Abstract
Towards the end of 2019 came a virus that had never been discovered before. Countries
in the world including Indonesia is also affected by the spread of the virus. All sectors
such as economic, social, cultural, health, education have been forced to undergo new
adaptation in the implementation of all activities. One of the new adaptation is
limited access for any sector to minimize the spread of Covid-19 to protect the safety
and security of the public. The consequences of restricting access in each sector have
an impact on the limited fulfillment of people's Economic, Social, and Cultural
Rights in this health emergency. In the process of implementing covid-19 prevention
efforts, the Government of Indonesia should keep to be on guard the fulfillment of
rights related to Economic, Social, and Cultural Rights. Based on the issue, the legal
issue to be discussed is the Impact of Health Emergencies on The Fulfillment of
Economic, Social, and Cultural Rights and State Responsibility on The Fulfillment
of Economic, Social, and Cultural Rights in Health Emergencies. The type of
research used is Normative Law Research with a statute approach and conceptual
approach research methods.
Keywords : Economic, Social, and Cultural Rights; Covid-19; Health Emergency.
Abstrak
Menjelang akhir tahun 2019 ditemukan sebuah virus yang belum pernah
diketahui sebelumnya. Negara di dunia tak terkecuali Indonesia turut terkena
penyebaran virus tersebut. Seluruh sektor, baik itu sektor ekonomi, sosial,
budaya, kesehatan, maupun pendidikan terpaksa mengalami penyesuaian baru
dalam penyelenggaraannya. Salah satu bentuk penyesuaian baru adalah
terbatasnya akses di setiap sektor yang dilakukan secara langsung. Hal ini
dilakukan guna memperkecil penyebaran Covid-19 dengan tujuan melindungi
keamanan dan keselamatan masyarakat. Konsekuensi dari pembatasan akses di
setiap sektor telah berdampak pada terbatasnya pemenuhan Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya masyarakat di masa darurat kesehatan ini. Dalam proses
pelaksanaan upaya pencegahan Covid-19, Pemerintah Indonesia harus tetap
memperhatikan pemenuhan hak yang berkaitan dengan Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya. Berdasarkan permasalahan tersebut, terdapat dua isu hukum yang
akan dikaji dalam tulisan ini yaitu Dampak Kondisi Darurat Kesehatan
terhadap Pemenuhan Hak Ekosob serta Tanggungjawab Negara terhadap
Pemenuhan Hak Ekosob dalam Kondisi Darurat Kesehatan. Tipe penelitian
yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif dengan metode penelitian
statute approach dan conseptual approach.
Kata Kunci : Hak Ekonomi, social, budaya; Covid-19; Darurat Kesehatan.
A. Pendahuluan
Pada penghujung tahun 2019, World Health Organization (WHO) di
Negara China mendapatkan pemberitahuan tentang adanya sejenis pneumonia
yang penyebabnya belum pernah ada dengan gejala infeksi pernapasan akut
yang menyerang paru-paru. Setelah ditelusuri beberapa waktu ke belakang,
melalui jurnal medis The Lancet menyatakan adanya sebuah virus baru yang
terdistribusi secara luas pada manusia dan mamalia.1 Menurut data
Pemerintah China yang dilihat South China Morning Post, seorang penduduk
Provinsi Hubei berusia 55 tahun kemungkinan menjadi orang pertama yang
terjangkit Covid-19 pada 17 November 2019. Sejak tanggal itu dan seterusnya,
satu hingga lima kasus baru dilaporkan setiap hari. 2 Pemerintah China
kemudian rutin melakukan pelaporan kepada WHO tentang wabah
pneuomonia tersebut setelah mengetahui jumlah orang yang terpapar virus
mengalami peningkatan. Hingga pada tanggal 30 Januari 2020 WHO selaku
lembaga kesehatan dunia mengumumkan adanya darurat kesehatan
masyarakat global akibat virus baru dan pada 11 Februari 2020 WHO
mengumumkan Corona Virus Disease atau “Covid-19” sebagai nama dari virus
baru tersebut.
WHO secara resmi menyatakan Covid-19 sebagai pandemi karena terjadi
lintas negara dan menular. Dalam skala nasional, Pemerintah Indonesia pada
31 Maret 2020 menetapkan Indonesia mengalami darurat kesehatan akibat
Covid-19 berdasarkan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19). Kemudian pada 13 April 2020 Presiden menerbitkan Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional.
1
The Lancet, “Clinical Features Of Patients Infected With 2019 Novel Coronavirus In
Wuhan China”, Volume 395, Issue 10223, February, 2020.
2
Bima Baskara, “Rangkaian Peristiwa Pertama Covid-19”
https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/, dikunjungi pada
10 Juni 2020.
Adanya status darurat kesehatan menyebabkan berbagai aspek kehidupan
turut merasakan perubahan drastis akibat pandemi Covid-19 ini.
Salah satu sektor yang terdampak Covid-19 secara langsung adalah
sektor kesehatan. Dengan jumlah pasien Covid-19 yang semakin bertambah,
tentunya layanan kesehatan diprioritaskan bagi Pasien Covid-19. Atas kondisi
tersebut, mengakibatkan terjadinya perbedaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat atau pasien dengan keluhan non-covid.
Perubahan tersebut berkonsekuensi membatasi hak-hak Warga Negara
Indonesia khususnya sebagaimana disebutkan yakni pembatasan terhadap
hak kesehatan. James A Griffin menyebutkan bahwa hak asasi manusia
mengarah pada satu atau ketiga tujuan sekaligus, yakni: kemandiriaan,
kebebasan, dan kesejahteraan.3Salah satu proses pemenuhan Hak Asasi
Manusia dapat diwujudkan melalui pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (selanjutnya disebut Hak Ekosob).
Berdasarkan pemaparan di atas, perlu diketahui bahwa dampak dari
pandemi Covid-19 telah mereduksi sebagian terselenggaranya dan
terpenuhinya Hak Ekosob. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia
wajib menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran pandemi
Covid-19 dengan cara pembatasan pelaksanaan kegiatan dalam kehidupan
sehari-hari, namun disisi lain perlu dilakukannya pemenuhan hak-hak warga
negara yang berkaitan dengan Hak Ekosob utamanya meliputi Hak atas
Pelayanan Kesehatan, Hak atas Penyelenggaraan Pendidikan, dan Hak atas
Penyelenggaraan Perekonomian di Indonesia. Dalam hal ini permasalahan
yang hendak dikaji adalah berkaitan dengan Prinsip Tanggungjawab Negara
dalam Pemenuhan Hak Ekosob Pada Masa Darurat Kesehatan serta
Implementasi Pemenuhan Hak Ekosob Pada Masa Darurat Kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmiah khususnya
dalam hal penerapan prinsip tanggungjawab Negara dan pemenuhan hak
ekosob saat Indonesia berstatus darurat kesehatan. Penulis menggunakan tipe
3
James Griffin, 2008, On Human Rights, New York: Oxford University Press, hlm. 95.
penelitian normatif dengan metode penelitian statute approach dan conseptual
approach.
Penelitian normatif akan menganalisis hubungan antar norma hukum
sehingga menghasilkan penjelasan yang sistematis.4 Adapun dengan metode
penelitian statute approach (pendekatan peraturan perundang-undangan),
penulis perlu menganalisis korelasi antara tema penelitian dengan peraturan
perundang-undangan terkait. Hal ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan
kesesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebijakan a quo.
Sedangkan conseptual approach (pendekatan konseptual) didasarkan pada
doktrin dan pandangan ahli yang berkembang dalam ilmu hukum sebagai
rujukan dalam membangun argumentasi hukum dalam menjawab isu hukum
yang ada.5
B. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka merujuk pada beberapa teori
sebagai landasan berpikir serta kajian pustaka melalui jurnal nasional.
1. Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Menurut ahli Hukum Tata Negara, Herlambang P Wiratraman, dalam
penelitiannya yang berjudul Hak-Hak Asasi Manusia Konsepsi Tanggung
Jawab Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia menyebutkan secara
konseptual penerapan Hak Ekosob dilakukan berdasarkan rumusan Pasal 2
ayat (1) ICESCR:
“Each State party to the present Covenant undertakes to take steps, individually
and through international assistance and co-operation, especially economic and
technical, to the maximum of available resources, with a view to achieving
progressively the full realization of the rights recognized in the present Covenant by
all appropriate means, including particularly the adoption of legislative measures.”
4
Peter Mahmud Marzuki, 2017, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, hlm. 60.
5
Ibid, hl. 136.
undertakes to take steps, (2) to the maximum available resources, (3) achieving
progressively the full realization, and (4) by all appropriate means including
particularly the adoption of legislative measures. Konsepsi ‘undertakes to take
steps’ atau mengambil langkah-langkah, merupakan elemen pertama yang
menegaskan bahwa negara akan bertanggungjawab atas segala tindakan atau
tiadanya tindakan dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi
manusia.6
Konsepsi kedua, adalah ‘to the maximum available resources’ atau upaya
pemaksimalan sumberdaya. Artinya negara berkewajiban memprioritaskan
program-programnya dan mendayagunakan alokasi sumberdayanya secara
optimal sehingga ada hubungan antara alokasi sumberdaya anggaran dengan
kewajiban negara dalam hak-hak asasi manusia.7 Konsepsi selanjutnya yaitu
‘achieving progressively the full realization’ dan ’by all appropriate means
including particularly the adoption of legislative measures’ yakni
mendayagunakan kewenangan dan sarana-sarana hukum, baik pembentukan
lembaga dan hukum baru, review perundang-undangan atau kebijakan, atau
juga ratifikasi aturan hukum internasional. 8
Apabila negara dalam membuat kebijakan bertitik tolak pada empat
konsep di atas maka artinya negara sedang melaksanakan kewajibannya
untuk melindungi Hak Ekosob. Hal ini sejalan dengan Pasal 28I ayat 4 UUD
NRI 1945 yang menyatakan adanya tanggung jawab negara dalam
pemenuhan hak asas manusia yaitu “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah”.
Dengan demikian adanya perlindungan dan pemenuhan Hak Ekosob
bertujuan untuk menjaga martabat dan kesejahteraan manusia, karena pada
hakikatnya martabat manusia dapat tercapai apabila kebutuhan-
6
Herlambang P Wiratraman, “Konstitusionalisme & Hak-Hak Asasi Manusia Konsepsi
Tanggung Jawab Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Vol. 20, No. I, Januari, 2005, hlm.
10.
7
Ibid
8
Ibid
kebutuhannya terpenuhi. Jaminan untuk dapat memenuhi kebutuhan inilah
yang diakomodir melalui Hak Ekosob.
C. Pembahasan
1. Prinsip Tanggungjawab Negara dalam Pemenuhan Hak Ekosob
a. Ruang Lingkup Hak Ekosob
Secara historis, perumusan Hak Ekosob dilakukan selama 17 tahun yang
dimulai sejak tahun 1949 sampai dengan 1966 oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) bersama dengan Komisi Hak Asasi
Manusia (KHAM PBB) dimaksudkan sebagai penjabaran lebih lanjut atas
hak-hak dan kebebasan dasar yang sudah diatur oleh Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia atau DUHAM ke dalam instrumen internasional yang bersifat
mengikat secara hukum. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya para
perumus berhasil menyusun dua konvenan yang sifatnya saling berkaitan dan
bergantung yaitu International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR)
dan (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).
Sebagai bagian dari masyarakat Internasional yang menghormati DUHAM
sekaligus menunjukkan kesungguhan dalam melindungi HAM, Indonesia pada
tahun 2005 turut meratifikasi ICESCR melalui Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya).
Ratifikasi ini menimbulkan konsekuensi terhadap pelaksanaan hak-hak
manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum.
Antara lain pemerintah berkewajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah
diratifikasi ini ke dalam peraturan perundang-undangan, baik yang masih
dalam bentuk rancangan maupun yang telah diberlakukan sebagai peraturan
perundang-undangan. Kewajiban lain adalah pemerintah dalam membuat
kebijakan wajib mencerminkan sikap menghormati (to respect), melindungi (to
protect), dan memenuhi (to fullfil) hak-hak manusia.9
9
Yosep Adi Prasetyo, “Hak Ekosob dan Kewajiban Negara”, 2012, Makalah Komisi Yudisial RI,
Jakarta : Mahkamah Komisi Yudisial RI, hlm. 6.
Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Ekosob dapat dilihat dalam
ICESCR yang telah diratifikasi melalui UU No. 11/2005 yaitu dalam Pasal 6
sampai dengan pasal 15, bahwa yang dimaksud Hak Ekosob ialah hak asasi
setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, meliputi hak atas
pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan
menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal
8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas
perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan
orang muda (Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11),
hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang
dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak
untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (Pasal 1).
b. Karaktek Hak Ekosob
Mengingat dalam Hak Ekosob negara dituntut untuk melakukan
perannya secara maksimal, maka Hak Ekosob dikenal juga sebagai positive
rights atau hak-hak positif. Artinya negara melalui sumber daya dan segenap
kemampuan yang dimilikinya diharapkan dapat bersikap aktif sebagai bentuk
pemenuhan dan perlindungan Hak Ekosob. Berbanding terbalik dengan Hak
Sipol yang diatur dalam ICCPR bahwa negara wajib membatasi penggunaan
kewenangan yang tersedia. Oleh sebab itu, Hak Sipol berkarakter negative
rights yang artinya hak-hak dan kebebasan yang dijamin didalamnya akan
dapat terpenuhi apabila peran negara dilakukan secara terbatas. Justru ketika
negara bersikap aktif, maka hak-hak dan kebebasan yang diatur dalam Hak
Sipol akan dilanggar.
Prinsip Maastricht (Maastricht Principles) yang dirumuskan oleh ahli-
ahli hukum internasional tentang Tanggung Jawab Negara berdasarkan
Kovenan Hak Ekosob mengenal adanya kewajiban mengenai hasil (obligation
of result) dan kewajiban mengenai tindakan (obligation of conduct). Kewajiban
mengenai hasil (obligation of result) bermakna negara dituntut untuk berbuat
sesuatu seperti membuat kebijakan atau program sebagai komitmen dari
negara untuk mencapai suatu hasil. Kemudian obligation of conduct merupakan
kewajiban negara untuk melakukan sesuatu, semua upaya dan segala tindakan
untuk menerima mempromosikan (to promote), menghormati (to respect),
melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill), memfasilitasi (to facilitate), dan
menyediakan (to provide).10
Dalam rangka memenuhi obligation of result dan obligation of conduct
negara dapat melakukan pemanfaatan dan penggunaan sumber daya yang
tersedia secara maksimal (maximum available resources). Nantinya indikator
untuk mengukur sejauh mana negara telah memenuhi Hak Ekosob akan
ditinjau berdasarkan:
1. Availability (ketersediaan): terdapat fasilitas, program, informasi yang
dapat memadai, dan dapat dinikmati setiap orang.
2. Accessibility (keterjangkauan): adanya akses bagi setiap orang untuk
menjangkau fasilitas, program, informasi yang tersedia tanpa adanya
diskriminasi.
3. Acceptability (penerimaan): pemenuhan hak harus tetap menghormati etika,
prinsip, ataupun budaya yang berlaku.
4. Adaptability (kebersesuaian): pemenuhan hak dilakukan secara fleksibel
atau dapat disesuaikan dengan perubahan situasi masyarakat.
Dengan demikian, kewajiban negara-negara pihak dalam ICESCR tidak
dalam arti pemenuhan yang bersifat segera, tetapi secara bertahap yaitu
dengan cara mengambil atau menyusun langkah-langkah tertentu untuk
mencapai perwujudan hak Ekosob secara penuh. Pemenuhan atas hak-hak
tersebut juga disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara. Hal
inilah yang dikenal dengan prinsip progressive realization atau pemenuhan
secara bertahap.
c. Prinsip Kewajiban Negara dalam Hak Ekosob
Bagi negara yang melakukan ratifikasi terhadap ICESCR terdapat
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam rangka pelaksanaan hak
Ekosob, salah satunya prinsip progressive realization yaitu negara
bertanggungjawab dalam pemenuhan hak atas kesehatan secara berkelanjutan
10
Ibid, hlm. 10.
hingga standar tertinggi sehingga upaya penanggulangan tidak hanya berhenti
pada standar minimal saja. Kemudian dikenal pula prinsip yang didasarkan
pada Deklarasi Wina 1993 bahwa hak Ekosob tidak dapat dipisahkan dengan
hak sipol karena kedua jenis hak ini saling bergantung dan menguatkan. 11
Prinsip selanjutnya ialah the Limburg Principles yang dikembangkan
oleh Komite Hak Asasi Manusia sebagai gagasan adanya kewajiban minimum
(minimum core obligation) untuk memenuhi tingkat pemenuhan yang
minimum dari setiap hak yang terdapat dalam Kovenan. Prinsip-prinsip ini
memberikan kerangka dasar bagi pengembangan lebih lanjut atas berbagai
asumsi dan konsep pelanggaran Hak Ekosob.
Dalam rangka pemenuhan Hak Ekosob, pengaturan terkait prinsip
kewajiban Pemerintah pada dasarnya juga diimplementasikan dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya disebut UU HAM)
dalam Pasal 71 dan Pasal 72:
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-
undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional
tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”
“Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang
lain”.
Masih dalam UU HAM, secara normatif Hak atas Penyelenggaraan
Perekeonomian diatur dalam Pasal 11, Pasal 38, Kemudian Hak atas
Pendidikan diatur dalam Pasal 12 - Pasal 16, dan Hak atas Kesehatan diatur
dalam Pasal 62. Secara lex specialis Hak atas Kesehatan diatur pula dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan khususnya Pasal 4 –
Pasal 8.
11
Ibid, h.8
Sehingga berkaitan dengan pemenuhan Hak Ekosob dalam kondisi
darurat kesehatan, selain Pemerintah wajib untuk dapat melakukan
pemenuhan atas Hak Ekosob yang berhak diperoleh masyarakat, Pemerintah
juga wajib mengimplementasikannya secara efektif di berbagai bidang
kehidupan yang berkaitan secara langsung dengan hak-hak Ekosob.
2. Implementasi Pemenuhan Hak Ekosob Pada Masa Darurat Kesehatan.
a. Darurat Kesehatan dan Implikasi terhadap Hak Ekosob
Mengenai darurat kesehatan, Indonesia telah mengaturnya dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam aturan tersebut, Pasal 1 angka 2 menjelaskan “Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa
dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan
oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan
pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas
wilayah atau lintas negara”. Di sisi lain, Hermawan Saputra, selaku Dewan
Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia mengartikan darurat
kesehatan sebagai sebuah kondisi luar biasa, dimana para pakar kesehatan
belum pernah membayangkan adanya kasus kesehatan yang tersebut.
Covid-19 sebagai penyebab terjadinya darurat kesehatan telah
ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
pada 31 Maret 2020. Hal ini berdampak pada lahirnya kebijakan yang bersifat
pembatasan, seperti Work from Home dan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). Pembatasan tersebut berkonsekuensi membatasi Hak Ekosob seperti
hak kesehatan, hak ekonomi, dan hak pendidikan.
Kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan konsep pembatasan
yang dijelaskan oleh Christian Bjørnskov dalam tulisannya The State of
Emergency menjelaskan a state of emergency regularly implies that the government
has the right to derogate from some basic rights.12 Dalam keadaan yang “tidak
13 Kompas, "Diskusi Mendikbud dan Najwa Shihab, Ini Dampak Positif-Negatif Corona di
Dunia Pendidikan",https://www.kompas.com/edu/read/2020/05/03/092749071/diskusi-mendikbud-
dan-najwa-shihab-ini-dampak-positif-negatif-corona-di?page=all, 2 November 2020.
dirumahkan, bekerja sebagian, pengurangan gaji,
pemaksaan pengunduran diri (resign), dan tidak
mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). 14
14 Komnas HAM RI, “Buruh Terdampak Covid-19 Komnas HAM : Pemerintah Harus Cepat
dan Tepat”, https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/4/23/1362/buruh-terdampak-covid-
19-komnas-ham-pemerintah-harus-cepat-dan-tepat.html, 2 November 2020.
15 Amnesty Internasional, “Surat Terbuka tentang Dampak Covid-19 Bagi Hak-Hak Pekerja dan
16
Mimin Rukmini, 2006, Pemenuhan Hak Ekosob Sebagai Tanggung Jawab Negara Pengantar
Memahami Hak Ekosob, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Jakarta, hlm. 24.
yang memadai, rumah sakit, klinik, dan bangunan lain-lainnya yang
berkaitan dengan kesehatan. Tenaga medis yang berpengalaman dan
professional dengan penghasilan yang kompetitif serta obat yang baik
sebagaimana yang termaksud oleh WHO Action Programme on Essential
Drugs.17
17
WHO, “Informasi obat WHO”, Vol. 13, No. 4, 1999.
18
Arif Mustofa, “Tinjauan Yuridis Sosiologis Pemenuhan Pelayanan Kesehatan Anak Didik
Pemasyarakatan Ditinjau Dari Komentar Umum No. 14 Komite Ekosob PBB Hak Atas Standar
Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak
Blitar”, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang : Malang, hlm. 5.
berkaitan dengan sektor pemenuhan Hak atas Pelayanan Kesehatan, Hak
atas Penyelenggaraan Pendidikan, dan Hak atas Penyelenggaraan
Perekonomian di Indonesia dalam penyajian tabel :
Tabel 2
Pemenuhan Hak Ekosob di Bidang Kesehatan, Pendidikan dan
Perekonomian
Bidang Kesehatan Bidang Pendidikan Bidang Perekonomian
19
Muhammad Ardian, “Layanan RSUA Standar Normal Baru”, 8 Juni 2020, 10 Juni 2020
and custom are suspended. (Dalam keadaan yang bersifat darurat,
pemerintah dianggap dapat melakukan tindakan apa saja. Pembenaran
mengenai hal ini didasarkan atas pengertian bahwa suatu keadaan yang
tidak normal mempunyai sistem norma hukum dan etikanya tersendiri,
atau keadaan yang disebut Appaddharma yang berarti keadaan krisis yang
sangat mengerikan. Dalam keadaan kacau tersebut, semua aturan moralitas
yang biasa berlaku dalam keadaan normal dapat ditunda berlakunya). 20
Tindakan-tindakan pembatasan terhadap HAM, bagaimanapun harus
ditentukan batas-batasannya secara jelas agar tidak membuka peluang
terjadinya penyalahgunaan dengan merugikan kepentingan kemanusiaan
yang lebih luas. Sistem hukum di beberapa negara menentukan tindakan-
tindakan khusus untuk mengatasi keadaan yang tidak normal yang
kemudian disebut sebagai keadaan darurat dan dalam pengaturannya selalu
terdapat unsur- unsur yang bersifat mengurangi, membatasi, ataupun
membekukan hak-hak asasi manusia tertentu.21 Oleh karena itu
pengurangan, pembatasan, atau pembekuan hak-hak asasi haruslah
bersifat: sementara waktu, dimaksudkan untuk tujuan mengatasi keadaan
krisis, dan dengan maksud dikembalikannya keadaan normal sebagaimana
biasanya guna mempertahankan hak-hak asasi manusia yang bersifat
fundamental.22
Prinsip yang mengatur pembatasan dan penguranga hak asasi
manusia diakomodir dalam Prinsip-Prinsip Siracusa (Siracusa Principles).
Prinsip ini menyebutkan bahwa pembatasan hak tidak boleh
membahayakan esensi hak. Semua klausul pembatasan harus ditafsirkan
secara tegas dan ditujukan untuk melindungi hak-hak, prinsip ini juga
menegaskan bahwa pembatasan hak tidak boleh diberlakukan secara
sewenang-wenang. Pembatasan HAM hanya bisa dilakukan jika memenuhi
20
Osgar S Matompo, “Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan
Darurat”, Vol 21. No 1, Juni, 2014, hlm 65.
21
Ibid, hlm 62
22
Ibid
kondisi-kondisi berikut:23
D. PENUTUP
a. Kesimpulan
Pembatasan terhadap beberapa sektor tidak menghilangkan
tanggungjawab negara dalam rangka pemenuhan Hak Ekosob pada masa
darurat kesehatan utamanya dalam hal penyelenggaraan pendidikan,
penyelenggaraan kesehatan, dan penyelenggaraan ekonomi.
Negara dalam membuat kebijakan di kala pandemi perlu
memperhatikan prinsip-prinsip tanggung jawab negara dalam pemenuhan
Hak Ekosob. Mengingat aturan hukum a quo diperuntukkan dalam keadaan
normal, sehingga ketika dalam keadaan darurat seperti darurat kesehatan
maka negara dapat melakukan pembatasan Hak Ekosob dengan maksud
memberikan perlindungan kepada masyarakat. Adanya prinsip-prinsip
tanggung jawab negara dalam pemenuhan Hak Ekosob dimaksudkan sebagai
pedoman dalam membuat kebijakan, agar kebijakan yang bersifat
pembatasan oleh negara tidak menyimpang dan/atau disalahgunakan. Prinsip
yang dimaksud diantaranya ialah progressive realization principle dan siracusa
principles.
23
Ibid
b. Saran
Mengingat keadaan pandemi adalah keadaan yang membahayakan
sekaligus menyulitkan maka sebaiknya kebijakan yang dibuat difokuskan
pada optimalisasi sektor kesehatan, pendidikan, dan perekeonomian. Hal ini
sebagai bukti negara hadir untuk memberikan perlindungan dan memenuhi
kebutuhan masyarakatnya.
Implementasi pemenuhan Hak Ekosob pada masa darurat kesehatan
wajib diberikan oleh Pemerintah selaku penyelenggara negara. Dalam hal ini,
walaupun ditemukan beberapa ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan dan
penyesuaian kondisi di masa darurat, Pemerintah harus menunjukkan
perannya sebagai elemen negara untuk memberikan solusi dari keterbatasan
yang dihadapi oleh masyarakat. Di beberapa program masih terdapat
ketidakoptimalan dan perlu untuk dievaluasi dengan tujuan agar pemenuhan
Hak Ekosob baik dari segi penyelenggaraan kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi dalam hal ini yang cukup terdampak dapat dipulihkan dan
dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Pemerintah Daerah selaku wakil Pemerintah Pusat beserta seluruh
stakeholder diharapkan dapat memanfaatkan segala bentuk program yang
diberikan oleh Pemerintah dengan sebaik-baiknya, serta bersinergi dengan
Pemerintah untuk dapat mewujudkan kondisi yang optimal ditengah darurat
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Griffin, James, 2008, On Human Rights, Oxford University Press, New York.
Marzuki, Peter Mahmud, 2017, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Rukmini, Mimin, 2006, Pemenuhan Hak Ekosob Sebagai Tanggung Jawab Negara
Pengantar Memahami Hak Ekosob, Pusat Telaah dan Informasi Regional
(PATTIRO), Jakarta.
MAKALAH
Prasetyo, Yosep Adi, “Hak Ekosob dan Kewajiban Negara”, 2012, Makalah Komisi
Yudisial RI.
JURNAL
“The Lancet”, Clinical Features Of Patients Infected With 2019 Novel Coronavirus In
Wuhan China, Vol. 395, No. 10223, February, 2020.
KARANGAN
Mustofa, Arif, “Tinjauan Yuridis Sosiologis Pemenuhan Pelayanan Kesehatan Anak
Didik Pemasyarakatan Ditinjau Dari Komentar Umum No. 14 Komite
Ekosob PBB Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi Yang Dapat Dijangkau
(Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Blitar”, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Malang : Malang.
INTERNET
Bima Baskara, “Rangkaian Peristiwa Pertama Covid-19”,
https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-
covid-19/, 10 Juni 2020.
Dengan ini menyatakan bahwa tulisan dengan judul Tanggung Jawab Negara Dalam
Pemenuhan Hak Ekosob Pada Kondisi Darurat Kesehatan adalah benar-benar asli
merupakan hasil tulisan kami dan belum pernah serta tidak sedang diikutsertakan dalam
kompetisi lain dan/atau dipublikasikan, kecuali dalam Jurnal Retrieval Volume 12 yang
diselenggarakan oleh KSP “Principium” Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. Apabila di kemudian hari terbukti sebaliknya, maka kami bersedia mendapat
sanksi dan didiskualifikasi. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan
tanpa ada unsur paksaan dari siapapun.
Penulis 1 Penulis 2