Lapkas Pneumonia Paru 2020
Lapkas Pneumonia Paru 2020
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1. Dari hasil survei kesehatan
rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah
menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian 2. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. 1. Laporan WHO 1999
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku
enam.2
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut,
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di
Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada
2
hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan
juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data
pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang
musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis
pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,
3
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang
pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain
4
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
Escherichia colli Group D streptococci
Group B streptococci Haemophillus influenzae
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
5
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
6
2.4 Klasifikasi Pneumonia
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi
dan kanker,dll. 2
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
influenza.
7
3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 5
pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada
c. Pneumonia aspirasi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder
disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau
8
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
c. Pneumonia interstisial
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
9
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
antibodi. 5
10
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
11
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.2
12
Gejala Mayor: 1.Batuk
2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
13
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. 6
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling
akhir terkena.
14
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.6
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
15
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
Gambaran pneumonia lobaris lobus superior paru kanan dan pneumonia lobaris lobus
medial paru kanan.
16
Gambaran pneumonia lobaris lobus superior paru kanan pada foto toraks proyeksi PA
dan lateral.
17
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus
bawah kiri.
18
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
19
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
CT Scan
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
20
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu
bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5
saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik
meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
21
B.Atelektasis
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia
tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum
ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi
lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit.
22
C. Efusi Pleura
mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura
sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi pleura. 3
2.8 Penatalaksanaan
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
23
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
1. Pemberian Antibiotik
24
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
25
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan.7
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan
paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia
bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
adalah:
27
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya
perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara
sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan
step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari
intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti
secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan
berfungsi normal. 10
28
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 9
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
29
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi
yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif
kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di
RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan
kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
30
a. Usia > 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 59th
Alamat : Jl. Sungai Agung
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 01 Desember 2019
Tanggal Keluar : 05 Desember 2019
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 2 hari SMRS.
31
Pasien tidak memiliki keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat asma
disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riyawat DM disangkal.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak pernah mendapatkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Pemeriksaan Kepala
- Ukuran dan Bentuk Kepala : Normal
- Simetrisitas Muka : Simetris
- Rambut : Hitam
Pemeriksaan Mata
- Kelopak : tanda-tanda radang (-), ptosis (-)
- Konjungtiva : konjungtiva anemis -/-
- Sclera : sclera sub ikterik -/-
- Kornea : jernih
32
- Pupil : isokor
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : tanda-tanda radang (-)
- Palpasi : pembesaran kgb (-)
- Pemeriksaan Trakea : deviasi trakea (-)
- Pemeriksaan Tiroid : pembesaran (-)
Pemeriksaan Thoraks
- Inspeksi : Statis : bentuk diding dada simetris kanan dan kiri
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri
- Perkusi : sonor
- Palpasi : Fremitus taktil sama kanan dan kiri
- Auskultasi : Suara ekspirasi memanjang +/+, rhonki -/-, wheezing +/+
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus 5x/menit
- Perkusi : tympani
- Palpasi : nyeri tekan kuadran kiri atas abdomen (+)
- Pemeriksaan hepar : tidak teraba membsar
33
Hemoglobin : 13.0 g% (13-18)
LED :-
Eritrosit :-
Leukosit : 15.5 10 ̂ 3/mm ̂ 3 (5-11)
Hematokrit : 39 % (37-47)
MCV : 89.2 fl (80-96)
MCH : 29.7 pg (27-32)
RDW :-
Trombosit : 485 10 ̂ 3/mm ̂ 3 (150-450)
Hitung Jenis Leukosit :
Eosinofil :3 % (1-3)
Basofil :0 % (0-1)
Netrofil stab : 3 % (2-6)
Netrofil seg : 71 % (50-71)
Lymfosit : 16 % (20-40)
Monosit :7 % (2-8)
Cell muda :-
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Ureum : 23 mg/dL (10-50)
Creatinin : 0.9 mg/dL (0.5-1.4)
Dibetes
Glukosa Darah Stick : 118 mg/dL (< = 150)
34
Rontgen thoraks
Thoraks :
o Paru :
35
tampak gambaran perselubungan inhomogen pada lobus
medial paru kanan.
Tampak infiltrat pada lobus inferior paru kiri
Tampak fibrosis pada parenkim paru kanan dan kiri
Tampak peningkatan corakan bronkovaskular
o Diafragma : tamopak mendatar dan sudut costofrenicus lancip
36
DAFTAR PUSTAKA
37
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient
and outpatient, Chest 2007;131;1205
38
TAMBAHAN DARI PDPI 2013
PNEUMONIA ATIPIK
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula
ditemui bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydi
psittasi, Coxiella burnetti, virus ifluenza tipe A dan B, Adenovirus dan Respiratory
Synctitial Virus.
Tanda dan gejala pneumonia atipik:
39
a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk
nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala
klinis pada tabel dibawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis
pneumonia atipik.
b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar.
c. Gambaran radiologis berupa infiltrat interstisial, jarang terjadi konsolidasi.
d. Laboratorium menunjukkan leukositosis ringan, sediaan apusan Gram, biakan
sputum atau darah tidak ditemukan bakteri.
e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik
Isolasi biakan sensitifitasnya sangat rendah
Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)
Polymerase chain reation (PCR)
Uji serologi
- Cold agglutinin
- Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.
Pneumoniae.
- Micro immunofluorescence (MIF), merupakan standar
diagnosis serologi untuk C. Pneumoniae.
- Antigen dari urin untuk standar pemeriksaan diagnosis
Legionella.
Untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan
tipik dapa dilihat pada tabel dibawah, walaupun tidak selalu dijumpai gejala-gejala
tersebut.
40
Tabel Perbedaan Gambaran Klinik Pneumonia Atipik dan Tipik
Tanda dan gejala Pneumonia Atipik Pneumonia Tipik
- Onset - Gardual - Akut
- Suhu - Kurang Tinggi - Tinggi, menggigil
- Batuk - Non produktif - Produktif
- Sputum - Mukoid - Purulen
- Gejala lain - Nyeri kepala, - Jarang
mialgia, sakit
tenggorokan, suara
parau, nyeri telinga
- Gejala diluar paru - Sering - Lebih jarang
- Apusan gram - Flora normal atau - Kokus gram (+) atau
spesifik (-)
- Radiologis - Patchy atau normal - Konsolidasi lobar
- Laboratorium - Leukosit normal - Lebih tinggi
kadang rendah
- Gangguan fungsi - Sering - Jarang
hati
PNEUMONIA VIRUS
Virus yang sering menyebabkan pneumonia adalah:
Virus influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2 dan lain-lain).
Virus para influenza.
Respiratory Synctitial Virus (RSV)
Virus corona:
41
o Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS CoV),
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Virus yang jarang ditemukan pada manusia tetapi dapat menyebabkan
pneumonia berat adalah virus corona (SARS, MERS CoV). Virus corona diketahui
dapat menimbulkan kesakitan pada manusia mulai dari yang ringan sampai berat,
untuk itu kenali manifestasi Severy Acute Respiratory Infection (SARI). Salah satu
strain terbaru dari virus corona adalah MERS CoV yang banyak ditemukan pada
orang yang tinggal atau berkunjung ke daerah Timur Tengah.
Kelainan yang mungkin ditemukan adalah sebagai berikut:
Demam suhu ≥ 38˚C, batuk dan sesak napas, ditanyakan pula riwayat
bepergian ke negara Timur Tengah 14 hari sebelum onset.
Pemeriksaan fisis sesuai dengan gambaran pneumonia
Pada foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai gambaran
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Laboratorium: ditemukan dari pemeriksaan PCR dari swab tenggorok dan
sputum
Tidak ada pengobatan spesifik untuk MERS CoV, penatalaksanaan disesuaikan
dengan klinis pasien.
42
Tabel skor CURB-65
Confusion
Uji mental ≤ nilai 8 → skor 1
Uji mental ≥ nilai 8 → skor 0
Urea
Urea > 19 mg/dL → skor 1
Urea ≤ 19 mg/dL → skor 0
Respiratory Rate (RR)
RR > 30x/menit → skor 1
RR ≤ 30x/menit → skor 0
Blood Pressure (BP)
BP < 90/60 mmHg → skor 1
BP ≥ 90/60 mmHg → skor 0
Umur
Umur ≥ 65 tahun → skor 1
Umur < 65 tahun → skor 0
43
Umur
Laki-laki Umur (tahun)
Perempuan Umur (tahun) -10
Penghuni Panti Werda +10
Penyakit Komorbid
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Penyakit jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan fisis
Gangguan kesadaran +20
Frekuensi napas > 30x/menit +20
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg +20
Suhu tubuh < 35 atau > 40˚C +15
Frekuensi nadi > 125 x/menit +10
Hasil laboratorium
Ph < 7.35 +30
BUN > 10.7 mmol/L +20
Natrium < 130 mEq/L +20
Glukosa > 13.9 mmol/L +10
Hematokrit < 30% +10
Tekanan O2 darah arteri < 60 mmHg +10
Efusi pleura +10
44
2. Bila skor PSI < 70, pasien tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu
dari kriteria dibawah ini:
a. Frekuensi napas > 30x/menit
b. PaO2/FiO2 ≤ 250 mmHg
c. Foto toraks menunjukkan infiltrat multilobus
d. Tekanan sistolik < 90 mmHg
e. Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Total poin yang didapatkan dari PSI dapat digunakan untuk menentukan risiko,
kelas risiko, angka kematian dan jenis perawatan, seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel Derajat Skor Risko PSI
Total poin Risiko Kelas risiko Angka Perawatan
kematian
Tidak Rendah I 0.1% Rawat jalan
diprediksi
≤ 70 II 0.6 % Rawat jalan
71-90 III 2.8% Rawat inap/jalan
91-130 Sedang IV 8.2% Rawat inap
> berat Berat V 29.2% Rawat inap
Menurut IDSA/ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu
atau lebih kriteria dibawah ini:
Kriteria minor
Frekuensi napas ≥ 30x/menit
PaO2/FiO2 ≤ 250 mmHg
Foto toraks menunjukkan infiltrat multilobus
Keasadaran menurun/disorientasi
Uremia (BUN ≥ 20 mg/dL)
Leukopenia (leukosit < 4.000 sel/mm3)
45
Tromobositopenia (trombosit <100.000 sel/mm3)
Hipotermia (suhu < 36˚C)
Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif
Kriteria mayor:
Membutuhkan ventilasi mekanis
Syok septik yang membutuhkan vasopresor
PENATALAKSANAAN
Dalam mengobati pasien pneumonia sesuai dengan ATS/IDSA 2007 perlu
diperhatikan:
- Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
- Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sebelumnya
Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan beberapa faktor, termasuk:
Telah terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut efektif.
Faktor risiko resisten antibiotik. Pemilihan antibiotik harus
mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap streptococcus
pneumoniae yang merupakan penyebab utama CAP yang memerlukan
perawatan.
Faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap jenis
kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan.
46
Tabel petunjuk terapi empiris untuk pneumonia komunitas menurut PDPI
Rawat jalan Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
Golongan Beta laktam atau Beta laktam ditambah
anti beta laktamase
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg,
moksifloksasin)
ATAU
Golongan Beta laktam ditambah Beta laktamase
ATAU
Beta laktam ditambah makrolid
Rawat inap non Fluorokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg,
ICU moksifloksasin)
ATAU
Beta laktam ditambah makrolid
Rawat inap Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
intensif Beta laktam (sefotaksim, seftriakson, atau ampisilin
sulbaktam) ditambah makrolid baru atau
fluorokuinolon respirasi intravena
Pertimbangan Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
khusus Antipneumokokal, antipseudomonas beta laktam
(piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem atau
meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg
ATAU
Beta laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan azitromisin
47
ATAU
Beta laktam seperti tersebut diatas ditambah
aminoglikosida dan antipneumokokal fluorokuinolon
(untuk pasien yang alergi penisilin, beta laktam
diganti dengan aztreonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
Tambahkan vankomisin atau linezolid
48
>23-40kg 60 mg 2x/hari
>15-23kg 45 mg2x/hari
≤15kg 30 mg2x/hari
49
Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau PO2 ≥ 60 mmHg
LAMA PENGOBATAN
Lama pemberian antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-72
jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan berikut:
Tidak memerlukan oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)
Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti:
o Frekuensi nadi > 100x/menit
o Frekuensi napas > 24x/menit
o Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg
Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang menunjukkan
respons dalam 72 jam pertama. Lama pemberian antibiotik dapat diperpanjang
bila:
Terapi awal tidak efektif terhadap kuman penyebab.
Terdapat infeksi ekstraparu (meningitis atau endokarditis).
Kuman penyebab adalah P. Aeruginosa, S. Aureus, Legionella spp atau
disebabkan kuman yang tidak umum seperti Burkholderia pseudomallei,
jamur.
Necrotizing pneumoniae, empiema atau abses.
Lama pengobatan pasien seperti ini sebaiknya bersifat individual berdasarkan
respons pengobatan dan komorbid. Pada pneumonia yang disebabkan oleh
MRSA tanpa infeksi di organ lainnya lama pengobatan bervariasi antara 7-21
hari tergantung luasnya infeksi.
50
Gambar alur diagnosis dan tatalaksana pneumonia komunitas
Rawat Inap
Rawat Jalan
Pemeriksaan mikrobiologi
Terapi empiris
membaik memburuk
Terapi empiris
Terapi empiris
membaik Memburuk Terapi
kausatif
51