Anda di halaman 1dari 52

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. Dasar dan Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.


Manajemen Berbasis sekolah merupakan suatu manajemen sekolah yang disebut juga
dengan otonomi sekolah (school autonomy) atau site-based management (Beck & Murphy,
1996). Sejalan dengan belakunya otonomi daerah dalam dunia pendidikan, MBS atau
school-based management (SBM) menuntut terjadinya perubahan dalam manajemen
sekolah. Karena itu, pengelolaan suatu sekolah diserahkan kepada sekolah tersebut, atau
sekolah diberikan kewenangan besar untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan
menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah ini.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan
otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan
keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau
madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,
Provinsi, Kabupaten dan Kota.[1]
Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan
berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara keseluruhan.[2]
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN.
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan
respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi,
antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat
dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain,
melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas,
peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain
diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah
lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Dalam MBS, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu seperti anggaran,
personel, dan kurikulum lebih banyak diletakkan pada tingkat sekolah daripada di tingkat
pusat, provinsi, atau bahkan juga kabupaten/ kota. Dengan pemberlakuan MBS
diharapakan setidaknya dapat diperoleh beberapa keuntungan antara lain, yaitu:
1. Mendorong kreativitas kepala sekolah untuk mengelola sekolahnya menjadi lebih baik.
2. Dapat lebih mengaktifkan atau meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kinerja dan keberhasilan sekolah atau madrasah.
3. Dapat mengembangkan tugas pengelolaan sekolah atau madrasah tersebut menjadi
tanggung jawab sekolah dan masyarakat.
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yakni:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah atau madrasah
dalam mengelola dan membedayakan sumber daya yang tersedia;
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah atau madrasah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah atau madrasah kepada orang tua, pemerintah
tentang mutu sekolah atau madrasah;
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar madrasah dan sekolah lain untuk pencapaian
mutu pendidikan yang diharapkan.[3
B. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Prinsip utama pelaksanaan MBS ada 5 (lima) hal yaitu:
1. Fokus pada mutu
2. Bottom-up planning and decision making
3. Manajemen yang transparan
4. Pemberdayaan masyarakat
5. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
1. kekuasaan;
2. pengetahuan;
3. sistem informasi; dan
4. sistem penghargaan.
Kekuasaan Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil
keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem
pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah
berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif
apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua
siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat
diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak
mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari
manajemen yang dikontrol pusat keMBS. 
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil
keputusan yang relevan dengan tugasnya
3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang
yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem
pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna
membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar.
Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
1. Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school
review, bencmarking, SWOT,dll)
Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas
berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah
serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah.
Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi.
Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah
antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa.
Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem
penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi.
Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru,
karyawan dan siswa.
C. PROSES PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
               Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh
pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi
sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan program-
program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah
(MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan
proses pelaporan dan umpan baliknya.
               Dengan kata lain program-program yang
dilaksanakan menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan,
profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para
pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite
sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam
setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu
berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk
memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.
               Adapun proses penerapan MBS dapat
ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sbb :
v            Memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
v            Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang
terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan
Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs
dan MA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam
mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam
siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam
bidang pendidikan.
v            Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar
(guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP)
maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur
komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran
yang bermutu dan peran serta masyarakat.
v            Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para
kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan
peningkatan mutu pembelajaran
v            Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan
konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah
agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi,
serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang
diperlukan.
v            Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi
setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran,
Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan,
dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan
sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim
bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Kepemimpinan dan manajemen sekolah yang baik
MBS aan berhasi jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau
madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan
efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar
mengajar.
2. Kondisi social, ekonomi dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternala yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan,
serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah atau
madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan
kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian
kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.
4. profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah atau
madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas,
akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa. [4]
Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan
terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus
menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya
adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam
mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah
diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan
dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan
Pemerataan Pendidikan.
Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada
kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS
maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan
sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada
dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara
efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan
pendidikan.
Daftar Pustaka
Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Direktorat Madrasah Dengan Pendidikan Agama Di Sekolah
Umum, Manajemen Berbasis Sekolah Strategi Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Madrasah, 2002.
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT
Remaja Rusda karya; Bandung 2004.
ada bab ini akan disajikan hasil penelitian data yang terhimpun dalam bentuk analisis yang diperoleh

tentang Manajemen Berbasis Sekolah  pada SMA Negeri I Matangkuli Aceh Utara, maka hasil

penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu:

A.  Hasil Penelitian

1.        Pelaksanaan Manajemen Kurikulum

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perencanaan program pembelajaran di SMA Negeri

I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara, pada awalnya disusun konsep oleh wakil kepala sekolah

bidang kurikulum, setelah itu dalam rapat program konsep ini diutarakan dan setiap guru dapat

memberikan masukan, usulan dan pertimbangan terhadap konsep yang ditawarkan, sampai pada

akhirnya diambil keputusan yang dipilih untuk dijalankan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara selain mengunakan

kurikulum  nasional juga ditambahkan dengan kurikulum  lokal, secara operasional rencana

program pembelajaran sekolah meliputi dua kegiatan pokok yaitu:

a. Kegiatan yang berhubungan dengan tugas guru

Dari hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum memberikan

keterangan bahwa pembagian tugas guru dalam hal rencana program pembelajaran dilakukan

sesui dengan bidang studi atau ijazah yang dimiliki. Sedangkan pembagian tugas lain seperti:

piket, Pembina upacara pada hari senin dan lain-lain  dibagi berdasarkan giliran yang telah

disepakati bersama, selama peneliti berada disana semua berjalan dengan teratur dan tingkat

disiplin gurupun dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan sudah bagus, dan bila ada guru

yang berhalangan, maka diganti dengan guru yang lain dengan mata pelajaran yang sama. Tujan

dilakukan ini untuk menjaga agar semua kegiantan yang telah diprogramkan tidak terabaikan.

b. Kegiatan yang berhubungan dengan sisiwa

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa jadwal program baik yang bersifat kurikuler

maupun ektrakurikuler telah disusun pada awal tahun pelajaran dan semua kegiatan dilaksanakan

sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. Pengelolaan program pembelajaran di

sekolah benar-benar diarahkan agar proses pembelajaran berjalan secara efektif.

Secara operasional, manajemen rencana program pembelajaran dilakukan dengan tiga

fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.

1.      Perencanaan

Perencanaan adalah penetapan tujuan dan memperkirakan cara pencapaian tujuan


tersebut. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari administrasi pembelajaran dan harus

berorentasi kemasa depan. Dalam pengambilan dan pembuat keputusan tentang rencana program

pembelajaran, guru sebagai manejer pembelajaran harus melakukan sebagai pilihan menuju

terciptanya tujuan. Guru sebagai manejer pembelajaran harus mampu mengambil keputusan

yang tepat untuk melakukan rencana program pembelajaran yang telah ditetapakan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyusunan rencana program pembelajaran

tidak dilakukan oleh seorang guru, akan tetapi disusun secara bersama-sama oleh beberapa orang

guru yang mengajar pada jenjang sekolah yang sama.

2.      Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan dimana seluruh orang dalam lembaga sekolah melakukan

rencana yang telah disusun dan diatur menuju sasaran yang ingin dicapai. Keberhasilan suatu

kegiatan dan atau pekerjaan banyak ditetentukan oleh komitmen dan keterampilan para pelaksana.
Komitmen dapat diartikan sebagai kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai aturan

yang telah ditetapkan, ketiadaan komitmen akan berakibat pada tidak adanya koordinasi dari tiap

pelaksanaan program yang sudah direncanakan sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak

teruwujud.

Berdasarkan hasil penelitian pada SMA Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara,

terlihat bahwa kepala sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk melakukan kreativitas

dalam rencana program pembelajaran, hal ini dimulai dari awal ajaran dimana kepala sekolah

melakukan kegiatan perlombaan antar kelas lain perlombaan shalat berjamaah, baca puisi, bola

kaki, bola voly, yang ada hubunganya dengan matri pelajaran.

3.      Pengendalian

Pengendalian bertujuan untuk menjamin kenerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau

tujuan yang telah ditetapkan. Pada bahagian ini aspek yang yang perlu diperhatikan oleh kepala

sekolah adalah: (a) bagaimana evaluasi dilakukan dikaikan dengan tujuan, dan (b) pemamfaatan

hasil evaluasi.

Dalam proses manajerial terakhir ini perlu dibandingkan kinerja aktual dengan kinerja

yang telah ditetapkan ( kinerja standar). Guru sebagai manejer pembelajaran harus mengambil

langkah-langkah atau tindakan perbaikan apabila terdapat perbedaan yang siknifikan atau ada

kesenjangan antara proses pembelajaran aktual di dalam kelas dengan yang telah direncanakan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan manajemen kurikulum  pada SMA

Negeri I Matangkuli Kabupaten Aceh Utara ditinjau dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian sudah berjalan dengan efektif.

2.        Pelaksanaan Manajemen Kesiswaan

Manajemen pembinaan siswa meruakan hal yang mendukung pencapaian hasil belajar,

karena pembinaan kesiswaan berkaitan dengan pengembangan keterampilan, watak dan

kepribadian siswa SMA 1 Matangkuli. Dalam peningkatan pembinaan ektrakurikuler pada sore

hari dalam berbagai kegiatan seperti: (1) les tambhan yang yang diberikan oleh guru khususnya

mata pelajaran yang yang termasuk dalam ujian nasinal, (2) bimbingan tes yang dilaksanakan oleh

alumni dan guru SMA Matangkuli, (3) palang merah remaja, (4) seni drama dab seni tari. Selain

itu manajemen berbasis sekolah meliputi pengelolaan bidan kesiswaan yang berkaitan dengan:

a.    Perencanaan Penerima Siswa Baru

Kegiatan ini dikelola sedemikian rupa mulai perencanaan daya tampung atau target jumlah

siswa yang akan diterima yakni dengan mengurangi daya tampung kelas dengan anak yang tinggal
kelas atau mengulang siswa pindah dari sekolah lain. Dalam penerima siswa baru, juga ditentukan

oleh standar nilai ajazah. Daya tampung dibatasi hanya 240 orang siswa, sedangkan yang

mendaftar setiap tahun mencapai 350 orang siswa. Dalam kegiatan ini kepala sekolah

mendelegasikan kepada wakil bidang kesiswaan untuk membentuk panitia penerima siswa baru

dengan menunjukkan beberapa orang guru dan pegawai untuk bertanggung jawab dalam hal

penerimaan siswa baru, hasil penerimaan dilaporkan oleh wakil  kepala sekolah bidang kesiswaan

kepada kepala sekolah dan komite sekolah.

b.    Kegiatan Masa Orientasi Siswa

Para siswa yang diterima sesuai dengan hasil seleksi diharuskan untuk mengukkuti masa

orientasi.  Kegiatanya dilakukan sesuai dengan jadwal dan matri yang sudah ditetapkan oleh dinas

pendidikan kabupaten aceh utara. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bekal pembinaan

penyesuain diri siswa sebelum masa belajar agar siswa dapat menyatukan kosentrasinya belajar

pada tingkat SMA, setelah kegiatan ini barulah siswa mengikuti pelajaran intra atau ektra

kurikuler di kelas sesuai dengan roster pelajaran yang sudah ditetapkan oleh sekolah.

c.    Penempatan siswa pada kelas tertentu

Sebelum siswa mengikuti proses belajar mengajar di kelas maka wakil kepala sekolah

mengelompokkan siswa pada kelas-kelas tertentu. Penemtapan tersebut memperhatikan daya

tampung kelas, siswa perkelas sesuai standar pelayanan SMA Matangkuli adalah 40 orang siswa

per kelas. Kelas yang telah ditentukan untuk belajar siswa menjadi tempat belajar menetap bagi

siswa yang bersangkutan selama satu tahun.

Selain penempatan siswa pada kelas juga di adakan penempatan siswa pada jurusan
tertentu. Dalam penempatan siswa pada jurusan tertentu seperti permintaan siswa, adabeberapa

pertimbangan, pertimbnagan guru, Bimbingan konseling, pertimbangan wali kelas, prestasi

akademik siswa. Permintaan siswa akan dipenuhi untuk duduk pada jurusan tertentu sepanjang

prestasi akademiknya mendukung dan merekomendasinya oleh wali kelas dan guru bimbingan

konseling. Prestasi siswa yang diperoleh terlebih dahulu diteliti, diinvertarisir. Apabila siswa

menginginkankan  jurusan IPA, maka prestasi akademik yang berkaitan dengan pelajaran  harus

mendukung minimal cukup. Begitu juga dengan halny jurusan lainnya yang akan dipilih siswa.hal

ini dimaksudkan untuk menyesuaikan keinginan siswa untuk memilih jurusan tertentu dengan

dukungan prestasi akademik yang selama ini diperoleh siswa yang telah dituangkan dalam raport

guna mencegah siswa salah dalam memilih jurusan adakalanya siswa mwmilih jurusan tertentu

yang ternyata dikemudian hari nilainya turun drastis. Setelah diteliti oleh guru bimbingan

konseling ternyata diketahui bahwa jurusan yang dipilih oleh siswa tersebut merupakan paksaan
dari orang tuanya. Alasan orangtuanya adalah guna diarahkan pada pekerjaan yang hanya

membuka formasi jurusan yang dipaksakan kepada anak. Akibatnya terjadi kemerosotan nilai

belajar karena yang dipelajari tidak sesuia dengan minat siswa.

d.    Kehadiran dan Pengendalian Diplin Siswa di Sekolah

Pengelolaan masalah kehadiran ini dilakukan melalui kontrol terhadap absensi siswa. Tugas

ini di deligasikan kepada masing-masing wali kelas. Kepala sekolah akan menyurati orang tua

siswa yang absensi atau kehadiran anaknya di sekolah tidak seperti yang di isyaratkan dalam

peraturan. Bagi siswa yang tidak mengindahkan teguran masalah teguran akan dipanggil bersama

orang tuanya untuk menanada tangani surat perjanjian di sekolah, apabila setelah tiga kali siswa

menandatangani perjanjian di sekolah di hadapan orang tuanya namun tetap sering absen, maka

siswa yang bersangkutan akan diberhentikan dari sekolah. Namun demikian sebelum siswa sampai

pada tahap pemberhentian siswa yang bersangkutan akan ditangani oleh guru bimbingan

konseling untuk dibimbing dan di bantu menyelesaikan permasalahan jika siswa yang terancam di

berhentikan itu mengalami masalah khusus.

Untuk melaksanakan kendali terhadap disiplin siswa, kepala sekolah membagi piket guru

dan tugas bimbingan konseling sekaligus dituliskan dalam jadwal. Pengendalian disiplin

ditekankan pada kontrol masuk siswa pada jam pelajaran pertama, disiplin berpakaian, disiplin

belajar, ketaatan terhadap jam keluar kelas, dan disiplin kehadiran. Menurut hasil observasi

peneliti pada paga hari bel belajar jam pertama pengontrol siswa di lakukan secara terkoordinasi

antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan di bantu oleh tiga orang guru piket mengawasi

siswa satu persatu di pintu gerbang masuk lokasi sekolah.


Khusus siswa yang sering terlambat dan tidak di siplin berpakaian atau sering melanggar

disiplin lainya. Oleh guru piket diserahkan kepada guru bimbingan konseling untuk di tindak

lanjuti membimbing siswa. Jika gejala tidak disiplin terus berlanjut tanpa adanya perbaikan maka

masalah tersebut dikonsultasi dengan orang tua yang bersangkutan. Bahkan adakalanya karena

tidak berhasil membimbing siswa sedangkan siswa tetap sering melanggar disiplin, maka masalah

tersebut di serahkan kepada kepala sekolah sebgai pengambil keputusan terhadap kelangsungan

belajar siswa apakah siswa tersebut di kembalikan kepada orang tua atau tidak. Namun pada

umumnya siswa yang melakukan pelanggaran masih dibawah ambang batas kewajaran dan jumlah

relatif sedikit jarang yang terus berlanjut yang mengakibatkan pemberhentian siswa  dari SMA

Negeri 1 Matang kuli. Disiplin kehadiran siswa dari hasil pengamatan menunjukkan ketepatan

mereka hadir mengukuti pelajaran. Hanya satu atau dua yang kadang-kadang sering terlambat

lebih kurang lima sampai sepuluh menit.


e.    Program Supervisi bagi siswa yang memiliki kelainan

Ada kalanya siswa mengalami kelainan dalam situasi tertentu, misalnya guru melaporkan

siswa sering melamun tanpa alasan yang jelas dan ketika mestinya siswa berkonsentrasi penuh

dalam belajar, siswa suka marah-marah tanpa alasan yang cukup kuat, siswa suka usil berlebihan

seperti siswa laki-laki yang suka berlebihan menggangu siswa perempuan, siswa yang selalu

mengalami kesulitan dalam belajar. Terhadap siswa yang selalu memiliki kelainan tersebut kepala

sekolah mengadakan supervisi serta bimbingan untuk membantu siswa keluar dari masalah-

masalah yang dihadapi. Namun melihat kesibukan yang di alami kepala sekolah dan agar dapat

memberdayakan guru yang ada, maka pada umumnya kepala sekolah mendelegasikan peranannya

kepada guru bimbingan konseling.

3.      Pelaksanaan Manajemen Personalia

Dalam kontek proses pembelajaran, personil sekolah atau sumber daya tenaga

kependidikan guru, memiliki pandangan atau persepsi yang beragam dengan perubahan sistem

manajemen pendidikan. Pera guru beranggapan bahwa MBS akan lebih memberikan kesejahtraan

pada guru. Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa sistem pendanaan sekolah lebih fleksibel jika

sekolah memiliki kewenagan untuk menentukan tingkat kesejahtraan para guru. Peningkatan

kesejahtraan ini harus dilakukan untuk mengimbangi beban kerja guru.

Seorang guru yang diwawancarai mengemukakan sikapnya terhadap penyelenggaraan

MBS:
Ketika Manajemen berbasis Sekolah dianjurkan untuk diterapakan disekolah saya, saya
merasa mamfaat karena pendapatan saya bertambah. Hal ini terjadi karena Komite
sekolah selalu memberikan dana yang selama ini tidak pernah saya terima. Disamping itu,
saya selalu dilibatkan dalam menentukan berbagai kebijakan sekolah, baik dalam
membuat perencanaan dan pengambilan keputusan yang dianggap strategis bagi
kepentingan sekolah dan masysrakat atauorang tua peserta didik. Saya merasakan menjadi
lebih kreatif, dan suka mengambil inisiatif sehingga dinamika sekolah saya menjadi lebih
hidup. Hal yang sangat saya suka dari diterapkan Manajemn Berbasis Sekolah itu, adalah
kepala sekolah yang melibatkan saya dalam segala sesuatu yang berkaitan denhan
kebijakan dan pengambilan keputusan.

Apa yang dikemukakan oleh guru tersebut menunjukan bahwa Manajemn Berbasis

Sekolah yang diterapkan disekolahnya berimplikasi positif. Hal ini tentu saja berpengaruh positif

terhadap peran guru dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam konteks itu, apa dikatakan

bahwa kepala sekolah di sekolah tersebut telah memahami pentingnya perubahan paradigma

penyelenggara pendidikan dari yang bersifat birokratis hirarkis menuju penyelenggaraan yang

demokratis. Seperti pendapat Mulyasa (2003:13) yang mengemukakan bahwa:


Peningkatan efisiensi diperoleh melalui peningkatan SDM, partisifasi masysrakat dan
penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisifasi maysrakat,
kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan
sangsi sebagai hukuman dan berbagai hal lain yang dapat menumbuh kembangkan
suasana kondusif disekolah.

Kepala sekolah yang dapat memahami dan menerapakan prinsip-prinsip manajemen

berbasis sekolah, perlu tumbuhkembangkan. Sebab maju mundurnya sekolah ditentukan oleh

variabel kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah dalam penerapan Manajemn Berbasis

Sekolah menjadi variabel determinan, kepala sekolah lah yang akan menjamin apakah Manajemen

Berbasis Sekolah dapat diterapkan atau tidak.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia yang berada dalam SMA

Matangkuli, telah memahami penting dan perlunya penyelenggara Manajemen Berbasis Sekolah

tersebut, disadari bukan sebagai kepentingan sasaat tetapi merupakan kepentingan jangka panjang

dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat.

Kesadrann sumber daya pendidikan dan kesiapan untuk menyelenggarakan Manajemen

Berbasis Sekolah, walaupun masih perlu disosialisasikan, yaitu upaya terus menerus untuk

menjamin terselenggaranya Manajemen Berbasis Sekolah selalu efektif dan efesien. Sosialisasi ini

lebih ditekankan kepada kepemimpinan sekolah (kepala sekolah), karena memang Manajemen

Berbasis Sekolah akan menjamin diterapakan jika kepala sekolah memiliki pemahaman yang jelas

dan tuntas Manajemen Berbasis Sekolah itu.

Hasil wawancara dengan kepal sekolah mengenai kontek MBS adalah:


Saya beranggapan sebagai fenomena baru dalam sistem penyelenggaraan pendidikan
persekolahan, Mananjemen Berbasis Sekolah dapat menumbuhkan dan perubahan secara
berlahan tetapi memiliki kepastian dalammenerapkanya, menjadi dinamikan sekolah lebih
hidup dan berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya. 

Masyrakat pengelola sekolah, terutama berstatus negeri telah berupaya melaksanakanya.

Walau masih terdapat personil atau oknum yang belum utuh dalam memahami pentingnya dan

perlunya MBS, namun secara umum masysrakat pendidikan diwilayah Matanngkuli, memiliki

kesiapan dalam melaksanakanya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Masyarakat

pendidikan yang dimaksud adalah penyelenggara pendidikan yang meliputi sekolah,

kepemimpinan sekolah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab agar pendidikan berjalan

sesuai dengan fungsi masing-masing.

Dalam kaitan ini, maka mereka diisyaratkan memiliki perencanaan yang sesuai dengan

wewenang dan tanggaung jawab masing-masing sehingga proses pendidikan terselenggara


sebagaimana mestinya. Proses inilah yang akan menjamin bahwa seluruh sumber daya yang

mampu melaksanakan  MBS di sekolah.

Adapun berbagai perencanaan yang di lakukan Kepala sekolah dalam menigkatkan

manajemn personalia di sekolah SMA Negeri I Matangkuli dapat di jelaskan pada uraian berikut.

a.    Perencanaan pengembangan guru

Sebagai bagian yang penting dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maka

keberadaan guru yang professional merupakan kebutuhan yang mutlak. Kepala SMA Negeri I

Matangkuli Kabupaten Aceh Utara melaksanakan Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dalam

bidang proses belajar mengajar, khususnya pengembangan mutu guru sebagai berikut:( (1)

memberi kemudahan bagi guru untuk melanjutkan pendidikan guna meningkatkan sumberdaya

manusia. (2) memberi intensif guru yang telah dianggarkan oleh komite sekolah yang yang

mengajar lebih dari 18 (delapan belas) jam/minggu diberi intensif/honor sebesar 1000,- per jam.

Sedangkan pada tahun ajaran yang akan datang akan diprogramkan oleh komite sekolah lebih dari

tahun ini, (3) Memberi dispensasi oelh guru yang mengikuti penataran, seminar, dan jenis

pelatihan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru, (4) memberikan kemudahan

bagi guru yang akan naik pangkat sepanjang  telah memenuhi target angka kredit dan peraturan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (5) Memberikan kemudahan bagi guru yang akan

memperoleh kenaikan gaji berkala.

b.        Pelaksanaan Penataran/ Pelatihan

Jenis Penataran yang di ikuti guru dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan baik

tingkat Kabupaten maupun tingkat Provinsi adalah penataran guru mata pelajaran, maupun
metodelogi dan lainnya. Salah seorang guru kimia yang juga koordinator MGMP SMA Negeri 1

Matangkuli Aceh Utara menjelaskan tentang pengembangan guru sebagai berikut :


“Dalam hal pengembangan SDM guru, Kepala Sekolah memberikan kemudahan. Hal ini
terlihat apabila ada guru yang ikut penataran diberi kesempatan oleh Kepala Sekolah,
karena hal ini dapat menambah pengetahuan guru, sehingga dapat diterapkan dalam proses
pembelajran di sekolah. Para guru dalam mengikuti pelatihan dan penataran juga dibiayai
oleh sekolah, hal ini adanya perhatian komite dalam menanggulangi kesulitan dalam hal
keuangan yang dirasakan oleh guru. Semua ini dilakukan demi terwujudnya kemampuan
guru yang lebih baik”.

Para guru yang mengikuti penataran/pelatihan biasanya memperoleh fasilitas akomodasi

dan konsumsi serta transport dan uang saku, buku-buku aatau diktat yang berkenaan dengan

bidang tutor.

c.         Kelompok Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)


Kegiatan lain dalam mengembangkan mutu guru adalah melalui Musyawarah Guru Mata

Pelajaran sering melakukan pertemuan, dan diskusi untuk mempelajari kurikulum, teknik metode

mengajar guru,namun karena kurang dana dalam hal buku, Manajemen Berbasis Sekolah,

Komponen guru dan kurikulum, metode mengajar yang variatif perlu dimantapkan dalam

pembelajran dikelas.

Dalam hal pelaksanaan kegiatan Musyawarah  Guru Mata Pelajaran, diskusi pada awal

caturwulan bisanya Kepala Sekolah mengundang guru untuk menbicarakan masalah pembelajaran

bagi kalangan guru-guru Musyawarah Guru Mata Pelajaran ilmu eksat dan ilmu Sosial.

Musyawarah Guru Mata Pelajaran masih tetap menjadi salah satu sarana pengembangan

murtu guru atau menjadi pengendali mutu proses pembelajran di SMA Negeri 1 Matang Kuli

Aceh Utara. Bagi guru-guru di sekolah ini yang paling pokok sekarang adalah adanya kesamaan

visi dan komitmen untuk perbaikan mutu sekolah dari arahan pimpinan yang mereka jabarkan

bersama sehingga mendorong mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi paling tidak

S-1

Bedasarkan deskripsi data diatas jelaslah bahwa pelaksanaan manajemen  berbasis sekolah

dalam bidang personalia berlangsung melalui; penataran dan pelatihan, pendidikan lanjutan guru-

guru juga dikembangkan mutunya dengan memberikan izin dan kemudahan mengikuti jenjang

pendidikan lebih tinggi dengan tetap melaksanakan tugas mengajar, MGMP dan supervise.

d.    Pendidikan Lanjutan

Perbaikan mutu sekolah harus diawali dari pengembangan dan pembinaan guru, karena

itu kepala sekolah tetap mendorong agar guru terus meningkatkan pendidikannya bagi yang belum
S.1 bahkan disekolah ini diberikan  peluang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi, guru dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengajar.

e.    Supervisi

Supervisi yang dilaksanakan oleh sekolah di fokuskan kepada kesiapan guru dalam

menyusun desain instruksional dan efektivitas pembelajaran termasuk evaluasi pembelajaran yang

dilakukan guru setelah selesai mengajar pokok/sub pokok bahasan tertentu kepada siswa.

Supervisi masih dijadikan sebagai wahana efektif untuk membantu guru memperbaiki kinerjanya

dalam proses pembelajaran.

B.     Pembahasan Hasil Penelitian


Pada Bagian ini akan dilakukan dan diuraikan pembahasan mengenai hasil-hasil penelitian

tentang Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah untuk meningkatkan mutu dalam bidang

kutikulum, kesiswaan dan personalia di SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara sudah berjalan

sesuai kemampuan dan potensi sumber daya sekolah.

Strategi Manajemen Berbasis Sekolah bidang kurikulum adalah lebih didasari kemampuan

kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah, disamping dukungan para guru dan komite sekolah.

Mulyasa, (2002) menyatakan “Manajemen kurikulum dan program pengajaran merupakan bagian

dari MBS” Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup kegiatan perencanaan

pelaksanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum.

Dalam hal itu perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan

jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar,

penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan peserta didik, serta

peningkatan perbaikan pengajaran serta pengisian waktu jam kosong.

Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan yang mendukung

pencapaian hasil belajar, karena pembinaan siswa berkaitan dengan pengembangan keterampilan,

watak dan kepribadian siswa SMA Matangkuli. Manajemen Berbasis Sekolah di sini adalah lebih

didasari kemmpuan kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah, disamping dukungan para guru

dan komite sekolah, hal ini ditandai dari adanya program peningkatan mutu pendidikan melalui

penambahan jam pelajran, pengembangan mutu guru melalui musyawarah guru mata pelajaran ,

penetaran, kelompok kerja guru, supervisi dan pendidikan lanjutan, pembinaan siswa melalui

pendidikan moral, pramuka, dan latihan kepemimpinan, pembinaan minat, bakat, olah raga serta
peningkatan pembiayaan dari patrisifasi orang tua, komite sekolah, kerjasama dengan pengusaha

dan masyarakat untuk mendukung pembiayaan/keuangan dalam rangka pelaksanaan program

peningkatan mutu sekolah.

Ciri utama pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam pemberian otonomi kepada

kepala sekolah. Otonomi itu meliputi pemberian tugas, wewenag, tanggung jawab dan kekuasaan

yang besar kepada sekolah. Pemberian otonomi ini akan membuat  sekolah lebih inovatif,  artinya,

sekolah dapat melakukan perubahan yang memungkinkan lebih dinamis dalam penyelenggaraan

pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah adalah manajemen inivatif yang akan merobah pola berpikir

dan bertindak. Jika selama ini Manajemen Berbasis Sekolah cendrung bersifat pasif karena

keterlibatan birokrasi pemerintah sangat ketat dan secara hirarkis melakukan intervensi yang
cukup besar kepada sekolah, dengan diberlakukanya MBS, akan terjadi perubahan-perubahan

untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pasar.

Selama ini dunia pendidikan mengalami stagnasi yang cukup besar mempengaruhi

efektifitas sekolah dalam mengolak diri. Sekolah sepertinya tidak mampu melepaskan diri dari

berbagai keinginan dan kebutuhan secara mendasar. Hal inilah yang membelenggu berbagai

potensi yang sebenarnya dimiliki sekolah.

Berbagai problem sekolah pada saat yang lalu menurut Syaiful (2004:12) adalah sebagi

berikut :
1.      Sekolah pada semua jenjang dan level diurus seadanya, kreativitas dan inovatif tidak
mendapat tempat yang layak karena bisa saja inovatif dan kreativitas malah
bertentangan dengan pandangan pemegang kekuasaan.
2.      Pihak sekolah menerima sarana dan prasarana pendidikan disekolah seadanya, tidak
dapat memberikan masukan atau komentar.
3.      Guru bekerja tidak maksimal, mereka bekerja hanya memenuhi jam kerja sesui dengan
yang dijadwalkan karene jika mereka bekerja keras karir dan prestasinya tetap tidak
jelas.

4.      Ruang gerak lulusan sekolah jadi sempit karena kualitas seadanya.

Untuk mengatasi berbagai hal tersebut, maka MBS mensyratkan agar perlu meningkatkan

partisipasi masyarakat. Semakin tinggi partisipasi masyarakat, semakin mudah sekolah memenuhi

kebutuhanya, terutama dukungan biaya masyarakat. Masysrakat sebagai stakeholder pendidikan

jangan sampai diabaikan, karena masyarakat merupakan salah satu kekuatan utama dalam

mendukung program sekolah.

Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola

tenaga kependidikan yang tersedia disekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktivitas dan

prertasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui

aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia.

Manajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia pendidikan bertujuan untuk

mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang

optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu fungsi

personalia yang harus dilaksanakan pimpina  adalah menarik, mengembangkan, mengkaji,dan

memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, menbantu anggota mencapai posisi dan standar

prilaku serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.

Tugas Kepala Sekolah dalam kaitan dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah

pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi tujuan

tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Karena itu kepala sekolah dituntut untuk

mngerjakan instrument pengelolaan  tenaga kependidikan seperti daftar absensi, daftar urut


kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan dan komite pegawai untuk membantu

kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.

Kepala Sekolah SMA di Kecamatan Matangkuli telah melakukan secara terus menerus

dalam rangka memperkuat pelaksanaan MBS. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk pertanggung

jawabanya yang memiliki otoritas di sektor pendidikan. Berbagai upaya terus dilakukan sehingga

prinsip-prinsip MBS menjadi dinamika baru dalam kehidupan organisasi baru.

Upaya yang dilakukan dalam melaksanakan MBS, dengan mendorong kepemimpinan

kepala sekolah yang kuat sehingga merealisir seluruh tujuan pendidikan dan tujuan sekolah. Selam

ini justru dirasakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah, tidak begitu kuat dalam menjalankan

organisasi sekolah. Hal ini terjadi karena kepala sekolah dibayangi kekuasaan satuan atasanya,

sehingga tidak memungkinkanya melakukan berbagai tindakan tanpa seizin satuan atasan tersebut.

Kepemimpinan kepala sekolah yang kuat akan dapat mengambil dan menghargai keputusan

yang demokratis. Proses pengambilan keputusan yang demokratis adalah salah satu syarat untuk

dapat menerapka MBS demokratis adalah sekolah sekolah yang mengambil keputusan demokratis

pula. Hal ini perlu diterapkan, karen dalam MBS, sekolah bukan lagi hanya milik sekolah itu saja,

tetapi ia adalah bagian dari masysrakatnya yang memiliki komunitas dan kepentingan terhadap

komunitas itu.

Mulyasa, (2002) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (1)

perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4)

promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai.

Semua perlu dilaksanakan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni
tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai

serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas.

 Kebijakan  manajemen berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh Utara

berkaitan dengan perpaduan strategi kebijakan dari atas dan kebijakan dari bawah yaitu dukungan

para guru, komite sekolah dan orang tua sebagai seorang teman, strategi Manajemen Berbasis

Sekolah ini mengarah pada pengembangan sekolah efektif, dimana faktor profesionalisme  dan

pemberdayaan guru merupakan satu pilar bagi keberhasilan seluruh program peningkatan mutu di

sekolah berada dalam lapangan manajemen sekolah. Kareteristiknya menurut Beare, dkk (1989)

yaitu: (1) guru-guru memiliki kepemimpinan  yang kuat. Kepala sekolah memberikan perhatian

yang tinggi untuk perbaikan mutu pengajaran, (2) guru-guru memiliki kondisi pengharapan yang

tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi siswa, (3) atmosfir sekolah yang tidak rigid (kaku),

sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam sekuruh proses pengajaran atau suatau tatanan iklim yang
nyaman, (4) sekolah memiliki pengertian yang luas tentang focus pengajaran dan mengusahakan

efektivitas sekolah dengan energy dan sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan pengajaran

secara maksimal, (5) sekolah efektif menjamin kemajuan murid dimonitor secara periodik. Kepala

sekolah dan guru mennyadari bahwa kemajuan prestasi pelajar berhubungan dengan tujuan

pengajaran.

Sekolah dapat menjadi efektif dan sekaligus menjadi efisien. Sekolah efektif  karena

pencapaian hasil yang baik, sedangkan sekolah yang efisien ialah penggunaan sumber daya yang

hemat. Untuk mengetahui indikator prestasi belajar tentunya dilihat dari absensi (kehadiran),

tingkah laku di sekolah, laporan kejahatan/ penyimpangan dan hasil ujian nasional. Sekolah yang

unggul tersebut adalah sekolah yang efektif dan efisien dengan menjanjikan lulusan yang terbaik,

keunggulannya secara kompetitif dan komparatif. Keunggulan kompetitif dimiliki antara lulusan

sejenis dalam jurusan yang sama, sedangkan komparatif antara lulusan berbeda dari suatu sekolah

dengan sekolah lainnya.

Kepemimpinan transparan yang partisipatif oleh Kepala SMA Negeri  1 Matangkuli Aceh

Utara dijalankan dengan memantapkan kerjasama dengan para guru harus terutama dalam

meningkatkan mutu pendidikan yang muaranya dalah kelulusan berkualitas. Demikian pula para

manejer atau kepala sekolah harus berfungsi sebagai bagian dari kerjasama dalam lembaga untuk

menjamin perubahan dalam lingkungan pendidikan era kekinian. Semakin terpenuhinya prinsip

ekonomi, transparansi, dan akuntabilitas berjalan dengan baik maka pimpinan sekolah, guru-guru,

karyawan dan pihak terkait  dengan sekolah semakin kuat komitmennya menjalankan program

perbaikan mutu sekolah.


Berkaitan dengan pemantapan tanggung jawab masyarakat terhadap mutu pendidikan

menurut Newton dan Tarran (1992:9) menjelaskan bahwa : penyebaran komitmen mutu dan

tanggung jawab kepada masyarakat adalah satu bagian penting dari penerimaan dan perwujudan

strategi perubahan dalam pendidikan.Mutu yang berkaitan dengan pengalaman adalah hal

mendasar bagi keberhasilan sekolah. Sebab sekolah melibatkan secara tinggi sejumlah interaksi

keseharian dalam memelihara mutu dari hubungan penghargaan yang dialamatkan kepada menjadi

nilai penting dalam pendidikan.

Manajemen berbais sekolah pada dasarnya adalah reformasi manajemen di sekolah untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Reformasi di sekolah bersifat kualitatif  dan kuantitatif.

Dikatakan lebih bersifat kualitatif karena mutu sulit dapat diukur secara matematis, namun lebih

dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu. Itulah sebabnya desentralisasi secara politis
menuntut agar MBS yang diterapkan di sekolah-sekolah, harus memberikan berbagai hal,

sebagimana yang diungkapkan Duhou, (2003:128) :


1.      Peningkatan efektivitas keputusan berkaitan dengan kebijakan pendidikan, baik
ditingkat sekolah maupun sistem.
2.      Manajemen sekolah dan leadership pendidikan yang meningkat.
3.      Ketentuan pengunaan sumber daya lebih efesien.
4.      Kualitas pengajran meningkat
5.      Pengembangan kurikulum lebih sesuai dengan tuntutan sosial dan tenaga kerja masa
depan

6.      Menghasilkan outcommes (hasil) siswa yang meningkat.

Penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan prinsip MBS, sekolah mendapat bimbingan

profesional dari satuan atasan. Bimbingan ini diperlukan karena selama ini sekolah berada dalam

bimbingan dan arahan satuan atasan sehingga sekolahcenderung terikat oleh satuan atasanya.

Keterikatan itu bukan hanya dalam pengambilan keputusan saja, tetapi juga dalam menentukan

berbagai kebijakan sekolah dalam mempelakukan masyarakat penguna jasa pendidikan sekolah

itu.

Bimbingan dari satuan atasan akan semakin kuat dan kokoh jika sekolah menerapakan

sikap transparan dan memiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masysrakatnya. Transpsran itu

berkaitan dengan kemauan sekolah untuk dapat lebih terbuka dan tidak menerapkan sistem

tertutup dalam berbagai hal, terutama dalam pertanggungjawaban keungan yang diperoleh dari

masyarakat, terutama masysrakat pengguna jasa kependidikanya. Sekolah bukan lagi menjadi

sistem tertutup yang tidak memiliki kepedulian terhadap masyarakatnya, sekolah sudah menjadi

sistem terbuka sehingga tidak ada lagi yang tersembunyi dan disembunyikan dari masyarakat.

Berkaitan dengan prinsip akuntabilitas, sekolah berusaha memberikan layanan


memungkingkan, sehingga masyarakat merasa puas dengan kinerja sekolah. Pencapaian kinerja

sekolah dalam hal ini agar seluruh pencapaian tujuan sekolah yang merupakan bagian dari tujuan

pendidikan secara menyeluruh dapat dicapai. Kinerja sekolah dalam kontek MBS, adalah kinerja

pendidikan secara universal, yaitu tercapainya kinerja pembelajaran sehingga memungkinkan

peserta didik dapat tumbuh dan berkembanga secara profesional, yang pada saat bersamaan anak

tumbuh berkembanga sesuai denga bakat, minit masing-masing sehingga anak mencapai tujuan

lembaga pendidikan di mana anak tersebut sekolah.

Dapat ditegaskan bahwa semakin tinggi komitmen mutu yang di perjuangkan kepala

sekolah, guru-guru dan komite sekolah serta masyarakat/orang tua dalam spectrum SMA Negeri 1

Matangkuli Aceh Utara, maka Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah untuk peningkatan

mutu  akan semakin baik, semakin terpenuhi prinsip otonomi, transparansi, dan akuntabilitas

berjalan dengan baik maka pimpinan sekolah, guru-guru dan karyawan dan pihak terkait dengan
sekolah semakin kuat komitmennya menlajalankan program perbaikan mutu sekolah. Semakin

besar dukungan kepemmimpinan, dewan  guru, komite sekolah, dan masyarakat dalam

menjalankan prinsip dan teknik manajemen berbasis sekolah di SMA Negeri 1 Matangkuli Aceh

Utara maka sekolah ini semakin mencapai kualifikasi sekolah efektif yang menguntungkan semua

pihak terkait dengan sekolah.

BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan-kesimpulan yang merupakan hasil dari

peneitian. Kesimpulan tersebut diambil setelah reduksi melalui beberapa temuan yang cukup

matang, penelitian ini sangat menjujung tinggi objektivitas, sehingga hasil penelitian dapat

bermamfaat bagi semua kalangan.

1.    Efektivitas manajemen berbasis sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri I Matangkuli

didasarkan kepada strategi perencanaan suvervisi dan evaluasi yang sesua dengan visi dan misi

sekolah yang dijabarkan dalam sasaran/tujuan sekolah. Berdasarkan tujuan inilah dibuat

program sekolah dalam meningkatkan mutu yang dievaluasi melalui ujian dan evaluasi kinerja.

Peningkatan mutu pengajaran dilakukan dengan membuka program tambahan jam pelajaran

diluar kegiatan intrakurikuler, menetapakan disiplin waktu, pembagian tugas belajar sesuai

dengan keahlian, dan disiplin administrasi pengajaran  sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

sekolah tersebut.

2.    Efektivitas manajemen berbasis sekolah dalam bidang kesiswaan dilakukan melalui disiplin,

bakat seni, olah raga, mata pelajaran nasional, keterampilan bahasa inggris, keamanan dan budi

pekerti.hal ini ditangani oleh wakil kepala sekolah bidamg kesiswaan bersama dengan dewan
guru yang sesuai dengan tugasnya, dan secara otonomi pelaksanaanya di laporkan kepada

kepala sekolah dan komite SMA Negeri I Matangkuli.

3.    Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia  pada SMA Negeri I

Matangkuli sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinanya dalam mengelola kependidikan

yang tersedia disekolah. Dalam hal ini, penigkatan produktivitas dan prestasi anak didik dapat

dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan

teknik manajemen personalia. Kepala sekolah dalam kaitanya dengan manajemen tenega

kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya

tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi,

maka kepala sekoah dituntut untuk mengerjakan intrumen pengelolaan tenaga kependidikan

seperti daftar absensi, daftar urut kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan,

dan komite pegawai untuk membantu kelancaran manajemen berbasis sekolah disekolah yang

dipimpimnya.

B.  Rekomendasi

Berdasarkan temuan pembahasan diatas dapat dirumuskan berbagai rekomendasi

mengenai aspek-aspek pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada SMA Negeri I Matangkuli

Kabupaten Aceh Utara.

1.    Kepala sekolah

Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah memiliki peran yang

kuat dalm mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya

pendidikan yang tersedia. Kepemimpinana kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang

dapat mendorong sekolah untuk dapat meujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya

melalui program-programyang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu,

kepala sekolah dituntut mempunyayi kemampuan manajerial dan kepemimpinan yang

memadai agar mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.

2.    Guru dan komite sekolah

Guru dan komite sekolah secara bersama-sama ikut serta penyusunan manajemen untuk

meningkatkan potensi belajar siswa dalam menyusu program perencanaan kegiatan.

Kelemahan terlihat dari kemampuan yang dimiliki oleh guru dan komite dalam hal melayani

penggunaan sumberdaya sekolah. Manajemen sekolah yang memberikan  kewenagan

(otonomi) kepada warga sekolah dalam mengelola pendidikan pada tingkat sekolah.

3.      Dinas Pendidikan
Sebagai lembaga yang bertugas membina SMA Negeri I Matangkuli  Kabupaten Aceh Utara,

diharapkan peran serta lebih besar perhatian terhadap keberadaan sekolah tersebut, sekolah

yang tunduk dibawah departemen pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Aceh Utara agar

dapat mengupayakan perekrutmen siswa dan mpengadaan menambah biaya pengadaan fasilitas

yang lebih baik demi tercapainya siswa yang bekualitas.

C.  Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, dapatlah dikemukakan saran-

saran untuk mengembangkan manajemen berbasis sekolah pada SMA Negeri I Matangkuli

Kabupaten Aceh Utara. Adapun saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.    Kepada pemegan otoritas di kecamatan matangkuli, yaitu kantor dinas pendidikan dan

kebudayaan agar meningkatkan status Manajemen Berbasis Sekolah, dari anjuran menjadi

keharusan.

2.    Kepala sekolah diharapkan dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan keterlibatan guru

dalam merumuskan kebijakan dan program sekolah sehingga efektivitas Manajemen Berbasis

Sekolah untuk peningkatan mutu sekolah benar-benar dapat dilaksanakan oleh guru dengan

penuh rasa tanggung jawab.

3.    Penanggun jasa pendidikan yaitu masyarakat, seharusnya secara aktif bahkan positif

memberikan bantuan kesekolah agar setiap sekolah dapat memenuhi kebutuhanya untuk

mencapai tujuan sekolah secara efektif.

4.    Sebagai personil yang memiliki otonomi dalam penyelengaraan sekolah, seharusnya kepala

sekolah memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Tujuanya, agar

kepala sekolah yang terpilih atau diangkat dapat menetapkan visi, misi dan nilai-nilai sekolah

untuk dijadikan pedoman dalam memimpin persekolahan.

5.    Komite sekolah harus menjadi mitra sekolah, sehingga sekolah bisa lebih konsentrasi

melakukan proses pembelajaran, sedangkan komite sekolah mempersiapkan segala sesuatu

yang dibutuhkan oleh sekolah.

MAR
17

Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam

pembangunan. Karena itu upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan

terus dilaksanakan.Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan antara lain melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan

sarana dan prasarana pendidikan. Namun realitas menunjukkan kualitas pendidikan di negara ini

memprihatinkan dan ironisnya daerah Propinsi Aceh.

Dari berbagai analisa, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan

tidak mengalami peningkatan secara merata:(1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional

menggunakan pendekatan  pembelajaran yang terlalu menekankan pada input pendidikan dan

kurang memperhatikan pada proses pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional

dilakukan secara biokratik-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan

pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat

panjang dan kadang-kadang kebijakan yang ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah

setempat. (3) Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggarakan

pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama ini lebih banyak bersifat

dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring,

evaluasi dan akuntabilitas). (Dirjen Pendidikan Dasar Menengah 2001). Berdasarkan kenyataan

tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan

otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisiatif yang melibatkan secara

langsung.

Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model

Pelaksanaan kebijakan desentralisir pendidikan, yang merupakan suatu konsep inovatif dalam

penyelenggaraan pendidikan : Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa : Manajemen Berbasis

Sekolah (MBS) atau School Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah

yang efektif dan produkif. Hal ini disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan

diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar

pelayanan minimumnya ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam

mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan

prioritas kebutuhan di sekolah.


Sejak dicanangkan penerapan MBS, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kabupaten

Aceh Utara, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mencoba menerapkannya dalam

pengelolaan sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi

pegurus komite sekolah. Keadaan ini sangat mengembirakan karena mulai penerapan MBS

diharapkan akan mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat,

dengan muaranya pada upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Meskipun pencanangan penerapan MBS pada pegelolaan sekolah sudah berjalan lebih

kurang 7 (Tujuh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai

hambatan, sehingga pelaksanaan MBS belum mencapai  keberhasilan sebagaimana yang

diharapkan. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran yang berstatus negeri, memang

memerlukan sosialisasi, oleh Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan pengajaran dan tingkat

kecamatan di lakukan melalui berbagai upaya, Seperti:


1.      Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen pendidikan
dari yang bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.
2.       Menjelaskan keuntungan yang diperoleh dengan di
terapkan Manajemen Berbasis Sekolah.
3.      Menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah salah satu ujud demokratisasi
pendidikan di persekolahan.
4.      Dengan diterapkan manajemen berbasis sekolah, maka kepala sekolah memiliki
wewenang yang besar dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.
5.      Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus mempersiapkan
diri menerima dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai
penguna jasa lembaga pendidikan.
6.      Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat  berhak memiliki
akses kesekolah.
  

 Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan

jaga keterampilan kepala sekolah, guru guru, dan partisipasi masyarakat. Kepala sekolah, guru,

orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat

dan layak di berikan pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih

operasional sesuai dengan kebutuhan mereka.

Sehubungan dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap efektifnya

MBS di sekolah, Nurcolis (2003:42) menyatakan:


Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap
kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-
struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah,
administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.

Seiring dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas  para lulus sebagai salah satu

indikator keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dam

membebaninya dengan serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam rangka
memenuhi segala kebutuhan pendidikan para peserta didik. Kepala sekolah, guru, orang tua dan

masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak

diberikan pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional

sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan

MBS merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah, guru, orang tua dan

masysrakat.

Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep MBS,

berbagai permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan kepala sekolah, guru,

ketersediaan sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat. Permasalahan lain adalah

perencanaan analisis SWOT dan strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS disekolah.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu studi untuk melihat bagaimana
pelaksanaan MBS yang difokuskan kepada efekktivitas manajemen pada tatanan sekolah.
Maka penulis tertarik untuk mengadakan  penelitian tentang: “Efektivitas Manajemen Berbasis
Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli  Kabupaten Aceh Utara”

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi fokus masalah dalam

penelitian ini adalah: Bagaimanakah pelaksanaan Manajemen Berbasis

Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli  Kabupaten Aceh Utara.

C.      Tujuan Penelitian

1.    Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi dan analisis mengenai

Pelaksanaan  Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli

Kabupaten Aceh Utara.

2.    Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a.         Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang

kurikulum di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

b.          Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang

kesiswaan di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

c.         Untuk mengetahui  pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang

personalia di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

D.        Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah di atas  dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:


1.        Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di

SMA Negeri 1 Matangkuli ?

2.        Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di

SMA Negeri 1 Matangkuli ?

3.        Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di

SMA Negeri 1 Matangkuli ?

E.       Manfaat Penelitian

1.    Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapakan informasi yang

bermamfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama dalam

menerapakan Manajemn Bernasis Sekolah.

2.    Secara praktis penelitian ini diharapkan pula bermamfaat bagi pihak yang tarkait dengan

lembaga pendidikan seperti :

a.    Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen sekolah yang di pimpin

sehingga berimplikasi bagi pelaksanaan program perbaikan mutu sekolah di masa

yang akan datang.

b.     Para guru dalam meningkatkan komitmen dalam upaya tercapai keberhasilan    dalam

pelaksanaan MBS di SMA Negeri 1 Matangkuli.

c.    Upaya mengembangkan prinsip manajemen sekolah yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat untuk mempercepat pencapaian kecerdasan anak bangsa.

F.      Penelitian Terdahulu yang Relevan

M. Husen AB (2006) dalam tesisnya yang berjudul “hambatan-hambatan yang

dihadapi kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis

sekolah ’’, mengambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1.  Belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.

2.  Masih kurangnya SDM personil sekolah dalam membuat perencanaan analisis

SWOT secara terperinci dan terpogram.

3. Masih kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan partisipasi masyarakat.

Salman (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan kepala sekolah dalam

pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri di Kabupaten Pidie’’, mengambil

beberapa kesimpulan antara lain:


1.         Starategi yang ditempuh kepala sekolah dengan memberikan bimbingan dan

supervisi terhadap guru sangat membantu guru dalam melaksanakan kerjanya.

2.         Pendekatan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru yaitu pendekatan sifat,

perilaku dan pendekatan situasional.

3.         Komite sekolah diberdayakan dalam berbagai hal baik perencanaan program,

pelaksanaan program dan pengawasan program.

Berdasarkan beberapa studi penelitian terdahulu yang relevan seperti diatas, maka di

dapat gambaran bahwa kesuksesan penerapan MBS sangat berpengaruh pada kemampuan SDM

baik kepala sekolah, guru maupun partisipasi masyarakat serta kelengkapan sarana dan prasarana

sekolah serta strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS.

BAB II
 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DAN MUTU PENDIDIKAN

A.     Latar belakang lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah

Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak terlapas dari

kinerja pendidikan berdasarkan sistem secara sentralistik yang di terapkan sebelunya.Secara

sentralistik, berbagai inovasi yang di terapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang di

fokuskan pada pengajaran dan sistem evaluasi yang kesemuaitu kurang mendapatkan hasil yang

maksimal.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui

pelatihan dan peningkatan kopetensi guru, pengadaan buku dan alat bantu pelajaran, perbaikan

sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Berbagai

indikator  mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sehugan dengan

permasalahan tersebut, Depdiknas (2001:1) Mengemukan bahwa:


Berdasarkan pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu

Pendidikan  tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:

1.         Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input
pendidikan dan kurang pehatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses
pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.
2.      Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan
birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah.
3.      Peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini
dukungan masysrakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.

Berdasarkan kenyataan diatas, pemerintah berupayamembuat perbaikan, salah satu adalah

melakukan reorientasi penyelenggarakan pendidikan yaitu dengan menerapkan manajemen

berbasis sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari istilah School-Based

Manajemen (SBM) yang pertama kali muncul dan popular di Amerika Serikat. Konsep ini

ditawarkan ketika masyarakat mempertanyakan relevensi dan kolerasi hasil pendidikan dengan

kebutuhan masyarakat.

Menurut Fattah (2000:8) manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai pengalihan dan

pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.Pemberian kewenangan

dalam pengambilan keputusan di pandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemamfatan

semua sumber daya, sehinga sekolah mampu secara mandiri, mampumengali, mengalokasikan,

menentukanpiroritas, memamfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada

setiap yang berkepentingan.


Manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya tergantung pada sekolah dan partisipasi

masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.MBS berpotensi untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat, efisiensi, serta manajemen di tingkat sekolah.

Berdasarkan hal tersebut, Supriadi,dkk (2001:160) mengemukakan:


Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru
dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat
keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan
pengunaan sumberdaya pendidikan lebih obtimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik.
Selanjudnya,kepala sekolah akan mempunyayi tanggung jawab yang lebih besar terhadap
kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan
hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah.

            Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyayi peranan masing-

masing yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian
terdepan dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan

keputusan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Masyarakat di tuntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol

proses pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan

pendidikan serta menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas

pendidikan di sekolah. Depdiknas (2001:21) menetapkan bahwa:


Fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah (1) perencanaan dan
evaluasi program sekolah, (2) pengelolaan kurikulum, (3) pengelolaan proses belajar
mengajar, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6)
pengelolaan keungan, (6) pelayanan siswa, (7) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (9)
pengelolaan iklim sekolah.

1.        Perencanaan dan evaluasi program

Sekolah di beri wewenang untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhanya,

misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga di beri wewenang untuk

melakukan evaluasi, Khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Norkolis (2003:45)

menyatakan bahwa:

 Perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa

hal sebagai berikut: (1) visi dan misi sekolah, (2) identivikasi timbulnya permasalahan, (3)

prioritas permasalahan yang dihadapi sekolah segera diselesaikan, (4) alternatif cara pemecahan

masalah, (5) prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah, (7) rencana induk

pengembangan, (8) sumberdana untuk membiayai program, (9) proposal penunjang blok-

grent yang terdiri dari program dan perkiraananggaran, dan (10) membuat rencana anggaran

pendapatan belanja sekolah yang memuat jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu

satu tahun.

2.      Pengelolaan kurikulum

Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak mengurangi isi kurikulum

nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk

mengembangkan kurikulum muatan local. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2004:41)

Menyatakan bahwa:
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam
MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus
menjabarkan isi kurikulun secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan,
caturulan dan bulanan.

3.        Pengelolaan proses belaiar mengajar


Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran yang

paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristi guru dan

kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.

4.        Pengelolaan ketenagaan

Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisa kebutuhan perencanaan, rekrutmen,

pengembangan, penghargaan dan sangsi, hubugan kerja hinga evaluasi kerja tenaga kependidikan

yang saat ini masih ditangani birokrasi diatanya.

5.        Pengelolaan peralatan dan perlengkapan

Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan,

pemeliharaan perbaikan hinga pengembanganyan. Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah

yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesediaan dan kemutakhirannya

terutama fasilitas yang sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar mengajar.

6.      Pengelolaan keuangan

Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasikan/pengunaan uang sudah sepantasnya

dilakukan oleh sekolah.sekolah jaga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegitan-kegiatan

yang mendatangkan penghasilan sehinga sumber keungan semta-mata tidak tergantung pada

pemerintah.

7.      Pelayanan siswa

Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, bimbingan,

penempatan untuk melanjukan kesekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan

alumni dari dulu telah di desentralisasikan.Dalam pelayanan siswa yang di perlukan adalah
peningkatan intensitas dan ektensitasnya.

8.      Hubungan sekolah dan masyarakat

Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan ketertiban, kepedulian,

kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan financial yang dari

dulu telah disentalisasikan.Yang di perlukan adalah peningkatan inteisitas dan ektensitasnya. Indra

Djati sidi (2001:133) menyatakan bahwa di era otonomi ini, partisipasi masyarakat sebagai

kekuatan control dalam pelaksanna berbagai program pemerintah menjadi sangat penting terutama

dalam bidang pendidikan.Karena partisipasi tersebut bisa menjadi sebagai pengontrol bagi

pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah.

9.      Pengelolaan iklim sekolah


Lingkungan sekolah yang aman dan tertip, optimism dan harapan yang tingi dari warga

sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah iklim sekolah

yang dapat menumbuhkan semagat siswa belajar. Iklim sekolah sudah merupakan kewenagan

sekolah dan yang di perlukan adalah peningkatan intensitas dan ektensitasnya.

Dengan mendensetralisasikan berbagai bidang tersebut di harapkan tujuan utama MBS akan

tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan

terutama  meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi lebih baik.

            Mengapa perlu konsep konsep MBS diPelaksanaankan? Menurut Permadi ( 2001:19 )

asumsi dasar dari school- Based Manajemen (SBM ) adalah bahw asekolah adalah bahwa sekolah

harus lebih bertanggung jawab mempunyai kewenagan yang lebih dan dapat dituntut pertanggung

jawaban oleh yang berkepentingan. Dalam mengemban misinya sebagai pelayan dalam bidang

pendidikan, maka Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai bentuk desentralisasi dalam

kewenangan mengambil keputusan pada setiap sekolah.

            Permadi (2001:99) berpendapat bahwa tujuan MBS adalah memberikan otonomi sekolah

dan peningkatan partisipasi masyarakat yang tinggi untuk mencapai efesiensi, mutu dan

pemerataan pendidikan. Efesiensi dicapai melalui keleluasaan mengelola sumber daya sekolah,

partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi Komite sekolah bersama masyarakat

memberikan dukungan bagi peningkatan mutu sekolah, pengembangan profesionalisme para

kepala sekolah dan guru–guru akan dapat ditingkatkan karena besarnya dukungan masyarakat

disertai pengawasan mutu, transparansi, demokratis dan menghapuskan kecendrungan KKN

dalam pengelolaan sekolah.


            Menurut Supriono dan Sapari (2001:5) tujuan utama MBS adalah untuk meningkatkan

efesiensi pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah untuk mengelola urusannya,

efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan akan lebih tinggi, karena sekolah yang lebih

mengetahui keperluan dan kondisinya.

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah

untuk:(1) menjamin mutu pembelajaran anak didik (2) Meningkatkan mutu sekolah dengan

memantapkan pemberdayaan melalui kemandirian, kreatifitas, inisiatif dan inovatif dalam

mengelola sumber daya sekolah (3) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat

dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan dengan mengakomodir

aspirasi bersama (4) Meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap orang tua, masyarakat dan

pemerintah tentang mutu sekolah.


            Manajemen pendidikan berbasis sekolah akan menjadi sekedar wacana jika tidak

diaplikasikan secara efektif di lembaga pendidikan.pewacanaan di anggab tuntas, langkah

selanjutnya adalah melakukan penerapan dengan segala konsekuen yang dapat di pertanggung

jawabkan. Perubahan manajemen dari yang bersifat konvensional seperti selama ini, dianggap

membuang-buang waktu tanpa memberikan solusi efektif menuju pencerahan pendidikan.

            Aplikasi inovasi manajemen pendidikan melalui penerapan manajemen pendidikan

berbasis sekolah, tidak hanya merupakan bentuk atau ujud pola manajemen berdasarkan program

sekolah, tetapi telah melibatkan seluruh komponen-komponen yang ada di masyarakat dalam hal

ini adalah: (1) orang tua peserta didik, (2) dunia usaha dan dunia kerja, (3) perindustrian dan (4)

pemerintah.

            Seluruh komponen ini tidak bisa lagi melepaskan diri dari program pendidikan

persekolahan, tetapi secara simultan ikut serta dalam menentukan arah dunia pendidikan sehingga

tidak ada lagi saling menghujat jika produk pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan komponen-

komponen yang ada dalam masyarakat.

            Strategi Pelaksanaan yang bersifat aplikatif terhadap manajemen pendidikan berbasis

sekolah dapat dilakukan dengan: (1) pemberian otonomi sekolah (2) Merangsang masyarakat

untuk berpartisipasi aktif untuk membantu sekolah (3) Mendorong kepemimpinan sekolah yang

kuat (4) Proses pengambilan kepetusan di lakukan secara demokratis (5) Bimbingan dilakukan

secara terus menerus oleh stuan atasan (6) Sekolah didorong untuk memiliki transparansi dan

akuntabilitas terhadap Stekeholders, (7) Diarahkan untuk pencapaian tujuan sekolah dan (8)

Secara terus menerus melakukan sosialisasi tentang manajemen pendidikan berbasis sekolah.
            Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sebagai inovasi baru dalam manajemen

pendidikan secara nasional, tentusaja memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.

Kekuatan yang dimiliki persekolahan merupakan bersifat normative, seperti dimiliki rencana

strategis, yang disusun berdasarkan Visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Kelemahan

yang terdapat juga bersifat normatif: (1) Penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah masih

bersifat anjuran, (2) kotrol masyarakat belum memadai, (3) komite sekolah belum mampu

memberikan bantuan secara penuh.

Kesadaran dan kesiapan sumber daya pendidikan untuk melaksanakan manajemen

pendidikan berbasis sekola, walaupun masih perlu di sosialisasikan, telah menjadi fenomena baru

dalam sistem penyelenggaraan persekolahan. Pengelolaan sekolah, terutama berstatus negeri telah

berupaya melaksanakanya.Walaupaun belum semua personil sekolah (kepala sekolah,guru dan

staf sekolah) secara utuh memahami penting dan perlunya manajemen pendidikan berbasis
sekolah.Namun secara umum, personil sekolah memiliki kesiapan untuk menerapkanya, terutama

sekolah yang berstatus swasta yang manajemen pengelolaanya memang telah menerapkan

manajemen pendidikan berbasis sekolah.

B. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Mewujudkan Otonomi Dan Akuntabilitas


Pendidikan

            Upaya desentralisasi dari berbagai penjuru dunia, menunjukkan bahwa


desentralisasi dilakukan dengan beraneka ragam alasan baik yang tersurat maupun
yang tersirat-alasan politik, pendidikan administrasi dan keuangan. Alasan-alasan ini
dapat dikelompokkan dan berada dalam suatu spectrum yang luas. Berbagai alasan
baik yang tersirat tersebut, setidak-tidaknya mengharuskan persekolahan lebih
otonomi dalam menyelenggarakan proses manajemen dan pembelajarannya. Dengan
adanya otonomi sekolah tersebut diharapkan persekolahan tersebut lebih akuntabel
karena memahami apa kebutuhan dirinya dan juga kepentingan jasa kependidikan.
            Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan wujud dari otonomi
persekolahan. Diberbagai Negara menerapkan berbagai prinsip-prinsip MBS. Ternya
tak mampu merealisir tujuan pendidikan secara komprehensif. Artinya, sekolah lebih
mandiri dan mampu menampung berbagai aspirasi pengguna jasa kependidikan
( Pelanggan dan jasa Stekholder. Karena itu, MBS sepertinya merupakan alternative
afektif untuk diselenggarakan dilingkungan persekolahan Indonesia untuk saat ini,
sehingga dapat memobilisir kemampuan dan potensi.
            MBS adalah bentuk alternative sekolah sebagai hasil dari desentralisasi dalam
bidang pendidikan. Sebagai wujud dan reformasi pendidikan, MBS pada prinsipnya
bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.
Supriadi, dkk ( 2001: 160 ) menyatakan:
Manajemen berbasisi sekolah berpotensi untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, pemerataan, efisiensi serta manajemen beretumpu ditingkat
sekolah. Model ini dimaksudkan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol
pemerintah pusat dan pihak lain semakin meningkatnya otonomi sekolah
untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber
daya yang ada untuk berinovasi sebagai perwujudan desentralisasi pendidikan
dan otonomi persekolahan adalah kebijakan pendidikan yang harus dilakukan
secara konsekwen.

Memang tidaklah mudah untuk merealisir ide atau gagasan baru berskala
nasional, apalgi tindakanitu diambil sebagai upaya perubahan paradigma. Nmaun
demikian, perubahan pendidikan harus dilakukan, karena dipercayai dan diyakini
semakin dekat pendidikan persekolahan dalam pengguna jasanya akan memudahkan
persekolan memahami kebutuhan sendiri dan juga kebutuhan pengguna jasa
kependidkan tersebut. Adapun ciri- ciri MBS dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1
Ciri- ciri Manajemen Berbasis Sekolah

Organisasi Proses Belajar Sumber Daya Sumber Daya


sekolah Mengajar Manusia dan
Administrasi
Menyediakan Meningkatkan Memberdayakan Mengidentifikasi
manajeman yang kualitas belajar staf dan sumber data dan
transformasional siswa menempatkan mengaplikasikan
personil yang dapat sumber sesuai
melayani keperluan edngan
kebutuhan

Menyususun Mengembangkan Memilih staf yang Mengelola dana


rencana sekolah kurikulum terhadap memiliki wawasan sekolah
dan merumuskan kebutuhan siswa / MBS
kebijakan  masyarakat sekolah
Mengelola Menyelenggarakan Menyediakan Menyediakan
kegiatan pengajaran yang kegiatan untuk dudkungan
operasional efektif pengembangan administrasi
sekolah profesi semua staf
Menjamin Menyediakan Menjamin Mengelola dan
komonikasi yang program kesejahteraan staf memelihara
efektif antara pengembangan dan siswa gedung dan
sekolah dan yang diperlukan sarana lainnya
masyarakat siswa
Menjamin Program yang Kesejahteraan staf Memelihara
terpeliharanya diperlikan siswa dan siswa gedung dan
sekolah sarana lainnya
bertanggung
jawab
Sumber: Mulyasa( 2003:30 )
            Manajeman berbasis sekolah diterapkan untuk mengatasi hambatan
institusional, seperti yang diungkapkan oelh Supriadi, dkk (2001: 153 ).
Ada empat unsur yang diidentifikasi menjadi penghambat potensi terhadap
kemajuan pendidikan di Indonesia, Khususnya pada tingkat pendidikan
dasar, yaitu system organisasi yang kompleks ditingkat pendidiakan dasar,
manajemen yang terlalu sentralistik pada tingkat SMA, terpecah belah dan
bakunya proses pembiayaan pada kedua jenjang tersebut manajemen yang
tidak efektif pada jenjang sekolah.

Untuk mengatasi berbagai hambatan yang hanya jika hanya dilihat karena
adanya kelemahan institusional tersebut, seperti disentralisasi dalam bentuk otonomi
persekolahan disemua dan jenjang pendidikan merupakan jalan keluar yang efektif
mengatasi berbagsi kelemahan persekolahan selama ini.
Karena itu, untuk mengatasi institusioanal tersebut adalh dengan (1)
Pemberdayaan lokal, (2) Menetapkan kembali tanggung jawab atas perencanaan
jangka panjang daerah tingkat II sebagai titik berat pengelolaan merupakan jangka
panjang desentralisasi, (3) Pembangunan kemampuan kelembagaan, (4) Memberikan
otonomi yang lebih besar dengan manajemen sekolah bertanggung jawab, dan (5)
Sistem pendanaan yang menjamin pemerataan dan efesiensi.
Berbagai hambatan penyelenggaraan pendidikan selama ini memang
menjadikan mutu pendidikan terpuruk dan berada pada posisi yang memprihatinkan.
Kenyataan yang terlihat adalah manejemen sekolah tidak mampu memobilisir potensi
internal dan eksternal, karena itu MBS diharapkan mampu menggerakkan manajemen
persekolahan dengan kekuatan atau potensi yang dimilikinya.

C.  Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Dan Demokratisasi Pendidikan


            Manajemen Berbasis Sekolah memberikan ototnomi yang luas kepada sekolah
untuk mengelola sumber daya pendidkian yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan
pendidikan dan melalui MBS diharapkan akan mendorong profesionalisme guru dan
kepala sekolah, baik sebagai manejer maupun sebagai pimpinan sekolah.
            Para kepala sekolah, guru, pengelola pendidikan lainnya, orang tua serta
masyarakat lainnya yang terkait harus menyadari dan menyakini mereka memiliki
peran sebagai pelaku inovasi. Satori dan wahyudin ( 2001: 97 ) menyatakan bahwa
Manajeman Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu model inovasi pendidikan
di Indonesia, sebagaiman muara dari desentralisasi pendidikan dalam rangka
pelaksanaan reformasi pendidikan. Dalam inovasi pendidikan kegiatan mencoba cara
baru merupakan suatu keniscayaan. Tanpa adanya upaya peningkatan mutu manusia
Indonesia, tata pergaulan dunia baru yang membutuhkan manusia unggul tidak akan
tercapai dan kita hanya menjadai bangsa yang memiliki kualitas manusia yang rendah.
Jika ini terjadi maka penjajahan dalam bentuk baru akan tetap melingkari kehidupan
secara rasional.
            Karena fokus dari kegiatan ini untuk kepentingan anak didik melalui kualitas
pelayanan pembalajaran yang diberikan sekolah, maka perlu dilakukan penilian dan
asasemen atas pelaksaan inovasi tersebut. Pengkajian mengenai keberhasilan dan
kekeurangan keberhasilan harus harus dilakukan untuk senantiasa mampu melakukan
perbaikan dan penyempurnaan, karena hal ini sangat penting dalam upaya
meningkatkan muttu pembelajaran didalam kelas. Pembelajaran yang berkualitas
diasumsikan sebagai pembelajaran yang dinamis, bermakna dan terus berkembang
dalam layanan optimal. Pergaulan tatanan dunia yang telah berubah saat ini, sudah
seharusnya dimulai dari mengubah paradigma pendidikan, jika selama ini cendrung
menggunakan paradigma birokratis hirarkis, selanjutnya harus menggunakan
paradigma demokratis. Bagaimana pebedaan aspek- aspek  kedua paradigma tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2
Perubahan Paradikma Pendidikan Birikratis Hirarkis
 Ke Pendidikan Demokratis

No Aspek Paradigma pendidikan Paradigmapendidikan


birokratis hirarkis demokratis
1 Perencanaan Top- down Buttom- up
2 Pelaksanaa Didasarkan instruksi Didasarkan atas
petunjuk profesionalisme
3 Standar Output dan proses Output Nas Makro,
Nasional makro proses local mikro
4 Target Nasional makro Level sekolah- wilayah
terbatas
5 Pemahaman tujuan Didasarkan atas pedoman Didasarkan atas kondisi
target dari pusat sekolah
6 Sistem intensif Seragam dan kepatuhan Sistem prestasi
7 Umpan balik Tidak diperlukan, kecuali Diperlukan secara
orang tua para peserta didik yang teratur
bermasalah
8 Orientas Pengembangan intelektual Pengembangan aspek
( NEM ) intelektual, personal dan
sosial
9 Persepsi terhadap Masukan peserta didik Masuakn peserta didik
input diperlikan sebagai raw bukan merupakan raw
input, yang menentuakn input, melainkan klien
hasil akhir yang memerlukan
pelayanan jasa sekolah
10 Evaluasi Dilaksanakan pada titik Dilaksanakan setiap
waktu tertentu dan bersifat waktu dengan
seragam menekankan kebutuhan
sekolah
11 Kontrol sekolah Oleh atasan Oleh orang tua peserta
didik dan masyarakat
12 Pengambilan Adanya ditangan kepsek Rapat guru, orang tua
keputusan dengan perkenaan atasan peserta didik dan
masyarakat
13 Peran orang tua Terbatasnya menyediakan Terlibatnya dalam
siswa dan dana seluruh proses
masyarakat pendidikan, kecuali
menentukan nilai.
Sumber : Zamroni (2001:13)
            Bagian diatas merupakan ilustrasi yang diharapkan terjadi jika desentralisasi
sector pendidikan berlangsung sebagai mana yang direncanakan/ dinamika pendidikan
yang selama ini terpasung oleh kebijakan dengan nuansa politik yang kental
diharapakn mencair sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan kebijakan-
kebijakan lainnya disektor pendidikan. Kebijakan disektor pendidikan harus setiap
saat bergulir dengan segala upaya yang dapat meningkatkan mutu manusia Indonesia.
            Secara esensial MBS bertujuan meningkatkan efesiensi, mutu, relefasi dan
pemerataan pendidikan. Sedangkan manfaat MBS menurut Mulyasa  ( 2003: 26 )
adalah:
MBS mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam  peranannya sebagai
manejer maupun pemimpin sekolah melalui penyusunan kurikulum yang
efektif, rasa tanggap sekolah terhadap segala kebutuhan setempat meningkat
dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntunan peserta didik dan
masyarakat.

            Program prioritas harus difokuskan kepada penyusunan rencana peningkatan


mutu pembelajaran siswa, meliputi proses dan hasil pembelajarannya. Kepala sekolah
dan guru seyogianya memilik kreatifitas tinggi dalam menciptakan kegiatan atau
siasat pembelajaran yang inovatif. oleh karena itu, perlu dipersiapkan tenaga baru
yang professional melalui program pelatihan guru dan menjalin kemitraan dengan
pihak terkait yang memungkinkan tercapainya profesionalisme guru. Untuk
kepentingan itu, diperlukan kemampuan manajerial Kepala Sekolah dengan model
kepemimpinan yang mandiri dan demokratis, transfaran dan partisifatif sebagai
refleksi dari kepemimpinan yang kuat memiliki akuntabilitas dan memberdayakan
warga sekolah.
            Manajemen berbasis sekolah sebagai manajemen alternatif akan memberiakn
kemandidian kepala sekolah untuk mengatur dirinya untuk mengatur dirinya dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan dengan tetap mengacu pada kebijakan nasional.
Pendekatan dan konsep MBS ini akan dapat dipelaksanakan di sekolah apabila ada
komitmen yang tinggi dari berbagai pihak, yaitu orang tua dan masyarakat, guru,
kepala sekolah siswa dan staf lainnya dan pemerintah sebagai mitra dalam mencapai
tujuan peningkatan mutu sekolah.
            Kata kunci yang harus menjadi perhatian kita semua adalah adanya kemauan
untuk mengubah sikap, prilaku dan etos kerja semua pihak yang terlibat dalam proses
pendidikan, terutama warga sekolah, dalam memandang pendidikan sebagai suatu
proses yang terintegrasi dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki seharusnya dapat dikalahkan oleh tekad dan
kemauan yang kuat dalam mewujudkan kegiatan untuk melaksanakan peningkatan
mutu. Keberhasilan juga akhirnya ditentukan oleh upaya sosialisasi kepada semua
pihak serta pengarahan yang berkesenambungan, baik terhadap kegiatan yang bersifat
akademis, meliputi tahapan, perencanaan, pelaksanaan dan hasil atau target yang telah
ditetapkan.
            Sehubungan dengan adanya MBS, penulis mengambil kesimpulan MBS
tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang menawarkan
otonomi luas pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah yang didukung
partisipasi aktif masyarakat, sehingga peningkatan mutu pendidikan disekolah akan
tercapai.
            Suatu program yang diancangkan akan berjalan dan berhasil secara maksimal
apabila tidak terssedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal
baik dari internal maupun eksternal. Dalam omplementasi Manajemen Berbasis
Sekolah, secara luas dan mendasar yang amat diperlukan adalah dukungan politik
baik itu dalam bentuk sistematis pelaksanaan, peraturan dan perundang- undangan
formal. Dukungan finansial, dukungan sumber daya manusia beserta pemikirannya,
sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor pendukung yang penting.
            Akhirnya banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan
sekolah dalam menerapkan MBS. Konsekwensinya adalah munculnya kefrustasian,
ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya segera kembali kepada teknis
sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini adalah menurunkan kepercayaan
lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.
            Suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan
keterampilan tentang perubahan organisasi atau dinamika organisasi yang secara
detail. Tetapi ketika program ini mencakup sesuatu hal yang amat mendasar dan
menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan perubahan
oranisasinya.
            Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus jitu dan bisa menjamin
keberhasilan impementasi MBS disemua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi
Pelaksanaan MBS disuatu Negara dengan Negara lain bisa berlainan, antara suatu
daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam daerah yang
sama pun berlainan strateginya. Sehubungan dengan strategi pelaksanaan MBS,
Nurkholis ( 2003:135) menyatakn bahwa:
Pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus
dan melibatkan semua unsur yang bertangguang jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan disekolah  strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1.      Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui


seminar, diskusi, forum ilmiah, dan media massa.
2.      Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa
tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah.
3.      Merumuskan tujuan situsional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS
beradasarkan tantangan yang dihadapi.
4.      Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan melalui analisis
SWOT.
5.      Memilih langkah- langkah pemecahan persoalan.
6.      Membuat rencana jangka pendek, menengah dan panjang beserta program-
programnya untuk merealisasikan rencana tersebut.
7.      Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka
pendek MBS.
8.      Melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasisl
MBS.
Jika MBS dapat diterapkan secara konsekuen, sesuai dengan strategi diatas
maka akan berimplikasi luas terhadap akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan
disetiap persekolahan. Menurut Fattah (2000:21) bahwa implikasi dari penerapan
strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah menciptakan kondisi diantaranya
perubahan pengelolaan dengan mendelegasikan kekuasaan kepada kepala sekolah.
Sistem akuntabilitas terutama bagi para pengguna jasa pendidikan perlu
mendapat perhatian. Sehubungan dengan itu agar sekolah sellalu berhati- hati dalam
pengelolaan pendidikan dan anggaran, meskipun melaksanakan pengawasan-
pengawasan yang baik tidaklah mudah. Mulyasa (2003:24) menyatakan bahwa:
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang
dipandang memiliki tingkat Pelaksanaan tinggi serta memberikan beberapa
keuntungan berikut:
1.    Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada
peserta didik, orang tua dan guru.
2.    Bertujuan bagaimana memanfaat kan sumber daya lokal
3.    Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik  seperti
kehadiran,   hasisl belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah,
moral guru dan iklim sekolah.
4.    Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan
guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan
perencanaan.

Berbagai uraian diatas setidaknya menjelaskan bahwa upaya perbaikan


pendidikan terus dilakukan. Pada akhirnya nanti akan ditemukan sebuah format baru
yang mana pendidikan dapat menjadi sokoguru dalam pemberdayaan bangsa secara
keseluruhan.
            Namun yang pasti, MBS diharapkan mampu menghapus berbagai
kelemahan penyelenggaraan pendidikan, menurut Tilaar (1999:8) menyatakan bahwa:
1.              Sistem pendidikan yang kaku dan desentralistik.
2.             Sistem pendidikan nasional tidak pernah mempertimbangkan
kenyataan yang ada di masyarakat.
3.             Kedua sistem tersebut diatas ditunjang oleh system birokrasi kaku
yang tidak jarang dijadikan dijadikan alat kekuasaan atau alat politik
penguasa.
4.             Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari alat
birokrasi .
5.             Pendidikan yang ada tidak berorientasi pada pembentukan
kepribadian, lebih pada proses pengisian otak ( kognitif ) pada anak
didik.
6.             Anak tidak pernah dididik atau dibiasakan untuk kretif dan inovatif
serta berorientasi pada keinginan untuk tahu.
            Berbagai kelemahan pendidikan diatas telah mengorbankan waktu yang
panjang, sumber daya dan tenaga yang terbuang, karena itu pengorbanan yang besar
seharusnya tidak terulang lagi. MBS diharapkan menjadi peluang dalam menghadapi
berbagai  tantangan pendidikan, terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan.
            Penulis berkesimpulan penerapan MBS akan efektif dan efesien apabila
didukung oleh SDM yang professional untuk mengoperasikan sekolah, sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung PBM. Strategi MBS terhadap warga
sekolah berupa sosialisasi pada pelatihan terhadap SDM warga sekolah tentang
penerapan MBS serta di dukung oleh partisipasi aktif masyarakat.

D.  Pihak-pihak yang Berperan dalam Melaksanakan Manajemen Berbasis


Sekolah.

Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, masing-masing pihak yang terkait


dengan penyelenggaraan pendidikan disekolah harus memiliki peran yang sama
penting.masing-masing pihak yang dimaksud adalah kaotor pendidikan pusat, Kantor
pendidikan daerah kabupaten/kota, dewan sekolah, kepala sekolah, para guru, orang
tua siswa dan masyarakat.
1.    Peran kantor pendidikan pusat dan daerah.
            Peran dan fungsi departemen pendidikan di Indonesia pada era otonomi daerah
sesuai dengan peraturan pemerintah No.25 tahun 2000 menyebutkan bahwa tugas
pemerintah pusat antara lain menatapkan standar kopetensi siswa dan warga,
pengaturan kurikulum nasional dan system penilaan hasil belajar, penetapan
pelaksanaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga
belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu,
menjaga kesetaraan mutu antara daerah/kota agar tidak terjadi kesenjangan yang
mencolok, menjaga kelansungan pembentukan budi pekerti, semnagan kebangsaan
dan semangat nasionalisme melalui program pendidikan.
            Nurkolis (2003) menyebutkan bahwa:
           
            Peran pemerintah pusat dalam pengaturan pendidikan akan lebih
bersifat stategis dan menghindari wilayah operasional. Hal-hal yang bersifat
operasional akan ditentukan sendiri oleh sekolah besrta orang tua siswa dan
masyrakat sekitarnya. Yang perlu diperhatiakan adalah kebijakan strategis
yang ditetapakan pemerintah harus memberikan ruang gerak kepada sekolah
yang lebih besar lagi sehingga kreativitas sekolah untuk mengembangkan
sekolahnya dapat berkembang dengan maksimal.
2.    Peran pemerintah daerah kabupaten/kota
            Peran pemerintah daerah kabupaten/kota adalah menfasilisasi dan membantu
staf sekolah atas tindakanya yang akan dilakukan sekolah. pemerintah daerah bertugas
untuk mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Oleh karena itu, kantor
pemerintah daerah memerlukan karyawan yang potensial, mampu menyeleksi dan
menyaring para pelamar, menjalin komunikasi dengan para pelamar yang berkualitas
dalam mengisi lowongan pekerjaan.
            Dalam kaitanya dengan kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikasi
tujuan, sasaran dan hasil yang diharapkan dan kemudian memberikan kesempatan
kepada sekolah untuk menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran.
Bahkan beberapa daerah menyerahkan pemilihan buku pelajaran kepada sekolah.
            Sehubungan dengan hal tersebut, nurkolis (2003:117) menyebutkan bahwa
secara lebih spesifik dinas pendidikan kabupatr/kota menjalankan tugans dan fungsi
sebagai berikut:
1.             Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan
negeri dan swasta di Kabupaten/ Kota.
2.             Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh asset
atau sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana, dan
sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya.
3.             Melaksanakan pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidikan di
Kabupaten/ Kota.
4.             Melaksanakan monitoring dan evaluasi atas tugas dan fungsi pokoknya
sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapakan oleh pemerintah pusat
dalam menerapakan MBS.

                        Selanjutnya Nurkolis (2003:117) mengemukakan selain tugas diatas,


dinas kabupaten/kota juga mempunyanyi peranan sebagai:
1.      Evaluator dan inovator, yaitu mengevaluasi potensi daerah Kabupaten/
Kota.
2.      Motivator, yaitu memberikan motivasi kepada para kepala sekolah berupa
penghargaan atas keberhasilan dan memberikan hukuman atas kekeliruan
dalam menjalankan tugas.
3.      Standardisator, yaitu bersama-sama dengan para kepala sekolah membuat
standar mutu berdasarkan kebutuhan daerah tersebut, kebutuhan nasional,
dan kebutuhan global.
4.      Informan, yaitu menyampaikan informasi kepada para kepala sekolah
akan segala kebijakan pendidikan dikabupaten/kota.
5.      Delegator yang mendelegasikan tugas dan tanggung jawab kesekolah
masing-masing dalam hal pengambilan keputusan, pembinaan sumberdaya
manusia, pemberian penghargaan dan hukuman serta berbagai informasi.
6.      Koordinator, yaitu mengoordinasikan program-program pendidikan
didaerah Kabupaten/ Kota tersebut dengan kabupaten/kota lain sehingga
tidak terjadi kesenjangan mutu antara kabupaten/kota.

3.    Peran dewan sekolah dan pengawasan sekolah

Dewan sekolah akan memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang luas,

menyatukan visi, memperjelas visi baik untuk pemerintah daerah maupun untuk sekolah itu

sendiri. Dewan sekolah menentukan kebijakan sekolah ,visi, dan misi sekolah dengan mengacu

kepada ketentuan nasional dan daerah. oleh karena itu dewan sekolah sebaiknya diisi oleh mereka

yang mampu menganalisis kebijakan pendidikan , mampu melaksanakan komunikasi dengan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah , serta memiliki wawasan yang luas tentang pendidikan

daerahnya .

Dewan sekolah sebagai wadah yang diharapkan bisa menyatukan komponen sekolah. oleh

karena itu pimpinan dewan sekolah dipilih dari mereka yang benar – benar memiliki kemampuan

kepemimpinan dan bukan mampu manajerial. Pimpinan dewan sekolah sebaiknya bukan pejabat

pemerintah. melainkan tokoh masyarakat yang telah diakui kapasitas kepemimpinanya. karena

fungsi dewan sekolah bukan fungsi structural dimana tugas – tugas yang diberikan kepada anggota

dewan sekolah didasari oleh adanya kepentingan bersama .rasa kepentingan bersama itu taklain

adalah kepentingan untuk meningkatkan kualitas seluruh siiswadisekolah itu yang akan

berpengaruh terhadap masyarakat disekitarnya. Nurkolis (2003:119) yang menyebutkan bahwa:


Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator antara kepada kebijakan pemerintah
daerah kepada masing-masing sekolah, antara lain untuk menjelaskan tujuan akademik dan
anggarannya serta memberikan bantuan teknis ketika sekolah menghadapi masalah dalam
menerjemahkan visi pemerintah daerah

            Para pengawas juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf

sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam melaksanakan

MBS dengan cara melakukan sendiri dan menciptakan jalur komunikasi antara sekolah dengan

staf pemerintah daerah

            Peran pengawas sekolah harus diarahkan pada supervisi dalam makna yang sebenarnya,

yaitu dengan memberikan bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui

kesulitan, peran pengawas sekolah sebagai supervisor yang selama ini mencari kesalahan para

guru dan staf sekolah harus dihentikan karena tindakan yang demikian tidak akan mampu

menciptakan budaya sekolah yang baik dan kuat.

4.    Orangtua Dan Masyarakat


Tata hubungan sekolah dengan orang tua dan masyarakat dimaksud untuk mendukung

penciptaan suasana yang kondusif bagi proses pembelajaran siswa yang efekti dan pengembangan

kepribadian serta budi pekerti siswa baik disekolah maupun dirumah. Hubungan antara masyakat

dan sekolah secara harmonis menurut Nurkolis ( 2003 : 126 )

Tata hubungan sekolah dengan orangtua dan masyarakat paling tidak memuat:
1.      Upaya dan bantuan orang tua untuk ikut serta mendidik anak–anaknya dalam bersikap,
berprilaku dan belajar di rumah dalam upaya mendukung pendidikan budi pekerti in-
action disekolah
2.      Saling tukar informasi antara sekolah dan orang tua tentang perkembangan kepribadian
dan belajar anak masing-masing serta upaya mencari Alternatif pemecahan bila mana
anak mereka mengalami hambatan balajar atau masalah etika dan moral.
3.      Pemecahan masalah apabila terdapat kesalah phaman antara sekolah dengan orang tua
dalam pendidikan anak- anaknya.

5.    Peran guru dan Administrasi


      
            Sehubungan dengan guru sebagai salah satu komponen sekolah yang terlibat
dalam pelaksanaan MBS, maka guru dituntut untuk dapat meningkatkan
profesionalismenya sebagai pengajar dan pendidik, Nurkolis (2003:123) menyatakan
peran guru dalam MBS, adalah sebagai rekan kerja, pengambilan keputusan, dan
pelaksanaan program pengajaran.
            Agar para guru memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah,
maka perlu dilakukan desentralisasi pengetahuan. Dan ini merupakan tanggung jawab
kepada sekolah dalam mensosialisasi MBS terhadap guru dan personil sekolah.
6.    Kepala sekolah
            Kepala sekolah adalah sebagai pelaksanaan terhadap pelaksanaan MBS di
sekolah yang bertindak sebagai motivator dan koordinator dalam keefektivitas MBS,
di sekolah. Dalam kerangka MBS, menurut Mulyasa (2003:28) Kepala Sekolah harus:
1.      Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat
sekitar.
2.      Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan
belajar.
3.      Memiliki kemampuan dan ketermpilan mengatasi situasi sekitar berdasarkan
apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian dimasa depan
berdasarkan situasi sekarang.
4.      Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan yang berkaitan dengan Pelaksanaan pendidikan disekolah, da
5.      Mampu memamfaatkan peluang, menjadi tantangan sebagai peluang, serta
mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
Sehubungan dengan pihak yang terkait dengan pelaksanaan MBS, penulis
berkesimpulan keberhasilan pelaksanaan MBS sangat tergantung pada kepemimpinan
kepala sekolah, guru dan partisipasi masyarakat sebagai pelaksanaan MBS dan
merupakan faktor yang paling dominan terhadap penerapan MBS dan juga tergantung
pada kesiapan SDM serta kerjasama yang harmonis antara pihak terkait diatas akan
menentukan keberhasilan penerapan MBS.
Dalam melaksanakann MBS diperlukan keterlibatan semua personil sekolah baik kepala

sekolah, wakil kepala sekolah para guru, pegawai orang tua siswa dan komite atau dewan sekolah.

Dalam Depdiknas ( 2001:3) dikemukakan bahwa: Manajemen Berbasis Sekolahsebagai model

manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/

keluesan kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan

masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan nasional serta peraturan

perundang- undangan yang berlaku.

Selama ini pendidikan nasional diselenggarakan secara birokrasi yang bersifat sentralistik

yang implikasinya yaitu: (1) pemerintah pusat selalu memposisikan sekolah sebagi penyelenggara

pendidikan yang serba diarahkan atau diberi petunjuk, maka sekolah sangat menguntungkan diri

kepada keputusan pemerintah pusat. Padahal untuk sampai pada suatu kesimpulan yang final,

birokrasi yang ditempuh sekolah sangat panjang, biasanya harus terlebuh dahulu melalui jenjang

organisasi tingkat kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi pusat dengan masing- masing organ yang

relefan pada setiap jenjang, sebab setiap organisasi pendidikan yang merupakan birokrasi

pendidikan dan memiliki struktur organisasi yang harus dilalui pula oleh sekolah, ini
menyebabkan kemandirian sekolah tidak berkembang seperti layaknya sebagai akibat terjadinya

kekurangan mandiri sekolah. Secara perlahan namun sekolah akan kehilangan dorongan, inisiatif

untuk memajukan institusinya, termasuk upaya meningkatkan mutu pendidikan yang merupakan

cita- cita pendidikan. (2) Yang dilakukan pemerintah selama ini terhadap pendidikan lebih

difokuskan kepada penyediaan aspek input seperti guru, kelengkapan- kelengkapan pendidikan

atau fasilitas, buku paket sekolah maupun buku bacaan siswa serta guru, berbagaia media

pendidikan, dengan harapan  peningkatan mutu akan terjadi dengan sendirinya apabila aspek

pendidikan sekolah dipenuhi. Namun demikian asumsi tersebut tidak menjadi kenyataan sebab

pemenuhan input tanpa dibarengi dengan proses pendidikan yang baik, maka tidak akan

membuahkan hasil yang berkualitas dalam pendidikan, baik hasil dalam bentuk akademik seperti

prilaku, pengalaman agama, etika/ moral dan lain- lain. (3) Kebijakan pendidikan oleh pemerintah

kepada sekolah kurang mengkondisikan partisipasi masyarakat sekitar sekolah sehingga peserta
masyarakat terhadap upaya memajukan sekolah sangat minim. Secara umum masyarakat hanya

berpartisipasi dalam aspek financial yang merupakan input sekolah. padahal masyarakat sangat

perlu berpartisipasi terhadap proses pendidikan (pengambilan) keputusan, monitoring, evaluasi

dan akuntabilitas, padahal sekolah sebagai lembaga yang berada ditengah-tengah masyarakat

dalam mencerdaskan anak- anak, mereka memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat

(akuntabilitas). Padahal selama ini sekolah tidak memiliki beban untuk mempertanggung

jawabkan kinerja pendidikan terhadap masyarakat, khususnya orang tua siswa.

Sebagai suatu bentuk manajemen baru yang menekankan pada otonomi sekolah, maka

manajemen berbasisi sekolah menuntut adanya rekonstruksi sekolah yang dilakukan oleh kepala

sekolah. Operasionalisasi School Based Manajemen   ini dapat dimulai dari pengembangan aspek

organisasi yaitu: (1) struktur organisasi sekolah perlu diperbaharui atau dikembangkan sesuai

dengan besarnya tuntutan tugas dalam rangka profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) dan

pencapaian mutu sekolah sebagaimana harapan pelanggan pendidikan, (2) Membentuk komite

sekolah yang merupakan penyatuan BP3 dan komite sekolah. komite sekolah merupakan mira

kerja Dinas Pendidikan kecamatan dan kepala sekolah bertanggung jawab kepada masyarakat.

Komite sekolah dipilih dari orang tua siswa dan unsur masyarakat dari berbagai keahlian, (3)

Memantapakan arah dan kebijakan sekolah. Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite dan

guru-guru, perlu merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi peningkatan manajemen sekolah/

madrasah melalui aktifitas pembelajaran murid, (4) Pengembangan kurikulum dengan kebutuhan

siswa dan masyarakat di daerah. Sistem ujian kontrol terhadap proses belajar, (5) pengembangan

sumber daya manusia disekolah. Kepala Sekolah, guru-guru dan karyawan ditingkatkan
kemampuannya sebagai tugas dan tanggung jawab, (6) Pembinaan siswa dengan dukungan

organisasi siswa di sekolah diarahkan kepada pembinaan siswa berbakat, (7) peningkatan sumber

pembiayaan sekolah, sarana dan prasarana, (8) Dukungan masyarakat melalui komite sekolah.

Manajemen berbasis sekolah memiliki peluang besar dalam mendorong gerakan

perbaikan mutu pendididkan dalam era otonomi daerah. Namun mutu sumber daya manusia

pelaksana pendidikan yang menentukannya . Terutama  kemampuan kepala sekolah mewujudkan

ide-ide baru dan menawarkan program perbaikan mutu sesuai dengan ide, tujuan dan fungsi

manajemen berbasis sekolah.

Berkaitan dengan restrukturitasi sekolah, Salisbury (1996:20) menjelaskan, school

restructuring today must reflex what learning might so that be like tomorrow. If we redesign

school, we should desaign them so that they become fluid organization that will change and adapt

easily to new circumstances”. Perubahan dan kondisi memang harus bisa diadaptasikan sekolah,
bahkan tidak itu saja justru manajemen sekolah harus bisa merencanakan perubahan yang

diinginkan oleh sekolah. tidak hanya mengantisipasi perubahan yang ada dilingkungan sekolah

akan tetapi mendesain arah perubahan yang diinginkan.

Manajemen berbasis sekolah memilik potensi besar dalam menciptakan kepala sekolah,

guru dan pengelola sistem pendidikan (administrator) secara professional. Oleh karena itu

keberhasilan dalam mencapai kinerja unggul akan sanagt ditentukan oleh faktor informasi,

pengetahuan dan insentif yang berorientasi mutu, efesiensi dalam kemandirian sekolah.

Fattah (2000:17) berpendapat bahwa Manajemen berbasis Sekolah secara konsepsional

akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efesiensi,

manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan pencapaian tuuan politiksuatu bangsa lewat

perubahan kebijakn desentralisasi diberbagai aspek seperti poltik, edukatif, administrative dan

anggaran pembiayaan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) selain akan meningkatkan

kualitas belajar mengajar dan efesiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama

demokratisasi disekolah.

Untuk melakukan perubahan manajemen pendidkan diperlukan keterlibatan semua pihak

yang terkait dengan penelenggaraan pendidikan. Organisasi pendidikan merupakan bidang yang

penting dalam memulai perubahan manajemen ini. Para kepala sekolah, guru-guru dan pendidikan

lainnya secara esensial adalah manejer yang menempati fungsi strategis dalam menjawab tuntutan

perubahan manajemen sekolah.

Perubahan manajemen sekolah dengan mengeplikasikan manajemen berbasisi sekolah

didasarkan telah mendesak untuk mempercepat kemajuan sekolah. Para guru-guru harus bekerja
sama dalam meningkatkan mutu pendidikan yang muaranya lulus berkualitas. Demikian pula para

manajer atau kepala sekolah harus berfunsi sebagai dari kerjasama dalam lembaga untuk

menjamin perubahan dalam lingkungan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah mengharuskan

kepemimpinan pendidikan yang professional, sebab jika tidak, maka manajemen berbasis sekolah

kurang mendapat perhatian sebagai tindakan strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat

dan local stekholdermempunyai keterlibatan tinggi. Kekuatan model keterliban tinggi adalah

memberikanb kerangka dasar bahwa setiap unsure dapat berperan dalam meningkatkan mutu,

efesiensi dan pemerataan kesempatan pendidikan. Demikian pula manajemen berbasis sekolah

member peluang kepada guru dan kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi lebih efektif

karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan dan keterlibatan tinggi dalam membuat keputusan

pendidikan. Rasa kepemimpinan para personel sekolah menjadi lebih tinggi yang pada gilirannya
akan menimbulkan sikap lebih baik dalam pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada untuk

mengoptimalkan hasil. Pengelola sekolah juga akan mempunyai kendali dan akuntabilitas

terhadap lingkungan sekolah.

Manajemen berbasis sekolah adalah bentuk reformasi pendidikan yang prinsipnya sekolah

memperoleh kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang tinggi dalam meningkatkan kinerja

terhadap setiap/ stekholders. Peningkatan kinerja sekolah secara unggul akan berhasil jika sekolah

diberdayakan untuk mengenal perubahan dan memiliki kekuasaan dalam organisasi sumber daya

prestasi sekolah diukur dari perkembangannya sehingga semua program kegiatan sekolah

ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada siswa secara optimal.

Untuk menghasilkan mutu yang baik, penerapan konsep manajemen berbasis sekolah

menurut Fattah (2000:12) perlu memperhatikan aspek- aspek mutu yang harus dikendalikan secara

komprehensif, yaitu : (1) karakteristik mutu pendidkan, baik input proses maupun output, (2)

pembiayaan (3) metode atau deliveri / sistem pembiayaan bahanatau materi pelajaran, (4)

Pelayanan kepada siswa dan orang tua / masyarakat”.

Untuk itu kepala sekolah dan guru harus memahani konsep mutu dalam pendidikan

sebagai mana dikemukakan diatas paling tidak kepala sekolah harus menyusun visi, misi strategi

dan tujuan sekolah dalam menjangkau masa depan. Kewenangan dan pengawasan dalam

pelaksanan pendidikan disekolah terutama terhadap kurikulum yang berbasis keperluan

masyarakat adalah milik kepala sekolah dan guru-guru. Strategi peningkatan mutu sekolah adalah

dimulai dari perubahan manajemen sekolah yang operasional rutinitas kepada manajemen berbasis

sekolah. Intinya adalah pembaharuan dalam konsep mutu, pembiayaan metode dan pelayanan
pendidikan terhadap pelanggan baik pada murid, guru, orang tua, masyarakat dan industri. Karena

itu, disamping kepemimpinan yang kuat diperlukan peran serta masyarakat untuk peningkatan

mutu sekolah.

E.            Perubahan Pola Manajemen Pendidikan Kedepan

Berkaitan dengan otonomi daerah, maka para kepala sekoalah harus bersiap diri untuk tidak

lagi bergantung kepada kekuatan birokrasi di atasnya, akan tetapi memberdayakan semua potensi

demi kemajuan sekolah. Pertam adalah kesiapan (readiness) dari pola berpikir para personil

sekolahnya, di mana ‘mau dam mampu’ mengendalikan semua resources serta penuh percaya diri

bahwa dengan kekuatan sendiri dapat mengembangkan sekolahnya. Ini akan lebih berat bagi

sekolah-sekolah kecil yang selama ini sangat tergantung pada uluran pemerintah pusat. Di sini

kepala sekolah dengan conceptual-skillnya mampu meneliti kembali seluruh  sumberdaya yang


ada di sekitar sekolah. Pimpinan harus dengan jeli dan tepat dalam mengoptimalkan kemampuan

para guru dan tenaga lain untuk memelihara dan meningkatkan kegiatan sekolah yang di anggap

sebagai aktivitas unggulan. Oleh karena itu, sekolah harus membina hubungan yang baik dengan

masyarakat sekitarnya dan masyarakat kelompok pemerhati pendidikan, agar pengembangan

sekolah  tersebut sejalan dengan kebutuhann masyarakat sekitar.

Kondisi sekolah saat ini, terutama sekolah-sekolah negeri, menurut analisis Bank Dunia

bahwa:

(a)     Kepala sekolah hamper tidak memiliki kewenangan cukup dalam mengelola keuangan

sekolah yang dipimpinya,

(b)   Kemampuan manajemen para kepala sekolah pada umumnya rata-rata rendah terutama

pada sekolah negeri,

(c)    Pola anggaran tidak memungkinkan guru yang mengajarnya baik dapat memperoleh

tambahan tambahan insentif,

(d)   Peranserta masyarakat sangat kecil dalam pengelolaan sekolah,

Dengan adanya otonomi pendidikan ini, kepala sekolah mempunyayi kewenangan yang

lebih luas untuk mengaktualisasikan  kemampuan manajerialnya demi kemajuan sekolah yang

dipimpinnya.

Tabel 2.3
Dimensi-dimensi Perubahan Pola Manajemen Sekolah

Pola Lama Menuju Pola Baru


Subordinasi Ke Otonomi

Pengambilan Keputusan terpusat Ke Pengambilan Keputusan partisifatif


Ruang gerak kaku Ke Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Ke Desentralistik
Diatur Ke Motivasi diri, inisiatif, kreatif
Over regulasi Ke Deregulasi
Mengontrol Ke Mempengaruhi
Mengarahkan Ke Memfasilitasi
Menghindari resiko Ke Mengelola resiko
Gunakan uang semua Ke Gunakan uang seefesien mungkin
Individual yang cerdas Ke Teamwork yang cerdas
Informasi terpadu Ke Informasi terbagi
Pendelegasian Ke Pemberdayaan
Organisasi Hirarkis Ke Organisasi datar
Sumber: MPMBS, buku 1

F.        Karakteristik Sekolah yang Melaksanaann MBS

Sekolah yang mengunakan MBS adalah yang secara efektiv dapat melaksnakan semua

programnya, sehingga sekolah memiliki kualitas yang handal. Jadi sekolah yang bermutu

seharusnya adalah sekolah yang efektiv. Sekolah juga sebagai sebuah sistem (input-proses-

ouput)  akan digunakan untuk menetapakan sekolah efektiv tersebut.

a.     Tinjauan input pendidikan

1)        Siswa: sebagai masukan

2)        Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas

3)        Sumberdaya tersedia dan siap

4)        Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi

5)        Memiliki harapan prestasi yang tinggi

6)        Fokus pada pelanggang (siswa/masyarakat)

7)        Inpit manajemen: tugas jelas, rencana rinci dan sistematis, program kerja, aturan jelas,

pengendalian mutu yang jelas.

b.    Tinjauan proses pendidikan

1)        Proses belajar yang efektif;


2)        Kepemimpinan yang kuat;

3)        Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;

4)        Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif;

5)        Sekolah memiliki budaya mutu;

6)        Sekolah memiliki team work yang kompak,  cerdas dan dinamis;

7)        Sekolah memiliki kewenagan/kemandirian;

8)        Partisipasi yang tingggi  dari warga sekolah dan masyarakat;

9)        Sekkolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen;

10)    Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (secara psikologis dan fisik);

11)    Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;

12)    Sekolah responsif dan antisipatif terhadap perubahan kebutuhan;

13)    Mampu memelihara dan mengembangkan komunikasi yang baik;


14)    Sekolah memiliki akuntabilitas publif yang kuat;

c.    Tinjauan ouput pendidikan

1)        Prestasi siswa yang tinggi: sebagai hasil PBM yang bermutu;

2)        Prestasi sekolah ( akademik dan non akademik );

- Prestasi akademik: Nilai UN, lomba karya ilmiahh remaja, lomba bidangg studi, cara

berpikir (kritis ,kreatif/devergen, nalar, induktif,  deduktif, ilmiah)

- Prestasi non akademik: Keigin-tahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang

baik, rasa kasih saying yang tinggi terhadap sesame, solidaritas yang tiggi,toleransi,

kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, pramuka.

G.  Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah

            Ada empat konsep manajemen berbasis sekolah yang diterapkan selama ini yaitu:

peningkatan mutu, kemandirian, partisipasi dan  transparansi.

1. Peningkatan mutu

            Manajemen berbasis sekolah adalah satu pendekatan manajemen yang menempatkan mutu

pendidikan sebagai kiblat, aktifitas manajemen kurikulum, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan

prasarana, keuangan dan peran serta masyarakat sekolah. tidak ada manajemen berbasis sekolah

tanpa rumusan visi, misi, tujuan kelembagaan sekolah yang merefleksi konsep sekolah yang baik,

sekolah yang efektif, sekolah yang unggul dan sekolah masa depan. Seberapa jauh kepala sekolah

dan stekholder peduli dan konsisten tentang pengembangan mutu pendidikan sekolah.

2.    Kemandirian

Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu model pengelolaan sekolah yang

sangat menuntut adanya kemandirian seluruh personel sekolah untuk maju dengan sendirinya.

Karena itu konsep pengelolaan sendiri, merencanakan sendiri, diorganisasikan sendiri, diarahkan

sendiri dan kontrol sendiri sangat melekat dalam manajemen berbasis sekolah. dengan kata lain,

adanya penerapan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah tampak diberi kewenangan atau

otonomi untuk merencanakan sendiri, melaksanakan sendiri dan mengevaluasi sendiri keseluruhan

program kerjanya dengan melibatkan seluruh elemen terkait dengan peningkatan mutu

pendidikan.

Dari tuntutan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, ada beberapa tantangan

bagi pengelola sekolah, yaitu : pertama sejauh manakah sekolah yang sangat beragam tingkat

perkembangan dan kematangannya itu siap menerima tugas yang amat berat dalam

penyelenggaraan pendidikan. Ada sejumlah pihak yang mengatakan, kita tidak pernah akan siap
jika tidak mau memulai dan mencoba. Mereka berpendapat kita berpacu dengan waktu. Pendapat

tersebut memang dapat diterima, mengingat Negara yang begitu besar seperti Indonesia ini segala

sesuatunya memang tidak mungkin untuk dikelola secara sentralistik. Bahkan hal itu yang

menjiwai semangat undang- undang nomor 22 tahun 1999.

Tantangan kedua, seberapa kewenangan untuk secara mandiri mengembangkan

programnya, dalam perspektif filosofis dalam kerangka Negara kesatuan, kewenangan otonomi

daerah dan otonomi sekolah tidak dapat diartikan kebebasan penuh dari suatu daerah atau sekolah

untuk menjalankan hak dan fungsi otonominya menurut kehendaknya tanpa mempertimbangkan

kepentingan nasional secara keseluruhan. Lebih- lebih pendidikan mempunyai dua misi utama,

yaitu: (1) mencerdaskan kehidupan bangsa (2) sebagai alat pemersatu bangsa. Secara teoritis

upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini tentu akan lebih mencapai sasaran apabila program

pembinaan pendidikan yang ada disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing daerah. Artinya,

pelibatan secara aktif, bahkan pemberian tanggung jawab secara penuh kepada daerah dan sekolah

untuk merancang sendiri, melaksanakan sendiri dan mengevaluasi sendiri merupakan hal yang

secara teori dapat diandalkan. Namun dalam rangka sebagai alat pemersatu bangsa keaneka

ragaman Pembina pendidikan sebagai akibat perbedaan kepentingan masing- masing daerahdan

sekolah, kalau tidak dilaksanakan secara hati- hati bisa mengancam persatuan dan kesatuan

bangsa. Pendidikan merupakan bidang pembangunan yang sangat strategis dalam penanaman

nilai-nilai kesatuan. Oleh karena itu tantangan kedepan yang harus direspon adalah bagaiman

mengPelaksanaankan manajemen berbasisi sekolah yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika.

3. Partisipasi
            Konsep manajemen berbasis sekolah adalah partisipasi. Manajemen berbasis sekolah

merupakan suatu model pengelolaan sekolah yang sangat menekankan pada partisipasi seluruh

elemen terkait dengan peningkatan mutu pendidikan sekolah. Elemen yang dimaksud tidak saja

dalam bentuk partisipasi orang tua siswa, melainkan juga masyarakat umum, tokoh agama, tokoh

masyarakat, tokoh adat, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan dan lembaga- lembaga sosial

lainnya.

            Peran serta masyarakat selam ini pada umumnya masih sebatas dana, sedangkan dukungan

lain dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan kurang diperhatikan, padahal faktor

ini dimungkinkan dewan peadidikan dan komite sekolah. Hal ini sesuai dengan undang-undang

No.20 tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional pasal 56 ayat 4 disebutkan bahwa:

masyarakat berperann dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang perencanaan,


pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah /

madarasah ( Dedi Hamid, 2003:8).

4. Transparansi

            Manajemen berbasis sekolah adalah adanya transparansi. Manajemen berbasis sekolah

merupakan suatu model pengelolaan sekolah yang menuntut adanya transparansi keuangan.

Adapun transparansi keuangan sangat diperlukan dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada

masyarkat dan pemerintah. Dalam rangka meningkatkkan mutu dukungan orang tua dan

masyarakat dalam penyelenggaraan seluruh program sekolah. disinilah letak tantangan penerapan

manajemen berbasis sekolah, untuk mewujudkan keuangan yang profesional termasuk didalamnya

adalah akuntabilitas keuangan sekolah.

Semua kegiatan memiliki tolak ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan

kegagalan, dalam pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan dilakukan berhasila apabila dilakukan sesuai

dengan rencana, tepat waktu dan tidak melampaui jadwal yang ditetapkan, biaya digunakan sesuai

dengan mata anggaran, produk atau jasa yang dihasilkan memenuhi standar minimal yang

diharapkan.

Kegiatan dianggap kurang berhasil, bila ada salah satu komponen di yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Keberhasilan suatu sekolah dapat dilihat dari kegiatan belajar dan

mengajar serta kegiatan pendukung lainnya, sehingga menghasilkan lulusan yang baik. Kepuasan

masyarakat juga menjadi ukuran dari keberhasilan suatu sekolah. Mayarakat akan kembali

mendukung kegiatan sekolah, apabila mereka merasa terlayani dengan baik, ketika mengirim
anak-anaknya belajar disuatu sekolah.

Kepercayaan masyarakat akan semakin tinggi, apabila lulusan suatu sekolah mampu

memasuki jenjang pendidikan diatasnya yang memiliki kualitas baik. Oleh karna itu evaluasi

sekolah dapat juga dilihat dari beberapa besar lulusan yang mampu memasuki sekolah-sekolah

terbaik di atasnya. Hal ini perlu sekali mendapatkan perhatian dari kepala sekolah dan para guru,

karena masyarakat menjadikan ukuran dari kemajuan sekolah.

Dari uraian diatas, dapat diringkaskan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah proses

pencapaian organisasi melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Berangkat dari konsep tersebut maka

seorang kepala sekolah diharapkan mampu untuk mengelola pendidikan sesuai dengan rencana

kegiatan yang telah disiapkan. Kemampuan yang baik dari seorang kepala sekolah sangat

dibutuhkan. Penyusunan dan penetapan rencana kegiatan akan menentukan seberapa besar biaya

yang harus disediakan disekolah. Apabila dana yang tersedia lebih kecil daripada kegiatan yang
akan dilaksanakan, maka hal itu akan menjadi motivasi bagi kepala sekolah untuk dapat mencari

dan menggali sumber-sumber dana yang memungkinkan untuk dikelola. Alokasi biaya biasanya di

sesuaikan dengan dana yang tersedia dan jenis kegitan yang disiapkan oleh sekolah.

Apabila perencanaan kegiatan sekolah selama satu tahun ajaran telah selesai disiapkan,

maka harus disosialisasikan kepada semua warga sekolah dan kepada semua warga sekolah dan

kepada semua orangtua murid. Tahap ini sangat penting karena dengan pemahaman yang baik

dengan rencana kegiatan sekolah oleh semua pihak yang terlibat dalam pesekolahan, akan lebih

mempermudah terhadap pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai