Badan Otonom maka pengisian jabatan tersebut ditetapkan melalui
rapat Pengurus Harian.

Pasal 36

Apabila terjadi kekosongan jabatan pada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang / Cabang Istimewa dan
Pengurus Anak Cabang, maka proses pengisian jabata tersebut disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 32 Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XIV
MASA JABATAN
Pasal 37

1. Masa jabatan dalam kepengurusan IPPI mengikuti ketentuan Pasal 16 ayat (1) Anggaran Dasar IPPI.
2. Ketua Umum dapat dipilih kembali.
3. Pengurus Departemen, Lembaga dan Badan Otonom yang masa jabatannya sudah berakhir, tetap
melaksnakan tugasnya sampai dengan terbentuknya kepengurusan yang baru, dengan tidak mengambil
kebijakan yang mendasar.

BAB XV
RANGKAP JABATAN
Pasal 38

1. Jabatan pengurus Harian IPPI, Departemen, Lembaga dan Badan Otonom, tidak dapat dirangkap dengan
jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan yang lain.
2. Jabatan pengurus Harian IPPI, Departmen, Lembaga dan Badan Otonom pada semua tingkat kepengurusan
tidak dapat dirangkap dengan jabatan Pengurus Harian Partai Politik dan atau Organisasi yang berafiliasi
kepadanya.
3. Jika pengurus Harian IPPI mencalonkan diri atau dicalonkan untuk mendapatkan jabatan politik. maka
yang bersangkutan harus non aktif sementara hingga penetapan jabatan politik tersebut dinyatakan final
dan apabila terpilih maka yang bersangkutan dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dengan hormat.

BAB XVI
PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 39

1. Dewan Pengurus Pusat dapat membekukan Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang melalui keputusan yang
ditetapkan oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat.
2. Dewan Pengurus Wilayah dapat membekukan Pengurus Anak Cabang setelah mendapat rekomendasi dari
Pengurus Cabang.
3. Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini didasarkan pada pertimbangan syar'i dan
atau ketentuan organisasi.
4. Sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari sebelum pembekuan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan
tertulis untuk memperbaiki.
5. Kepengurusan yang dibekukan diambil alih oleh Pengurus setingkat lebih tinggi dengan tugas
mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan memilih pengurus baru.
6. Selambat-Iambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusyawaratan untuk
memilih Pengurus baru.

BAB XVII
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS
Pasal 40

Pembina bertugas melakukan pembinaan kepada organisasi sserta memberikan saran dan masukan kepada
Pengurus IPPI menurut tingkatannya baik diminta maupun tidak.

Pasal 41

Dewan Penasehat bertugas memberikan saran, pendapat atau nasehat kepada IPPI sesuai dengan tingkatan
masing – masing.

Pasal 42

1. Dewan Pengurus selaku pimpinan tertinggi sebagai pengendali, pengawas dan penentu kebijakan organisasi
mempunyai tugas dan wewenang:
a. Menentukan arah kebijakan organisasi dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan
IPPI.
b. Memberikan petunjuk, bimbingan dan pembinaan pemahaman, pengamalan dan pengembangan ajaran
Islam berdasar faham Ahlussunnah wal Jamaah, baik di bidang aqidah, syari'ah maupun
akhlaq/tasawuf.
c. Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi sesuai dengan pertimbangan syar'i dan ketentuan
organisasi.
d. Membatalkan keputusan perangkat organisasi IPPI sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 19 ayat (2)
Anggaran Dasar.

Pasal 43

1. Dewan Pengurus sebagai pelaksana mempunyai tugas :


a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh keputusan
Hasil Musyawarah.
b. Melaksanakan program IPPI.
c. Membina dan mengawasi kegiatan semua perangkat Jam'iyah yang berada di bawahnya.
d. Menyampaikan laporan secara periodik kepada Rapat Pleno tentang pelaksanaan tugasnya.
2. Dalam menggerakkan dan mengelola program, dewan pengurus berwenang membentuk tim kerja tetap
atau sementara sesuai kebutuhan.
3. Pembagian tugas diantara anggota Pengurus diatur dalam Peraturan dan Pedoman Tata Kerja Organisasi.

BAB XVIII
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 44

1. Pengurus berkewajiban :
a. Menjaga dan menjalankan amanat organisasi.
b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c. Mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi.
2. Pengurus berhak :
a. Membuat kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau keputusan pengurus IPPI yang lebih tinggi.
b. Memberikan saran atau koreksi kepada Pengurus setingkat lebih tinggi dengan tujuan dan cara yang
baik.
c. Memberikan motivasi dan dorongan kepada Departemen, Lembaga dan Badan Otonom untuk
meningkatkan kinerjanya.

BAB XIX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal 45

1. Musyawarah Nasional adalah instansi permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi IPPI, diselenggarakan
oleh Pengurus Pusat Ikatan Pondok Pesantren Indonesia, sekali dalam 5 (lima) tahun.
2. Musyawarah Nasional dipimpin oleh pengurus Pusat IPPI.
3. Musyawarah Nasional dihadiri oleh :
a. Pengurus Pusat.
b. Pengurus Wilayah.
c. pengurus Cabang/ Cabang Istimewa.
4. Musyawarah Nasional adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga (2/3) jumlah Wilayah dan Cabang /
Cabang Istimewa yang sah.
5. Untuk penyelenggaraan Musyawarah Nasional, Dewan Pengurus Pusat membentuk Panitia Penyelenggara
yang bertanggung jawab kepada pengurus pusat IPPI.
6. Dewan Pengurus Pusat berkewajiban menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban Organisasi dalam
Musyawarah Nasional.
7. Dewan Pengurus Pusat IPPI membuat Susunan Acara Musyawarah Nasional dan Rancangan Peraturan Tata
Tertib Musyawarah Nasional yang mencakup susunan dan tata cara pemilihan Pengurus.

Pasal 46

Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) butir (b) Anggaran Dasar, dapat
diselenggarakan atas permintaan Dua Pertiga (2/3) Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang dengan
ketentuan:
a. Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah nasional atau mengenai keberadaan
Perkumpulan / Jam'iyah Pondok Pesantren.
b. Penyelesaian masalah - masalah dimaksud butir (a) tak dapat diselesaikan dalam permusyawaratan lain.
c. Atas dasar keputusan Rapat Pleno Pengurus Besar dan rekomendasi Rapat Kerja Nasional.

Pasal 47

1. Rapat Kerja Nasional merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Nasional dan
diadakan oleh Pengurus Pusat IPPI.
2. Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Pusat dan utusan Pengurus Wilayah .
3. Rapat Kerja Nasional dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang - kurangnya separuh dari
jumlah Pengurus Wilayah yang sah.
4. Rapat Kerja Nasional membicarakan pelaksanaan keputusan - keputusan Musyawarah Nasional dan
mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya ditengah masyarakat.
5. Rapat Kerja Nasional tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan keputusan -
keputusan Musyawarah Nasional dan tidak memilih Pengurus baru.
6. Rapat Kerja Nasional adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana
dimaksud ayat (2) Pasal ini.
7. Susunan acara dan peraturan Tata Tertib Rapat Kerja Nasional ditetapkan oleh pengurus pusat.
8. Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh pengurus pusat.
9. Rapat Kerja Nasional diadakan sekurang – kurangnya satu kali dalam tengah masa jabatan pengurus pusat.

Pasal 48

1. Musyawarah Nasional Alim Ulama Pondok Pesantren yang diselenggarakan oleh pengurus pusat. sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan kepengurusan untuk membicarakan masalah
keagamaan.
2. Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar
Pengurus IPPI.
3. Musyawarah Nasional Alim Ulama Pondok Pesantren tidak dapat mengubah Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional dan tidak mengadakan pemilihan Pengurus.
4. Musyawarah Alim Ulama Pondok Pesantren yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh Wilayah atau
Cabang, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) masa jabatan.

Pasal 49

1. Rapat Koordinasi Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Besar untuk melaksanakan koordinasi atas suatu
masalah atau kewajiban organisasi yang mendesak.
2. Rapat Koordinasi Nasional dapat diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan.
3. Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.

BAB XX
PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH
Pasal 50

1. Musyawarah Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah, dihadiri oleh
Pengurus Wilayah dan utusan pengurus Cabang yang syah yang ada di daerahnya.
2. Musyawarah Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
3. Musyawarah Wilayah diselenggarakan atas undangan Pengurus Wilayah atau atas permintaan sekurang-
kurangnya separuh jumlah Cabang yang yang syah yang ada di daerahnya.
4. Musyawarah Wilayah membicarakan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah. menyusun rencana kerja 5
(lima) tahun. memilih pengurus Wilayah yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan, Pondok
Pesantren dan kemasyarakatan pada umumnya terutama yang terjadi diwilayah bersangkutan.
5. Pengurus Wilayah membuat Rancangan Tata Tertib Musyawarah Wilayah termasuk di dalamnya tata cara
pemilihan pengurus baru sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf (d) Anggaran Rumah Tangga.
6. Musyawarah Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Cabang yang syah yang ada
di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, pengurus Wilayah sebagai lembaga dan tiap-tiap Cabang
yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.

Pasal 51

1. Rapat Kerja Wilayah diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu)
periode kepengurusan.
2. Rapat Kerja Wilayah dihadiri oleh pengurus Pleno Wilayah dan Pengurus Cabang di daerahnya.
3. Rapat Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Wilayah, mengkaji
perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan, Pondok
Pesantren dan masalah kemasyarakatan yang ada di daerahnya.
4. Dalam Rapat Kerja Wilayah tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 52

1. Musyawarah Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang, dihadiri oleh
Pengurus Cabang, utusan Pengurus Anak Cabang yang ada di daerahnya.
2. Musyawarah Cabang diadakan atas undangan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya
separuh dari jumlah Anak Cabang didaerahnya.
3. Musyawarah Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Cabang, menyusun rencana kerja 5
(lima) tahun, memilih Pengurus Cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan, Pondok Pesantren
dan kemasyarakatan pada umumnya. terutama yang terjadi di daerah Cabang yang bersangkutan.
4. Pengurus Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Musyawarah Cabang, termasuk tata cara pemilihan
pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 28 huruf (d) Anggaran Rumah Tangga.
5. Musyawarah Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah Anak Cabang di daerahnya
dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus Cabang sebagai lembaga dan tiap-tiap Anak Cabang yang
hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal 53

1. Rapata Kerja Cabang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang sekurang - kurangnya 2 (dua) kali dalam 1
(satu) periode kepengurusan.
2. Rapat Kerja Cabang dihadiri oleh pengurus Pleno Cabang dan Pengurus Anak Cabang di daerahnya.
3. Rapat Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan - keputusan Musyawarah Cabang, mengkaji
perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat. membahas masalah keagamaan, Pondok
Pesantren dan kemasyarakatan.
4. Dalam Rapat Kerja Cabang tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

Pasal 54

1. Musyawarah Anak Cabang adalah instansi permusyawaratan tertingi ada tingkat Anak Cabang, dihadiri oleh
pengurus Anak Cabang dan anggota – anggota yang ada di daerahnya.
2. Musyswarah Anak Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus Anak Cabang atau atas permintaan
sekurang-kurangnya setengah dari jumlah anggota di daerahnya.
3. Musyawarah Anak Cabang membicarakan pertanggungjawaban Pengurus Anak Cabang, menyusun rencana
kerja untuk masa 5 (lima) tahun, memilih Pengurus Anak Cabang dan membahas masalah kemasyarakatan
pada umumnya, terutama yang terjadi di daerahnya.
4. Pengurus Anak Cabang membuat Rancangan Tata Tertib Konferensi, termasuk tata cara pemilihan
Pengurus sebagaimana dimaksud Pasal 39 Anggaran Rumah Tangga.
5. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh dari jumlah Ranting di
daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, Pengurus Majelis Wakil Cabang sebagai satu kesatuan
dan tiap-tiap Ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.

Pasal 55

1. Rapat Kerja Anak Cabang diselenggarakan oleh pengurus Anak Cabang sekurang - kurangnya 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) periode kepengurusan.
2. Rapat Kerja Anak Cabang dihadiri oleh Pengurus Pleno Anak Cabang dan anggota di daerahnya.
3. Rapat Kerja Anak Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan – keputusan Musyawarah Anak Cabang,
mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan
dan kemasyarakatan.
4. Dalam Rapat Kerja Anak Cabang tidak diadakan pemilihan Pengurus baru.

BAB XXI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 56

Uang pangkal, I'anah Syahriyah dan I'anah Sanawiyah yang diterima dari anggota IPPI digunakan untuk
membiayai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a. 60% untuk membiayai kegiatan Anak Cabang.
b. 20% untuk membiayai kegiatan Dewan Pengurus Cabang.
c. 15% untuk membiayai kegiatan Dewan Pengurus Wilayah.
d. 5% untuk membiayai kegiatan Dewan Pengurus Pusat.

Pasal 57

1. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus pusat kepada Musyawarah Nasional dimuat pula
pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Pusat, Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom.
2. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Wilayah kepada Konferensi dilaporkan pula
pertanggungjawaban keuangan dan inventaris pengurus Wilayah, Departemen, Lembaga dan Badan
Otonom.
3. Dalam laporan pertanggungjawaban pengurus Wilayah, Pengurus Cabang / Cabang Istimewa, Pengurus
Anak Cabang kepada Musyawarah Wilayah, Musyawarah Cabang / Cabang Istimewa, Musyawarah Anak
Cabang dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus, Departemen, Lembaga.
dan Badan Otonom.
Pasal 58

Kekayaan IPPI yang berupa harta benda tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya kepada
pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Pusat.

BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59

1. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan lebih lanjut oleh
Pengurus Pusat IPPI.
2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Musyawrah Nasional.

Ditetetapkan di : Surabaya
Pada Tanggal : 29 Februari 2016 M

MUSYAWARAH NASIONAL
IKATAN PONDOK PESANTREN INDONESIA

PIMPINAN SIDANG PLENO …….

1. ( ………………………………….) Ketua ……………………………

2. ( ………………………………….) Sekretaris …………………………………..

3. ( ………………………………….) Anggota …………………………..

4. ( ………………………………….) Anggota …………………………………..

5. ( ………………………………….) Anggota …………………………..

Anda mungkin juga menyukai