Anda di halaman 1dari 69

PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

BLOK GASTROENTEROHEPATOLOGI

Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Tata Tertib
CSL 1. Anamnesis kasus pada sistem Gastroenterohepatologi
CSL 2. Pemeriksaan fisik pada sistem Gastroenterohepatologi
CSL 3. Pemeriksaan Fisik Diagnostik Appendisitis
CSL 4. Pemeriksaan Fisik Diagnostik Hernia
CSL 5. Pemasangan NGT
CSL 6. Colok Dubur
CSL 7. Teknik Penilaian Radiologi sistem Gastroenterohepatologi

2|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


TATA TERTIB

I. TATA TERTIB UMUM


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FK UK harus mematuhi tata tertib seperti di
bawah ini :
1. Berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku yang baik dan sopan layaknya seorang
dokter. Tidak diperkenankan memakai pakaian ketat, berbahan jeans, baju kaos
(dengan/tanpa kerah), dan sandal.
2. Mahasiswa laki-laki wajib berambut pendek dan rapi.
3. Tidak diperkenankan merokok di lingkungan FK UK.
4. Menjaga ketertiban dan kebersihan di lingkungan FKUK.
5. Melaksanakan registrasi administrasi dan akademik semester yang akan berjalan.
6. Bila mahasiswa sakit :
a. Memberikan surat keterangan sakit ke bagian pendidikan, atau surat keterangan
dirawat bila dirawat.
b. Mencantumkan diagnosis klinis/ diagnosis kerja.
c. Di tanda tangani dokter yang memiliki SIP (Surat Ijin Praktek).
d. Alamat klinik/ rumah sakit/ Puskesmas jelas.
e. Diterima selambat-lambatnya 3 hari kemudian.
f. Bila tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas, dianggap alpa (absen).

II. TATA-TERTIB KEGIATAN KETERAMPILAN KLINIK / CLINICAL SKILL LAB


(CSL)

Sebelum pelatihan
1. Membaca Penuntun Belajar (manual) Keterampilan Klinik Sistem yang bersangkutan dan
bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

Pada saat pelatihan


1. Datang 10 menit sebelum CSL dimulai.
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1 mm.
4. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan
CSL. Bagi mahasiswi yang berjilbab, jilbabnya harus dimasukkan ke bagian dalam jas
laboratorium.
5. Buanglah sampah kering yang tidak terkontaminasi (kertas, batang korek api, dan
sebagainya) pada tempat sampah non medis. Sampah yang telah tercemar (sampah
medis), misalnya kapas lidi yang telah dipakai, harus dimasukkan ke tempat sampah
medis yang mengandung bahan desinfektan untuk didekontaminasi, dan sampah tajam
dimasukan pada tempat sampah tajam.

3|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


6. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan.
7. Memperlakukan model seperti memperlakukan manusia atau bagian tubuh manusia.
8. Bekerja dengan hati-hati.
9. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat
dan bahan yang ada pada ruang CSL.
10. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan bahan yang
telah digunakan.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL & PRAKTIKUM


1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebuttidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal
berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya
dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang persentasi kehadiran CSLnya < 100 % dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.
4. Kerusakan alat dan bahan yang ada pada ruang CSL yang terjadi karena ulah
mahasiswa, resikonya ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
5. Bagi mahasiswa yang menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat
dan bahan yang ada pada ruang CSLakan mendapatkan sanksi tegas sesuai dengan
peraturan yang berlaku
6. Nilai ujian CSL menjadi prasyarat ikut ujian blok. Jika tidak lulus CSL maka tidak
diperkenankan ikut ujian blokGastroenterologi.

4|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

ANAMNESIS KASUS
GASTROENTEROHEPATOLOGI

Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

5|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


CSL I
ANAMNESIS KASUS GASTROENTEROHEPATOLOGI

I. TEMA
Keterampilan komunikasi anamnesis penyakit Gastrointestinal, hepatobilier dan Pankreas

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal, hepatobilier dan
pankreas dengan baik dan benar
b. Tujuan instruksional khusus
 Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara berurutan.
 Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir.
 Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan
denganpermasalahan terutama masalah penyakit gastrointestinal hepatobilier pankreas.
 Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
 Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
 Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden
 Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
 Mahasiswa dapat melakukan cross check
 Mahasiswa dapat bersikap netral
 Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
 Mahasiswa mencatat hasil anamnesis dan menyimpulkannya

III. MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


 Pasien simulasi (antar teman)
 Meja dan kursi periksa
 Daftar panduan belajar
 Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistem skor

IV. METODE PEMBELAJARAN :


 Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
 Diskusi Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
 Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. PENILAIAN :
0 = Sama sekali tidak melakukan
1 = Perlu perbaikan : langkah-langkah dilakukan tapi tidak lengkap
2 = Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan lengkap

6|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


VI. SKENARIO
Seorang laki-laki berumur 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan BAB cair lebih
dari 3x sehari disertai badan lemas dan lesu sejak 2 hari yang lalu. Lakukan anamnesis pada
pasien tersebut.

VII. DASAR TEORI


Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai
alloanamnesis.Termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang
merujuk, catatan rekaman iagn, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri.
Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang
kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan pasien dengan
spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan.Pada saat yang tepat, pemeriksa perlu mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan spesifik sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan
pasien yang lebih jelas dan akurat.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan
keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan
pemeriksa.Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang
tinggi dan teknikkomunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus
diperhatikan.Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa
kepercayaan.Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit
sudah dapat ditegakkan.
Pada penyakit gastrointestinal, keluhan yang dirasakan pasien dapat berkaitan dengan
gangguan iagn/intralumen saluran cerna atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik.
Untuk itu diperlukan anamnesis yang teliti, akurat, dan bertahap dalam mengelompokkan jenis
gangguan yang terjadi sehingga bila digabungkan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat
menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan iagnose.
Berikut merupakan jenis keluhan yang disebabkan oleh penyakit GI dan perkiraan
penyakit yang mendasarinya sehingga diharapkan dengan tehnik anamnesis yang baik dapat
membantu menegakkan iagnose penyakit tersebut.

1. Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang
terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat
kenyang, perut rasa penuh/begah.
Etiologi dispepsia:
 Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/ duodenum, gastritis,
tumor, infeksi Helicobacter pylori.

7|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


 Obat- obatan : OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik dsb.
 Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.
 Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
 Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
kelainan/gangguan organik/ struktural biokimia. Dikenal sebagai dispepsia fungsional atau
dispepsia non ulkus.

1. Disfagia
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.Pasienmengeluh
sulit menelan atau makanan terasamengganjal di leher/ dada atau makanan terasa tidak turun
ke lambung.Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu menelan).Disfagia dapat
disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan
fase esofageal.Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhanadanya regurgitasi ke
hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan.Sedangkan disfagia
fase esofageal, pasien mampumenelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal
atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal.Disfagia yang pada awalnya
terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi
pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau
struktural.Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah
gangguan neuromuskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai
adanya proses keganasan.

Etiologi disfagia:
 Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis, kelainan muskular, tumor,
divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagus atas.
 Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar esofagus,
akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.

2. Mual dan muntah


Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindrom dispepsia.
Etiologi:
 Obat-obatan: OAINS, digoksin, eritromisin,dsb
 Gangguan susunan saraf pusat: tumor, perdarahan intra kranial, infeksi, motion sickness,
gangguan psikiatrik, gangguan labirin.
 Gangguan GI dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus halus, gastroparesis,
pankreatitis, hepatitis akut, kolesistitis
 Gangguan metabolik endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit tiroid.

Setiap kasus muntah harus harus dinilai keadaan sistemik yang menyertainya serta adanya
keluhan neurologi seperti nyari kepala hebat, vertigo, rasa lemas yang mencolok dan
sebagainya.Muntah yang disertai nyeri perut hebat harus diwaspadai adanya rangsang
peritoneum, obstruksi intestinal akut, atau penyakit pankreatobilier.

8|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


3. Perdarahan Saluran Cerna

Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna dapat timbul mulai dari yang seolah ringan,
misalnya perdarahan tersamar sampai keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah
muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi
adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat juga bermanifes dalam
bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna
hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian
proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematoskezia (darah segar
keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon).
Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian
proksimal (ileo-caecal).

Etiologi:
 Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus, perdarahan tukak peptik,
gastritis erosif (terutama akibat OAINS), gastropati hipertensi porta, esofagitis, tumor,dsb.
 Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi, iskemik), tumor,
divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD), hemoroid.

4. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dan
konsistensi feses menjadi cair.Diare dapat digolongkan menjadi diare akut atau bila
berlangsung lebih dari dua minggu dikategorikan sebagai diare kronik.

Diare akut
Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri: yang
memproduksi enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli, V.cholera, C.difficile) dan yang
menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shigella, Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal,
kolitis radiasi, IBD.
Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu (terutama
makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang lain, sangat mungkin
merupakan keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin bakteri. Adanya riwayat
pemakaian antibiotik yang lama, harus dipikirkan kemungkinan diare karena C.difficile. Diare
yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus (non inflamatorik ) dan disebabkan oleh toksin
bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar cair, tidak ada darah,
nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung, mual dan muntah. Bila muntahnya sangat
mencolok, biasanya disebabkan oleh virus atau S.aureus dalam bentuk keracunan
makanan.Bila diare dalam bentuk bercampur darah, lendir dan demam, biasanya disebabkan
oleh kerusakan mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atau amoeba.
Diare kronis
Etiologi:
 Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi daripada osmolaritas

9|Manual CSL Blok Gastroenterohepatologi


serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat
(antasid).
 Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi menimbulkan
diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor endokrin, malabsorbsi garam empedu,
laksatif katartik.
 Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru
karena stasis yang menimbulkan perkembangan berlebih bakteri intralumen usus,
misalnya pada irritabel bowel syndrome.
 Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi seperti IBD.
 Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik,
defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri berlebih.
 Infeksi kronik: G.lamblia, E. Hystolitica, Nematoda usus.

5. Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi BAB,
sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses keras.
Frekuensi BAB normal adalah 3 kali dalam sehari sampai 3 hari sekali.
Etiologi:
 Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak teratur, kurang
olahraga.
 Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium hidroksida, suplemen besi
dan kalsium, opiat (kodein , morfin).
 Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum, megakolon.
 Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus.
 Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati otonom.
 Disfungsi otot dinding dasar pelvis
 Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronik
 Irritable bowel syndrome tipe konstipasi

6. Nyeri perut
Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti regangan, spasme)
atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik). Nyeri visceral bersifat tumpul, rasa terbakar dan
samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya
lebih jelas.Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi
rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ.Referred pain dapat dijelaskan
pada keadaan dimana serat nyeri visceral dan serat somatik berada pada satu tingkat di
susunan saraf spinal.
Etiologi:
 Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis, pankreatitis, dsb
 Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis, dsb
 Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier, dsb

10 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis, dsb
 Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal
 Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsia fungsional
 Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal, dsb

Lokasi nyeri:
 Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada organ gaster, pankreas dan
duodenum.
 Periumbilikus: kemungkinan sumber nyeri pada usus halus/duodenum.
 Kuadran kanan atas: kemungkinan sumber nyeri pada hati,duodenum, atau kandung
empedu.
 Kuadran kiri atas: kemungkinan sumber nyeri di pankreas, limpa, gaster,kolon atau
ginjal.

Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada obstruksi
intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti
diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan appendisitis tidak jarang
menimbulkan rasa nyeri tumpul dan menetap.
Intensitas nyeri: pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan intensitas nyeri
yang paling hebat sampai ke relatif ringan yaitu: perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik
ginjal, ileus obstruksi, kolesistitis, appendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis.
Sedangkan nyeri kronik lebih sulit menentukannya karena banyak faktor psikologis yang
berperan.
Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri: bila nyeri dapat diringankan dengan
minum antasid maka kemungkinan menderita tukak peptik (terutama tukak duodenum).
Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar.Nyeri pada penyakit
pankreas dan juga iskemia intestinal sering terjadi setelah makan.

VIII. PROSEDUR
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat
pribadi.

Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis karena diperlukan
untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang
dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:
 Nama lengkap pasien
 Umur atau tanggal lahir
 Jenis kelamin
 Golongan darah

11 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Alamat
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Suku bangsa
 Agama.

Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke
dokter untuk berobat.Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam pengumpulan informasi
masalah.Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai indikator waktu, berapa lama
pasien mengalami hal tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras sejak 3
jam lalu. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama
disampaikan oleh pasien. Pasien sering mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya bukan
masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut, misalnya mengeluh lemas dan tidak
nafsu makan sejak beberapa hari lalu, tetapi sesungguhnya ia menderita demam yang tidak
diceritakan segera pada waktu ditanyakan dokter.

Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang
berobat.Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya
sendiri.Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan
pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang
baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa
kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam
mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa, bagaimana,
bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat
ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut:
 Waktu dan lama keluhan berlangsung
 Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus- menerus, hilang
timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang
 Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah
 Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-
menerus tidak mengenal waktu
 Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau
bertambah ringan jika beristirahat.
 Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului
serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan
 Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
 Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan.

12 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang
sama.
 Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa.
 Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-
jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tindakan medis yang dilakukan (riwayat
pengobatan kuratif maupun preventif). Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk
membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial.

Riwayat penyakit dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang
pernah diderita dengan penyakit sekarang.Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami
kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan.Obat -obatan yang pernah diminum
oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, kontrasepsi,
transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi.Bila pasien pernah melakukan berbagai
pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada
penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran.

Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.Kebiasaan
pasien yang harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol, dan
penyalahgunaan obat-obat terlarang (Narkoba).Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan
kebiasaan seksualnya harus ditanyakan.
Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya,
sanitasi,sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan sebagainya,
Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting
ditanyakan.Misalnya, kebiasaan memakan makanan kurang serat, bersantan dan berminyak,
makanan siap saji, ataupun kurang minum air putih. Perlu juga ditanyakan riwayat bepergian,
mengingat adanya kejadian diare pada wisatawan (travellers diarrhea).

DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II. Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: Jakarta

13 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
IX. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


Pengantar 10 menit Pengantar
Bermain peran Tanya 30 menit Mengatur posisi duduk mahasiswa
dan jawab Dua orang dosen (instruktur dan co-instruktur)
memberikan contoh bagaimana cara melakukan
anamnesis secara umum. Seorang dosen (instruktur)
sebagai dokter dan seorang lagi sebagai pasien.
Mahasiswa wajib menyimak dan mengamati.
Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya
kepada instruktur dan instruktur menjawab dan
memberikan penjelasan tentap aspek penting dalam
anamnesis.

Praktek bermain peran 120 menit Mahasiswa dikelompokkan secara berpasangan.


dan umpan balik Satu orang berperan sebagai dokter/pemeriksa dan
satu orang berperan sebagai pasien secara serentak.
Instruktur mengamati setiap pasangan dan
memberikan tema khusus atau keluhan utama
kepada pasien dan selanjutkan ditanyakan oleh
pemeriksa.
Instruktur berkeliling untuk menilai dengan daftar
tilik setiap mahasiswa yang berlatih.
Mahasiswa bertukar peran secara serentak dan
kemudian instruktur menilai performa mahasiswa
tersebut.
Curah 40 menit Mahasiswa bertanya tentang apa yang belum
pendapat/diskusi dipahaminya serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta instruktur bertanya apakah ada
bagian yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

14 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
X. EVALUASI DAFTAR TILIK
No LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
A. ANAMNESIS 0 1 2
Memberikan salam lalu pemeriksa berdiri dan menjabat
1.
tangan pasien serta memperkenalkan diri kepada pemeriksa
Mempersilahkan pasien duduk berhadapan.
2 Informed consent : menjelaskan kepentingan penggalian
informasi yang benar tentang keluhan dan sakit pasien.
Menanyakan identitas pasien meliputi: Nama, Umur,Jenis
3. kelamin, Suku, Agama, Status pernikahan, Pekerjaan,
Pendidikan, Alamat rumah
4. Menanyakan Keluhan Utama
Menanyakan Riwayat penyakit sekarang yang meliputi :
Menanyakan perjalanan penyakit yang meliputi lama dan
awitan
5.
Mengarahkan pasien menjelaskan tentang deskripsi penyakit
(lokasi, durasi/frekuensi, sifat, lokalisasi dan penyebaran,
hubungan dengan aktivitas atau yang lainnya, yang
memperparah atau yang mengurangi keluhan )
Tanyakan keluhan atau gejala lain yang mendahului atau yang
menyertai gejala utama
Tanyakan riwayat pengobatan yang telah dilakukan
Menanyakan Riwayat penyakit dahulu meliputi penyakit yang
pernah diderita sebelumnya dan pengobatan yang telah
dijalani beberapa waktu terakhir, adakah riwayat operasi,
6.
alergi obat dan makanan, riwayat obat-obatan yang pernah
dikonsumsi, riwayat iagnose , imunisasi, dan riwayat
pemeriksaan medis yang pernah dilakukan sebelumnya
7. Tanyakan Riwayat penyakit keluarga meliputi:
Riwayat penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi
dalam keluarga
Tanyakan Riwayat kebiasaan dan iagno ekonomi pasien
meliputi:
8. Tanyakan pasien memiliki riwayat merokok atau meminum
alcohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka
panjang ( iagno : OAINS, Steroid, iagnose c) dan riwayat
penyalahgunaan obat-obat terlarang.
Tanyakan lingkungan lingkungan tempat tinggal pasien.
Pola diet/kebiasaan makan-minum dan Riwayat Bepergian
Melakukan cross check (pengulangan terhadap apa yang
9.
dikatakan pasien)

15 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang
10.
jelas pada pasien)
Mencatat semua hasil anamnesis dan memastikan semua
11.
informasi telah didapat dari pasien.
12. Menentukan iagnose banding sesuai hasil anamnesa.
13. Memberikan edukasi pada pasien
14. Mengakhiri dan mengucapkan terimakasih

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

16 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

PEMERIKSAAN FISIK
GASTROENTEROHEPATOLOGI

Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

17 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL II
PEMERIKSAAN FISIK GASTROENTEROHEPATOLOGI

I. TEMA
Keterampilan klinis pemeriksaan fisik abdomen lanjut

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan Pembelajaran Umum:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan abdomen secara keseluruhan.

Tujuan Pembelajaran Khusus:


Mahasiswa mampu untuk:
 Melakukan pemeriksaan organ yang terdapat dalam abdomen (hepar, spleen, ginjal).
 Melakukan inspeksi abdomen
 Melakukan dan menentukan auskultasi pembuluh darah tertentu pada area abdomen.
 Melakukan perkusi (pekak hati dan area traube)
 Melakukan palpasi dinding abdomen, kolon, hepar, limpa, aorta, dan rigiditas dinding
perut.
 Melakukan pemeriksaan nyeri tekan dan nyeri lepas (blumberg test)
 Melakukan pemeriksaan asites meliputi : Pemeriksaan puddle sign, Pemeriksaan pekak
beralih (shifting dullness) dan Pemeriksaan undulasi (fluid thrill)

III. ALAT BANTU PEMBELAJARAN


 Meja, kursi dokter dan Manekin
 Daftar panduan belajar anamnesis dan pemeriksaan fisik gastroenterohepatologi
 Stetoskop, handscoen (sarung tangan)
 wastafel (air mengalir) untuk simulasi mencuci tangan

IV. METODE PEMBELAJARAN


 Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
 Ceramah
 Diskusi
 Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
 Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. SKENARIO
Seorang pasien laki-laki berusia 36 tahun datang ke IGD puskesmas rawat inap dengan
keluhan nyeri perut sebelah kanan. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien bergerak atau
berjalan sehingga pasien lebih nyaman berbaring dengan posisi kaki kanan menekuk.
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda sebagai Dokter muda
yang bertugas saat itu lakukanlah pemeriksaan abdomen dengan benar.

18 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VI. DASAR TEORI
Pada keterampilan klinis blok-blok sebelumnya mahasiswa telah belajar mengenai tahap-
tahap pemeriksaan organ, salah satunya adalah pemeriksaan abdomen dasar yang
mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Dalam blok kali ini, kita akan
mereview kembali pemeriksaan abdomen dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih
spesifik pada blok gastroenterologi.

Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa informasi yang penting
tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi sebelum melakukan perkusi ataupun palpasi.
Lakukanlah latihan auskultasi sesering mungkin sehingga kita terbiasa dengan variasi
normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi apabila ada kecurigaan obstruksi
atau inflamasi. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah
dan dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya.Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5 s.d.
12 kali per menit.Pada keadaan obstruksi, dapat terdengar metalic sound. Pada auskultasi
juga dapat terdengar bruits (desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi aliran darah.
Titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada gambar berikut.

aorta

a. renalis

a. illiaca

a. femoralis

Gambar 1. Titik-titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah.

PENILAIAN INFLAMASI PERITONEAL


Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular, menandakan
kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri tersebut seakurat mungkin.
Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut
menyebabkan nyeri bertambah. Lalu palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada
area yang tegang.
Kemudian perhatikan „rebound tenderness‟. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan
tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan pasien apakah nyeri terasa
lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan. Kemudian minta
pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa.
Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat disebut „rebound
tenderness‟ yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari peritoneum yang meradang.

19 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEMERIKSAAN HEPAR
Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit. Ukuran
dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat pula menilai
permukaan, konsistensi, dan ketegangannya.

Cara pemeriksaan Hepatomegali


1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian pinggir dalam
palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke kranial di
bawah arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan penilaian mengenai ukuran,
pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar sampai sekian sentimeter
dibawah arcus costa kanan

PERKUSI
 Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan
perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani menuju
pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting untuk ditentukan
terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk menyingkirkan kemungkinan
hepatoptosis.
 Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak
hepar.

Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar.

Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter. Umumnya,
hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi lebih besar
dibandingkan orang berpostur pendek.
Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut :

20 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
4–8cmdibawahprocecusxiphoideus(pada
garismidsternal)

6–12cmpadagarismidclavicula kanan

Gambar 3. Ukuran hepar normal.

PALPASI
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa 11 dan 12 kanan.
Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan kanan Anda meraba
hepar.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m. rectus dan
sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan dan dengan
menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi pemeriksaan dengan
menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda
dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar.
Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien
inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula.

Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar.

Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan
“Teknik Hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan kedua tangan di
atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-jari Anda dengan arah
menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam dan Anda dapat melakukan
pemeriksaan hepar.

Gambar 5. Palpasi hepar dengan teknik hooking.

21 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEMERIKSAAN SPLEEN
Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali
mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat. Lien
dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan terdapat pembesaran
lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi dapat memastikan pembesaran organ tersebut.

PERKUSI
Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegaly, yakni:
1. Perkusi pada Traube space
Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksilla anterior menuju garis Mid
Aksilla pada ICS 9 (disebut Traube‟s space). Umumnya akan terdengar suara timpani. Jika
terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara berupa timpani berkurang atau
kearah pekak/dullness yang menunjukkan kemungkinan pembesaran limpa.

Anterior axillary line


Mid axillary line

Normal
spleen
Gambar 6. Posisi spleen.

2. Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah pada garis
aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta pasien untuk bernafas dalam dan
perkusi kembali (normalnya tetap timpani)

Anterior axillary line


x
Mid axillary line

Negative spleenic percussion sign Positive spleenic percussion sign


Gambar 7. Perkusi Spleen

PALPASI
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke arah depan.
Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam untuk
menemukan lien. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur
lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri. Normalnya, pada
beberapa persen orang dewasa lien batas lien tersebut dapat teraba.

22 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Gambar 8. Teknik palpasi spleen.

Ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dengan tungkai bawah
fleksi pada sendi pinggul dan lutut. Pada posisi demikian, gravitasi akan memudahkan palpasi
lien.

Gambar 9. Teknik palpasi spleen.

Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis hepar,
malaria, thypoid dan sebagainya. Jika terdapat pembesaran lien, dapat menggunakan cara
Metode schuffner atau hacket untuk mendeskripsikan pembesaran tersebut. Garis schuffner
merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri melalui umbilicus menuju SIAS
kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian dengan umbilicus sebagai titik tengah. Garis hekat
merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri menuju SIAS kiri. Garis tersebut
dibagi menjadi 4 bagian dan seringkali digunakan untuk mendeskripsikan pembesaran lien ke
arah vertikal.

Gambar 10. Garis imajiner Schuffner.

CARA PEMERIKSAAN SPLENOMEGALI


1. Pengukuran splenomegali dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode
yaitu Hacket yang lebih sering digunakan dalam penelitian endemisitas
penyakit dan Schuffner yang lebih sering digunakan dalam klinik.

23 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
2. Metode Hacket, metode ini membagi splenomegali menjadi 5 kelas:
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian pinggir
dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke
kranial di bawah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi
d. Metode Hacket diintepretasikan sebagai berikut :
Kelas 0 tak teraba walau dengan inspirasi normal
Kelas 1 teraba di tepi costa dengan inspirasi dalam
Kelas 2 teraba di bawah costa sampai pertengahan putting susu dan umbilicus
Kelas 3 teraba sampai garis horizontal umbilicus
Kelas 4 teraba antara umbilicus dan symphisis pubis
Kelas 5 teraba di luar dan di bawah daerah kelas 4

3. Metode Schuffner, metode ini membagi splenomegali menjadi 8:


a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian
pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah
SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) ke arah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan penilaian mengenai
ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
d. Metode Schuffner membagi splenomegali menjadi 8, dimana pembesaran mulai dari
arcus costa kiri sampai umbilicus adalah Scuffner I – IV dan umbilicus sampai SIAS
adalah Scuffner V – VIII
e. Metode Schuffner diintepretasikan sebagai berikut
i. Tarik garis imajiner (A) yang melalui perpotongan antara linea mid-clavicularis kiri
dengan arcus costa dengan umbilicus
ii. Dengan membagi 4 garis A tersebut maka didapatkan area yang membatasi
Scuffner I-IV
iii. Kemudian tarik garis imajiner kedua (B) yang tegak lurus dengan A, yang melalui
umbilicus, garis ini juga merupakan batas Scuffner VI
iv. Dari B tarik garis imajiner ketiga (C) yang tegak lurus dengan B sampai
berpotongan dengan SIAS

24 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
v. Dengan membagi 4 garis C tersebut maka didapatkan area yang membatasi
Scuffner V-VIII

PEMERIKSAAN AORTA
Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari umbilicus)
dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar
aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihat gambar).
Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).

Gambar 13. Teknik pemeriksaan aorta.

PEMERIKSAAN ASCITES
Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan ascites. Oleh karena cairan mempunyai
karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan terdapat perubahan
suara perkusi timpani dan dull (pekak).

Gambar 14. Perkusi pada asites.

Teknik Pemeriksaan Ascites


 Test for Shifting Dullness
Dalam keadaan pasien berbaring, tentukan batas timpani dan pekak kemudian minta pasien
untuk berbaring ke salah satu sisi. Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas
timpani-pekak. Pada pasien tidak asites, batas ini relatif tetap.

Gambar 15. Pemeriksaan asites dengan shifting dullness.

25 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Test for a Fluid Wave
Dalam keadaan pasien berbaring terlentang, minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua
tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan. Tekanan ini akan
menghentikan transmisi gelombang melalui lemak (gelombang perut). Letakkan kedua tangan
Anda pada kedua sis abdomen pasien. Ketika Anda menepuk salah satu sisi abdomen pasien
dengan ujung jari Anda, rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang
berlawanan.

Gambar 16. Pemeriksaan asites dengan Fluid Wave Test.

VII. DAFTAR PUSTAKA


- Bate‟s Barbara. Guide to physical examination. Lippincot; 2007. Chapter 9.
- Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2006.
- Epstein O, Perkin GD. Pocket guide to clinical examination. 3rd edition. Mosby; 2004.
Chapter 7.
- Lynn.S. Bickley and Peter G Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination and History
Taking. 11th Edition. Publisher: Lippincott Williams & Wilkins: 2012

VIII. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 10 menit Pengantar
2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa.
pemeriksaan fisik Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan pemeriksaan fisik secara umum.
Seorang dosen (instruktur) sebagai dokter dan
manekin sebagai pasien. Mahasiswa wajib
menyimak dan mengamati.
2. Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya
kepada instruktur dan instruktur menjawab dan
memberikan penjelasan tentang aspek penting
dalam pemeriksaan fisik.
3. Praktek bermain peran 120 menit 1. Mahasiswa dikelompokkan secara berpasangan.
dan umpan balik Satu orang berperan sebagai dokter/pemeriksa
dan satu orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap pasangan.

26 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
2. Instruktur berkeliling untuk menilai dengan
daftar tilik setiap mahasiswa yang berlatih
pemeriksaan fisik.
3. Mahasiswa bertukar peran secara serentak dan
kemudian instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
4. Curah 40 menit 1. Mahasiswa bertanya tentang apa yang belum
pendapat/diskusi dipahaminya serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta instruktur bertanya apakah
ada bagian yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

27 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
IX. EVALUASI DAFTAR TILIK

KEGIATAN/LANGKAH SKOR/NILAI
B. PEMERIKSAAN FISIK 0 1 2
Meminta persetujuan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut guna
memastikan diagnosis
INSPEKSI
Baringkan pasien dengan posisi supine, dengan sumber cahaya
1.
meliputi kaki sampai kepala atau meliputi abdomen
Berdiri disisi kanan pasien, usahakan pemeriksa dapat melihat
2.
abdomen pasien dengan jelas tanpa halangan
Periksa Rambut, Konjungtiva, Sklera dan Kulit.
3. Untuk kulit dilihat apakah terdapat Palmar eritema,
Xanthomatosis, Caput medusa, Spider nevi.
4. Inspeksi kontur abdomen normal atau abnormal.
Lihat apakah ada penampakan abnormal dipermukaan abdomen
seperti : ada distensi (membesar dan tegang berisi udara/ ileus);
asimetris karena adanya massa, pembesaran organ dalam perut;
5.
adanya ascites; jaringan parut; gerakan peristaltik yang jelas
dan stoma; serta gambaran pada umbilikus adanya radang dan
hernia atau tidak.
Mintalah pasien batuk, menarik napas dalam dan lihatlah
6.
permukaan abdomen pasien
AUSKULTASI
1. Penderita diminta rileks dan bernapas normal
AUSKULTASI BISING USUS (GERAK PERISTALTIK)
Letakkan membran atau bel stetoskop (bila kurang jelas) diatas
2. mid-abdomen (umbilikus) atau dibawah umbilikus dan diatas
suprapubik
Dengarkan peristaltik/bising usus (seperti suara bila perut lapar
3. atau melilit), bila tidak segera terdengar, lanjutkan mendengar
selama 5 menit
Tentukan normal atau abnormal berdasarkan timbulnya berapa
4.
kali permenit (normal : 5-30x/menit)
Lakukan evaluasi bising usus pada empat kuadran abdomen
5.
dengan benar
AUSKULTASI HEPATIC RUB/BRUITS
Bising pembuluh darah abnormal yang dapat ditemukan :
- Hepatic rub: diatas dan di kanan umbilikus seperti bunyi
bergerumuh/gesekan telapak tangan yang kuat
6. -Bruit dari karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan

28 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
splenik friction rub di lateral kiri abdomen, seperti aliran yang
melewati celah sempit, periodik sesuai kontraksi sistolik
7. Catat hasil auskultasi
PALPASI
Sebelum palpasi, tangan diusahakan hangat sesuai suhu
1.
ruangan/tubuh
Pasien diminta menekuk kedua lutut dan bernapas dengan mulut
2. terbuka (bila pasien tampak tegang dan abdomen mengeras agar
terjadi relaksasi)
3. Lakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi
Lakukan palpasi dengan lembut menggunakan ujung jari sisi
4.
ulnaris dari telunjuk
Lakukan palpasi ringan dengan tempatkan telapak tangan di
abdomen pelan-pelan, adduksikan jari-jari sambil menekan
5.
lembut masuk ke dinding abdomen kira-kira 1 cm (kuku jari
jangan sampai menusuk dinding abdomen)
6. Lakukan palpasi pada seluruh area abdomen
7. Nilai apakah ada nyeri tekan atau defans muskular
PERKUSI
1. Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen

PEMERIKSAAN HEPAR - LIEN


Untuk menilai hepar dan limpa, Dilakukan palpasi dengan cara bimanual (normal tidak
teraba) sesuai dengan langkah yang sama pada palpasi ringan namun menekan lebih dalam (4-
5 cm) naik turun
PALPASI HEPAR
Tempatkan tangan kiri pemeriksa dibelakang pasien sejajar
1. costa 11 dan 12 kanan, tekan menuju depan sehingga hati akan
mudah teraba dari depan.dan minta pasien untuk rileks.
Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada abdomen kanan
2.
pasien, lateral dari m.rectus sejajar umbilicus.
Minta pasien untuk bernafas dalam. Dengan menggunakan
ujung jari kanan anda, rasakan batas bawah hepar pasien.
3.
Ulangi pemeriksaan sambil menaikkan palpasi Anda menuju
arcus costarum.
Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi
4. ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior
hepar.
Nilai permukaan, tepi, ujung dan nyeri tekan serta adanya
5. pembesaran atau tidak. Normalnya hepar lembut, regular,
permukaan halus, dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi,

29 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada
garis midclavicula.
Abnormal palpasi :
Blumberg’s sign (+)/ rebound tenderness: terasa sakit jika
ditekan ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen di area
kiri bawah, kemudian secara tiba- tiba menarik kembali jari-
jari.
6. Rovsing’s sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kiri
bawah.
Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah
difleksikan ke arah perut.
Obturator sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas
dengan lutut ekstensi.
Jika ditemukan adanya massa abdomen,nilai : lokasi, ukuran,
7.
besar, kekenyalan, mobilitas dan pulsasi
PERKUSI HEPAR
Untuk batas paru hepar, Lakukan perkusi di garis midklavikula
dextra, dimulai dari interkostal II ke bawah sehingga akan
1.
memunculkan suara sonor pada paru hingga didapatkan suara
pekak (oleh hepar).
Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas
2.
dalam dan perkusi kembali batas tadi (pekak  timpani).
Tentukan batas bawah hepar pada garis midclavicula kanan,
3. dimulai dari sejajar atas umbilikus menuju kearah cranial
sampai terdengar suara timpani berubah menjadi pekak hepar.
Kemudian ukur antara batas atas dengan batas bawah hepar tadi.
Normal pekak hati pada linea midclavicularis adalah 6-12 cm
4. dan pada linea sternalis kanan, pekak hati 4-8 cm. Dikatakan
hepatomegali apabila > 12 cm pada linea clavicularis dan > 8
cm pada linea sternalis kanan.
PALPASI LIEN
Palpasi limpa (metode Schuffner & metode Hacket). Ujung
1. limpa yang teraba di bawah arkus kosta kiri menandakan
splenomegali.
Dengan melingkari pasien, tempatkan tangan kiri anda
2.
dibelakang bagian bawah iga-iga kiri dan dorongkan ke depan.
Untul memulai palpasi, letakkan tangan kanan Anda dibawah
3. arcus costae kiri dan tekan kearah dalam untuk menemukan
lien.
Minta pasien untuk bernafas dalam dan rasakan tepi limpa yang
4.
akan turun ke bawah dan menyentuh jari anda. Setelah tepi

30 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
limpa teraba lanjutkan palpasi ke arah lateral dan medial di
mana akan teraba incisura. Ulangi pemeriksaan dan Perhatikan
kontur lien serta ukur jarak antara batas bawah lien dgn arcus
costarum kiri.
PERKUSI LIEN
Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis
aksilaris anterior menuju garis mid aksila pada ICS 9 (disebut
1. Traube‟s space). Normalnya akan terdengar suara timpani. Jika
ruang traube terisi, berarti ada pembesaran limpa dan terdengar
perubahan suara kearah pekak/dullness.
Splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS
2. kiri terbawah pada garis aksila anterior. Minta pasien untuk
bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani).

PEMERIKSAAN AORTA ABDOMINALIS


Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah
1. (sedikit lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta
dengan menggunakan kedua tangan Anda.

PEMERIKSAAN KHUSUS ASCITES


1. Puddle sign:
- Baringkan pasien dengan prone posisi (siku dan lutut
naik/tiarap) selama 5 menit
- Letakkan diafragma stetoskop di permukaan tengah
bawah perut (tempat pengumpulan cairan terbanyak)
- Dengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang
diketukkan pada sisi lateral abdomen
- Bila pinggir dari kumpulan (puddle) cairan dicapai,
intensitas suara ketukan akan lebih keras

2. Shifting dullness
- Pasien berbaring dalam posisi telentang kemudian
lakukan perkusi abdomen mulai dari daerah mid-
abdomen ke arah lateral dan tentukan batas bunyi

31 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
timpani ke redup.
- Minta pasien untuk berbaring ke salah satu posisi lateral lalu
lakukan perkusi kembali dan tentukan batas timpani-redup.
- Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari timpani ke
redup pada lokasi yang sama

3. Fluid Wave
- (Pasien berbaring terlentang). Minta pasien/asisten untuk
meletakan sisi ulnar telapak tangannya ditekan ke
pertengahan dinding abdomen sehingga memberikan tekanan.
- Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi
abdomen pasien.
- Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda
dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada
sisi yang berlawanan.

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

32 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

PEMERIKSAAN FISIK PADA


KASUS APPENDISITIS
Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

33 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL III
PEMERIKSAAN FISIK PADA KASUS APPENDISITIS

I. TEMA
Prosedur pemeriksaan fisik pada kasus Appendisitis

II. TUJUAN
Setelah melakukan pelatihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan:
1. Informed consent terkait pemeriksaan App
2. Pemeriksaan khusus pada kasus appendisitis
a. McBurney Sign
b. Blumberg sign
c. Rovsing sign
d. Psoas sign
e. Obturator sign
3. Pemeriksaan hernia dengan benar
4. Penegakan diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan

III. ALAT DAN BAHAN


- Manekin satu badan
- Handscoen

IV. METODE PEMBELAJARAN


 Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
 Ceramah
 Diskusi
 Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
 Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. DASAR TEORI
Appendix berasal dari midgut bersama ileum dan colon ascendens. Appendix awalnya
berasal dari caecum, tapi basis appendix secara bertahap berotasi kearah medial menuju valvula
ileocaecalis. Selama proses perkembangan, usus menjalani serangkaian rotasi dengan ujung
caecum akan selalu berakhir pada kuadran kanan bawah abdomen, dan lokasi akhir appendix
ditentukan oleh lokasi caecum.
Appendix umumnya terletak retrocaecal tapi dalam cavum peritoneum, tapi juga dapat
terletak retroperitoneal atau pelvic. Ujung appendix juga dapat ditemukan preileal atau post ileal.
Posisi appendix dapat memberikan pengaruh terhadap manifestasi klinis appendicitis.

34 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Patofisiologi
Fungsi appendix masih belum diketahui tapi tampaknya berhubungan dengan proses
imunologi.
Diagnosis
1. Manifestasi klinis
Appendisitis awalnya ditandai dengan keluhan nyeri di bagian epigastrium, yang berpindah
ke umbilicus, yang tidak berkurang setelah defekasi atau flatus, kemudian berpindah ke
perut kanan bawah setelah 4 – 6 jam. Nyeri bertambah jika batuk atau memfleksikan
tungkai bawah kanan . Dapat disertai dengan keluhan mual, muntah, dan diare.
2. Pemeriksaan fisis
a. Demam dan takikardi
b. Nyeri perut kanan bawah
c. Pemeriksaan khusus:
o McBurney
o Blumberg sign
o Psoas sign
o Obturator sign
3. Pemeriksaan laboratorium
 Darah rutin: leukositosis, peningkatan presentasi neutrofil, shift to the left
 Urinalisis biasanya normal, dapat membedakan dengan penyebab nyeri akibat
gangguan saluran kemih
 Pemeriksaan serum β HCG pada wanita, untuk menyingkirkan kemungkinan
Kehamilan Ektopik Terganggu
4. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen tidak menjadi rekomendasi pemeriksaan rutin. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) merupakan salah satu penunjang diagnosis appendicitis. Penegakan
diagnosis appendicitis akut utamanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis,
dengan tambahan informasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi, untuk membedakannya
dengan diagnosis banding lainnya:
a. Gangguan Gastrointestinal
 Gastroenteritis

35 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Meckel‟s diverticulitis
 Ulkus peptic

 Cholecystitis
b. Gangguan Urogenital
 Pyelonephritis

 Kolik uretra
c.Gangguan ginekologi
 Penyakit radang panggul
 Kehamilan ektopik
 Kista ovarium

 Torsio ovarium

Berikut adalah manuver-manuver khusus yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
apendisitis:
A. Mc Burney’s sign

Ditandai dengan melakukan penekanan terhadap titik McBurney (McBurney's point) yang
terdapat di 2/3 antara umbilikus dan anteriot superior iliac spine (ASIS).
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri tekan pada McBurney's point.
(–) : Bila tidak ada nyeri tekan.

B. Rovsing's sign

Ditandai dengan melakukan penekanan di beberapa titik dari mulai regio iliaca kiri hingga regio

36 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
iliaca kanan dengan arah berlawanan jarum jam.
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri tekan pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks)
(–) : Bila tidak ada nyeri tekan.

C. Blumberg's sign

Blumberg's sign biasa disebut juga dengan nyeri rebound atau nyeri lepas. Ditandai dengan
melakukan penekanan perlahan secara tegak lurus di empat kuadran abdomen, lalu
melepaskan penekanan tersebut secara tiba-tiba.
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks); sehingga menandakan
adanya apendisitis atau peritonitis.
(–) : Bila tidak ada nyeri lepas.

D. Psoas sign

Dilakukan penarikan otot psoas dengan cara melakukan ekstensi pada paha. Pemeriksaan ini
disebut juga Cope's psoas test atau Obraztsova's sign.
Pertama, posisikan pasien untuk miring ke kiri (left lateral decubitus);
Kedua, tahan bokong pasien dengan tangan kiri;
Ketiga, tarik kaki pasien ke arah pemeriksa dengan menggunakan tangan kanan.

37 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Hasil :
(+) : Bila timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : Bila tidak ada nyeri saat melakukan manuver.

E. Obturator sign

Dilakukan penarikan otot obturator internus dengan cara melakukan rotasi internal pada caput
tulang femur.
Pertama, kaki pasien diangkat dan lututnya di flexikan 90 derajat tegak lurus;
Kedua, tarik kaki pasien ke arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi internal pada femur.
Hasil :
(+) : Bila timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : Bila tidak ada nyeri saat melakukan manuver.

VI. DESKRIPSI KEGIATAN


Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 10 menit Pengantar
2. Bermain peran 30 menit  Mengatur posisi duduk mahasiswa.
pemeriksaan fisik  Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan pemeriksaan fisik pada kasus
appendisitis dan hernia. Seorang dosen
(instruktur) sebagai dokter dan manekin sebagai
pasien. Mahasiswa wajib menyimak dan
mengamati.
 Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya
kepada instruktur dan instruktur menjawab serta
memberikan penjelasan tentang aspek penting
dalam pemeriksaan fisik.
3. Praktek bermain peran 120 menit  Mahasiswadikelompokkan secara berpasangan.
dan umpan balik Satu orang berperan sebagai dokter/pemeriksa
dan satu orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap pasangan.

38 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Instruktur berkeliling untuk menilai dengan
daftar tilik setiap mahasiswa yang berlatih
pemeriksaan fisik.
 Mahasiswa bertukar peran secara serentak dan
kemudian instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
4. Curah pendapat/diskusi 40 menit  Mahasiswa bertanya tentang apa yang belum
dipahaminya serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta instruktur bertanya apakah
ada bagian yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

39 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VII. EVALUASI DAFTAR TILIK

NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
PEMERIKSAAN APPENDISITIS 0 1 2
Persiapan Pasien
Setelah pasien selesai dianamnesis selanjutnya dilakukan
1.
pemeriksaan fisik khusus dengan persiapan.
Persiapan Pasien
• Menjelaskan jenis pemeriksaan appendisitis
• Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan
2.
• Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan
• Menjamin kerahasiaan pemeriksaan
• Meminta persetujuan pasien
3. Mencuci tangan
Sebelum pemeriksaan, tangan diusahakan hangat sesuai suhu
4. ruangan/tubuh. Kemudian Mempersilahkan pasien berbaring dan
membuka pakaian bagian abdomen
Lakukan pemeriksaan Mc Burney sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan pada titik Mc Burney menggunakan ujung
5. jari II,III,IV dan V sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri. (Hasil positif jika pasien
merasa nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Blumberg sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan pada kuadran kiri bawah abdomen
menggunakan ujung jari II,III,IV dan V kemudian angkat jari
6.
secara tiba-tiba sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri.(Hasil positif jika pasien
merasakan nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Psoas sign dengan cara meminta pasien
berbaring ke sebelah kiri kemudian lakukan ekstensi tungkai
7. bawah kanan pasien sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri.(Hasil positif jika pasien
merasakan nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Rovsing‟s sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan menggunakan ujung jari II,III,IV dan V
mulai regio iliaca kiri hingga regio iliaca kanan dengan arah
8. berlawanan jarum jam sambil melihat ekspresi pasien dan
meminta pasien memberi tahu jika terasa nyeri. (Hasil positif
jika pasien merasa nyeri pada daerah yang ditekan hingga ke
regio kanan abdomen).

9. Lakukan pemeriksaan obturator sign dengan cara memfleksikan

40 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
paha kanan pasien sambil melakukan rotasi sambil melihat
ekspresi pasien dan meminta pasien memberi tahu jika terasa
nyeri.(Hasil positif jika pasien merasakan nyeri pada regio kanan
abdomen).
10. Mencuci tangan
11. Mencatat semua hasil pemeriksaan
12. Mengakhiri pemeriksaan dan mengucapkan terimakasih

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

41 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

PEMERIKSAAN FISIK PADA


KASUS HERNIA
Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

42 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL IV
PEMERIKSAAN FISIK PADA KASUS HERNIA

I. TEMA
Prosedur pemeriksaan fisik pada kasus Hernia

II. TUJUAN
Setelah melakukan pelatihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan:
1. Informed consent terkait pemeriksaan Hernia
3. Pemeriksaan hernia dengan benar
4. Penegakan diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan

III. ALAT DAN BAHAN


- Manekin satu badan
- Handscoen

IV. METODE PEMBELAJARAN


 Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
 Ceramah
 Diskusi
 Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
 Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. DASAR TEORI
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui suatu defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Semua hernia
terjadi melalu celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang
dicetuskan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.

DEFINISI
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau
kelemahan suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal. Hernia
inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis intemus/lateralis menelusuri kanalis
inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis extema/medialis

KOMPONEN HERNIA
Terdapat 3 komponen yang ada pada hernia yaitu :
1. Kantong hernia (Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia
memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis)
2. Isi hernia (usus,omentum, organ intra ataupun ekstraperitoneal)

43 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
3. Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen)

Gambar 1. Komponen Hernia

ETIOLOGI
Penyebab hernia inguinalis adalah :
1. Kelemahan otot dinding abdomen
a. Kelemahan jaringan
b. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
c. Trauma
2. Peningkatan tekann intraabdominal
a. Obesitas
b. Mengangkat benda berat
c. Mengejan atau konstipasi
d. Kehamilan
e. Batuk kronik

DIAGNOSA
1. ANAMNESA
a. Anamnesa hernia inguinalis
Secara klasik pada penderita hernia inguinalis biasanya ditemukan keluhan-keluhan antara
lain :
 Pada orang dewasa biasanya penderita datang dengan keluhan adanya benjolan
dilipatan paha atau perut bagian bawah pada scrotum atau labium mayor pada wanita.
 Pada bayi dan anak-anak ditemukan adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan
paha dan biasanya diketahui oleh orangtuanya.
 Benjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan tekanan intraabdominal, misalnya
mengejan, menangis, batuk, atau mengangkat beban berat. Benjolan akan menghilang
atau mengecil ketika penderita berbaring (reponibilis), tidak dapat kembali atau tidak
menghilang ketika berbaring (irreponibilis).
 Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium
atau paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesentetium sewaktu
segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia.
 Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserata karena
illeus (dengan gambaran obstruksi usus dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit
dan asam basa), atau strangulasi karena nekrosis atau gangrene (akibat adanya
gangguan vaskularisasi).

44 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Faktor-faktor predisposisi antara lain :
 Pekerjaan (mengangkat-angkat beban berat, atlet angkat besi, tentara, kuli
bangunan.
 Penyakit ataupun gangguan kronis (BPH, stricture urethra, batuk kronis,
ascites, atau susah BAB)
 Faktor usia, semakin tua, otot-otot dinding abdomen semakin lemah
 Faktor kegemukan (obesitas).

b. Anamnesa Hernia femoralis


Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu
melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intraabdomen seperti mengangkat
barang dan batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Sering penderita datang ke
dokter atau ke rumah sakit dengan hernia strangulate. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial v.femoralis dan
lateral tuberkulum pubikum. Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus
sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena kecilnya atau penderita gemuk.

2. PEMERIKSAAN FISIK
(Posisi penderita berdiri atau berbaring)

INSPEKSI
 Tampak benjolan dilipatan paha simetris atau asimetris pada posisi berdiri. Apabila tidak
didapatkan benjolan, penderita kita minta untuk melakukan manuver valsava.
 Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM).
 Terdapat atau tidaknya tanda-tanda radang. Pada hernia inguinalis biasanya tanda radang (-)

PALPASI
 Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan, penderita diminta
mengejan atau melakukan maneuver valsava.
 Tentukan konsistensinya
 Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak)
 Kompresable umumnya (+)
 Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat dilakukan beberapa
macam test (provokasi test)

AUSKULTASI
 Ditemukan suara bising usus (diatas benjolan).

45 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
3. PEMERIKSAAN KHUSUS
ZIEMAN’S TEST
Penderita dalam keadaan berdiri atau Bilamana kantong hernia terisi, kita masukkan dulu
kedalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian kanan digunakan tangan kanan dan
sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada penderita laki-laki ataupun perempuan.
Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan diatas annulus inguinalis intemus ( ± 1,5
cm diatas pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan pada annulus
inguinalis eksternus dan jari keempat pada fossa ovalis. Penderita disuruh mengejan maka
timbul dorongan pada salah satu jari tersebut diatas. Bilamana dorongan pada jari kedua,
berarti hernia inguinalis lateralis, Bila pada jari ketiga berarti hernia inguinalis medialis
dan Bila pada jari keempat berarti hernia femoralis.

Gambar 2. Zieman Test

FINGER TEST
Test ini hanya dilakukan pada penderita laki-laki. Deng an menggunakan jari telunjuk atau
kelingking, skrotum diinvaginasikan menyelusuri annulus ekstemus sampai dapat
mencapai kanalis inguinalis, kemudian penderita disuruh batuk, bilamana ada dorongan
atau tekanan yang timbul pada ujung jari, maka didapatkan hernia inguinalis lateralis,
Bilamana timbul pada samping Jari maka didapatkan suatu hernia inguinalis medialis.

Gambar 3. Finger Test


THUMB TEST
Penderita dalam posisi tidur telentang atau pada posisi berdiri. Setelah benjolan
dimasukkan kedalam rongga perut, ibu jari kita tekankan pada annulus internus. Penderita
disuruh mengejan atau meniup dengan hidung atau mulut tertutup atau batuk. Bila benjolan
keluar waktu mengejan berarti hernia inguinalis medialis dan bila tidak keluar berarti
hernia inguinalis lateralis.

46 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Gambar 4. Thumb Test

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mencari kemungkinan adanya tekanan intra peritonealmeningkat, sebagai penyebab
timbulnya hernia :
 Rectal Toucher : BPH, Stenosis Anal, Tumor Recti
 Thoraks foto : Batuk kronis, asma, tumor paru
 USG abdomen : Asites, tumor abdomen
 Genitalia Eksterna : Striktura urethra, phymosis

H.Inguinalis lateralis H. Inguinalis Direkta H. Femoralis


Usia Semua umur Orang tua Dewasa dan Tua
Jenis Terutama Pria Pria dan wanita Terutama wanita
kelamin
Lokasi Diatas ligamentum Diatas ligamentum Dibawah
inguinal inguinal ligamentum
inguinal
Zieman Test Dorongan pada jari ke II Dorongan pada jari ke Dorongan pada jari
III ke IV
Finger Test Benjolan pada ujung jari Benjolan pada sisi jari -
Thumb Test Tidak keluar benjolan Keluar benjolan Keluar benjolan

VI. DAFTAR PUSTAKA

 Fitzgibbons R J, Ahluwalia H S. 2006. Inguinal Hernia. Schwartz Manual of


Surgery, eigth edition. USA: McGraw-Hills Companies. 920-942
 Wilson SE (2006). Current Clinical Strategy : Surgery. University of California: Irvine.
 Lutfi Achmad, Thalut Kamardi. 2007. Dinding Perut, Hernia,
Retroperitonium, dan Omentum. Buku Ajar Dmu Bedah,edisi 3. EGC. 615-
641

47 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VI. DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan Waktu Deskripsi
5. Pengantar 10 menit Pengantar
6. Bermain peran 30 menit  Mengatur posisi duduk mahasiswa.
pemeriksaan fisik  Instruktur memberikan contoh bagaimana cara
melakukan pemeriksaan fisik pada kasus
appendisitis dan hernia. Seorang dosen
(instruktur) sebagai dokter dan manekin sebagai
pasien. Mahasiswa wajib menyimak dan
mengamati.
 Memberikan kesempatan mahasiswa bertanya
kepada instruktur dan instruktur menjawab serta
memberikan penjelasan tentang aspek penting
dalam pemeriksaan fisik.
7. Praktek bermain peran 120 menit  Mahasiswadikelompokkan secara berpasangan.
dan umpan balik Satu orang berperan sebagai dokter/pemeriksa
dan satu orang berperan sebagai pasien secara
serentak. Instruktur mengamati setiap pasangan.
 Instruktur berkeliling untuk menilai dengan
daftar tilik setiap mahasiswa yang berlatih
pemeriksaan fisik.
 Mahasiswa bertukar peran secara serentak dan
kemudian instruktur menilai performa
mahasiswa tersebut.
8. Curah pendapat/diskusi 40 menit  Mahasiswa bertanya tentang apa yang belum
dipahaminya serta instruktur menjawab dan
menjelaskannya serta instruktur bertanya apakah
ada bagian yang sulit dari proses tersebut.
Total waktu 200 menit

48 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VII. EVALUASI DAFTAR TILIK

NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
A. PEMERIKSAAN HERNIA 0 1 2
Persiapan Pasien
Setelah pasien selesai dianamnesis selanjutnya dilakukan
1.
pemeriksaan fisik khusus dengan persiapan.
Persiapan Pasien
• Menjelaskan jenis pemeriksaan hernia
• Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan
2.
• Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan
• Menjamin kerahasiaan pemeriksaan
• Meminta persetujuan pasien
3. Mencuci tangan dan memakai handscoen.
INSPEKSI
 Meminta pasien berdiri
 Menginspeksi daerah inguinal, femoral, lalu mencari
adanya tanda-tanda benjolan
 Jika benjolan tidak tampak, Minta pasien melakukan maneuver
valsalva, dengan cara meminta pasien meniup sambil menutup
mulut dan hidungnya sambil amati apakah muncul benjolan
pada daerah inguinal dan femoral atau tidak
 Jika tampak benjolan, minta pasien untuk mendorong
kembali benjolan itu dan lihat apakah benjolan dapat
dimasukkan atau tidak. Jika tidak dapat dimasukkan, minta
4.
pasien berbaring, dan ulangi kembali.
Interpretasi :
 Jika tampak benjolan yang bergerak dari lateral kemedial di
dalam canalis inguinalis: Hernia inguinalis indirek

 Jika tampak benjolan dari profunda ke superficial melalui


lantai inguinal : Hernia inguinalis direk.

 Jika tampak benjolan dibawah ligamentum inguinal : hernia


femoralis

 Jika tampak benjolan pada scrotum : Hernia scrotalis.

PALPASI
Meminta pasien berbaring, dan letakkan jari kedua pada canalis
5. inguinalis dan minta pasien untuk mengedan atau batuk.
Interpretasi
Positif hernia indirek inguinalis jika teraba massa lunak yang

49 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
menyentuh jari.
6. Mencuci tangan
7. Mencatat semua hasil pemeriksaan
Mengakhiri pemeriksaan, memberikan penjelasan dan
8.
mengucapkan terimakasih

Nb : Pada beberapa kasus dimana benjolan bersifat menetap dan terdapat nyeri, disertai demam,
mual, muntah, takikardia dan distensi abdomen, Maka dianjurkan untuk segera
dirujuk/konsultasi untuk bedah emergency.(Hernia Inkarserata)

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

50 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

PEMASANGAN NGT
(NASOGASTRIC TUBE)
Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

51 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL V
PEMASANGAN NGT (NASOGASTRIC TUBE)

I. TEMA
Prosedur pemasangan Nasogastric Tube

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


 Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastric tube.
 Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube.
 Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastric tube.

III. ALAT DAN BAHAN


 Spatula
 NGT/selang sump Levin atau Salem
 Segelas es
 Jelly Silokain atau K-Y Jelly
 Tabung suntik 60 ml ujung kateter
 Spuit 10 cc
 Segelas air dengan sedotan
 Stetoskop
 Bengkok
 Plester dan gunting
 Handschoen

IV. SKENARIO
Seorang pasien yang tampak tidak sadar dibawa keluarganya ke IGD. Keluarga pasien
mengatakan ia baru saja melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum puluhan tablet
obat flu. Anda sebagai dokter jaga memutuskan untuk melakukan bilas lambung melalui
NGT. Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu!

V. DASAR TEORI
Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan tindakan pemasangan slang plastik lunak
melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang
memungkinkan untuk pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

52 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Gambar 18. Pemasangan NGT.

Bagi anak-anak, kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi
jalan makanan; oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan
atau tidak sadarkan diri.

Macam-macam NGT :
1. Selang NGT dari karet
2. Selang NGT dari bahan plastik
3. Selang NGT dari bahan silikon

UKURAN NGT
Ukuran NGT dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
Dewasa : Ukuran No 16-20
Anak-anak : Ukuran No.8-14
Bayi : Ukuran No 5-7

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PEMASANGAN NGT


Indikasi:
b. Diagnostik
 Evaluasi perdarahan saluran cerna bagian atas
 Pemeriksaan analisis getah lambung
 Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgen thorax
 Pemberian kontras radiografik ke saluran cerna

c. Terapeutik
 Dekompresi lambung yaitu mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus
obstruksi/ileus paralitik, peritonitis dan pankreatitis akut.
 Bilas lambung
 Pemberian obat secara langsung
 Pemberian nutrisi enteral/ feeding pada pasien yang tidak dapat menelan karena berbagai
sebab.
 Lavage lambung pada kasus keracunan

53 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Pasien koma

Kontraindikasi :
 Dugaan fraktur basis kranii
 Atresia koana
 Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi)
 Pascaesofagoplasti

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan NGT :
 Iritasi hidung, epistaksis, sinusitis, rhinorrhea, fistula esophagotracheal akibat
pemasangan NGT dalam jangka lama.
 Pneumoniae aspirasi
 Hipoksia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat tracheal intubation.

NGT berdiameter besar, kurang fleksibel, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat,
dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk pemberian makan jangka pendek
(biasanya kurang dari 1 minggu).
Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan profilaksis untuk pencegahan gastro-oesofageal
reflux dan mikro-aspirasi isi lambung ke dalam jalan napas bagian bawah masih kontroversial
sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-
komplikasi ini.
Displacement dapat terjadi pada ukuran besar maupun kecil, namun ukuran
kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda yang dapat
terlihat dari luar, serta mudah terjadi kemacetan dan melilit.

VI. PROSEDUR
1) Informed consent
2) Persiapkan alat.

Gambar 1. Peralatan pemasangan NGT

3) Atur posisi pasien.


4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien.
5) Cuci tangan dan memakai sarung tangan.

54 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur panjang
dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus (lebih kurang
40 – 45 cm pada pasien dewasa

Gambar 2. Pengukuran NGT

7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya.


8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujung NGT).
9) Memasukkan NGT melalui lubang hidung dan meminta pasien untuk menelan (jika pasien
tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatula).
10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan selang ke dalam lubang
hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah distall sedikit menekuk (mengikuti
bentuk alami rongga hidung).
11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien untuk menelan (apabila
memungkinkan).
12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan jelas dan bernapas,
tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan.
Apabila pasien mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik meminta pasien minum
melalui sedotan, sementara pasien menelan, Anda mendorong selang dengan lembut.
13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam lambung. Terdapat
beberapa cara untuk memastikan hal tersebut, yakni (cukup lakukan salah satu):
a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc  jika terdapat cairan bercampur isi
lambung berarti sudah masuk ke lambung.

55 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom  apabila ada gelembung berarti NGT
berada dalam paru-paru.
c. Menggunakan metode Whoosh. Menyemprotkan dengan cepat kira-kira 20 ml udara
menggunakan spuit melalui ujung selang NGT sambil melakukan auskultasi pada
daerah epigastrium dan dengarkan ada tidaknya suara “whoosh” pada stetoskop. Jika
terdengar suara “whoosh” maka NGT telah masuk ke dalam lambung. Jika tidak
terdengar maka selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm. Kemudian
dilakukan pengulangan metode “whoosh” hingga terdengar suara pada stetoskop.

Gambar 3 Whoosh test

14) Lakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.

Gambar 4. Fiksasi NGT

15) Menyambung NGT kebotol penampung.


16) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi nyaman dan aman.
17) Rapikan kembali alat-alat.
18) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telah disiapkan.
19) Cuci tangan
20) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa pemasangan NGT dilakukan.
21) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin 15 ml. Selang sump
salem juga memerlukan penyuntikan 15 ml udara melalui saluran sump (biru) setiap 4 jam
agar selang tetap berfungsi baik. Pantau pH lambung setiap 4 – 6 jam dan perbaiki dengan
pemberian antasid apabila pH < 4,5.
22) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk pemberian makan secara
enteral. (Lakukan foto thorax untuk memastikan letak selang yang benar sebelum
menggunakan selang untuk menyalurkan makanan).

56 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VII. DAFTAR PUSTAKA
- Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; 2006.
- Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi Ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2000.
- Insertion and Confirmation of position of Nasogastric tubes for adults and children.
Northern Health and Social Care Trust. June 2010

VIII. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi oleh 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa.
instruktur Instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
Pemasangan NGT.
2. Mahasiswa menyimak dan mengamati.
3. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan
instruktur memberikan penjelasan
tentang aspek-aspek yang penting.
4. Mahasiswa dapat menanyakan hal- hal
yang belum dimengerti dan instruktur
menanggapinya
3. Praktek bermain 100 menit 1. Mahasiswa berpraktek melakukan
peran dengan umpan pemasangan NGT.
balik 2. Instruktur berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik.
3. Setiap mahasiswa paling sedikit
berlatih 1 kali
4. Curah pendapat/ 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : apa yang
diskusi dirasakan mudah atau sulit ?
2. Instruktur menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan dan
memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti
TOTAL WAKTU 150 MENIT

57 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
IX. EVALUASI DAFTAR TILIK

NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
PEMASANGAN NGT 0 1 2
INFORMED CONSENT (Meminta persetujuan untuk
melakukan pemasangan guna memastikan diagnosis dan
1 untuk kepentingan terapi)
2 Persiapkan alat-alat
Mengatur posisi pasien dalam keadaan duduk atau
3
berbaring terlentang
4 Cuci tangan WHO
5 Gunakan Handscoen
6 Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien
Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan
7 dimasukkan dengan mengukur panjang dari nares ke cuping
telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus.
Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk
8
mengeraskannya.
9 Oleskan pelumas atau Jelly pada selang
Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan
masukanselang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah
10
paralel dasar hidung dan arah distal sedikit menekuk
(mengikuti bentuk alami rongga hidung).
Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta
11
pasien untuk menelan (apabila memungkinkan).
Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat
berbicara dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan
12
dengan lembut dorong selang sampai panjang yang telah
diperkirakan.
Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan
menyuntikan/menyemprot kira-kira 20 ml udara dengan
13
menggunakan spuit melalui ujung selang sambil melakukan
auskultasi daerah epigastrium.
Lakukan fiksasi dengan memplester selang ke hidung
14 pasien kemudian pastikan bahwa tidak ada tekanan yang
ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung.
15 Menyambung NGT kebotol penampung
16 Merapikan kembali pasien dalam posisi nyaman.
17 Merapikan alat
18 Melepaskan Handscoen lalu mencuci tangan

58 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa
19
pemasangan NGT dilakukan.

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

59 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

DIGITAL RECTAL EXAMINATION


(PEMERIKSAAN COLOK DUBUR)

Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

60 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL VI
DIGITAL RECTAL EXAMINATION ( PEMERIKSAAN COLOK DUBUR)

I. TEMA
Prosedur Pemeriksaan Colok Dubur pada sistem Gastroenterohepatologi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Umum:
Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan colok dubur
secara benar.

Tujuan Khusus:
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan Colok Dubur.
2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan Colok Dubur
3. Melakukan pemeriksaan Colok Dubur sesuai dengan prosedur.

III. ALAT dan BAHAN


• Sarung tangan (handscoen)
• K-Y Jelly

IV. METODE PEMBELAJARAN :


1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. DASAR TEORI

Pengertian
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk yang
sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat
menemukan penyakit-penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah :
1. Keadaan perianal dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan
hemorrhoid.
2. Keadaan perineum apakah meradang atau tidak.
3. Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR). Penilaian Sfingter ani
dilakukan dengan cara merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari telunjuk
dimasukkan lubang anus. Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara

61 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
merasakan jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan
pada glans penis atau klitoris
4. Menilai mukosa dan ampulla rekti serta mencari kemungkinan adanya massa didalam
lumen rektum
5. Menilai prostat (penonjolan prostat kearah rektum)

Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan kontraksi sfingter ani
sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu
kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama
dalam pemeriksaan ini.

Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur

Indikasi
Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik abdomen untuk
kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal toucher diindikasikan pada pasien-
pasien dengan penyakit atau keluhan sebagai berikut :
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah.
- Hemorrhoid, prolaps rekti.
- Ca Recti, Tumor anus
- Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.
- Peritonitis.
- BPH & Ca prostat.
-

Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati saat
melakukan rectal toucher pada :
- Anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan vasovagal syncope.
- Prostatitis, dapat menyebarkan infeksi.
- Hemorrhoid interna grade IV

VI. PROSEDUR PEMERIKSAAN


 Melakukan Informed Consent dan penjelasan prosedur pemeriksaan.
 Melakukan cuci tangan dan memakai Handscoen.

62 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Posisi pemeriksa: Berdiri disebelah kanan pasien.
 Posisi pasien: Memposisikan pasien dalam posisi Lithotomi (Berbaring terlentang dalam

keadaan rileks, lutut ditekuk 60º), pasien terlebih dahulu disuruh berkemih.

Gambar 1. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral
decubitus, c & d. Posisi knee chest, e & f posisi membungkuk

 Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi perianal dan perineum dibawah


penerangan yang baik (jika ada hemoroid grade 4, tidak dilakukan RT).
 Pada pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor
anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah meradang atau tidak.
 Keadaan tonus sfingter ani diobservasi pada saat istirahat dan kontraksi volunter.
 Penderita diminta untuk “mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk memperlihatkan
desensus perineal, prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang menonjol seperti prolaps rekti
dan tumor.
 Melakukan lubrikasi pada jari telunjuk tangan kanan dengan K-Y jelly dan menyentuh
perlahan pinggir anus.
 Memberikan tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka kemudian jari dimasukkan
lurus ke dalam anus, sambil menilai tonus sfingter ani.
 Mengevaluasi keadaan ampula rekti, apakah normal, dilatasi atau kolaps
 Mengevaluasi mukosa rekti dengan cara memutar jari secara sirkuler, apakah mukosa
licin atau berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor atau penonjolan prostat kearah
rektum.
 Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor tersebut : intra atau ekstralumen,
letak berapa centi dari anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler, dan
konsistensi tumor.
 Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa cm penonjolan tersebut,
konsistensi, permukaan, sulcus medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak.
 Melakukan evaluasi apakah terasa nyeri, kalau terasa nyeri sebutkan posisinya.
 Melepaskan jari telunjuk dari anus.
 Memeriksa handscone: apakah ada feses, darah atau lendir?
 Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah medis

63 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
 Melakukan cuci tangan
 Melaporkan hasil pemeriksaan.

Contoh laporan pemeriksaan Rectal Toucher.


- Rectal toucher: Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak massa
tumor, Sfingter ani mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa
tumor, tak teraba penonjolan prostat kearah rektum, tidak terasa nyeri.
- Handscoen: Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.

Gambar 2. Pemeriksaan Colok Dubur

VII. DAFTAR PUSTAKA


1. Nicholas J. Talley. How to Do and Interpret a Rectal Examination in
Gastroenterologi. Am J Gastroenterology 2008;103:820–822.
2. Roslyn Davies. Clinical Guidelines for Digital Rectal Examination, Manual
Removal of Faeces and Insertion of Suppositories /Enemas for Adult Care only.
NHS South Gloucestershire July 2010.
3. Cathy Popadiuk, Madge Pottle, Vernon Curran. Teaching Digital Rectal
Examinations to Medical Students: An Evaluation Study of Teaching Methods.
Academic medicine, vol. 77, no. 11 / november 2002.

64 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VIII. EVALUASI DAFTAR TILIK

NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR 0 1 2
Melakukan informed consent dan penjelasan prosedur
1. pemeriksaan
2. Mencuci tangan sesuai WHO
Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat,
3.
lakukan kateterisasi.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien dan Atur posisi
pasien dengan posisi lithotomi, kemudian pasang sarung
4.
tangan dan oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan
dengan lubricant/jelly.
Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan
kedua bokong (otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah
5.
kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus
pilonidal, fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid.
Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal
6. (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan
spinkter ani eksterna. Nilai tonus sfingter ani.
Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla
rectum, sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai
7. adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian
pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding
anterior rectum.
Lakukan evaluasi terhadap mukosa rekti dengan cara
memutar jari secara sirkuler, apakah mukosa licin atau
berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor atau
penonjolan prostat kearah rektum.
 Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor
tersebut : intra atau ekstralumen, letak berapa centi dari
8. anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler,
dan konsistensi tumor.
 Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa
cm penonjolan tersebut, konsistensi, permukaan, sulcus
medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak,
sensitifitas terhadap tekanan (nyeri atau tidak), mobilitas
atau terfiksasi.
Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari anus dan
8. periksa handscoen apakah terdapat feses, darah atau lendir?
Apabila terdapat darah apakah berwarna merah atau hitam?

65 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah
9.
medis
10. Mencuci tangan
11. Melaporkan Hasil pemeriksaan

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

66 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
PEGANGAN MAHASISWA

Keterampilan Klinis (Clinical Skill Lab)

TEKNIK PENILAIAN RADIOLOGI SISTEM


GASTROENTEROHEPATOLOGI

Diberikan kepada Mahasiswa Semester V

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2020

67 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
CSL VII
TEKNIK PENILAIAN RADIOLOGI SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

I. TEMA
Prosedur Pemeriksaan teknik penilaian Radiologi sistem Gastroenterohepatologi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti pembelajaran ini maka mahasiswa mampu melakukan penilaian terhadap foto
BNO, Foto MD, dan Foto Colon in Loop.

III. ALAT dan BAHAN


 Daftar panduan belajar untuk teknik penilaian Radiologi.
 Light box.
 Foto BNO, MD, dan Colon in Loop.
 Alat tulis.
 Jas laboratorium.

IV. METODE PEMBELAJARAN :


1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor

V. DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 10 menit Pengantar
2. Bermain peran tanya 30 menit 1. Mengatur mahasiswa
jawab 2. Dosen menjelaskan bagaimana cara menilai foto
dengan benar
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya
3. Praktek meenilai foto 120 menit 1. Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok
thorax sistem respirasi sesuai dengan ketentuan
2. Setiap mahasiswa melakukan penilaian foto
3. Dosen mengawasi sampai memberikan perintah
bila ada hal-hal yang diperlukan
4. Diskusi 40 menit 1. Apa yang dirasakan oleh mahasiswa dan
kendala/kesulitan yang dialami selama melakukan
kegiatan
2. Dosen menyimpulkan apa yang dilakukan
mahasiswa
Total Waktu 200 menit

68 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i
VI. EVALUASI KEGIATAN
1. FOTO BNO
1) Periksa identitas pasien (nama/umur)
2) Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai
3) Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa
4) Lakukan penilaian terhadap distribusi udara dalam abdomen (apakah ada obstruksi, atau udara
sampai ke distal).
5) Identifikasi adanya gambaran herring bone, step leader, air fluid level, dan tanda-tanda
distensi dari usus (dan adanya udara bebas pada subdiafragma)
6) Perhatikan psoas line kiri dan kanan serta pre peritonid line kiri dan kanan
7) Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada.

2. FOTO MD (Barium meal)


1) Periksa identitas pasien (nama/umur)
2) Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai
3) Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa
4) Nilai posisi penderita berdasarkan posisi kontras (supine, prone dan erect)
5) Perhatikan mukosa gaster dan duodenum (apakah ada filling defect maupun additional
shadow)
6) Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada

3. FOTO COLON IN LOOP (Barium enema)


1) Periksa identitas pasien (nama/umur)
2) Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai
3) Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa
4) Lakukan terlebih dahulu penilaian foto BNO pasien
5) Perhatikan posisi kontras sampai dimana.
6) Perhatikan mukosa, hanstrasi, incisura dan kaliber lumen colon (apakah ada filling defect,
additional shadow)
7) Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada

69 | M a n u a l C S L B l o k G a s t r o e n t e r o h e p a t o l o g i

Anda mungkin juga menyukai