Anda di halaman 1dari 18

Pengertian Teori Belajar Kognitif dan Humanistik

Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu akan dibahas pegertian teori itu
sendiri. Teori dalam satu literatur menyebutkan teori sebagai suatu dasar dan prinsip yang
di pegang teguh dalam memberikan satu dasar terhadap berbagai pengetahuan atau
sejumlah prinsip yang di dalamnnya terdapat penjelasan mengenai adanya beberapa
hubungan antara bebrapa fakta , baik mengonsep hasil-hasil baru ataupun mencari tau asal
usul berdasarkan fakta-fakta yang di peroleh tersebut. Oleh sebab itu, teori belajar ini
dapat dijelaskan sebagai sebuah paham yang berprinsip umum yang substansinya
merangkap tenang rangkaian prinsip yang saling terkait, serta penjelasan konkrit tentang
berbagai fakta atau hal hal baru yang berkaitan dengan proses pembelajaran..1
Teori kognitif merupakan teori yang biasanya berkaitan dengan proses
pembelajaran. Kognisi adalah salah satu jenis kemampuan mental atau spiritual manusia
yang muncul dalam bentuk observasi, observasi, keraguan, konsentrasi, tebakan, dan
evaluasi. Di sisi lain , kata kognisi berarti sebuah rujukan pada konsep tentang aspek
pengenalan. Teori kognitif menunjukkan bahwa proses pembelajaran terjadi karena
variabel penghambat dalam kognisi masyarakat. Teori belajar kognitif lebih
memperhatikan proses pembelajaran daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar juga tidak
serta merta melibatkan hubungan antara unur stimulus dan unsur respon, tetapi dapat lebih
dari belajar yang melibatkan proses berpikir yang di rasa sangat kompleks. Belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berupa perubahan perilaku yang dapat diamati. 2.
Teori tersebut meyakini bahwa belajar merupakan proses internal yang meliputi
memori, pemrosesan informasi, emosi dan aspek psikologis lainnya 3.
Kognisi menekankan bahwa pendidikan adalah proses psikologis dalam diri
manusia. Menurut para ahli kognitif, tidak mungkin mengukur dan menjelaskan perilaku
manusia yang terlihat tanpa melibatkan proses psikologis seperti motivasi dan keyakinan.
Teori kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan
peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behaviorial kadang-kadang tampak
kasat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar
1 Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm 63.
2 http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme/
3 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, cet.I, 2008), hlm 34.
membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah – mulut dan tangan-
untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan
menggoreskan pena yang dilakukannya bukan sekedar respon atas stimulus yang ada,
melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Barlow
mengutip pandangan Piaget, menyebutkan bahwa seorang anak memiliki kebutuhan yang
melekat dalamdirinya sendiri untuk belajar4.
Teori kognitif dikembangkan oleh psikolog Swiss Jean Piaget yang hidup dari
tahun 1896 hingga 1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam psikologi
perkembangan dan mempengaruhi perkembangan konsep intelektual. Teori in membahas
munculnya dan diperolehnya schemata (skema bagaimana seseorang mempersepsikan
lingkungannya) dalam tahapan-tahapan perkembangan dan saat seorang memperoleh cara
baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Adapun Teori ini digolongkan
dalam suatau pengalaman yang sudah ada karna membahas tentang perilaku yang di
hasilkan setelah melalui pembelajaran, bukan sebagai kebudayaan yang melukiskan
perkembangan rasional sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan kognitif dan
bawaan
Teori kognitif percaya bahwa manusia membangun kemampuan kognitif melalui
tindakan-tindakan motivasi diri terhadap lingkungan. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa
setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuannya sendiri. Pengalaman dan
pengetahuan ini diatur ke dalam struktur kognitif. Menurut teori ini, jika tema baru
menyesuaikan dengan struktur kognitif yang ada pada siswa maka proses pembelajaran
akan berjalan dengan baik.
Disisi lain, hal ini berbeda dengan suatu teorit kognitif, teori humanistik adalah
suatu teori yang menggagas tujuan yang tujuan nya tertuju pada satu masalah tentang
bagaimana agar per individu tersebut dapat di pengauruhi serta di bimbing oleh tujuan dan
maksud yang bersifat pribadi yang mereka tautkan kepada aktivita yang kemudian menjadi
pengalaman mereka sendiri.5
Teori humanistik merupakan teori yang membahas tentang proses belajar yang
harus dimulai untuk mencapai tujuan memanusiakan manusia. Oleh karena itu, dalam
aktualisasi proses pembelajaran tersebut sudah dapat dianggap berhasil, apabila seorang
4 H. Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, cet. I, 2010), hlm 82-83.
5 Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran (Bali: Undiksha Press, 2013), 96.
peserta didik telah memahami lingkungan yang ada di sekelilingnya terutama dirinya
sendiri. Dengan kata lain, peserta didik dan proses belajar nya sebaiknya harus berusaha
agar dalam prosesnya ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya sampai
dapat mencapai peningkatan
Teori ini juga dijelaskan dalam proses belajar mengajar bahwa tujuan utama dan
yang paling urgensi dari para pendidik adalah bagaimana cara dan strategi yang di lakukan
oleh pendidik untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan, menumbuhkan
poteni dan membuat kegiatan yang bermanfaat bagi peserta didik sendiri, yaitu dengan
membantu tiap tiap pribadi peserta didik untuk lebih memahami sehingga dapat mengenali
diri mereka sendiri agar paham bahwa manusia yang unik dan saling tolong menolong
untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Pendidik yang menganut aliran humanistik juga mencoba untuk membuat
pembelajaran yang membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam
membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.
Seorang pendidik yang ber humanistik biasanya selalu berpikir tentang kemungkinan yang
terjadi , seperti seberapa besar hal yang dapat pendidik lakukan agar pikiran nya tersebut
dapat membantu dan mengajak peserta didiknya agar menjadi lebih baik kedepannya. Oleh
karna itu , humanistik mengedepankan suatu emosi dalam menerapkan pendidikan
berbasis kegiatan. Emosi di utamakan dalam teori ini karna merupakan salah satu hal yang
merujuk pada potensi terbesar yang di milki oleh manusia.
Dalam Islam di paparkan bahwa pendidikan dan pembelajaran yang humanistik
memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup dari ciptaan Tuhan dengan
fitrah-fitrah tertentu.6 Melalui proses pendidikan yang berpijak pada teori humanistik,
seorang pendidik haruslah paham akan tanggung jawab yang di ampu nya, seperti taggung
jawab moral berupa panggilan untuk mengabdikan segala potensi yang di milikinya demi
mencerdaskan kehidupan bangsa dan masyarakat.
Teori humanistik juga di lihat dengan berbagai sudut pandang karna lebih
mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar, dan hal ini banyak membahas
tentang teori dari pendidikan agar teori ini bisa membentuk pribadi sebagai pribad yang di
harapkan dan cita cita yang ideal, serta dalam suatu proses belajar dapat mengaplikasikan

6 Baharuddin dan Moh.Sakin, Pendidikan Humanistik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 22.
7
agar dalam pembentukannya hal ini menjadi suatu bagian tersendiri yang paling ideal.
Oleh karna itu, perlu di sadari bahwa dalam setiap teori atau suatu pendekatan yang
mendasari pembelajaran pasti memiliki dasar untuk menentukan kelebihan dan kelemahan
tersbeut. Begitu juga dengan teori humanistik yang bersifat eklektik. Teori ini beranggapan
bahwa dari berbagai golongan teori belajar yang di lihat dari beerbagai sudut pandang
maka di simpulkan bahwa humanistic ini yang berkaitan dengan manusia, sehingga dapat
digunakan dengan merujuk pada tujuannya yanh kembali kepada konsep utuh yaitu
memanusiakan manusia. Di sisi lain, memanusiakan manusia yang dimaksud adalah
mencapai aktualisasi dalam diri, pemahaman terhadap diri, serta sebuah realisasi bagi diri
terhadap orang yang belajar secara optimal.8 Jadi menurut teori humanistik, seorang
pendidik sah-sah saja menggunakan berbagai macam teori asal tujuan “memanusiakan
manusia” tercapai.
Salah satu tokoh penting dalam teori Humanistik, Abraham Maslow, dalam
pembelajaran Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu:
a. usaha positif untuk berkembang
b. kekuatan untuk menolak perkembangan.

Maslow menilai tentang humanistik yang kemudian menerangkan nya ke dalam


suatu positif mengenai manusia, ia menerangkan bahwasannya seorang manusia yang
berakal pada dasarnya pasti mempunyai suatu daya potensi untuk maju dan berkembang.
Manusia juga sedang mengalami pematangan melalui berbagai aspek, aspek tersebut
seperti ; lingkungan yang menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan
potensinya. Manusia yang melakukan kekerasan pada dasarnya adalah karna kodrat
batinnya di sisihkan atau karena aspek lingkungan yang salah. Dan sebab itu maslow
menghiruakan penelitian terhadap orang yang sedang mengalami permasalahan mental
atau jiwa dan juga menjangkit cidera fisik internal seperti otak, melainkan melakukan
penelitian terhadap orang yang sehat dan memiliki daya kreatif untuk mengetahui ada dan
tidak nya ciri- ciri sebagai orang yang kreatif dan berhasil mengaktualisasikan diri.

Maslow meyakini bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa di jelaskan
melalui moral dengan memperhatikan kemampuan individu untuk mencapai tujuan -

7 Asri Budiningsih,C, Belajar dan Pembelajaran, 70.


8 Ibid; 68.
tujuan pribadi yang membuat kehidupan bagi individu yang bersangkutan dapat
memberikan sebuah makna yang memuaskan. Maslow juga menggambarkan manusia
sebagai makhluk yang pernah berada dalam kondisi yang sepenuhnya paham dan puas
Bagi manusia, kepuasan itu sifatnya sementara. apabila suatu kebutuhan yang dirasa utama
telah terlaksanakan dengan puas, maka kebutuhan- kebutuhan yang tidak menjadi
kebutuhan utama akan muncul sebagai akar dari kepuasan kebutuhan utama dan akan
menuntut sebagai sebuah pemuasan juga,.9

Maslow juga memaknai bahwa saat seorang individu telah berperilaku maka pada
point tersebut di kemukakan bahwa perilaku menandai aktivitas yang di dalamnya terdapat
suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat bertahap untuk menuju jenjang
berikut nya yang merujuk pada aktualisasi yang berhierarki. Kebutuhan untuk tingkat yang
paling rendah yaitu tingkat untuk bisa mengontrol diri dengan sebaik baik nya atau
mempertahankan prinsip hidup dan perasaan aman, dan tentunya hal ini menjadi suatu
kebutuhan yang paling penting.10 Pemikiran sebagai konsep paling sentral dari pemikiran
maslow adalah adanya keyakinannya tentang hal yang berbau positif dalam diri manusia.
Manusia dalam pola mengaplikasikan pemikiran ini tentunya untuk menghadapi
lingkungan yang di dasari dengan baik, kemampuan kreatif dan mempunyai daya potensi
diri untuk selalu maju dalam segala hal menjadikannya mampu akan pengembangan diri.
Cara membentuk sebuah kreativitas dan tanggung jawab dalam bekerja yang ber etos
adalah terpenuhinya beberapa kebutuhan-kebutuhan yang menjadi kebutuhan utama dan
yang harus di maksimalkan adalah kebutuhan dasar yang meliputi aspek sandang, pangan
dan papan sebagai syarat terpenuhinya kebutuhan yang lebih penting serta tinggi
kegunaannya. 11
Implementasi teori Maslow dalam dunia pendidikan yaitu, guru dan orang tua, serta
dewasa lain perlu mengupayakan kebutuhan dasar agar kebutuhan lain yang tinggi juga
terpenuhi. Olahraga, istirahat cukup, udara yang sejuk makanan yang bergizi juga sangat
penting untuk diperhatikan.. Itu semua merupakan sebagaian upaya mendorong terpenuhi
kebutuhan fisiologi anak.12

9 E. Koeswara, Teori teori kepribadian (Bandung: Erosco, 1991), 118.


10 Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009), 183.
11 Lilik Sriyanti, dkk, teori Teori Belajar (Salatiga : STAIN press, 2013), 92-93.
12 Ibid; 97.
2.2 PRINSIP-PRINSIP TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN HUMANISTIK

Prinsip kognitif ini sudah relevan bagi banyak kalangan pendidik yang kemudian
dipakai di dunia pendidikan dalam penerapan pembelajaran, khususnya pada suatu sistematika
pembelajaran yang kemudian di lihat pada prinsip perancangan suatu sistem instruksional,
prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila
pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian13.
Sedangkan tokoh humanistik lain yaitu Carl Rogers yang merupakan seorang ahli
psikologi humanistic, ia mempunyai ide-ide yang mempengaruhi pendidikan dan
penerapannya. Rogers mengedepankan pendekatan dalam ranah pendidikan karna
pendidikan yang baik harus melalui pemikiran yang matang dan terukur yang mempunyai
dasar untuk menerapkannya, kemudian rogers merekomendasikan suatu pendidikan yang
sebaiknya pendidikan itu untuk berani mencoba dalam membuat pola belajar dan mengajar
yang signifikan, seperti lebih manusiawi, lebih khusus, dan berarti.
Di sisi lain, pendekatan rogers dapat di pahami melalui adanya konsekuensi terhadap
pendidikan yang di ambil dari prinsip - prinsip tentang pentingnya belajar humanistik yang
kemudian diidentifikasikan sebagai satu hal sentral dari filosofi pendidikannya.
a. Keinginan untuk belajar (the desire to learn)
Prinsip yang pertama ini rogers menerangkan bahwa manusia secara sadar dan
wajar serta mempunyai naluri dalam mengembangkan potensinya sehungga mempunyai
keinginan untuk belajar. Keingintahuan anak yang sudah melekat atau sudah menjadi
sifatnya untuk belajar adalah asusmsi dasar yang penting untuk pendidikan humaistik.
Dalam hal ini di ambil contoh dalam sistem pendidikan keluarga, seorang anak diberi
sebuah kebebasan yang mutlak atas dasar nalurinya sendiri untuk memuaskan
keingintahuan mereka, untuk mengikuti naluri minat dan bakat mereka yang mustahil

13 Muhammad Thabrani dan Arif Musthafa, Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, cet. II, 2012),
hlm. 93-94.
untuk dihalangi, untuk menemukan diri sendiri, aktulaisasi individu, kepekaan, serta apa
yang penting dan berarti dalam menjalani proses untuk mengetahui apa da ada yang
mereka lakukan di dunia yang mengelilingi mereka.
b. Belajar secara signifikan (Significant learning)
Rogers telah mengamati dan menetapkan bahwa belajar secara signifikan terjadi
ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan peserta didik. Contoh
dari belajar ini sulit untuk ditemukan karna pikiran peserta didik yang belajar dengan
agresif dan cepat dalam menangkap ilmu pengetahuan seperti menggunakan komputer
dan media lain agar bisa menikmati permainan, juga seperti peserta didik yang cepat
belajar untuk menghitung uang kembaliannya ketika membeli sesuatu. Kedua contoh tadi
mnunjukan bahwa belajar mempunyai tujuan dan kenyataannya dimotivasi oleh
kebutuhan untuk tahu.
c. Belajar tanpa ancaman (learning without threat)
Prinsip ini menerangkan tentang ancaman yang di hadapai dalam belajar atau
dengan kata lain prinsip ini adalah dalam proses belajar yang baik salah satunya yaitu
memperoleh dan mempunyai kekuasaan terhadap suatu lingkungan atau wilayah yang
bebas dari ancaman manapun. Hal ni menjadi proses belajar yang di lihat dalam skala
seberapa tinggi potensi dan kemampuan yang mereka dapat untuk mengatasi ancaman
dan bebas dari ancaman serta juga bisa di aktualiasikan seperti dipertinggi ketika peserta
didik dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat
kesalahan tanpa mengalami tekanan batin karena adanya kritik dan celaan, serta juga di
beri sedikit pengetahuan bahwa kesalahan bukan lah pure dari peserta didik namun ada
anomaly anomaly sehingga dalam pembelajaran humanistic tidak serta merta mengkritik
dan mencela peserta didik karna kesalahan yang di lakukan nya.
d. Belajar atas inisiatif sendiri (self- initiated learning)
Belajar inisiatif sendiri adalah suatu aktivitas mengajar dan mendidik peserta
didik agar bisa mandiri dan percaya diri. Ketika sudah di didik untuk belajar atas
inisiatifnya maka peserta didik akan sadar untuk belajar menurut kemuan nya, mereka
juga mempunyai kesempatan untuk mewujudkan pertimbangan, pemilihan dan penilaian.
Dalam hal ini, peserta didik akan merasa dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebih
menyukai prestasi, dan paling penting lebih dimotifasi untuk terus belajar.
e. Belajar dan berubah (kearning and change)
Prinsip yang terakhir ini adalah belajar yang paling bermanfaat adalah belajar
tentang proses. Proses tentang pengetahuan berada dalam satu tingatan tentang keadaan
yang terus berubah secara konstan. Belajar tidak lah sama dengan keadaan sekarang dan
keadaan masa lalu, semua butuh perjuangan dalam memngkinkan kesuksesan tapi tidak
menjadi tolak ukur bahwa dengan itu menjadi sukses , namun juga di sertai dengan
kepekaan terhadap IPTEK agar selalu bisa bersaing dalam dunia modern. Apa dan ada
yang mana agar bisa dibutuhkan sekarang, jadi menurut rogers adalah seorang individu
harus bisa bersaing dan menstrategikan apa yang mampu dalam belajar yang kemudian
beradaptasi dalam lingkungan yang selalu dinamis.14

2.3 TAHAPAN PERKEMBANGAN KOGNITIF

Jean Peaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan, yaitu : (Asrori,
2009:49)
1. Tahap Sensori-Motoris

Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini seorang anak akan berada
dalam suatu masa dimana pertumbuhan pada anak sudah mulai terlihat yang ditandai
oleh kecenderungan yang terlihat dan terasa seperti perbuatan sensori-motoris yang
sangat jelas keberadaan nya. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses
pematangan aspek sensori-motorik tersebut. Menurut peaget pada tahap ini interaksi
anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui
perasaan dan otot-ototnya, interaksi ini terutama diarahkan oleh sensasi-sensasi dari
lingkungannya. Hal ini juga berkaitan dengan aktivitas internal yaitu dengan melakukan
interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, kemudian anak
mengembangkan potensi yang dimiliki sejak kandungan untuk mempersepsi,
melakukan berbagai sentuhan-sentuhan fisik, melakukan berbagai gerakan yang
menandakan anak sudah berkembang, dan secara perlahan-lahan belajar
mengkoordinasikan tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoperasional

14 Sri Esti, Psikologi Pendidikan, 186.


Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Dengan kata lain tahap ini bisa disebut
dengan tahap kenalurian , sebab perkembangan kognitifnya menunjukkan adanaya
kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif, dalam sisi arti arti yang menyangkut
perbuatan rasionalnya , tahap ini tidak didukung oleh pemikiran tapi oleh unsur
perasaan. Di tambah dengan unsur kecenderungan alamiah dan sikap-sikap yang
diperoleh dari orang-orang dan lingkungan yang bermakna, serta lingkungan di
sekitarnya.
Pada tahap ini menurut peaget, anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali
mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang
tuanya. Dalam berinteraksi dengan yang lain, anak cenderung sulit untuk dapat
memahami pandangan-pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan
pandangan-pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih
sulit membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih punya
anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Disisi lain, pada tahap ini anak juga tidak hanya ditentukan oleh pengamatan fisik
dan indrawi saja, tetapi juga pada pengamatan kenalurian. Anak mampu menyimpan
katakata serta menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan
mereka. Pada masa ini anak siap utuk belajar bahasa, membaca atau menyanyi. Unsur
bahasa juga mendukung tahap ini , dengan menggunakan bahasa yang benar dan baik
dalam berbicara pada anak , outcome nya akan mempunyai akibat sangat baik pada
perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang pada peran pada tahap ini
ialah intuisi. Perasaan naluri membebaskan mereka dalam bertindak dan berbicara
semaunya tanpa menghiraukan lingkunhan yang konkrit dan paksaan dari luar. Sering
kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada disekitarnya, misalnya:
berbicara dengan pohon, anjing kucing dan sebagainya yang menurut mereka
bendabenda tersebut dapat mendengar dan berbicara. Hal ini bukan lah sebagai hal yang
negative menurut peaget, karna peristiwa semacam ini berperan sangat baik untuk
melatih diri dalam menggunakan pengetahuan bahasanya. Ia menyebut dengan secara
khusus terhadap tahap ini sebagai “collective monolog” yaitu sebuah aktivitas yang
melibatkan suatu pembicara yang bersifat egosentris terhadap lingkungan dan sedikit
berhubungan atau kontak fisik dengan orang lain.
3. Tahap Operasional Konkrit

Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mulai
menyesuaikan diri dengan melihat dan melakukan realitas yang nyata dan sudah mulai
berkembang rasa ingin tahunnya. Pada tahap ini, menurut Piaget, interaksinya dengan
lingkungan, termasuk dengan orang tuanya, sudah mulai berkembang dengan baik
karena egosentrisnya sudah mulai berkurang. Dalam tahap ini seorang anak sudah bisa
memunculkan suatu tata cara dan pola berfikir seperti mengamati, mengevaluasi, yang
kemudian dapat menjelaskan pembicaraan orang lain dalam cara-cara yang lebih
obyektif dan berkurangnya keegosentrisan nya.
Disisi lain, pada tahap ini anak sudah mulai memculkan pemahaman tentang
hubungan secara fungsional, karena mereka sudah menguji coba terhadap suatu
permasalahan. Kebebasan tentang cara berpikir anak yang belum masih bersifat mutlak
dan nyata menyebabkan mereka belum mampu memahami suatu yang abstrak atau
melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkrit. Di tahap ini juga terdapat sebuah
polemic yaitu dengan seringnya terjadi kesulitan tentang cara penyampaian antara orang
tua dan guru. Misalnya : dalam ranah pendidikan keluarga , orang tua ingin membantu
anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah, akan tetapi cara yang di ajarkan oleh orang
tua tersebut memakai cara yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru di sekolah,
yang mana anak sudah terbiasa di ajari oleh guru , sehingga anak merasa asing terhadap
pendidikan yang di ajarkan oleh orang tua, dan kemungkinan tidak mau atau tidak
setuju karena menganggap cara yang dilakukan oleh orang tuanya itu salah dan merasa
nyaman terhadap pendidikan oleh guru di sekolah. Ini bisa terjadi karena seringkali
anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh gurunya ketimbang orang tuanya.
Akibatnya, kedua cara, baik yang diberikan oleh guru maupun orang tua, sama-sama
tidak dimengerti oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal

Tahap ini berlansung dan di alami bagi anak pada usia 11 tahun keatas. Pada masa
ini anak telah mampu dan sudah mengembangkan potensi nya untuk mewujudkan suatu
substansi yang ada dalam pekerjaannya dan merupakan hasil dari berpikir logis dan
konkrit terhadap proses tersebut..
Pada tahap ini, menurut Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas
menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk berinteraksi denga
orang dewasa. Melihat dari kondisi seperti ini tentunya tidak jarang anal menimbulkan
masalah atas pikiran yang masih abstrak dan dirasa sudah mampu dalam berinteraksi
dengan orang tua. Namun, dalam kenyatan nya mereka masih dalam awasan orang tua
dan secara diam-diam mereka juga masih mengharapkan perlindungan dari orang tua
terhadap aktivitas kehidupan nya karena belum sepenuhnya mampu dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, pada tahap ini terdapat sebuah masalah
tentang kebutuhan dan kemauan.
Dalam hal ini juga mereka sudah bisa memutuskan suatu tindakan menurut
kemauannya karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan potensi
pikiran nya secara benar. Mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta
menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan
potensi dan pribadi mereka dalam suatu kegiatan akan lebih berarti serta memberikan
pengaruh positif bagi perkembangan fikira kognitifnya. Misalnya : mengikuti lomba
lomba dan acara yang melibatkan literasi seperti menulis puisi, lomba karya ilmiah,
lomba menulis cerpen, dan sejenisnya.
Terdapat beberapa hal yang fundamental terkait teori kognitif sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget, diantaranya adalah :
a). Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
Hal yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu
mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke
tingkat yang lebih tinggi. Dengan kata lain pengetahuan seta potensi yang dimiliki oleh
setiap individu dapat dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi
dengan lingkungan yang selalu dinamis dan selalu berubah seiring perubahan
lingkungan dan dampak perkembangan IPTEK terhadap lingkunagan tersebut. Individu
mampu beradaptasi dan mengelola pengetahuan tehtag lingkungannya, sehingga
perubahan yang terjadi secara dinamis dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, ilmu
sosial, dan pemahamannya akan terus maju dan semakin berkembang. Dengan kata lain,
seorang individu dapat cerdas dengan belajar secara otodidak sesuai adaptasi dari
lingkungannya. Meskipun demikian, pengetahuan yang sudah diperoleh bagi individu
melalui interaksi dengan lingkungan, adakalanya tidak sinergitas terhadap apa dan
dengan apa suatu pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan itu. Dan individu mampu
memodivikasi pengalaman yang di dasarkan oleh potensi yang diperoleh dari
lingkungan, sehingga menumbuhkan pengetahuan atau hal hal dan inovasi baru. Hal ini
terbukti banyak ilmuwan yangmenghasilkan temuan-temuan baru yang selama ini
tidakdipelajari di bangku sekolah.
Olehh karna nya, dalam dunia pendidikan sendri tidak cukup jika hanya sebai
pengetahuan yang universal namun juga bukan hanya sekedar transfer of knowledge,
tetapi bagaimana pola pendidikan yang terstruktur itu dapat merangsang struktur
kognitif kepada individu sehingga mampu untuk bersaing dan melahirkan pengetahuan
dan hal hal serta temuan baru.
Dan transfer keilmuan ini kemudian menjadi sebuah tumpuan dalam pembelajaran
yang membebankan kepada dunia pendidikan secara universal.
b.) individualisasi dalam pembelajaran
individual dalam proses pembelajaran menjadikan perlakuan yang di harapkan
terhadap individu harus didasarkan dan mendasari pada perkembangan kognitifnya dan
perkembangan perilakunya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih berkualitas dan
bisa di katakana berhasil apabila model belajar tersebut telah disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang di miliki oleh peserta didik. Hal ini disebabkan karena
setiap tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf
seorang akan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu, proses belajar
seseorang akan mengikuti ketentuan sistematika dan pola untuk aktualisasi tahap
perkembangan yang sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajarau dari
jalur luar kemampuan kognitifnya. Dalam proses penerapan pembelajaran yang baik
juga harus memperhatikan sejauh mana tingkat perkembangan yang dimiliki oleh
peserta didik. Adapun bahasa dan cara berfikir yang dimilki oleh anak tentu berbeda
dengan pemikiran orang dewasa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru
harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak

c.) Sebagai seorang pendidik


Pada point ini kita harus sadar dan menyadari bahwa substansi pembelajaran adalah
suatu kegiatan untuk penyampaian informasi dan pengetahuan kepada peserta didik,
kemudian nantinya informasi dan pengethauan tersebut di proses dan di kembangkan
oleh unsur - unsur kognisi dan potensi intelektual yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh
karena itu, pelaksanaan  pembelajaran kualitas intelektualnya. Pada dasarnya aktualisasi
dalam proses pembelajaran adalah suatu sistem dan anomali pendidikan artinya
keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh salah satu faktor saja,
tetapi lebih di tentukan secara khusus dan komperehensif dari sejumlah faktor yang ada.
Pendidik yang paham terhadap pembelajaran akan menciptakan suau pemahaman dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, seperti seorang guru yang harus menciptakan
pembelajaran yang natural, netral, tidak perlu ada unsur paksaan kepada siswanya.
2.4 APLIKASI TEORI KOGNITIF DAN HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN

Belajar akan lebih berkualitas dan bisa di katakan berhasil apabila model belajar ini telah
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang di miliki oleh peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh guru. Guru disini berperaan
penting, oleh sebab itu hendaknya guru / pendidik lebih banyak memberikan rangsangan dan
stimulus kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal positif dari lingkungan7.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meninggkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, darisederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motovasi,
persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya15.
Sedangkan aplikasi teori Humanistik dalam pembelajaran guru atau pendidik berperan
sebagai fasilitator dan motivator bagi peserta didik untuk mencapai tujuannya. kemudian

15
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, cet.I, 2008), hlm. 48-49.
peserta didik berperan sebagai obyek vital dan utama yang memaknai arti proses dari
pengalaman belajarnya sendiri. Dalam teori ini peserta didik sebagai suatu keurgensian dan
di harapkan agar selalu terbuka terhadap pengetahuan baik akademik maupun sosial dan
memberikan kontrol atas perilaku yang di dapatkan dari pembelajaran serta dapat
mengembangkan potensi dirinya yang bersifat positif dan meminimalisir adanya potensi diri
yang bersifat negative yang merugikan.
Dalam praktek pembelajaran, terdapat suatu outcome dalam teori humanistik yang
harus di amati, dan rata rata teori ini selalu berpijak pada perilaku leh arna itu teori ini
cenderung mendidik peserta didik untuk berpikir secara dalam, memprioritaskan
pengalaman dan membutuhkan keikutsertaan aspek keaktifan peserta didik itu sendiri yang
di butuhkan dalam proses belajar. Sedangkan tujuan pembelajaran humanistik lebih kepada
proses belajar daripada hasil belajar.
Menurut teori humanistik, menjadi pendidik yang baik dan ideal memang menjadi
tujuan utama dalam teori ini karna pendidik menjadi tolak ukur dan sebagai pandangan
terhadap peserta didik, dan pendidik yang idel disini adalah sebuah potensi yang dimiliki
oleh perorangan yang mampu berinteraksi dengan peserta didiknya dengan mudah dan
menyenangkan melalui perlakuan yang sangat dekat serta manusiawi , perlakuan ini bisa
juga dengan cara humoris, menarik, sabar, mampu memahami perasaan antara peserta didik
satu dan lainnya, serta peka terhadap perubahan yang terjadi.
C.Asri Budiningsih dalam bukunya “belajar dan pembelajaran” menjelaskan bahwa
sejauh ini belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah pembelajaran menggunakan
teori humanistik, namun langkah-langkah yang dikemukakan Suciati dan Prasetya Irawan
dapat dijadikan sebagai pedoman. 16 Langkah-langkah tersebut diantaranya:
1. Menentukan atau merumuskan tujuan pembelajaran, tujuan belajar yang jelas akan
mempermudah pendidik dalam proses pembelajaran.
2. Menentukan materi pelajaran, dengan begitu proses pembelajaran akan lebih terarah
dan dapat diketahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, dengan langkah ini pendidik akan
lebih mudah menyampaikan materi pelajaran karena sudah mengetahui kemampuan
awal dari masing-masing individu peserta didik.
16 Asri Budiningsih,C, Belajar dan Pembelajaran, 77. 19Ida
Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran, 105.
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif
melibatkan diri atau mengalami dalam belajar, dengan memilih beberapa topik yang
menarik didiskusikan bisa membuat peserta didik aktif
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran

6. Membimbing peserta didik belajar secara aktif, peserta didik didorong untuk dapat
mengemukakan pendapatnya
7. Membimbing peserta didik untuk memahami hakikat makna dari pengalaman
belajarnya
8. membimbing peserta didik membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya

9. Membimbing peserta didik dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata


10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar, evaluasi dilakukan secara individu sesuai
dengan perolehan prestasi peserta didik.
Pembelajaran yang menganut teori humanistik cocok diaplikasikan secara langsung
pada pelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, nurani, perubahan sikap, dan
pengamatan terhadap gejala lingkungan sosial. Ciri-ciri pembelajaran dengan teori
humanistik ini berhasil adalah bisa dilihat dari peserta didik yang merasa senang dan
bersemangat dalam belajar dan terjadi perubahan baik sikap maupun pola pikir mereka atas
kehendak mereka sendiri.

2.5 IMPLIKASI TEORI KOGNITIF DAN HUMANISTIK TERHADAP

PENDIDIKAN

Pieget menerangkan tentang implikasi dari teori kognitif pada proses pendidikan, yaitu
sebagai berikut:
1. Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak hanya sekedar
pada hasilnya. Tata cara kebahasaan dan cara berpikir antara satu anak dengan anak yang
lain tentu berbeda apalagi jika di bandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
harus mengajar dengan menggunakan pola penyampaian yang sesuai dengan cara paham
dan berpikir anak.
2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
kegiatan belajar. Dalam kelas, pieget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi
(ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui
interaksi spontan dengan lingkungan.. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi
denganlingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.
4. Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan.
Berikan peluang agar anak belajar ssuai tahap perkembangannya. Teori pieget
mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang
sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda.oleh karena itu, guru
harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdapat berbagai
individu kemudian di kelompokkan untuk memenuhi tugas atau sekedar bermain
permainan namun berpengetahuan.
5. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi, anak-anak hendaknya diberi
peluang untuk saling bicara dan berdiskusi dengan teman-temanya. Peaget menerangkan
bahwa timbal balik dari pertukaran antara topik atau gagasan mustahil untuk dihindari
bagi ranah perkembangan kognitif ata nalar. Meskipun untuk cara penalaran tidak dapat
di pahami secara langsung, tetapi perkembangannya tersebut yang dapat disimulasi17.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran : penyesuaian anak terhadap suatu
situasi yang tidak tentu arah nya dalam suatu masalah maka yang terjadi adalah anak akan
berusaha dengan berfikir kemudian membandingkan kenyataan daripada di sisi luar dirinya
dengan pola mental yang telah menjadi potensinya; dan dengan pengalamannya anak akan
mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembalistruktur-struktur idenya dalam
rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya. Bruner lebih banyak memberikan
kebebasan kebebasan kepada siswa untukbelajar sendiri melalui aktivitas menemukan
(Discovery)
Menurut Ausubel , hal ini jika di implikasikan terhadap pembelajaran adalah seorang
pendidik dimana mereka harus dapat memahami dan mengetahui kondisi dan obyek
belajarnya , kemudian bagaimana cara belajar bagi siswa yang baik, sebab para peserta didik
tidak akan dapat memahami dan mencerna sebuah bahasa apabila mereka juga tidak mampu
dalam mengolah bahasa dari apa yang mereka dengar dan pemahaman dalam proses ini.

17 Muhammad Thabrani dan Arif Musthafa, Belajar & Pembelajaran, hlm. 102-103
Dan dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang
berbeda, namun secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai