Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan pada Gangguan Sistem Respirasi (Ispa)

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah KMB I

Disusun oleh :

1. Abdul Wahid

2. Anisa Siti Maryam

Program Studi Diploma Keperawatan


Stikes Budi Luhur Cimahi
1. Defenisi

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala
batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang beradaptasi dari bahas inggris acute
respiratory infection (ARI) mempunai pengertian sebagai berikut

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimblkan gejala penyakit
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ secara
anatomis mencakup pernfasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA.
Proses ini bisa berlangsung dari 14 hari; Infeksi saluran nafas adalah penuruanan
kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organism asing

2. Etiologi

1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus.
Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut :

1. Faktor host (diri)


a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al,
2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal,
kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan
predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu
dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003)
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu. Anak-anak yang tinggal di apartemen
memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal
di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak
merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali
lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi
dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul ialah :

1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan.

4 . Patofisiologi

ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:

1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam
dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

5. Komplikasi

Adapun komplikasinya adalah

1. Meningitis
2. Otitis Media Akut
3. Mastoiditis
4. Kematian

6. Penatalaksanaan

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab ISPA atas yang
terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika pada infeksi ini tidaklah rasional
kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA


ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka
kematian ISPA berat. Adapun jenis pengobatannya :
a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah
satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak
dengan penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan
terapi antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami
penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi pernapasan lebih dari
70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga
merupakan salah satu pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal
dapat digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan selama 3 hari
setelah keadaan membaik.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian terutama pada jalan nafas:

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

8. Pengkajian : pemeriksaan fisik system

a. Pengkajian fokus
1.Biodata
Umur, alamat, pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama :
2) Riwayat kesehatan Sekarang
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
c. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmetis
Tanda-tanda vital : T = 120/80 mmHg
P = 72X/menit
R = 20X/menit
S = 36,6˚C
2) Kepala
Bentuk simetris, kulit kepala terlihat kotor dengan adanya ketombe, pergerakan tidak
kaku, dapat digerakan ke kiri dan ke kanan, tidak terdapat luka pada kulit kepala,
rambut klien pendek ikal dan berwarna hitam.
3) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva an-anemis, sklera an-ikteric, refleks cahaya baik, pupil
mengecil terkena cahaya, fungsi penglihatan baik dan klien tidak memakai alat bantu
penglihatan.
4) Telinga
Bentuk simetris, serumen dan cairan pada lubang telinga tidak ada, ketajaman
pendengaran baik dan klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Hidung
Bentuk dan posisi hidung simetris, fungsi penciuman berkurang, hidung tersumbat,
terjadinya pengeluaran sekret.
6) Mulut
Bentuk bibir simetris, berwarna merah muda, tidak terdapat karies, gigi berwarna putih
bersih, jumlah gigi lengkap, lidah berwarna putih kotor, opula normal, tidak terdapat
amandel.
7) Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening, pergerakan normal.
8) Dada
Bentuk simetris, pergerakan teratur, tidak terdapat nyeri tekan
Paru-paru : Frekuensi nafas cepat atau kesulitan bernafas, irama nafas wheezing
Jantung : Irama jantung reguler s1/s2
9) Abdomen
Bentuk simetris, terdapat nyeri pada abdomen.
10) Genetalia
Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan pada daerah tersebut.
11) Ekstremitas
Ekstremitas atas : Kekuatan otot normal, refleks fisiologis bagus.
Ekstremitas bawah : Kekuatan otot normal, refleks fisiologis bagus.
12) Kulit
Warna kebiruan pada kulit akibat kekurangan oksigen

10 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
1. Gejala dan tanda mayor infeksi virus ketidakefektifan
DS : - bersihan jalan
DO : nafas
-Batuk tidak efektif virus mengiritasi jalan
-Tidak mampu batuk napas
-Sputum berlebih
-Mengi, dan atau rhoki
kering
-Mekonium dijalan nafas hiper sekresi lendir +
inflamasi
Gejala dan tanda minor
DS:
- Ortopnea fungsi silia menurun
- Dispnea
- Sulit bicara produksi sekret
DO: meningkat
- Gelisah
- Sianosis mukus kental
- Bunyi nafas menurun
- Frekuansi nafas
batuk tidak efektif
berubah
- Pola nafas berubah
ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
2. Gejala dan tanda mayor Atelektasis paru Gangguan
DS: Disnapea pertukaran gas
DO: Pertukaran O2 dan CO2
-PCO2 terganggu
meningkat/menurun
-PO2 menurun Hasil AGD abnormal,
-Takikardia hiperkapnia
-pH arteri
meningkat/menurun Gangguan pertukaran gas
-Bunyi napas tambahan

Gejala dan tanda minor


DS:
-Pusing
-Penglihatan kabur
DO:
-Sianosis
-Diaforesis
-Gelisah
-Napas cuping hidung
-Pola napas abnormal
(cepat/lambat,regular/ire
guler,
Dalam/dangkal)
-Kesadaran menurun

3 Gejala dan tanda mayor Virus /bakteri /patogen Hipertermia


DS : - dalam debu meruak
DO: Suhu tubuh diatas lapisan epitel dan lapisan
nilai normal mukosa saluran
pernafasan
Gejala dan tanda minor
DS: -
Reaksi peradangan
DO:
-Kulit merah
-Kejang Hipotelamus berespon
-Takikardi dengan menaikan set
-Takipnea point
-Kulit terasa hangat

Tumbuh demam

11 Diagnosa Keperawatan
- Bersihan jalan nafas berhubungan dengan Hipersekresi jalan nafas
- Gangguan perkuran gas berhungan dengan Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
- Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

12 Rencana Asuhan Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O
1 Ketidakefektifan Setelah 1). Latihan batuk -Untuk melihat
jalan nafas dilakukan efektif kondisi pasien saat
intervensi  Observasi batuk.
keperwatan kemampuan -Melatih pasien yang
2x24 jam di batuk tidak memiliki
harapkan  Monitor adanya kemampuan batuk
Bersihan jalan retensi sputum secara efektif untuk
nafas di  Aturan posisi membersihkan
pertahankan semi fowler atau laring, trakea dan
ke level 3 di fowler bronkealous dari
tingkatkan 4  Anjurkan Tarik secret atau benda
dengan nafas dalam asing dijalan nafas
keriteria hasil melalui hidung -supaya kondisi
Batuk epektif selama 4 detik ,di pasien merasa
sedang than selama 2 nyaman saat
produksi, detik , kemudian melakukan batuk
sputum cukup keluarkan dari epektif
menurun mulut dengan - supaya pasien
,wheezing bibir mencucu merasa tenang dalam
ckup menurun melakukan latihan
batuk epektif
2). Manajemen jalan Mengidentifikasi dan
nafas mengelola kepatenan
jalan nafas

1.Edukasi fisiotrafi -Mengajarkan


dada memobilisasi sekresi
-Identifikasi jalan napas melalui
kemampuan pasien perkusi,getaran,dan
2 Gangguan
dan keluarga drainase postural.
pertukaran gas
menerima informasi
- persiapkan meteri
Setelah
dan media edukasi
dilakukan
-jelaskan
intervensi
kontraindikasi
keperawatan
fisiotrafi dada
2x24 jam di
-jelaskan tujuan dan
harapakan
prosedur fisiotrafi
pertukaran gas
dada
di pertahankan
-Memfasilitasi dalam
dilevel 3 di
2.Dukungan ventilasi mempertahankan
tingkatkan ke
pernafasan spontan
level 4 dengan untuk
kriteria hasil memaksimalkan
pertukran gas pertukran gas dan
tingkat paru
kesadaran
sedang, Mengajarkan cara
1.Edukasi pengukuran tekanan
Pengukuran suhu darah
tubuh
Mengajarkan
2.Edukasi dehidrasi pengelolaan
3 Hipertermia kekurangan cairan
dan elektrolit

Setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
2x24 jam
maka
termoregulasi
membaik
dengan
kriteria hasil
menggigil
menurun,
pucat
berkurang dan
takikardi
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/

PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia(SDKI) Edisi I Cetakan III(Revisi).Jakarta

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI) Edisi Cetakan II.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai