Kasus Askep
Kasus Askep
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1.2.1 TUJUAN UMUM
1. Memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Reproduksi guna memahami tentang asuhan
keperawatan berkaitan dengan penyakit Hidramnion pada janin.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengidentifikasi tentang penyakit Hidramnion dan tanda
gejalanya
2. Mahasiswa mampu memahami tentang factor predisposisi dan komplikasi yang dapat terjadi
pada Hidramnion
3. Mahasiswa mampu mengklasifikasikan hidramnion akut dan kronis, sedang hingga berat.
4. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada Hidramnion baik dalam pengkajian,
melakukan pemeriksaan fisik, penunjang, diagnose keperawatan, implementasi serta evaluasi
pada hidramniaon.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Definisi hidramnion menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih dari 2000 ml (hamilton, mary. 1995).
2. Hidramnion ringan didefinisikan sebagai kantong-kantong yang berukuran vertical 8 sampai
11 cm terdapat pada 80% kasus dengan cairan berlebihan. Hidramnion sedang didefinisikan
sebagai kantong-kantong yang hanya mengandung bagian-bagian kecil dan berukuran 12-15
cm dijumpai pada 15%, hidramnion berat didefinisikan sebagai adanya janin mengambang
bebas dalam kantong cairan yang berukuran 16 cm atau lebih (F. Gary dkk, 2005).
3. Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal,
biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat sampai 4 atau 5 liter,
sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5 bulan (Mochtar,
Rustam, 1998).
4. Hidramnion adalah jumlah cairan amnion yang berlebih (varney,helen.2001)
Gambar 1. Animasi cairan ketuban berlebihan pada janin
Sumber : www.index.com
2.6 ETIOLOGI
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Menurut dr. Hendra
Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan
bahwa hidromnion terjadi karena:
a. Produksi air ketuban bertambah yang diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel
amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan
amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus. (Varney, helen.2001)
b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrocefalus,
atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital. Air ketuban yang telah
dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh
janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran
darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei,
anencephalus atau tumor-tumor placenta. Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa
hidramnion terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang
belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena
pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing berlebihan. Pada atresia oesophagei
hidramnion terjadi karena anak tidak menelan.
c. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air ketuban, alhasil
volume ketuban meningkat .
d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni. Pada gemelli
mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat
dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya
amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta
besar.
e. Ada proses infeksi
f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat sehingga
fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
g. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
h. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus (Varney, helen.2001)
2.9 KLASIFIKASI
1. Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara perlahan-lahan dalam beberapa
minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan yang lanjut (Varney, helen.2001)
2. Hidramnion akut
Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu beberapa hari
saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke-5 dan ke-6. komposisi dari
air ketuban pada hidramnion, menurut penyelidikan, serupa saja dengan air ketuban yang
normal. (Varney, helen.2001)
2.10 PATOFISIOLOGI
Menurut Rustam Mochtar, dikatakan bahwa mekanisme hidramion sebagai berikut :
produksi tetap tapi konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi
hebat atau meningkat tapi konsumsi biasa (Mochtar, Rustam, 1998).
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip
dengan cairan ektrasel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil
lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion, tapi juga menembus kulit janin. Selama
trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan dan menghirup cairan amnion. Hampir pasti
proses ini secara bermakna mengatur pengendalian volume cairan amnion. karena dalam
keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah
salah satu cara pengaturan volume cairan amnion (F, Gary Cunningham, 2005).
Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi bila
janin tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esofagus. Proses menelan ini jelas bukan
satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard dan Abramovich mengukur
hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus hidramnion berat, janin menelan air
ketuban dalam jumlah yang cukup banyak. Pada kasus anesefalus (suatu keadaan dimana
sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk) dan spina bifida (kondisi yang
terjadi ketika janin berkembang di dalam rahim dan tulang belakangnya tidak membentuk
dengan benar atau cacat tabung saraf). faktor etiologinya mungkin adalah meningkatnya
transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan lain yang
mungkin pasca anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah
peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak terlindung atau
berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopressin. (Hamilton,
persis mary.1995)
Hal sebaliknya telah jelas dibuktikan bahwa kelainan janin yang
menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan oligohidramnion (cairan ketuban terlalu
sedikit). Pada hidramnion yang terjadi pada kehamilan kembar monozigot, diajukan
hipotesis bahwa salah satu janin merampas sebagian besar sirkulasi bersama dan
mengalami hipertropi jantung, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan luaran urin
pada masa neonates dini,yang mengisyaratkan bahwa hidramnion disebabkan oleh
meningkatnya produksi urin janin. Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama
trimester ketiga masih belum dapat diterangkan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa
hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. (Hamilton, persis mary.1995)
Bar Hava dan kawan kawan (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester
ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikemik terakhir.
Yasuhi dan kawan kawan (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada
wanita diabetik yang puasa dibandingkan dengan kontrol nondiabetik. Yang menarik,
produksi urin janin meningkat pada wanita non diabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak
dijumpai pada wanita diabetes.
2.11 PENATALAKSANAAN / TERAPI
Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:
1. Waktu hamil
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi
simptomatis
b. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit untuk
istirahat sempurna.
c. Berikan diet rendah garam.
d. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat duresisi.
e. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada
bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika
cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum
viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
2) Trauma pada janin
3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
4) Infeksi serta syok
Bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta, maka
pungsi harus dihentikan. (Varney, helen.2001)
Gambar 4 . pungsi pada cairan ketuban
Sumber : www. Index.com
2. Waktu partus
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
b. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal melalui
serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada
beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
c. Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air
ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon
beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak
terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post
partum karena atonia uteri. (Varney, helen.2001)
3. Postpartum
a. Harus hati-hati terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan
golongan darah, resus, dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika
b. Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari
infeksi berikan antibiotika yang cukup. atau dengan metode terbaru yaitu dengan :
Amniosentesis
Tujuannya adalah untuk meredakan penderitaan ibu, dan cukup efektif untuk tujuan
ini. Namun amniosentesis kadang memicu persalinan walaupun hanya sebagian kecil cairan
yangdikeluarkan. Elliot dan kawan-kawan (1994) melaporkan hasil-hasil dari 200
amniosentesis pada94 wanita dengan hidramnion. Kausa umum adalah transfusi antar
kembar (38 %), idiopatik (26%), anomali janin (17 %) dan diabetes (12%).
Cara melakukan amniosentesis adalah dengan:
1. memasukkan sebuah kateter plastik yangmenutupi secara erat sebuah jarum ukuran 18
melalui dinding abdomen yang telah dianestesilokal ke dalam kantung amnion.
2. Jarum ditarik dan set infus intravena disambungkan ke kateter.
3. Ujung selang yang berlawanan diturunkan ke dalam sebuah silinder berskala yang
diletakkansetinggi lantai dan kecepatan aliran air ketuban dikendalikan dengan klem putar
sehingga dikeluarkan sekitar 500 ml/jam.
4. Setelah sekitar 1500-2000 ml dikeluarkan, ukuran uterus biasanya cukup berkurang sehingga
kateter dapat dikeluarkan.
5. Dengan menggunakan teknik aseptik ketat, tindakan ini dapat diulang sesuai kebutuhan agar
wanita yang bersangkutan merasanyaman.
Elliott dan kawan-kawan (1994) menggunakan penghisap di dinding dan mengeluarkan1000
ml dalam 20 menit (50 ml/menit). (Varney, helen.2001)
Terapi Indomestasin
Dalam ulasan terhadap beberapa penelitian, Kramer dan kawan-kawan (1994)
menyimpulkan bahwa indometasin mengganggu produksi cairan paru atau meningkatkan
penyerapannya,mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan perpindahan cairan
melalui selaput janin.Dosis yang digunakan oleh sebagian besar peneliti berkisar dari 1,5 – 3
mg/kg/hari.
Cabrol dankawan-kawan (1987) mengobati 8 wanita dengan hidramnion idiopatik sejak usia
gestasi 24-35minggu dengan indometasin selama 2-11 minggu.
Hidramnion, yang didefinisikan sebagai minimal 1 kantung cairan ukuran 8 cm,
membaik pada semua kasus. Tidak terjadi efek samping serius dan hasil semua kasus baik.
Kirshon dankawan-kawan (1990) mengobati 8 wanita (3 kembar) dengan hidramnion dari
minggu ke 21sampai ke 35. Pada seluruh wanita ini, dilakukan 2 amniosintesis terapeutik
sebelum indometasindiberikan. Dari 11 janin, 3 kasus lahir mati berkaitan dengan sindrom
transfusi antar kembar dansatu neonates meninggal pada usia 3 bulan, 7 bayi sisanya normal.
Mamopoulus dan kawan-kawan (1990) mengobati 15 wanita, 11 mengidap diabetes
yangmengalami hidramnion pada gestasi 25 – 32 minggu. Mereka diberi indometasin dan
volumecairan amnion pada semua wanita ini berkurang, dari rata-rata 10,7 cm pada gestasi
27 minggumenjadi 5,9 cm setelah terapi. Hasil akhir pada seluruh neonatus baik.
Kekhawatiran utama pada penggunaan indometasin adalah kemungkinan penutupan
duktusarteriosus janin. Moise dan kawan-kawan (1988) melaporkan bahwa 50% dari 14 janin
yangibunya mendapat indometasin mengalami konstriksi duktus seperti dideteksi oleh
ultrasonografi Doppler. Studi – studi yang dijelaskan sebelumnya tidak menemukan adanya
konstriksi menetapdan penyulit ini juga belum pernah dijelaskan dalam studi-studi yang
memberikan indometasinuntuk tokolitik. (Mochtar, Rustam, 1998)
2.12 KOMPLIKASI
Hidramnion dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti :
1. Malpresentasi janin (bokong janin berada di posisi terendah di dalam panggul contoh :
sungsang dan melintang )
2. Pelepasan plasenta premature (abrusio)
3. Disfungsi uterus selama persalinan
4. Perdarahan pasca partum segera sebagai akibat atoni uterus dari overdistensi
5. Prolapps tali pusat
6. Persalinan premature (Varney, helen.2001)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN HIDRAMNION
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada (Pengantar Konsep Dasar Keperawatan). Pengkajian keperawatan
adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien
(Fundamental Keperawatan)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, Kesadaran, Tekanan darah(TD), Nadi(N), Respirasi(RR), Suhu(S), Berat
badan(BB), Tinggi badan(TB)
b. Head To Toe
Kepala
bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menelan yang salah
Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena kecemasan akan kesehatan, sklera kunuing
Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
Hidung
Adanya polip atau tidak dan pada pasien dengan hidramnion yan sesak ditemukan pernapasan
cuping hidung,
Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae
Abdomen
Pada klien hidramnion abdomen tegang, terasa nyeri. Fundus uteri tekanannya meningkat.
Genitaliua
Adakah Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.( cristina ibrahim, 1993: 50)
Anus
Kadang-kadang pada klien gravida ada luka pada anus karena ruptur
Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. Pada pasien hidramnion biasanya
ditemukan edema pada tungkai, vulva, dan dinding perut.
PALPASI LEOPOLD I
Tujuan : menentukan Tinggi Fundus Uteri (TFU) dan bagian janin dalam fundus
1. Pasien dipersiapkan antra lain untuk mengosongkan kandung kemih dan diminta tidur
dengan posisi kaki sedikit ditekuk dan rileks.
2. Kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan TFU dan bagian apa yang
terdapat pada fundus:
a. presentasi kepala bokong tidak keras dan tidak melenting, presentasi sungsang : kerasa
melenting dalam goyangan, lintang teraba bagian kecil janin.
PALPASI LEOPOLD II
Tujuan : menentukan batas samping rahim kanan dan kiri, menentukan letak punggung janin dan
bagian-bagian kecil
1. Dari Leopold pertama kedua tangan diturunkan menelusuri tepi uterus untuk menetapkan
bagian apa yang terletak di samping.
2. Membujur teraba punggung yaitu rata dengan tulang iga
3. Lintang teraba kepala
PALPASI LEOPOLD III
Tujuan : menentukan bagian terbawah janin dimana bagian
bawah sudah masuk PAP atau belum
1. Presentasi kepala : keras, bulat
2. Bokong : lunak dan tidak bulat
3. Lintang : simfisis pubis teraba kosong
PALPASI LEOPOLD IV
Tujuan : Menentukan seberapa bagian bawah janin masuk PAP
1. Pemeriksa menghadap kearah kiri klien untuk menentukan bagian terendah janin yang
masuk PAP.
2. Divergen : melampaui lingkaran terbesarnya sudah masuk PAP
3. Konvergen ; belum melampaui lingkaran terbesarnya belum masuk PAP
4. Auskultasi : stetoskop monoaural untuk hitung djj
5. Genetalia : inspeksi kebersihan vagina, tanda Chadwick, cairan/secret yang dikeluarkan
vagina, apakah ada flour albus, gatal-gatal di area vagina, apakah ada bekas luka episiotomi
6. Ekstremitas: pigmen
Kurangnya
pengetahuan
5 DS; hidramnion Resiko tinggi
Biasanya pasien mengeluh cedera pada janin
tertekan dan berat di bagian
perutnya.
Edema
DO
pada tungkai,
Kelihatan perut sangat buncit dan
vulva, dinding
tegang, kulit perut berkilat, retak-
perut
retak kulit jelas dan kadang-
kadang umbilicus mendatar,
terlihat payah membawa Bagian-bagian
kandungannya. janin sukar
dikenali karena
Edema pada tungkai, vulva, banyaknya cairan.
dinding perut
Resiko cedera
janin
3.5 DIAGNOSA
1. Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
(Marilynn E. Doenges, 2001)
2. Nyeri b/d kontraksi uterus yang kuat(Marilynn E. Doenges, 2001)
3. Anxietas b/d Stress, perubahan status kesehatan, ancaman Bayi lahir prematur, perubahan
konsep diri, kurang pengetahuan
4. Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidrmnion
( Marilynn E. Doenges, 2001)
5. Resiko tinggi cedera terhadap janin b/d hidramnion
3.6 INTERVENSI
Dx1 : Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder
akibat hidramnion
TUJUAN :
1. Tidak ada kerusakan pertukaran gas
2. Hidramnion teratasi
KRITERIA HASIL:
3. tidak ada sianosis dan dyspneu
4. Tekanan diafragma berkurang atau hilang
5. TTV dalam batas normal
TD=120/80, N=80, RR=20, S=37,5
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kelainan pernapasan yang dapat1. Mengkaji adanya kelainan
mempengaruhi fungsi paru, seperti pernafasan guna mengetahui ada
asma atau tuberkulosis, frekuensi atau tidaknya gangguan
pernapasan, atau upaya ibu dan pernafasan yang menyebabkan
munculnya bunyi nafas. ganggguan pernafasan.
2. Perhatikan kondisi yang menimbulkan2. Luasnya masalah vaskular
perubahan vaskular atau penurunan maternal dan penurunan
sirkulasi plasenta seperti diabetes dan kapasiatas pembawa oksigen
jantung atau mengubah kapasitas berpengaruh langsung pada
pembawa oksigen seperti anemia, sirkulasi dan pertukaran gas
hemoragi uteroplasenta.
3. Pantau TD dan nadi 3. Memantau agar tidak
4. Tingkatkan istirahat di tempat terjadi Peningkatan TD
tidur/kursi pada posisi tegak atau dan nadi yang dapat menyertai
semifowler bila upaya pernafasan hemoragi.
menurun 4. Menurunkan upaya pernapasan
5. Anjurkan pasien u/ melakukan posisi dan meningkatkan konsumsi
miring kiri. oksigen sesuai penurunan
6. Tinjau ulang sumber vitamin C, zat diafragma juga meningkatakan
besi,dan protein. diameter dada vertikal.
7. Identifikasi zat-zat yg membantu5. Meningkatkan perfusi
absorbsi zat besi (asam sedang, vit. c) ginjal atau plasenta, juga
dan yg menurunkan absorbsi (alkalin merupakan posisi efektif untuk
sedang, susu). mencegah syndrom hipotensi
8. Beri obat-obat sesuai terlentang.
indikasi : Teofilin, Besi dekstran6. Ketidak adekuatan
(inferon), Beri oksigen suplemental nutrsi mengakibatkan
anemia defisiensi zat besi dan
dapat menimbulkan masalah
transpor oksigen.
7. Mendilatasi bronkial, tetapi dpt
dihubungkan dengan efek
samping takikardi pada klien atau
janin
8. Pemberian parenteral mungkin
perlu pada adanya anemia
defisiensi zat besi berat untuk
meningkatkan oksigen ibu.
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan klien mengikuti aktifitas1. Meminimalkan kelelahan pada
dengan istirahat yg cukup. uterus.
2. Anjurkan istirahat yg adekuat dan2. Meningkatkan aliran darah ke
penggunaan posisi miring kiri. uterus dan dapat menurunkan
3. Anjurkan menghindari perjalanan dan kepekaan/ aktifitas uterus
perubahan ketinggian pada trimester3. Gerakan perjalanan, posisi duduk
ke-3 yg lama, dan penrunana ksigen
4. Tekankan pentingnya aktifitas hiburan tampak menurunkan kepekaan
yg tenang. uterus.
5. Anjurkan tirah baring yg dimodifikasi4. Mencegah kebosanan dan
atau komplit sesuai indikasi meningkatkan kerja sama dgn
pembatasan aktifitas.
5. Tingkat aktifitas mungkin perlu
modifikasi tergantung pada gejala
aktifitas uterus, perubahan servix
atau perdarahan.
3.7 IMPLEMENTASI
Dx1 : Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder
akibat hidramnion
Mengkaji kelainan pernapasan yang dapat mempengaruhi fungsi paru,
seperti asma atau tuberkulosis, frekuensi pernapasan, atau upaya ibu dan
munculnya bunyi nafas.
Memperhatikan kondisi yang menimbulkan perubahan
vaskular atau penurunan sirkulasi plasenta seperti diabetes dan jantung atau
mengubah kapasitas pembawa oksigen seperti anemia, hemoragi
Memantau TD dan nadi
oksigen suplemental
medis.
Merespon fisilogis terhadap ansietas (TD, nadi)
Dx3 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
Menganjurkan klien mengikuti aktifitas dengan istirahat yg cukup.
trimester ke-3
Menekankan pentingnya aktifitas hiburan yg tenang.
seta prosedur.
mengidentifikasi tanda bahaya yang memerlukan pemberitahuan segera
vagina.
Menganjurkan klien untuk mengkaji tonus/kontraksi uterus satu jam sekali
3.8 EVALUASI
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
1. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan.
2. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
3. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian,
atau tidak teratasi.
4. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
Hidramnion adalah Suatu kondisi dimana volume cairan amnion lebih dari 2000 ml
(Anfasa, F, 2005). Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih
banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Tapi ada beberapa ahli yang berpendapat
sampai 4 atau 5 liter, sedangkan Kustner mendapatkan sampai 15 liter pada kehamilan baru 5
bulan (Mochtar, Rustam, 1998).
Etiologi hidramnion sendiri sampai saat ini masih belum jelas, namun beberapa ahli
mempunyai pendapat tentang bagaimana etiologi hidramnion, yakni produksi tetap tapi
konsumsi kurang atau nihil sehinga terjadi hidramnion. Atau produksi hebat atau meningkat
tapi konsumsi biasa. (Mochtar, Rustam, 1998).
Ada pula yang menyebutkan bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban
bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Di duga air ketuban
dibentuk oleh sel-sel amnion. Disamping itu ditambah oleh air kencing janin dan cairan
ensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti yang baru. Salah
satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus kemudian dialirkan ke
placenta untuk akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban akan terganggu
bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus atau tumor placenta. Pada
anensefalus hidramnon disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan
sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormon anti diuretik. (Sarwono, 2002).
Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya hidramnion yakni : atresia esophagus,
anensefalus atau spina bifida, kehamilan ganda, ibu mengidap diabetes mellitus (F, Gary
Cunningham, 2005). dan dari gejala-gejala ini kita bisa menentukan diagnosa berdasarkan
inspeksi, palpasi, auskultasi, foto abdomen, pemeriksaan dalam, USG.
Karena kejadian hidramnion ini terjadi pada saat kehamilan maka segala resiko pasti
berhubungan dengan ibu dan janin, oleh sebab itu penatalaksanaan dalam penanganan
hidramnion perlu perhatian khusus.
WAKTU HAMIL :
Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan diberikan siptomatis.
Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat di rumah sakit untuk
istirahat sempurna.
Berikan diet rendah garam.
Obat yang dipakai adalah diuresis. (Mochtar, Rustam, 1998)
Amniosintesis, tujuan untuk meredakan penderitaan ibu. Bila sesak hebat sekali disertai
sianosis dan perut tegang, lakukan punksi abdomen pada kanan bawah umblikus. (F, Gary
Cunningham, 2005).
Komplikasi punksi berupa timbul his, trauma pada janin, terkena organ-organ perut oleh
tusukan, infeksi akibat syok. Bila pada saat punksi keluar darah, maka punksi harus
dihentikan. (Mochtar, Rustam, 1998)
Indometasin diberikan sejak usia 23-25 minggu, 1,5-3 mg/kg/hari. (F, Gary Cunningham,
2005).
WAKTU PARTUS :
Amniotomi, lakukan punksi ketuban via transvaginal melalui serviks bila sudah ada
pembukaan. Kerugian : prolaps uteri, solusio plasenta. (F, Gary Cunningham, 2005).
Bila sewaktu pemeriksaan dalam tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban
mengalir keluar deras, maka masukanlah kepalan tangan untuk berfungsi sebagai tampon
agar air ketuban tidak keluar deras. Maksudnya agar tidak terjadi retensio plasenta, syok
karena perut tiba-tiba kosong. (Mochtar, Rustam, 1998)
POSTPARTUS :
Hati-hati terjadi perdarahan post partus, jadi sebaiknya cek golongan darah dan menyiapkan
donor darah.
Pasang infus.
Antibiotik. (Mochtar, Rustam, 1998)
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, lynn S. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Ed-5. Jakarta : EGC,2008
Hamilton, persis mary. Dasar-dasar keperawatan maternitas. ed-6, jakarta : EGC,1995
Muchtar, Rustam.Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC, 1998
Manuaba, ida ayu candradita.ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan Kb untuk
pendidikan.Ed-2 jakarta: EGC.2010
Reeder,Sharon J. Keperawatan Martenitas: kesehatan wanita, bayi dan keluarga. Ed.18
Jakarta: EGC,2011
Syaifuddin. Anatomi fisiologi. Ed- 4. Jakarta : EGC,2011
Varney, helen. Buku saku bidan. Jakarta : EGC,2001