1
Gambar 4.2Layout
2
4.3 PERHITUNGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM
Perencanaan saluran drainase berdasarkan data curah hujan harian maksimum. Data
diambil dari Stasiun Klimatologi Lasiana pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun
2009.
Tabel 4.1 Data Curah HujanHarian Maksimum Stasiun Klimatologi Lasiana
Curah Hujan
No. Tahun Bulan Maksimum R (mm)
Stasiun Lasiana
1 2000 Nop 80 80
2 2001 Jan 98 98
3 2002 Des 200 200
4 2003 Nop 210 210
5 2004 Des 160 160
6 2005 Okt 236 236
7 2006 Des 94 94
8 2007 Mar 125 125
9 2008 Feb 81 81
10 2009 Feb 62 62
Rata-rata 134.60
Sumber :Stasiun Lasiana
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, maka untuk menghitung curah hujan rencana
menggunakan 4 ( empat ) jenis distribusi, yaitu distribusi Gumbel, Log - Person Type III,
Normal dan Log Normal.
= 134.60 𝑚𝑚
3
Tabel 4.2Distribusi Gumbel
Untuk periode ulang 5, 10, 25, 50 dan 100 perhitungan besarcurah hujannya pada tabel
4.3 berikut
Tabel 4.3Besarnya curah hujan harian maksimum untuk periode ulang Tr tahun
Sumber :HasilAnalisa
4
Grafik 4.1 Distribusi Hujan Metode Gumbel
150.82
150.00
100.00
106.13
50.00
-
0 20 40 60 80 100 120
5
Untuk periode ulang 5, 10, 25, 50 dan 100 perhitungan besar curah hujannya pada tabel 4.5
berikut.
Tabel 4.5 Besarnya curah hujan harian maksimum untuk periode ulang Tr tahun
172.75
200.00
137.37
150.00 97.46
100.00
50.00
-
0 20 40 60 80 100 120
Tr (tahun)
Berikut adalah persyaratan statistic dari distribusi - distribusi yang telah diselesaikan.
6
Tabel 4.6 Persyaratan parameter statistik.
3. Uji Kecocokkan
Kedua cara uji penyimpangan ini terhadap data daridistribusi Log - Person type III.
Jumlah data, n = 10
Jumlah kelas,
K = 1 + 3.322 Log n
= 1 + 3.322 Log 10
= 4,322
=5
Expected Frequency,
EF =n:K
7
= 10 :5
= 2,00
Jangkauan
𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑄𝑚𝑖𝑛
= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠
77,0−70
= 5
8
penyimpangan yang terjadi hanya karena kesalahan yang terjadi secara kebetulan
sehingga distribusi/sebaran dapat diterima.
Rumus yang digunakan:
Log X - Log X r
K
Slog x
Pr
Px 1 -
100
No. X Log X K Pr ( % ) Px Sn Sn - Px
1 62.0 1.792 -2.160 95.389 0.046 0.111 0.065
2 81.0 1.908 -1.363 86.165 0.138 0.222 0.084
3 94.0 1.973 -0.919 81.029 0.190 0.333 0.144
4 98.0 1.991 -0.795 79.591 0.204 0.444 0.240
5 125.0 2.097 -0.069 53.547 0.465 0.556 0.091
6 128.0 2.107 0.002 51.088 0.489 0.667 0.178
7 160.0 2.204 0.667 27.957 0.720 0.778 0.057
8 200.0 2.301 1.333 4.825 0.952 0.889 -0.063
9 210.0 2.322 1.478 (0.233) 1.002 1.000 -0.002
10 236.0 2.373 1.826 (12.333) 1.123 1.111 -0.012
∑ 21.0696 ∆maks 0.240
Log Xr 2.1070
Cs 1.5208
Sd 0.1456
9
jangka pendek, namun karena tidak tersedia dan data curah hujan yang tersedia
hanyalah data hujan harian, maka perhitungan intensitas curah hujan dengan
menggunakan rumus Mononobe.
2
𝑅24 243
Rumus Mononobe : 𝐼= ×
24 𝑡
Tabel 4.9 Perhitungan Intensitas Hujan Jam-Jaman Menggunakan Data Log Person
Type III dengan Rumus Mononobe
10
Grafik 4.3 Lengkungan IDF
700,0
650,0 Tr = 20
600,0
550,0
500,0 Tr = 50
450,0
400,0 Tr = 100
350,0
300,0
250,0 Tr =200
200,0
150,0
100,0 Tr = 1000
50,0
-
0 50 100 150 200 250 300 350 400
t (menit)
QP C I A
Dimana:
QP=Debit banjir puncak pada periodeulang Tr tahun ( m3/det )
C= Koefisien pengaliran
I= Intensitas hujan( mm/jam )
A = Luas DAS ( Jika A dalam Ha, maka persamaan tersebut dikali dengan 0.00278
dan jika A dalam Km2, maka dikali dengan 0.278 )
Metode ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa :
11
a. Koefisien Pengaliran
Koefisien ini menggambarkan keadaan permukaan DAS yang menunjukkan
ada tidaknya tanaman yang dapat menyerap air kedalam tanah. Koefisien
pengaliran merupakan perbandingan komponen berikut.
Volume air yang berhasil mencapai muara DAS
C
Volume air hujan yang jatuh di atas DAS
Pada DAS yang akan direncanakan ini terdiri dari berbagai penggunaan
lahan dengan koefisien yang berbeda-beda, sehingga penentuan nilai C dengan
persamaan berikut.
A1C1 A 2 C 2 ... A n C n
Cw
A1 A 2 ... A n
dimana :
Cw = Koefisien pengaliran gabungan
A1, A2, An = Bagian luas DAS sebanyak n buah dengan tata guna lahan
yang berbeda
Tabel 4.10 menunjukkan data tata guna lahan berdasarkan hasil observasi
dan koefisien pengaliran dari wilayah atau petak A yang akan direncanakan.
Koefisien pengaliran untuk petak lainnya dilihat pada Tabel berikut:
12
zona
Tata Guna Lahan A B
A (Ha) Ci A (Ha) Ci
Pertokoan 1,5 0,6 0,59 0,6
Jalan 1,43 0,8 0,72 0,8
Jumlah 2,93 0,70 1,31 0,71
Sumber : Hasil Analisa
b. Waktu Konsentrasi
tc t0 td
2
menit
n
t 0 3.28 L 1
3 S 2
td
Ls
menit
60V
Dimana:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
t0 : Waktu yang diperlukan oleh air untukmengalir kesaluran terdekat (menit)
td : Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir disepanjang saluran
L : Panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls : Panjang lintasan aliran di dalam saluran (m)
n : Angka kekasaran Manning
V : Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
S : Kemiringan lahan
Waktu konsentrasi untuk setiap saluran pada daerah yang direncanakan
ditabulasikan pada Tabel di bawah ini. Saluran yang direncanakan adalah saluran
dengan pasangan beton, sehingga besarnya angka kekasaran saluran, koefisien
Manning adalah 0.03
Perhitungan Tc Primer 1
𝑠 𝐿
𝑇𝑑 = 60.𝑉
49
=60.1,5
= 0,544 menit
2 𝑛
𝑇0 = 3*3.28*L0*
√𝑠
13
= 18,56 menit
𝑇𝐶 = 𝑇0 + 𝑇𝑑
= 0,544 + 18,56 = 19,104 menit
= 0,3184 jam
Perhitungan Tc Sekunder 1
𝑠𝐿
𝑇𝑑 = 60.𝑉
103
=60.1,5
= 1,144 menit
2 𝑛
𝑇0 = 3*3.28*L0*
√𝑠
= 25,54 menit
𝑇𝐶 = 𝑇0 + 𝑇𝑑
1,144 + 25,54 = 26,684 menit
= 0,4447 jam
Perhitungan selanjutnya dilampirkan dalam bentuk tabel
Tabel 4.12Waktu KonsentrasiUntukSetiapSaluran
14
c. Intensitas Hujan
Intensitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe.
2
R 24 3
I 24
24 t
Dimana :
I = Intensitas curah hujan( mm/jam )
t = Lama hujan ( jam )
R24 = Tebal hujan maksimum harian, selama 24 jam ( mm )
Contoh perhitungan:
1. Primer 1
𝑅20 24 2/3
I = ×
24 𝑡
245,36 24 2/3
= ×
24 0,3184
= 182,4328 mm/jam
2. Sekunder 1
𝑅20 24 2/3
I = ×
24 𝑡
245,36 24 2/3
= ×
24 0,4447
= 145,9981 mm/jam
15
Perhitungan selanjutnya dilampirkan dalam tabel berikut
Tabel 4.14Intensitas Curah Hujan
16
4.4.2 Analisa PertumbuhanPenduduk
Peningkatan jumlah penduduk pada kota –kota besar dapat berpengaruh terhadap
terjadinya banjir di daerah perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan
bertambahnya jumlah air kotor yang dibuang penduduk sehingga menambah beban
saluran pembuangan, serta juga mengakibatkan beralihnya fungsi lahan menjadi
permukiman penduduk yang bila pemakaiannya tidak teratur dan tidak direncanakan
dengan baik dapat menimbulkan genangan air.
Peningkatan jumlah pendudukdapatdiperkirakandenganrumusberikut:
Goemetric Rate of Grow
Rumus :
Pn P0 1 q n
Exponential Rate of Grow
Rumus :
Pn P0 eq n
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk tahun ke n ( jiwa )
P0 = Jumlah penduduk tahun awal ( jiwa )
q = Rasio pertambahan penduduk( % )
n = Jangka waktu( tahun )
e = Bilangan pokok system logaritma= 2,7182818
Berdasarkan peta topografi, wilayah yang akan direncanakan sistemjaringan
drainasenya adalah pada kawasankuaninodata jumlah penduduknya sebagai
berikut:
17
Gambar 4.4 Jumlah Rumah Pada Lokasi
1. Jumlah penduduk
a. Lokasi Pertokoan
P0 = jumlah toko x jumlah orang (10 orang) = 25 x 10 = 250 jiwa
b. Jumlah total penduduk
Po = 250 jiwa
Rasio pertambahan jumlah penduduk rerata, q = 3.00 % = 0.03
Perkiraan jumlah penduduk untuk beberapa tahun yang akan datang dilihat pada
tabel di bawah ini:
Pn (jiwa)
No Jangka Waktu (tahun) Po (jiwa) q (%)
geometric exponential
1 2 250 0.03 265.225 265.459
2 5 250 0.03 289.819 290.459
Sumber : Hasil Analisa
18
4.4.3PerhitunganDebir Air BuanganPenduduk
Debit air buangan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
QB
Pn 1.61 10 -3
A
dimana :
QB = Debit air kotor( Ltr/detik/Km2 )
Pn = Jumlah penduduk( jiwa )
A = Luas daerah layanan (Km2 )
19
Tabel 4.18 Debit Air Buangan Penduduk pada Setiap Saluran
Luas jumlah
Jenis jumlah air rata air limbah yang Q limbah
Petak Catchmant penduduk FP
Saluran rata( m3/det) dihasilkan ( %) (M3/det)
Area ( km2) /orang
Saluran
Primer 1 A 0,0002 13 0,00000104 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00027 0,00000104
Sekunder 1 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00023 0,00000104
Sekunder 2 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00021 0,00000104
Sekunder 3 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00025 0,00000104
Sekunder 4 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00022 0,00000104
Sekunder 5 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00025 0,00000104
Sekunder 6 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00027 0,00000104
Primer 2 A 18 5 0.7 0.000066
Saluran
0,00011 0,00000104
Sekunder 7 A 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00011 0,00000104
Sekunder 8 A 16 5 0.7 0.000058
Saluran
0,00015 0,00000104
Sekunder 9 B 13 5 0.7 0.000047
Saluran
0,00015 0,00000104
Sekunder 10 B 15 5 0.7 0.000055
Saluran
0,00023 0,00000104
Sekunder 11 B 14 5 0.7 0.000051
Saluran
0,00023 0,00000104
Sekunder 12 B 14 5 0.7 0.000051
Saluran
0,00024 0,00000104
Sekunder 13 B 14 5 0.7 0.000051
Saluran
0,00016 0,00000104
Sekunder 14 B 14 5 0.7 0.000051
Saluran
0,00012 0,00000104
Sekunder 15 B 14 5 0.7 0.000051
Saluran
0,00034 0,00000104
Primer 3 B 14 5 0.7 0.000051
Sumber : Hasil Analisa
20
4.5 PERHITUNGAN DEBIT RENCANA
Pada dasarnya saluran drainase digunakan untuk membuang atau menyalurkan limpasan
air hujan dan air kotor buangan penduduk khususnya pada daerah perkotaan. Kapasitas
saluran drainase dapat dihitung dengan persamaan berikut.
QR Q H QB
dimana :
QR = Debit rencana( m3/detik )
QH = Debit air hujan( m3/detik )
QB = Debit air kotor / air buangan( m3/detik )
Debit rencana dihitung untuk setiap jenis saluran yaitu saluran kuarter, saluran tersier dan
saluran sekunder. Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya telah diperoleh besar debit
air hujan (QH) untuk masing–masing jenis saluran dan besarnya debit airbuangan (QB).
Setiap saluran drainase menerima debit air hujan dan air buangan (debit rencana) dari
wilayah yang dilayani. Ada beberapa saluran yang selain menerima debit rencana juga
menerima debit air hasil tampungan dari saluran sebelumnya. Dalam perhitungan
diasumsikan debit air dari saluran sebelumnya tiba secara bersamaan pada saluran yang
ditinjau.
Perhitungan debit total untuk beberapa saluran yang juga menerima debit air dari saluran
sebelumnya ditabulasikan pada Tabel di atas dan debit ini yang akan digunakan untuk
mendesain dimensi saluran. Berikut adalah table perhitungan debit rencana total untuk
ditampung pada setiap saluran
Primer 1
Qbanjir = LuasCatchment *i*C
= 0.0002*182.4328*0,3
= 0,0109 m3/det
Qtotal = Qbanjir + Qlimbah
= 0.0109 + 0.000047
= 0.0110 m3/det
21
Sekunder 1
22
Dimensi saluran drainase dihitung dengan menggunakan rumus pengaliran berikut.
Q= A* V
1
V = 𝑛 :∗ 𝑅 2/3 *𝐼1/2
dimana
Q : Debit rancangan ( m3/det )
A : Luas penampang basah ( m2 )
V :Kecepatan aliran ( m/det )
n :Angka kekasaran saluran ( koefisien Manning )
Rn :Jari-jari hidrolis ( m ), ( A/P )
P :Keliling basah saluran ( m )
I :Kemiringan saluran ( % )
Kecepatan minimum yang diijinkan untuk menghindari pengendapan
adalah sebesar 0.6 - 0.9 m/detik. Kecepatan maksimum untuk menghindari
penggerusan pada saluran :
Koefisien kekasaran saluran, n manning ( lihat buku Open Channel Hydraulics, Ven
te Chow) untuk saluran dengan material pembentuk sebagai berikut.
a. Saluran tanah n= 0,023
b. Pasangan batu n= 0,030
c. Pasangan beton n= 0,014
Saluran drainase didesain dengan bentuk penampang persegi dari pasangan
beton. Dengan menggunakan syarat penampang ekonomis dp/dh = 0 atau keliling
basah mencapai nilai minimum sehingga debit saluran mencapai maksimum.
Untuk saluran persegi :
B = 2h
R = A/P
23
Untuk mendapatkan dimensi dari setiap saluran, maka dibuat contoh
perhitungan dimensi untuk saluran 1.1 dan perhitungan dimensi untuk saluran
lainnya ditabulasikan pada Tabel di bawah:
Dalam perencanaan dimensi saluran drainase, digunakan metode trial and
eror untuk mendapatkan dimensi yang pas dengan debit saluran yang akan
direncanakan
1. Perencanaan dimensi saluran Primer 1
A = B*h
= 0,85 * 0,90
= 0,77 m2
P = B + 2h
=0,85 + 2*0,90
= 2,65 m
R = A/P
=0,77/2,65
=0,289 m
1
V = 𝑛 ∗ 𝑅 2/3*𝐼1/2
=0,2522 m/det
Q = A* V
=0,1929 m3/det
2. Sekunder 1
A = B*h
= 0,65 * 0,70
=0,46 m2
P = B + 2h
=0,65 + 2*0,70
= 2,05 m
R = A/P
= 0,46/2,05
=0,222 m
24
1
V = 𝑛 ∗ 𝑅 2/3*𝐼1/2
= 0,3233 m/det
Q = A* V
=0,1471 m3/det
25
Tabel 4.20 Rekapitulasi Debit Rencana Saluran
Luas Cathchman Area Panjang Saluran Intensitas
Jenis Saluran Petak TC Debit Saluran Q saluran
km2 m I
Saluran Primer 1 A 0,0002 49 182,4328 0,3184 SP1 + SS1 0,0708
Saluran Sekunder 1 A 0,00027 103 145,9981 0,4447 SS1 0,0764
Saluran Sekunder 2 A 0,00023 49 229,1521 0,2262 SS2 0,1022
Saluran Sekunder 3 A 0,00021 55 118,4690 0,6084 SS3 0,0483
Saluran Sekunder 4 A 0,00025 150 60,6027 1,6629 SS4 0,0294
Saluran Sekunder 5 A 0,00022 143 117,4778 0,6161 SS5 +SS2 0,0501
Saluran Sekunder 6 A 0,00025 143 117,4778 0,6161 SS6 0,0570
Saluran Primer 2 A 0,00027 140 123,8829 0,5690 SP1+SS1+ SS3+SP2 0,0649
Saluran Sekunder 7 A 0,00011 54 171,7971 0,3484 1/2(SP1+SS1+ SS3+SP2)+SS7 0,0367
Saluran Sekunder 8 A 0,00011 52 241,6413 0,2089 SS5 +SS2+SS4+SS8 0,0516
Saluran Sekunder 9 B 0,00015 52 231,5777 0,2226 SS9 0,0685
Saluran Sekunder 10 B 0,00015 54 171,7971 0,3484 1/2(SP1+SS1+ SS3+SP2)+SS10 0,0509
Saluran Sekunder 11 B 0,00023 138 146,0015 0,4447 1/2(SP1+SS1+ SS3+SP2)+SS10+SS11 0,0663
Saluran Sekunder 12 B 0,00023 138 146,0015 0,4447 SS9+SS12 0,0663
Saluran Sekunder 13 B 0,00024 133 93,6622 0,8655 SS13 0,0444
Saluran Sekunder 14 B 0,00016 59 112,6299 0,6563 SS9+SS12+SS13+SS14 0,0356
Saluran Sekunder 15 B 0,00012 53 121,3085 0,5872 SS15 0,0288
Saluran Primer 3 B 0,00034 143 78,1450 1,1357 1/2(SP1+SS1+ SS3+SP2)+SS10+SS11+SS15+SP3 0,0524
Sumber: Hasil Analisa
26
Tabel 4.21Perhitungan Kapasitas saluran
jenis saluran B (m) h(m) A(m2) P(m) Rn (m) S(%) n V ((m/det) Q kapasitas (m3/det) Q total (m3/det) W H Ket
Saluran Primer 1 0,85 0,9 0,77 2,65 0,289 0,030 0,03 0,2522 0,1929 0,0708 0,17 0,94 OK
Saluran Sekunder 1 0,65 0,7 0,46 2,05 0,222 0,070 0,03 0,3233 0,1471 0,0764 0,17 0,63 OK
Saluran Sekunder 2 0,75 0,8 0,60 2,35 0,255 0,060 0,03 0,3286 0,1972 0,1022 0,17 0,77 OK
Saluran Sekunder 3 0,7 0,75 0,53 2,2 0,239 0,010 0,03 0,1282 0,0673 0,0483 0,17 0,70 OK
Saluran Sekunder 4 0,65 0,7 0,46 2,05 0,222 0,010 0,03 0,1222 0,0556 0,0294 0,17 0,63 OK
Saluran Sekunder 5 0,7 0,75 0,53 2,2 0,239 0,070 0,03 0,3393 0,1781 0,0501 0,17 0,70 OK
Saluran Sekunder 6 0,5 0,55 0,28 1,6 0,172 0,070 0,03 0,2726 0,0750 0,0570 0,17 0,45 OK
Saluran Primer 2 0,8 0,85 0,68 2,5 0,272 0,080 0,03 0,3958 0,2691 0,0649 0,17 0,85 OK
Saluran Sekunder 7 0,85 0,9 0,77 2,65 0,289 0,030 0,03 0,2522 0,1929 0,0367 0,17 0,94 OK
Saluran Sekunder 8 0,8 0,85 0,68 2,5 0,272 0,080 0,03 0,3958 0,2691 0,0516 0,17 0,85 OK
Saluran Sekunder 9 0,55 0,6 0,33 1,75 0,189 0,070 0,03 0,2900 0,0957 0,0685 0,17 0,50 OK
Saluran Sekunder 10 0,85 0,9 0,77 2,65 0,289 0,030 0,03 0,2522 0,1929 0,0509 0,17 0,94 OK
Saluran Sekunder 11 0,8 0,85 0,68 2,5 0,272 0,130 0,03 0,5045 0,3431 0,0663 0,16 0,84 OK
Saluran Sekunder 12 0,6 0,65 0,39 1,9 0,205 0,130 0,03 0,4182 0,1631 0,0663 0,16 0,55 OK
Saluran Sekunder 13 0,6 0,65 0,39 1,9 0,205 0,030 0,03 0,2009 0,0784 0,0444 0,16 0,55 OK
Saluran Sekunder 14 0,8 0,85 0,68 2,5 0,272 0,010 0,03 0,1399 0,0952 0,0356 0,19 0,87 OK
Saluran Sekunder 15 0,65 0,7 0,46 2,05 0,222 0,010 0,03 0,1222 0,0556 0,0288 0,19 0,65 OK
Saluran Primer 3 0,85 0,9 0,77 2,65 0,289 0,020 0,03 0,2059 0,1575 0,0524 0,18 0,95 OK
Sumber : Hasil Analis
27
4.7 PERHITUNGAN BANGUNAN PELENGKAP
Dibangun gorong-gorong berbahan beton berbentuk persegi disesuaikan
dengan dimensi saluran yang dekat dengan gorong-gorong
Berikut beberapa rumus perhitungan gorong-gorong;
𝐴 𝜋𝑟 2 𝑟 1 2 1
𝐴 = 𝜋𝑟 2 𝑃 = 2𝜋r𝑅 = = = 𝑉 = × 𝑅3 × 𝑆 2 𝑄 = 𝐴 × 𝑉
𝑃 2𝜋r 2 𝑛
Dimana;
Q = debit / debit saluran (m3/det)
A = luas penampang basah saluran (m2)
V = kecepatan rata-rata (m/det)
n = koefisien kekasaran saluran
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan memanjang saluran
P = keliling basah saluran (m)
28