Anda di halaman 1dari 14

TUGAS AKHIR SEMESTER

Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

EKSISTENSI DAN PERANAN RAJA ASOKA DALAM PENYEBARAN


AGAMA BUDDHA DI INDIA
Olivia Maharani
Sekolah Tinggi Agama Buddha Kertarajasa
oliviamaharani360@gmail.com

Abstrak
Asoka adalah seorang tokoh yang memiliki peran sangat besar dalam
penyebaran Agama Buddha di India. Penyebaran Agama Buddha berkembang sangat
pesat setelah kemunculan Raja Asoka. Asoka adalah seorang raja dari Dinasti Maurya
yang memimpin Kerajaan Magadha. Dikenal sebagai sosok yang memiliki keberanian,
harga diri, kecintaan akan petualangan, dan kemampuan administrasi yang sangat
tinggi. Raja Asoka yang awalnya kejam berubah menjadi sosok yang lebih baik. Beliau
melaksanakan dan menyebarkan Dhamma dengan berbagai macam cara yaitu :
membangun delapan puluh empat ribu vihara, melepaskan anaknya untuk meninggalkan
keduniawian, membagi relik Sang Buddha ke seluruh India, mendukung konsili buddhis
ketiga, mengirimkan Dhammaduta ke berbagai wilayah, ikut serta dalam penyebaran
Agama Buddha di Sri Lanka, mengunjungi tempat – tempat suci, menyebarkan pesan –
pesan Dhamma, dan melakukan perbuatan baik lainnya. Raja Asoka memainkan
peranan yang unik dalam agama Buddha. Ia tidak sekedar raja yang menerapkan prinsip
Buddha Dhamma ke dalam administrasi pemerintahannya, tetapi juga merupakan
Dhammaduta terbesar dalam sejarah Agama Buddha. Melalui dukungan Raja Asoka,
Buddha Dhamma mendapatkan banyak pengikut di seluruh India dan bahkan menyebar
ke negeri-negeri tetangga. Dalam masa pemerintahannya, Agama Buddha berkembang
menjadi agama yang berpengaruh di seluruh India dan mempunyai peranan di berbagai
bidang kehidupan. Sehingga Beliau terkenal dengan nama Dhammasoka karena jasanya
yang besar dalam membantu pengembangan agama Buddha.
Kata Kunci: Peranan, Asoka, Penyebaran, Agama Buddha, India
Abstract
Asoka is a figure who has a very big role in the spread of Buddhism in India.
The spread of Buddhism grew rapidly after the appearance of King Asoka. Asoka was a
king from the Maurya Dynasty who ruled the Magadha Kingdom. Known as a figure of
courage, dignity, love for adventure, and very high application of administration. King
Asoka who was originally transformed into a better figure. He established and instituted
the Dhamma in various ways, namely: building eighty-four thousand monasteries,
renouncing worldliness, renouncing the world, sharing relics of the Buddha throughout
India, supporting the third Buddhist council, sending Dhammaduta to various regions,
participating in the spread of Buddhism in Sri Lanka, visit holy places, message
Dhamma, and do other good deeds. King Asoka played a unique role in Buddhism. He
was not only a king who applied the principles of Buddha Dhamma to his
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

administration, but was also the greatest Dhammaduta in the history of Buddhism.
Through King Asoka's support, Buddha Dhamma gained a large following all over India
and even spread to neighboring countries. During his reign, Buddhism developed into
an influential religion throughout India and was influential in many areas of life. So he
is known as Dhammasoka because of his great contribution in helping the development
of Buddhism.
Keywords: Role, Ashoka, Spread, Buddhism, India
PENDAHULUAN
Agama Buddha merupakan salah satu agama yang besar di dunia. Agama
Buddha berasal dari India, dan memiliki sejarah yang panjang di negara ini. Dalam jalur
sejarah agama – agama di India, zaman Agama Buddha dimulai sejak tahun 500 SM
hingga tahun 300 M. Pada awalnya Agama Buddha disebarkan oleh Buddha Gotama
atau Siddharta Gautama, seorang pangeran dari Kerajaan Kapilavatthu. Kerajaan ini
memiliki wilayah di India Utara dan Nepal. Pangeran Siddharta meninggalkan
keduniawian dan menjadi seorang petapa. Beliau berjuang untuk menemukan Dhamma
dan pada akhirnya mengajarkannya pada semua orang. Buddha. Dhamma Sang Buddha
menyebar ke seluruh belahan dunia dan dalam penyebarannya, Buddha mendapat
dukungan dari Maharaja Bimbisara dari Kerajaan Magadha yang menguasai India Utara
di sekitar Sungai Gangga. Sejarah perkembangan Agama Buddha di India setelah
Buddha wafat dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu masa perkembangan awal hingga
Pasamuan Agung Kedua, masa kekuasaan Raja Asoka, dan masa kemunduran Agama
Buddha di India.
Penyebaran Agama Buddha menjadi pesat setelah munculnya kekaisaran
Maurya, yang menguasai hampir seluruh Asia Selatan. Setelah kemunculan Raja Asoka
dari Dinasti Maurya sekitar 272 SM, Agama Buddha memperlihatkan perkembangan
yang sangat pesat ke seluruh India. Sejarah mencatat bahwa perkembangan Agama
Buddha di India tidak lepas dari peran Raja Asoka. Beliau adalah putra dari Raja
Bindusara yang memiliki enam belas orang istri dan ibunya bernama Ratu Dhamma.
Beliau kemudian menikahi seorang gadis yang bernama Devi, putri seorang pedagang.
Dari pernikahan tersebut, Raja Asoka memiliki seorang putra dan putri. Mereka adalah
Pangeran Mahinda dan Putri Sanghamitta.
Dikisahkan bahwa untuk menjadi seorang raja, Asoka membunuh semua saudara
tirinya. Terjadi perang saudara untuk memperebutkan tahta kerajaan. Namun, pada
akhirnya Asoka dapat mencapai tujuannya dengan cara yang kejam. Karena
kekejamannya ini, Beliau kemudian dikenal dengan nama Candasoka atau Asoka yang
kejam. Setelah dinobatkan menjadi raja, Asoka mengikuti jejak ayah dan kakeknya.
Beliau ingin menyempurnakan penaklukkan seluruh daratan India. Beliau menyerbu dan
menaklukkan Negara Kalinga serta menggabungka dengan negerinya. Raja Asoka
memenangkan pertempuran terbesar dalam hidupnya, namun ratusan ribu orang mati,
terluka, cacat, dan ditawan. Raja Asoka akhirnya menjadi raja seluruh India seperti yang
diinginkan, namun kemenangan tersebut tidak membuatnya bahagia tetapi malah
bersedih. Raja menyadari bahwa api peperangan tidak hanya membakar dan
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

menghancurkan kehidupan medan perang, tetapi juga membakar dan menghancurkan


kehidupan banyak orang yang tidak bersalah. Dalam mencari pelipur lara atas duka dan
rasa bersalah, Raja Asoka teringat akan ajaran Buddha yang pernah dipelajari namun
hanya sebatas kulitnya saja. Pada mulanya, Raja Asoka mengikuti kebiasaan ayahnya
yang merupakan pengikut ajaran para brahmana. Kemudian, Beliau lebih mendalami
ajaran Sang Buddha.
Pada awalnya Raja Asoka ragu – ragu dalam menunjukkan penghormatannya
kepada anggota Sangha. Kemudian Beliau bertemu dengan Samanera Nigrodha,
sehingga akhirnya Raja Asoka menjadi yakin dengan Dhamma dan menganut Agama
Buddha. Maharaja Asoka adalah penganut Agama Buddha yang taat. Beliau selalu
menyokong semua kebutuhan Sangha dan banyak melakukan perbutan baik lainnya.
Selain itu, Beliau memerintahkan para bhikkhu untuk menyebarkan Agama Buddha ke
seluruh India. Raja Asoka juga mengirimkan utusan ke berbagai negara. Kemudian,
Beliau juga meninggalkan banyak pilar dan prasasti yang menuliskan tentang Ajaran
Buddha. Sehingga Beliau dikenal dengan nama Dhammasoka.
Raja Asoka memainkan peranan yang unik dalam agama Buddha. Ia tidak
sekedar raja yang menerapkan prinsip Buddha Dhamma ke dalam administrasi
pemerintahannya, tetapi juga merupakan Dhammaduta terbesar dalam sejarah Agama
Buddha. Awalnya saat Raja Asoka naik tahta, ajaran Buddha Gotama hanya dikenal di
sekitar daerah lembah Sungai Gangga. Tetapi melalui dukungan Raja Asoka, Buddha
Dhamma mendapatkan banyak pengikut di seluruh India dan bahkan menyebar ke
negeri-negeri tetangga. Dalam masa pemerintahannya, Agama Buddha berkembang
menjadi agama yang berpengaruh di seluruh India dan mempunyai peranan di berbagai
bidang kehidupan.
Banyak cendekiawan dunia yang memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
kepribadian Raja Asoka yang unik dalam sejarah dunia. Hal ini dapat dibaca pada
berbagai prasasti dan maklumat Raja Asoka yang mengumandangkan ajaran tentang
cara hidup bermoral. Namun, tidak banyak informasi biografi yang dapat kita ketahui
dari berbagai peninggalan sejarah Raja Asoka. Sumber lain untuk mengetahui
kehidupan dan aktivitas Raja Asoka tak lain berasal dari kitab-kitab Buddhis, di
antaranya Asokavadana dan Mahavamsa. Dengan menggabungkan sumber-sumber
Buddhis dan sumber-sumber sejarah, kita akan memperoleh gambaran lengkap
kehidupan Raja Asoka yang sebenarnya.

PEMBAHASAN
Peran Raja Asoka Dalam Menyebarkan dan Melestarikan Agama Buddha
Pembangunan Delapan Puluh Empat Ribu Vihara
Pada tahun kelima masa pemerintahan Raja Asoka, jumlah bhikkhu yang datang
untuk menerima dana di istana raja terus bertambah setiap harinya hingga akhirnya
mencapai enam puluh ribu bhikkhu. Raja Asoka sempat bertanya tentang berapa banyak
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

Dhamma yang diajarkan oleh Sang Guru. Bhikkhu Tissa Moggaliputta kemudian
menjelaskan bahwa terdapat delapan puluh empat ribu bagian Dhamma. Raja Asoka
ingin menghormati setiap bagian Dhamma tersebut dengan mendirikan sebuah vihara.
Dengan mendanakan sembilan puluh enam koti uang di delapan puluh empat ribu kota,
Raja Asoka memerintahkan semua raja di India untuk mulai membangun vihara dan
beliau sendiri membangun vihara yang dinamakan Asokarama. Semua vihara yang
indah ini seharusnya diselesaikan dalam tiga tahun, tetapi dengan kekuatan batin dari
Bhikkhu Indagutta yang mengawasi pekerjaan ini pembangunan vihara – vihara ini
dengan cepat dapat diselesaikan. Raja juga mendirikan cetiya pada tempat – tempat
yang pernah dikunjungi Sang Buddha. Karena perbuatan baik ini, raja kemudian dikenal
sebagai Dhammasoka sebagai ganti dari nama Candasoka sewaktu beliau baru menjadi
raja.
Melepaskan Pangeran Mahinda dan Putri Sanghamitta Memasuki Sangha
Raja Asoka terkenal sangat dermawan. Disamping itu, Beliau sangat ingin
menjadi pewaris ajaran Buddha. Tetapi Bhikkhu Tissa Moggaliputta menjelaskan
bahwa seorang pemberi dana besar – besaran seperti Raja Asoka bukanlah pewaris
ajaran, tetapi hanya pemberi dalam hal materi. Namun, apabila Beliau melepaskan putra
atau putrinya untuk memasuki Sangha, maka Raja Asoka merupakan seorang pewaris
ajaran dan melebihi seorang pemberi dana. Bhikkhu Tissa Moggaliputta mengatakan hal
tersebut karena Beliau melihat bahwa putra raja yang bernama Pangeran Mahinda dan
putrinya yang bernama Putri Sanghamitta berpotensi untuk dapat menjadi seorang
arahat serta memelihara ajaran Sang Buddha. Karena sangat ingin menjadi seorang
pewaris ajaran, Beliau akhirnya mengizinkan anaknya untuk memasuki Sangha.
Sejak Pangeran Tissa, adik Raja Asoka melepaskan keduniawian dan menjadi
bhikkhu, Pangeran Mahinda juga bertekad untuk menjadi Bhikkhu. Sedangkan Putri
Sanghamitta bertekad menjadi bhikkhuni sejak suaminya, Aggibrahma menjadi bhikkhu
bersama dengan Pangeran Tissa. Walaupun Raja Asoka menginginkan Pangeran
Mahinda menjadi penerus tahta, namun sang pangeran berpikir bahwa kemuliaan
menjadi bhikkhu akan jauh lebih besar daripada menjadi raja. Maka Raja Asoka
mengizinkan Pangeran Mahinda dan Putri Sanghamitta memasuki kehidupan tanpa
rumah. Keduanya pun akhirnya mencapai kesucian Arahat.
Pembagian Relik Sang Buddha ke Seluruh India
Menurut Mahaparinibbana Sutta, setelah Sang Buddha wafat dan tubuh-Nya
dikremasi, sisa-sisa peninggalan tubuh atau relik Beliau dibagikan secara adil oleh
Brahmana Dona menjadi delapan bagian kepada delapan pihak yang
memperebutkannya. Masing-masing kemudian membangun sebuah stupa untuk
menyimpan relik tersebut. Salah satu relik ini yang berada di Ramagama tenggelam ke
dalam sungai Gangga karena terkena banjir dan kemudian dijaga oleh raja naga di sana.
Setelah membangun delapan puluh empat ribu vihara, Raja Asoka bermaksud untuk
membagikan relik tubuh Sang Buddha ke seluruh vihara yang telah dibangun tersebut.
Para bhikkhu mengatakan bahwa relik Sang Buddha telah dibagikan menjadi delapan
bagian dan disimpan dalam delapan stupa yang berada di delapan tempat yang berbeda.
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

Kedelapan pihak tersebut adalah Raja Ajatasattu dari Magadha, suku Licchavi dari
Vesali, suku Sakya dari Kapilavatthu, suku Buli dari Allakappa, suku Koliya dari
Ramagama, seorang brahmana dari Vethadipa, suku Malla dari Pava, dan suku Malla
dari Kusinara.
Raja pun pergi menuju lokasi kedelapan stupa tersebut satu per satu. Pertama
kali ia menuju ke Rajagaha di mana terdapat stupa yang dibangun Raja Ajatasattu,
membuka stupa tersebut, mengambil relik di dalamnya, mengembalikan sebagian relik
tersebut, dan membangun stupa baru di sana. Ia melakukan hal yang sama pada keenam
stupa lainnya, tetapi ia tidak dapat menemukan stupa terakhir yang berada di
Ramagama. Mengetahui bahwa relik di Ramagama telah tenggelam ke dalam sungai
Gangga dan dijaga oleh raja naga, Raja Asoka menemui raja naga di istananya di bawah
air. Raja naga menyambut kedatangan Asoka dengan hormat dan menunjukkan stupa
tersebut. Raja naga mengatakan bahwa ia dan para naga ingin menghormati relik yang
sekarang mereka miliki dan karenanya menolak untuk membagikan relik tersebut
kepada sang raja. Asoka, yang menyadari bahwa ia tidak dapat menandingi para naga
dalam hal ketaatan dan persembahan kepada relik tersebut, menyetujui hal ini dan
pulang dengan tangan kosong.
Kemudian Raja Asoka memerintahkan untuk membuat delapan puluh empat
ribu kotak dari emas, perak, permata, dan kristal sebagai tempat penyimpanan relik-relik
yang telah ia peroleh. Ia juga menyediakan pasu (urn) dan lempengan prasasti dalam
jumlah yang sama. Semuanya ia serahkan kepada para yakkha untuk ditempatkan dalam
stupa yang ia bangun di masing-masing vihara di seluruh India.
Melakukan Berbagai Perbuatan Berjasa
Suatu hari para peramal kerajaan melihat bahwa tubuh Raja Asoka memiliki
tanda-tanda tertentu yang tidak baik dan membawa kesialan. Untuk menghilangkan
tanda-tanda tubuh ini, raja disarankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Kemudian raja bertanya kepada Bhikkhu Yasa, kepala vihara Kukkutarama di
Pataliputta tentang alasan mengapa beliau masih memiliki tanda – tanda tubuh yang
tidak baik walaupun beliau telah membangun delapan puluh ribu vihara dan
menyebarkan relik-relik Sang Buddha ke seluruh India. Sang bhikkhu kemudian
menjawab bahwa hal tersebut disebabkan karena Raja Asoka hanya melakukan
perbuatan baik untuk diri sendiri, yang bernilai sangat kecil jika dibandingkan
mendorong orang lain untuk berbuat baik. Oleh karena itu, Raja Asoka menyamarkan
dirinya sebagai orang miskin yang berkeliling dari pintu ke pintu untuk meminta
sedekah.
Suatu hari ia mendatangi sebuah gubuk reyot milik seorang janda miskin yang
tidak memiliki apapun untuk diberikan. Namun melihat kesempatan untuk melakukan
perbuatan baik, sang janda tidak menyia-nyiakannya. Satu-satunya yang janda miskin
itu miliki hanyalah sehelai pakaian yang ia kenakan. Dengan bersembunyi di balik
dinding gubuknya yang terbuat dari anyaman bambu, janda tersebut memberikan
pakaiannya kepada raja yang sedang menyamar. Raja yang sangat tergerak hatinya atas
pengorbanan sang janda memberikan sebuah kalung berharga dan beberapa desa kepada
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

wanita itu. Di rumah lainnya ia bertemu dengan pasangan suami istri yang sudah lanjut
usia dan miskin. Mereka tidak memiliki apapun untuk diberikan, tetapi mereka
menyuruh raja untuk menunggu seraya mereka pergi ke seorang tetangga yang kaya
untuk meminjam tujuh potong emas dengan janji akan menjadi budak orang kaya
tersebut jika dalam seminggu tidak dapat mengembalikan pinjaman. Emas ini diberikan
kepada raja yang sedang menyamar sebagai pengemis. Sebagai balasannya, raja
memberikan pasangan suami istri itu pakaian mewah, perhiasan, dan sejumlah desa.
Dengan cara ini Raja Asoka berkeliling mendorong orang-orang untuk melakukan jasa
kebajikan. Tanda-tanda yang tidak menguntungkan pada tubuh raja akhirnya berangsur-
angsur menghilang.
Pada tahun ke sepuluh masa pemerintahannya, Raja Asoka melakukan
perjalanan Dhamma (Dhammayatra) mengunjungi Sambodhi, tempat Sang Buddha
mencapai penerangan sempurrna. Selama perjalanan ini raja mengunjungi dan
mendanakan emas kepada orang – orang lanjut usia, mengunjungi orang – orang di luar
kota untuk mengajarkan mereka Dhamma dan berdiskusi tentang Dhamma. Beliau juga
menyediakan obat – obatan bagi manusia dan hewan. Beliau juga menyediakan sumur
dan pepohonan di sepanjang jalan demi manfaat bagi manusia dan hewan.
Dan pada tahun ke dua belas, Raja Asoka mulai memahat maklumat yang berisi
pesan – pesan Dhamma pada batu dan tugu batu. Para pejabat diperintahkan untuk
berkeliling setiap lima tahun untuk pengajaran Dhamma dan urusan pemerintahan
lainnya. Raja juga mendanakan Gua Banyan dan Gua Khalatika kepada para petapa
Ajivaka. Pada tahun ke tiga belas masa pemerintahannya menjadi raja di Magadha, Raja
Asoka membentuk pejabat Dhamma (Dhamma mahamatra). Asoka mengangkat pejabat
– pejabat keagamaan dari berbagai tingkatan dan ditempatkan di berbagai daerah untuk
membantu rakyat menjalankan kehidupan beragama yang benar. Pejabat Dhamma ini
bertugas menyebarkan Dhamma untuk kesejahteraan dan kebahagiaan semua orang.
Selain itu, pada tahun keempat belas pemerintahan Raja Asoka, Beliau memberikan
perintah untuk mendirikan stupa di tempat kelahiran Buddha yang dipugar dan diperluas
menjadi dua kali ukuran semula.
Konsili Buddhis III
Konsili Buddhis ketiga diadakan pada abad ke- 3 SM pada saat bertahtanya Raja
Asoka. Konsili ini diadakan di Pataliputta atau pataliputra tepatnya di Vihara
Asokarama selama 9 bulan. Konsili ini disponsori oleh oleh Raja Asoka dan Y.A. Tissa
Moggaliputta berperan sebagai pemimpin dan seribu bhikkhu ortodok yang dipilihnya
ikut serta dalam konsili ini. Dalam tradisi Theravada, ini dianggap sebagai konsili
terakhir yang diadakan di India. Alasan utama diadakannya konsili ini adalah untuk
melindungi kemurnian ajaran Buddha agar tidak tercemar oleh enam puluh ribu kaum
sesat atau bhikkhu – bhikkhu heretik yang menyusup ke dalam Sangha.
Sejak Raja Asoka memutuskan untuk pindah keyakinan menjadi Buddhis, beliau
mendukung para bhikkhu dengan memberikan persembahan secara rutin. Setelah
menjadi raja yang berpedoman pada moral – moral Buddhis, Raja Asoka dengan
kekayaan berlimpah yang dimilikinya membangun delapan puluh empat ribu vihara.
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

Beliau juga membangun Asokarama serta semua kebutuhan para bhikkhu


disediakannya. Popularitas Agama Buddha menjadi semakin meningkat setelah Raja
Asoka mendukung Agama Buddha. Seiring dengan berjalannya waktu, Sangha
memperoleh banyak penghormatan dan dana dari para umat yang berbakti. Sebaliknya,
para petapa dari ajaran lain kehilangan penghormatan dan pemberian dari para
pengikutnya. Para petapa dari sekte lain sedang berada dalam kondisi lemah karena
dukungan yang kurang. Melihat kedermawanan raja dalam mendukung para bhikkhu,
akhirnya para petapa dari ajaran lain ini memutuskan untuk menyamar menjadi bhikkhu
dan menyatakan ajaran mereka sebagai ajaran Buddha.
Hal tersebut dilakukan hanya untuk memperoleh berbagai kebutuhan hidup yang
disediakan oleh raja ataupun umat yang lainnya. Bhikkhu – bhikkhu heretik yang masuk
ke dalam Sangha tersebut mencemari Dhamma dan Vinaya. Mereka yang gagal diterima
sebagai anggota Sangha mecukur rambutnya dan memakai jubah kuning, kemudian
berkeliaran di sekitar vihara mengganggu berlangsungnya upacara uposatha dan
pavarana. Walaupun para pengikut ajaran lain tersebut telah dikecam oleh Sangha,
mereka tetap menimbulkan perselisihan dalam ajaran Buddha. Hal ini dikarenakan
mereka tidak menyesuaikan diri dengan prinsip yang sesuai dengan Dhamma dan
Vinaya. Beberapa diantara mereka cenderung melakukan pemujaan api, beberapa
terlena dalam bara api dari lima nafsu, beberapa menyembah matahari dengan
mengikuti jalannya di langit. Sedangkan yang lainnya berusaha menghancurkan
Dhamma dan Vinaya.
Para petapa dari sekte lain tersebut masih melanjutkan pandangannya dan
mengajarkannya kepada umat seolah – olah ajaran Buddha. Akibatnya banyak
kebingungan tentang Dhamma dan Vinaya, serta banyak pula interpretasi – interpretasi
salah tentang ajaran Buddha. Perpecahan dalam Sangha juga membawa masalah
semakin rumit. Bahkan selama tujuh tahun kegiatan uposatha dan pavarana oleh para
bhikkhu terganggu atau tidak diadakan. Dengan anggapan untuk menegakkan kembali
peraturan di antara para bhikkhu, Raja Asoka mengutus duta untuk membujuk para
bhikkhu di Asokarama untuk mengadakan uposatha. Namun Raja Asoka tidak
memberikan utusan secara spesifik tentang apa yang mesti dilakukan. Para bhikkhu
menolak untuk mengadakan uposatha bersama dengan bhikkhu-bhikkhu heretik. Karena
marah, menteri yang diutus oleh raja memutuskan sendiri untuk memenggal satu persatu
bhikkhu yang menentang perintahnya. Hingga akhirnya sampailah pada bhikkhu yang
merupakan saudara dari Raja Asoka sendiri, Bhikkhu Tissa. Karena terkejut, akhirnya
mereka berhenti membunuh dan kembali kepada raja untuk memberitakan semua
kejadian ini. Raja Asoka sangat terkejut mendengar ini dan ingin mengetahui apakah dia
harus bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Para bhikkhu kemudian mengutusnya
untuk menemui bhikkhu yang paling senior, Bhikkhu Mogaliputtatissa Thera.
Setelah kejadian ini diceritakan, Bhikkhu Mogaliputtatissa Thera pun juga ikut
prihatin melihat tingkah para bhikkhu heretik. Dengan intruksi para bhikkhu thera, Raja
Asoka mengumpulkan para bhikkhu dan menanyainya satu - persatu tentang ajaran
Buddha yang sesungguhnya. Para bhikkhu yang memegang pada jawaban heretik
akhirnya diminta lepas jubah dan Raja Asoka menyediakan pakaian dan pekerjaan
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

untuk mereka. Terdapat enam puluh ribu bhikkhu heretik yang diminta lepas jubah.
Sisanya 6.000.000 bhikkhu yang dikatakan sebagai Vibhajjavāda, atau pengikut ajaran
Buddha yang dikatakan Bhikkhu Mogaliputtatissa Thera sebagai ajaran Buddha yang
sesungguhnya. Setelah kejadian ini diceritakan, Bhikkhu Mogaliputtatissa
Dari 6.000.000 bhikkhu ortodok, hanya 1.000 bhikkhu arahat yang telah
menguasai Tipiṭaka dan memiliki Kemampuan Analisis (paṭisambhidā) dan Tiga
Pengetahuan (Tevijja) yang dipilih untuk mengadakan konsili. Akhirnya seribu bhikkhu
ortodok berkumpul bersama dan mengadakan konsili ketiga di Pataliputta serta
menyepakati ajaran Buddha dikelompokkan atas Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan
Abhidhamma Pitaka. Mereka mengulang kembali Tipiṭaka untuk menegakkan kembali
keutuhan Kitab Pāli. Konsili berakhir selama sembilan bulan di bawah dukungan Raja
Asoka. Konsili ini ditutup dengan upacara pavarana dan saat itu bumi berguncang
seakan – akan turut bergembira atas ditegakkannya kembali ajaran Buddha. Raja Asoka
berkehendak untuk mengirim para misionaris untuk menyebarkan Dhamma ke seluruh
penjuru. Atas petunjuk dari Bhikkhu Mogaliputtatissa Thera, Raja Asoka mengutus
bhikkhu-bhikkhu misionaris untuk memperkenalkan Agama Buddha ke berbagai daerah
bahkan sampai ke negara – negara di luar India yang didukung oleh Raja Asoka.
Pengiriman Dhammaduta ke Berbagai Wilayah
Penaklukan secara Dhamma yang dilakukan Raja Asoka berhasil menyebarkan
pesan-pesan Dhamma sampai menjangkau jarak enam ratus yojana jauhnya dari
Pataliputta, yang meliputi sampai Siria, Mesir, Macedonia, Cyrene, dan Epirus di
Yunani. Selain itu, misi penyebaran Dhamma ini juga menjangkau sampai ke selatan di
wilayah Chola, Pandya, dan Sri Lanka. Di dalam negeri sendiri Dhamma telah
dijalankan oleh baik oleh orang India sendiri maupun orang Yunani. Bhikkhu Tissa
Moggaliputta setelah berakhirnya Konsili Buddhis III melihat ke masa depan dan
mendapatkan bahwa Buddha Dhamma dapat berkembang di luar India. Mengetahui
keberhasilan Raja Asoka memperkenalkan Dhamma ke luar India, sang thera
memutuskan untuk mengirimkan para Dhammaduta yang terdiri dari sejumlah bhikkhu
ke negeri-negeri yang berdekatan.
Saat itu di Kasmira dan Gandhara, raja naga yang bernama Aravala menciptakan
hujan es yang menghancurkan hasil panen dan menyebabkan banjir. Dengan kekuatan
batinnya Bhikkhu Majjhantika pergi ke sana melalui udara dan berjalan di atas danau
sang raja naga. Raja naga kemudian menciptakan angin puyuh, halilintar dan kilat yang
menyambar ke sana-sini, menyebabkan pepohonan dan puncak gunung terlempar. Para
naga lainnya menakuti-nakuti penduduk di sana dengan wujud yang menakutkan,
sementara raja naga menyemburkan api dan asap. Tetapi sang thera dengan kekuatan
batinnya dapat mengatasi hal ini.
Sang thera mengucapkan kata-kata yang dapat melembutkan hati raja naga dan
para pengikutnya sehingga Bhikkhu Majjhantika dapat mengajarkan Dhamma kepada
mereka. Raja naga kemudian mengambil Tiga Perlindungan dan Lima Pelatihan Moral,
juga delapan puluh empat ribu naga, para gandhabba, yakkha, dan kumbhandaka di
Himalaya. Seorang yakkha bernama Pandaka dan istrinya, yakkhini Harita, beserta lima
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

ratus anak mereka mencapai Sotapatti Phala. Ketika para penduduk Kasmira dan
Gandhara datang untuk menyembah raja naga Aravala melihat bahwa bhikkhu tersebut
duduk di tahta permata dengan dikipasi oleh sang raja naga, mereka pun mengetahui
bahwa sang thera telah mengalahkan raja naga itu. Lalu sang thera membabarkan
Asivisupama Sutta kepada para penduduk tersebut. Delapan puluh ribu orang kemudian
menjadi upasaka-upasika dan ratusan ribu lainnya menerima penahbisan dari sang thera.
Bhikkhu Mahadeva yang pergi ke negeri Mahisamandala menguraikan Devaduta
Sutta kepada para penduduk di sana. Empat puluh ribu orang menyempurnakan mata
Dhamma dan empat puluh ribu orang mendapatkan penahbisan sebagai bhikkhu.
Bhikkhu Rakkhita yang pergi ke Vasavana menguraikan Anamatagga Samyutta kepada
orang-orang dengan melayang di udara. Enam puluh ribu orang menjadi pengikut ajaran
Buddha dan tiga puluh tujuh ribu orang menerima penahbisan dari sang thera serta lima
ratus vihara didirikan di negeri ini. Bhikkhu Dhammarakkhita, orang Yona, yang pergi
ke Aparantaka setelah menguraikan Aggikkhandopama Sutta menyebabkan tiga puluh
tujuh ribu orang memahami kebenaran dan bukan kebenaran. Seribu laki-laki dan
banyak sekali perempuan dari keluarga yang terpandang menerima penahbisan sebagai
bhikkhu-bhikkhuni.
Bhikkhu Mahadhammarakkhita yang pergi ke Maharattha mengisahkan
Mahanaradakassapa Jataka dan delapan puluh empat ribu orang mencapai Sang Jalan
serta tiga belas ribu orang menerima penahbisan. Bhikkhu Maharakkhita yang pergi ke
negeri Yona menguraikan Kalakarama Sutta kepada orang-orang. Seratus tujuh puluh
ribu makhluk mencapai Sang Jalan dan sepuluh ribu menerima penahbisan. Bhikkhu
Majjhima bersama dengan empat bhikkhu lainnya menguraikan
Dhammacakkappavattana Sutta di daerah Himalaya. Delapan puluh koti makhluk
mencapai Sang Jalan. Kelima thera tersebut secara terpisah menyebarkan Buddha
Dhamma di lima kerajaan, masing-masing menyebabkan seratus ribu orang menerima
penahbisan.
Di Suvannabhumi sosok raksasa wanita yang menakutkan muncul dari laut
setiap kali seorang anak laki-laki dilahirkan di istana kerajaan, menelan anak tersebut
lalu lenyap. Saat itu seorang pangeran dilahirkan dan Bhikkhu Sona dan Uttara baru saja
tiba di negeri tersebut. Para penduduk mengira para bhikkhu tersebut adalah teman sang
raksasa dan berniat untuk membunuh mereka. Ketika dijelaskan mereka adalah petapa
dan bukan teman raksasa wanita tersebut, sang raksasa muncul dari dalam laut bersama
dengan para pengikutnya. Para penduduk berteriak panik dan ketakutan. Namun
Bhikkhu Sona membuat dirinya menjadi banyak sebanyak dua kali dari jumlah pengikut
raksasa tersebut dan mengelilingi sang raksasa dan pengikutnya dari berbagai arah.
Dengan ketakutan, raksasa wanita itu dan para pengikutnya terbang melarikan diri.
Ketika sang thera membuat benteng di sekeliling negeri tersebut, ia menguraikan
Brahmajala Sutta kepada para penduduk di sana. Banyak orang mengambil Tiga
Perlindungan dan Lima Pelatihan Moral, enam puluh ribu menjadi berkeyakinan dalam
Dhamma, tiga ribu lima ratus anak laki-laki dari keluarga yang terpandang menerima
penahbisan sebagai bhikkhu dan seribu lima ratus anak perempuan menerima
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

penahbisan sebagai bhikkhuni. Sejak saat itu ketika seorang pangeran dilahirkan di
istana, raja memberikan nama Sonuttara kepada sang anak
Persahabatan Raja Asoka dan Devanampiya Tissa
Pada masa pemerintahan Raja Asoka, Sri Lanka diperintah oleh seorang raja
bernama Mutasiva yang kemudian digantikan oleh putranya, Tissa. Setelah menjadi
raja, Tissa mengirimkan utusan yang membawa permata, batu-batu mulia, tiga jenis
batang bambu, kulit kerang yang memutar spiral ke kanan, dan Mutiara kepada Raja
Asoka. Utusan tersebut terdiri dari keponakan Raja Tissa bernama Maharittha atau
Arittha yang merupakan perdana menteri kerajaan, seorang brahmana penasehat
kerajaan, seorang menteri, dan seorang bendahara kerajaan.
Dalam tujuh hari para utusan dari Sri Lanka tiba di Pataliputta dan menyerahkan
pemberian dari raja mereka kepada Raja Asoka. Raja sangat gembira ketika menerima
pemberian ini dan menganugerahkan gelar panglima tertinggi kerajaan (senapatti)
kepada Maharittha, gelar penasehat kerajaan (purohita) kepada sang brahmana, gelar
jenderal (dandanayaka) kepada sang menteri,dan gelar kepala saudagar (setthi) kepada
sang bendahara. Kemudian Raja Asoka mengirimkan pemberian balasan yang terdiri
atas kipas, mahkota, pedang, payung, sepatu, ikat kepala,hiasan telinga, rantai, kendi,
kayu cendana, pakaian, serbet, obat luka, tanah merah, air dari danau Anotatta, air dari
sungai Gangga, kulit kerang, piring emas, tandu mewah, myrobalan, tanamantanaman
obat, dan lain sebagainya.
Selain itu, raja juga memberikan Dhammadana dengan mengirimkan pesan
bahwa dirinya telah berlindung dalam Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan dia telah
menyatakan diri sebagai pengikut awam dalam ajaran Sang Putra Sakya. Setelah tinggal
selama lima bulan di Pataliputta, para utusan ini kembali ke Sri Lanka dan menyerahkan
pemberian dari Raja Asoka serta menobatkan kembali Tissa sebagai raja sesuai dengan
tradisi India. Setelah dinobatkan sesuai dengan tradisi India, Tissa memakai gelar
Devanampiya sehingga ia kemudian dikenal sebagai Devanampiya Tissa.
Penyebaran Buddha Dhamma di Sri Lanka
Ketika Bhikkhu Mahinda ditugaskan untuk menyebarkan Buddha Dhamma ke
Sri Lanka, ia melihat bahwa Raja Mutasiva saat itu sudah lanjut usia dan oleh sebab itu
belum tepat waktunya untuk menyebarkan Dhamma ke sana. Maka, ia memutuskan
untuk mengunjungi kerabatnya di Dakkhinagira bersama dengan empat bhikkhu lainnya
dan Samanera Sumana, putra Sanghamitta. Selama enam bulan mereka menyebarkan
Dhamma di Dakkhinagira. Kemudian Bhikkhu Mahinda mengunjungi ibunya, Devi, di
Vedisagiri dan mengajarkan Dhamma di sana. Anak dari saudara perempuan Devi yang
bernama Bhanduka mencapai tingkat kesucian Anagami ketika mendengarkan Dhamma
yang dibabarkan sang bhikkhu kepada ibunya. Satu bulan kemudian, setelah
Devanampiya Tissa dinobatkan menjadi raja Sri Lanka, rombongan Bhikkhu Mahinda
ditambah dengan upasaka Bhanduka pergi dengan terbang di udara ke Missakapabbata
(Mihintale) di Sri Lanka.
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

Saat itu Raja Devanampiya Tissa sedang bersenang-senang bersama empat


puluh ribu pengikutnya di Missakapabbata dalam suatu perayaan. Melihat seekor rusa
jantan yang tak lain adalah dewa yang menyamar, raja mengejar rusa tersebut hingga
akhirnya ia bertemu dengan Bhikkhu Mahinda. Kemudian sang thera mengajarkan
Culahatthipadopama Sutta kepada raja dan para pengikutnya. Pada akhir pembabaran
Dhamma ini, raja dan para pengikutnya mengambil Tiga Perlindungan. Setelah raja
kembali ke kota dan berjanji akan mengundang para bhikkhu tersebut keesokan harinya
ke istana, Bhikkhu Mahinda, dengan kekuatan batinnya, memerintahkan Samanera
Sumana untuk mengumumkan ke seluruh Sri Lanka bahwa waktu mendengarkan
Dhamma telah tiba. Pengumuman ini terdengar sampai ke alam brahma sehingga para
dewa dari berbagai alam datang berkumpul. Bhikkhu Mahinda kemudian membabarkan
Samacitta Sutta kepada perkumpulan dewa tersebut.
Keesokan harinya di istana sang thera menguraikan Petavatthu, Vimanavatthu,
dan Sacca Samyutta kepada Ratu Anula, adik ipar Raja Devanampiya Tissa, dan lima
ratus wanita lainnya. Para wanita tersebut akhirnya mencapai tingkat kesucian
Sotapanna. Sang thera juga menguraikan Devaduta Sutta kepada para penduduk kota
dan menyebabkan seribu orang di antara mereka mencapai tingkat Sotapanna. Setelah
beberapa waktu Raja Devanampiya Tissa berniat membangun stupa untuk menyimpan
relik Sang Buddha. Bhikkhu Mahinda mengirim Samanera Sumana kembali ke
Pataliputta untuk meminta semangkuk penuh relik Sang Buddha dari Raja Asoka.
Setelah mendapatkan relik dari Raja Asoka, sang samanera pergi menemui Sakka, raja
para dewa, untuk meminta relik tulang selangka kanan dari cetiya Culamani di surga
Tavatimsa dan sang dewa memberikannya. Relik-relik ini kemudian disemayamkan di
sebuah stupa yang dikenal dengan nama.
Kedatangan Bhikkhuni Sanghamitta dan Penanaman Pohon Bodhi di
Anuradhapura
Ratu Anula dan para wanita lainnya ingin ditahbiskan sebagai bhikkhuni, namun
Bhikkhu Mahinda dan para bhikkhu lainnya tidak dapat menahbiskan mereka karena
penahbisan bhikkhuni harus dilakukan oleh Sangha Bhikkhuni. Selain itu, Raja
Devanampiya Tissa juga ingin menanam pohon Bodhi di ibukota Anuradhapura. Oleh
sebab itu, Bhikkhu Mahinda meminta Raja Devanampiya Tissa mengirim pesan kepada
Raja Asoka untuk mengundang Bhikkhuni Sanghamitta dan mendatangkan cabang dari
pohon Bodhi. Raja Devanampiya Tissa mengutus Arittha ke Pataliputta untuk
melaksanakan tugas ini. Sesampainya di Pataliputta, Arittha dan rombongannya
menemui Raja Asoka dan mengatakan tujuan kedatangan mereka. Raja Asoka keberatan
untuk melepas Bhikkhuni Sanghamitta, putrinya sendiri, apalagi setelah putranya,
Bhikkhu Mahinda, dan cucunya, Samanera Sumana, telah meninggalkannya. Namun
karena ini bertujuan untuk penyebaran Dhamma di Sri Lanka, Raja Asoka pun
menyetujuinya. Akhirnya, Bhikkhuni Sanghamitta pergi ke Sri Lanka untuk mendirikan
Sangha Bhikkhuni.
Sedangkan mengenai pohon Bodhi, atas saran Menteri Mahadeva, raja bertanya
kepada Sangha apakah cabang dari pohon Bodhi boleh dikirimkan ke Sri Lanka.
Mewakili Sangha, Bhikkhu Tissa Moggaliputta menyetujui hal ini. Bersama dengan
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

para pasukannya dan ditemani oleh perkumpulan bhikkhu, Raja Asoka pergi menuju
Bodhi Gaya dengan membawa sebuah vas untuk menaruh cabang pohon Bodhi. Setelah
menghormati pohon Bodhi dengan berbagai persembahan, mengelilinginya tiga kali
dengan berputar ke kiri dan bernamaskara, raja dengan sungguh-sungguh berseru bahwa
jika pohon Bodhi yang agung harus pergi menuju Lankadipa (pulau Sri Lanka) dan jika
saya benar-benar kokoh tak tergoyahkan dalam ajaran Buddha, maka cabang selatan
pohon Bodhi agung terpotong dengan sendirinya dan jatuh ke dalam vas emas ini.
Secara ajaib, cabang selatan pohon Bodhi terpotong dengan sendirinya dan jatuh ke
dalam vas emas yang telah disediakan.
Kemudian berbagai keajaiban terjadi di sekitar pohon Bodhi. Raja sangat
gembira dengan keajaiban-keajaiban ini sehingga mengadakan penghormatan besar-
besaran terhadap cabang pohon Bodhi tersebut selama berminggu-minggu. Setelah itu
cabang pohon Bodhi tersebut dipercayakan kepada Bhikkhuni Sanghamitta dan para
bhikkhuni lainnya untuk kemudian bersama-sama dibawa Arittha ke Sri Lanka. Lalu
Arittha dan Bhikkhuni Sanghamitta menaiki kapal yang berlayar ke Sri Lanka. Tetes air
mata Raja Asoka mengalir ketika ia memandang cabang pohon Bodhi yang perlahan-
lahan menghilang dari garis cakrawala bersama dengan putrinya tercinta. Bahkan ia
terus meratap sedih setelah kembali ke istana. Selama perjalanan menuju Sri Lanka,
gelombang laut yang berjarak satu yojana di sekeliling kapal menjadi tenang,
bungabunga teratai yang memiliki lima warna bermekaran di mana-mana dan berbagai
alunan alat musik bersenandung di udara. Para dewa memberikan berbagai
persembahan kepada pohon Bodhi, namun para naga berusaha merebut pohon Bodhi
dari tangan Bhikkhuni Sanghamitta. Sang bhikkhuni dengan kekuatan batinnya berubah
wujud menjadi burung garuda yang ditakuti para naga.
Kemudian para naga memohon agar pohon Bodhi dapat dibawa untuk dihormati
di alam naga selama seminggu lalu dikembalikan kepada sang theri. Permohonan ini
pun dikabulkan. Memasuki kota dari gerbang utara, cabang pohon Bodhi dibawa
melalui gerbang selatan ke tempat yang telah dipilih untuk penanamannya. Di hadapan
Bhikkhu Mahinda, Bhikkhuni Sanghamitta, dan para bangsawan lainnya, Raja
Devanampiya Tissa menanam pohon Bodhi pada petak yang telah ditentukan. Ratu
Anula dan para wanita lainnya pun dapat ditahbiskan menjadi bhikkhuni di bawah
Bhikkhuni Sanghamitta. Demikianlah akhirnya Buddha Dhamma dapat berkembang di
Sri Lanka lengkap dengan Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuninya.
Mengunjungi Tempat-Tempat Suci Ajaran Buddha
Pada tahun ke dua puluh masa pemerintahannya, Raja Asoka mengunjungi
tempat kelahiran Pangeran Siddharttha di Lumbini dan membangun pagar serta pilar
batu untuk menandai kunjungannya ke tempat tersebut. Raja membebaskan rakyat
Lumbini dari pajak dan hanya membayar seperdelapan hasil buminya kepada
pemerintah. Selain itu, raja juga mengunjungi tempat Sang Buddha pertama kali
mengajarkan Dhamma di Taman Rusa Isipatana dekat Benares dan tempat Sang Buddha
parinibbana di Kusinara. Kota Savatthi dan Vesali yang sering disinggahi Sang Buddha
juga menjadi tujuan kunjungan Raja Asoka. Di setiap tempat ini ia mendirikan pilar
batu dan mendanakan seratus ribu potong emas untuk pemugaran vihara dan stupa yang
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

ada. Tak hanya itu saja, Raja Asoka juga mendanakan sejumlah emas yang sama untuk
pemugaran stupa para siswa Sang Buddha seperti Sariputta, Moggallana, Mahakassapa,
dan Ananda. Namun untuk stupa Bakkula ia hanya memberikan dana yang sangat
sedikit. Para menteri kebingungan atas sikap sang raja dan meminta penjelasan raja pun
menjelaskan bahwa walaupun Yang Mulia Bakkula telah melenyapkan kegelapan batin
dengan pelita kebijaksanaan, Beliau tidak pernah mengajarkan dua kata kepada orang-
orang seperti yang dilakukan para siswa lain untuk kebaikan umat manusia.
Menyebarkan Pesan – Pesan Kebenaran
Raja menjadi teladan yang baik bagi rakyatnya. Beliau menyebarkan pesan –
pesan Dhamma yang mendalam seperti memberikan perlindnagn kepada hewan,
melaksanakan moralitas dalam kehidupan sehari – hari, melaksanakan Dhamma Ajaran
Buddha, melakukan banyak kebajikan, memberikan kesejahteraan kepada semua orang.
Memiliki pengendalian diri yang baik, melakukan berbagai upacara keagamaan,
bersikap dermawan, memiliki rasa toleransi yang tinggi, menegakkan keadilan bagi
semua orang. Memberikan perlindungan bagi orag – orang yang menderita, serta tekun
dalam Dhamma.
Raja Asoka menginginkan agar rakyatnya mengembangkan kebajikan moral,
seperti taat kepada Ajaran Buddha, melaksanakan sila dalam kehidupan sehari – hari,
mengembangkan rasa kasih sayang kepada semua makhluk hidup, suka menolong orang
lain dan tidak kikir. Menjaga kesucian hati, bersikap lemah lembut, menghormat dan
patuh kepada orang tua dan guru. Bermurah hati dan ramah tamah kepada semua orang.
Pada tahun ke dua puluh enam masa pemerintahannya Raja Asoka memerintahkan para
pejabat untuk bekerja dengan adil. Beliau juga mengeluarkan perintah untuk melindungi
berbagai hewan dan tidak menyakiti hewan – hewan tertentu.
Kesimpulan
Agama Buddha di India mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan
Raja Asoka. Dengan munculnya Raja Asoka dari Dinasti Maurya, sekitar 272 SM,
agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat ke seluruh India. Hal
ini karena Raja Asoka selalu mendukung semua kebutuhan Sangha dan juga berperan
aktif dalam menyebarkan ajaran Buddha. Beliau memiliki peran yang sangat besar
dalam perkembangan Agama Buddha di India bahkan dunia. Dalam masa
pemerintahannya, agama Buddha berkembang menjadi agama yang berpengaruh di
seluruh India dan mempunyai peranan di berbagai bidang kehidupan. Raja Asoka
membangun delapan puluh empat ribu vihara untuk menghormati seluruh bagian
Dhamma. Beliau melepaskan putra dan putrinya yaitu Pangeran Mahinda dan Putri
Sanghamitta untuk meninggalkan keduniawian. Raja Asoka memahat maklumat yang
berisi pesan – pesan Dhamma dan juga membentuk pejabat Dhamma untuk
menyebarkan ajaran Buddha. Beliau juga mensponsori konsili buddhis ketiga yang
dipimpin oleh Bhikku Tissa Moggaliputta. Beliau juga mengirimkan sejumlah bhikkhu
Dhammaduta ke berbagai wilayah. Dan juga mengirim Bhikkhu Mahinda untuk
menyebarkan Agama Buddha di Sri Lanka. Selain itu, juga mengirimkan Bhikkhuni
Sanghamitta pergi ke Sri Lanka untuk mendirikan Sangha Bhikkhuni dengan membawa
TUGAS AKHIR SEMESTER
Jurnal Sejarah Perkembangan Agama Buddha

serta cabang pohon Bodhi yang akan ditanam di Anuradhapura. Raja Asoka juga
melakukan kunjungan ke tempat – tempat suci dan membangun pilar untuk menandai
kedatangannya. Beliau juga menyebarkan pesan – pesan kebenaran demi kesejahteraan
dan kebahagiaan rakyatnya. Raja Asoka memerintah selama 37 tahun dan terkenal
dengan nama Dhammasoka karena jasanya yang besar dalam membantu pengembangan
agama Buddha.

Daftar Pustaka
Dhammika. 2006. Maklumat Raja Asoka. Yogyakarta: Vidyasena Production.
Khairiah. 2018. Agama Buddha. Yogyakarta: Kalimedia.
Kumara, Ariya. 2013. Asoka. Jakarta: Dhammacitta Press.
Medhacitto, Tri Saputra. 2019. Konsili Buddhis Menurut Tradisi Theravada.
Yogyakarta: Vidyasena Production.
Seneviratna, Anuradha. 1994. King Asoka and Buddhism. Kandy: Buddhis Publication
Society.
Tanpa Nama. 2016. “ Naskah Dhamma Asoka “,
https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/asoka-2/. Diakses Pada Tanggal 27
November 2020, Pukul 19.20 WIB.
Widyadharma, Sumedha. 1993. Pahlawan Dhammaduta. Jakarta: Sekolah Tinggi
Sangha Dhammacakka.

Anda mungkin juga menyukai