DEKOMPENSASI KORDIS
Ditujukan untu memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Briefman Tampubolon
Disusun oleh:
Anwar Fauzi Nugraha (E.0105.18.005)
LAPORAN PENDAHAULUAN
DEKOMPENSASI KORDIS
A. DEFINISI
Gagal jantung kogestif (dekompensasi kordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalua disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald, 2003)
Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (Decompensatio cordis) ataudalam
Bahasa Inggris Heart Failre adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirhat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan
respon sistemik khusu yang bersifat patologik (system saraf, hormonal, ginjal,dll) serta
adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (dimana cardian output tidak
mencukupi kebutuhan metabolic tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih
cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktilitas jantung yang berkurang dan vertikel tidak mampu memompa keluar darah
sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel
secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagi akibat akhir dari gangguan jantung ini
adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen sebagian organ.
B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensai kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta
dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati. Factor lain yang dapat menyebabkna jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup antrikuler), gangguan pada pengisian ejeksi
ventrikel (pericarditis konstriktif dan tamponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut
diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer atau di dalam sistesi atau fungsi protein
kontaktil.
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut
menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri :
penyakit jantung hipertensi, penyakit katup aorta (yg membatasi jantung kiri), penyakit
katup mitral (katup yang memisahkan ruang kiri atas(atrium) dengan ruang kiri bawah
(ventrikel)) , miokarditis (peradangan pada lapisan tengah dinding jantung) ,
kardimiopati (lemah jantung), amiloidisis jantung (penumpukan protein amiliod pada
jantung , ginjal hati dan organ lain) , keadaan curah tinggi (tirotoksis (peningkatan
hormone tiroid), anemia, fistula arteriovenosa (Hub abnormal antara arteri dan vena).
Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal
(Keaadan dimana katup sulit membuka) , penyakit katup tricuspid , penyakit jantung
kongenital ( VSD (cacat jantung abnormal anatar bilik bawah jantung atau ventrikel
Devec Sectum Ventricel ) j,PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal massif.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemilogi cukup penting
untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri coroner dan
hipertensi merupakan penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit
jantung akibat malnutrsi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab
dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersaan pada penderita. Penyakit
jantung coroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada
46% laki-laki dan 27% pada wanita. Factor resiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan factor yang dapat mempengaruhi pada perkembangan dari gagal jantung. Selain
itu BB seta tinggi raiso kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatan sebagai factor
resiko independent perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktiakan meningkatkan resiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya arimia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung. Kardiomipati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung
yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi,maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada pericardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi 4
kategori fungdional : dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi
abnormal pada ventrikrl kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnyaantara
lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, syndrome Churg-Starauss dan
poliareteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit turunan
(autosomal dominan) meski secara sporadic masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya
kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertofi seputum yang asismetris
yang b.d obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertofik obstruktif). Kardiomiopati
restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar
dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic (relaksasi) yang menghambat pengisian
ventrikel 4,5. Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat
ini sudah mulai berkurang kejadiaannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal
jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta)
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan
kelainan structural termasuk hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi
dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alcohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (terserang
atrial fibrilasi). Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomipati ( dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alcohol menyebabkan gagl jantung 2-3% dari kasus.
Alcohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga
dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
sperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap
otot jantung.
C. PATOFISOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari pada normal. Dapat
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV dimana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate normal 60-100/menit) x Volume Sekuncup
(SV : Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistrem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung berkurang. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan curah perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Volume sekuncup
adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor,
yaitu :
1. Preload : yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan
bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan Panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkjan oleh tekanan
arteriole.
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
akhir dsitolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan
Panjang serabut miokardium pada akhir distolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac
output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi pengingkatan tekanan
diastolic yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner
dan sirkulasi sistemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edama sistemik. Penuruan cardiac output,
terutama jika berkaitan dengan penurunan sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika
berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal akan mengaktivasi
beberapa system saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas system saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung vena yang akan meningkatkan
volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
di rancang untuk meningkatkan cardiac output, adapatasi itu sendiri dapat menggau tubuh.
Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktifitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan
preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivitas system saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivitas ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek samping
penurunan kecepatan filtrasi glemerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan.
System renin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi menimbulkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan peningkatan afterload ventrikel kiri sebagamaina
retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung b.d peningkatakan kadar arginin vasopressin dalam sirkulasi, yang juga besifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan
pertida matriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini
terjadi resistensi terhadap efek natriuretic dan vasodilator.
PATHWAYS
HIPERTENSI PENYAKIT
KONGENIAL
BEBAN PRELOAD
MENINGKAT
GAGAL JANTUNG
FREG JANTUNG
ALIRAN BALIK
VENA
KEBUTUHAN O2
MENINGKAT
PENURUNAN CARDIAK
OUTPUT
KECEMASAN
RETENSI NA, k POLA NAPAS
INEFEKTIF
INTOLERANSI
AKTIVITAS
EDEMA PENINGKATAN
ALIRAN BALIK
BENDUNGAN
VENA SISTEMIK
PENINGKATAN TEKANAN
VENA PORTA
CAIRAN TERDORONG
KELUAR RONGGA
ABDOMEN
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Non Medis
Disini yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan
dekompensasi harus dikurnagi benar-benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat
konsumsi oksigen yang relative meningkat. Seiring tampak gejala-gejala jantung jauh
berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan
rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang
diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80-100
ml/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretic oral
maupun parental yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung.
Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemic status volume cairan tubuh).
ACE-inhibitor atau Angiotensin Reseptor Bloker (ARB) dosis kecil dapat dimulai
setelah euvolemic sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal
dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalisasi diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrasi atrium atau
SVT lainnya) dimana digitalis memiliki manfaat utama dalam menambah kekuatan
dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek deuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia (kadar potassium, zat kima yg penting bagi tubuh
yang rendah dalam darah) dan ada beberapa studi yang menunjukan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N atriuretik
Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakian alat bantu seperti Cardiac
Resychronization Theraphy (CRT) mampu pembedahan, pemasangan ICD (Intra
Cardiac Defibliator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat
iskemia(aliran darah b maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional
dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulsi regenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan
untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjutan.
Digitalisasi akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan memerkuat
kontraksi jantung serta meninggikan curah jantung. Dosis digitalisasi :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2x0,5 mg selam a 2-4 hari. ‘a
Cedilanid IV 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
Dosis penunjang untuk gagal jantung
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien lanjut usia dan gagal jantung dosis
disesuaikan. Dosis penujang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
3. Operatif
Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain :
a. Revaskularasi (perkutan, bedah)
b. Operasi katup mitral
c. Aneurismektomi
d. Kardiomioplasti
e. External cardiac support
f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
g. Implantable cardioverter defibrillator (ICD)
h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i. Ultrafiltrasi, hemodialisis
F. KOMPLIKASI
Komplikasi lebih lanjut yang dapat terjadi akibat Decompensasio Cordis yaitu
renjatan (shock) kardiogenik, dimana ventrikel kiri sudah tidak mampu berfungsi lagi. Selain
itu dapat terjadi gagal nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat dan
ketidakmampuan compliance maupun recoil paru.
G. PENGKAJIAN
1. Keluahan utama : Kelemahan saat beraktifitas, lelah dan sesak nafas
2. Riwayat kesehatan sekarang : Sesak napas, paroximal nochraldypsnea, kelemahan,
ascites
3. Riwayat kesehatan dahulu : Penyakit yang biasa dialami pasien dan berhubungan
dengan decompenssasi cordis (missal. Kerusakan katup jantung bawaan, hipertensi,
DM, bedah jantung, infark miokard kronis)
4. Pemeriksaan fisik persistem
Pemeriksaan Kardiovaskuler
Inspeksi
Adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak penurunan-
penurunan curah jantung. Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis
letargi, kesulitan konsentrasi, deficit memori, dan penurunan toleransi latihan
Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung terhadap
stress, bisa dicurigai sinus takikardi dan sering ditemukan pada pemeriksaan
pasien dengan kegagalan pompa meliputi kontraksi aturan premature,
takikardi atrium proksimal dan denyut ventrikel prematur
Auskultasi
Tekanan darah baisanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi bunyi jantung ke-3 dan ke-4 (S3 S4) serta crakles pada
paru-paru S4 atau gallop atrium mengikuti kontraksi atrium
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertropi jantung
5. Pemeriksaan diagnostik
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : tahikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan sigemn ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukan adanya aneurime ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikel
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pegerakan dinding
d. Pemeriksaan laboratorium
Darah
Haemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar
haemoglobin di bawah 5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung,
setidanya keadaan anemia akan menyebabkan bertambahnya beban jantung.
Jumlah leukosit dapat meninggi : bila sangat meninggi munkin terdapat
superinfeksi, endocarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju
endap darah (LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapt diatasi tapi
infeksi atau karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar
natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah.
Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolime, masukan kalori.
Keadaan paru, besarnya shunt dan fungsi ginjal.
Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat
alnuminuria sementara.
6. Analisa data
Retensi Na K
Edema
Kelebihan volume
cairan
4. Tanda Mayor Gagal jantung Intoleransi
DS : Mengeluh lelah aktivitas
DO :
- Frekuensi jantung Gagal pompa ventrikel
meningkat ≥20% kiri
kondisi istirahat
Tanda Minor
DS : Forward falltue
- Dispnea saat/
setelah aktivitas
- Merasa tidak Sumplai darah jaringan
nyaman setelah menurun
beraktivitas
- Merasa lemah
DO :
- Tekanan darah Metabolisme anaerob
berubah ≥20% dari
kondisi istirahat
- Gambaran EKG ATP menurun
menunjukan aritmia
saat/setelah
aktivitas
- Gambaran EKG Fatigue
menunjukan
iskemia
- Sianosis
Intoleransi aktivitas