Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Stanly Alfallabi
03311840000024
2020
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas Hitung Perataan yang
berjudul “Laporan Tugas Hitung Perataan “Hitung Perataan Kuadrat Terkecil Untuk Jaring
Sipat Datar”.
Yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga
saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami
bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan Tugas Hitung Perataan yang kami buat ini masih
jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
4
DAFTAR ISI
3
BAB
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
4
BAB II
DASAR TEORI
Hitung perataan kuadrat terkecil dimaksudkan untuk mendapatkan harga estimasi dari
suatu parameter yang paling mendekati harga yang sebenarnya dengan cara menentukan
besaran yang tidak diketahui (parameter) dari sekumpulan data ukuran yang mempunyai
pengamatan lebih. Penyelesaian hitung kuadrat terkecil dilakukan dengan mencari suatu nilai
akhir yang unik dengan cara tertentu sehingga jumlah kuadrat residualnya (VTPV) minimum,
sehingga tidak mungkin ada nilai hasil hitungan lain yang jumlah kuadrat residualnya
(VTPV) lebih kecil. (Hadiman, 1991).
Menurut Wolf (1997) prinsip hitungan perataan dengan kuadrat terkecil adalah
jumlah kuadrat dari koreksi yang diberikan pada hasil ukuran adalah minimum dengan
besaran pengamatan pada persamaan tersebut merupakan fungsi dari persamaan parameter.
Model matematis yang menunjukkan pengamatan adalah fungsi dari parameter ditunjukkan
sebagai berikut (Wolf, 1997):
Dalam teori kuadrat terkecil, metode ini sering diistilahkan hanya dengan metode A
atau metode standart II. Pada metode ini harus dicari sejumlah parameter (besaran yang
belum diketahui nilanya) yang independent. Secara umum, besaran yang akan dicari dapat
digunakan sebagai parameternya. Banyaknya parameter yang harus ditentukan harus
sejumlah u yaitu banyaknya nilai-nilai yang dapat ditentukan dari data yang ada (diukur).
Atau dapat dikatakan sebagai banyaknya data minimum yang harus dibuat pada permasalahan
tersebut. Setelah parameternya ditentukan, selanjutnya ditentukan hubungan masing-masing
ukuran dengan parameter-parameter tersebut. Sehingga, akan didapat sejumlah n banyaknya
ukuran persamaan.
Dalam hal ini ,
B = Matriks Desain (n x u)
F = Matriks Pengamatan (n x 1)
n = Jumlah pengamatan
W = Matriks Bobot (n x n)
7
u = Jumlah parameter
V = Matriks koreksi (n x 1) (B X – F)
X = Matriks Paramater (u x 1) (ATW A) -1 ATW F
σ0 2= Variansi (VTW V /(n-u))
σ LL = Varian-kovarian tiap Beda Tinggi (W-1 – (W-1 – BT( BTWB )-1BT)) * ơ2
Model matematia merupakan model persamaan linier sehingga semua persamaan harus
dilinearkan terlebih dahulu menggunakan deret taylor.
V=AX+L
= Ax + (Xo)-Lb dengan X = Xa – Xo
Keteranga:
• V = Matriks residu dengan dimensi (nx1)
• A = Matriks koefisien dengan dimensi (nxu) yang didapatkan dari proses
differensial parsial terhadap parameter yang dicari
• X = Matriks Parameter dengan dimensi (n x 1)
• L = Matriks sisa dengan dimensi (nx1)
Dalam hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter, nilai c selalu sama dengan nilai n
(c=n). Persamaan kondisi untuk hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter adalah:
Maka:
Dimana :
v = vektor residual
b = matriks koefisien dari parameter yang dicari
∆ = vektor parameter yang dicari
f = vektor konstanta setelah dilakukan linerisasi
Adapun output yang didapatkan dari hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter ini
adalah langsung berupa nilai-nilai parameter yang dicari.
5
2.3 Hitung Perataan Kuadrat Terkecil Metode Bersyarat
Disamping metode parameter seperti diatas, metode lainnya adalah metode kuadrat terkeci
dengan membuaat syarat pada besaran pengukuran. Metode ini juga sering disebut metode
bersyarat. Jika pada metode parameter harus ditentukan banyaknya n (jumlah pengukuran)
dan u (syarat pengukuran), pada metode ini juga tetap harus ditentukan. Selanjutnya, dari
nilai n dan u tersebut digunakan untuk menentukan banyaknya persamaan syarat r yang harus
ditentukan r = n – u. karena n >= u, maka nilai r selalu >= 0. Jika r tepat sebesar 0, berarti
tidak perlu adanya hitungan perataan karena tidak akan didapat nilai koreksi pengukuran.
Dalam hal ini ,
A = Matriks Desain (r x n)
W = Matriks Pengamatan (r x 1)
r = Jumlah persamaan
P-1 = Matriks Bobot (n x n).
n = Jumlah pengamatan
K = Matriks Korelat (r x 1) (( A P-1 AT )-1*W)
V = Matriks koreksi (n x 1) (-( P-1 AT K ))
σ0 2= Variansi (WTK /(n-u))
σ LL = Varian-kovarian tiap Beda Tinggi (P-1 – (P-1AT( ATP-1A )-1AP-1)) * ơ2
Dimana
v = vektor residual
A = matriks koefisien dari nilai residual
f = vektor konstanta setelah dilakukan linerisasi
Adapun output yang didapatkan dari hitung perataan kuadrat terkecil metode bersyarat ini
adalah masih berupa nilai residual, sehingga untuk mendapatkan nilai parameter yang dicari
atau nilai pengukuran yang sebenarnya, maka nilai residual tersebut perlu ditambahkan
dengan nilai hasil pengukuran.
7
BAB III
BAHAN DAN
METODOLOGi
iii. Kemudian pindah ruaskan nilai yang tidak diketahui ke sebelah kiri dan nilai-nilai
yang diketahui ke sebelah kanan.
iv. Susun persamaan kondisi ke dalam bentuk matriks sesuai persamaan:
v. matriks berat W dengan mengasumsikan bobot tiap nilai merupakan invers dari
panjang sisi.
vi. Menyusun matriks koefisien persamaan normal N dimana :
viii. Menyusun matriks Δ atau parameter yang dicari, yaitu Tinggi titik B, C, D, dan E,
dimana :
5
3.4 Metode Penyelesaian Hitung Perataan Kuadrat Terkecil Metode
Bersyarat
Metode penyelesaian Hitung Perataan Kuadrat Terkecil dengan Metode
Bersyarat :
i. Carilah n, 𝑛0, r, c, dan u. Selain itu, identifikasi pula nilai beda tinggi hasil ukuran
sambil disesuaikan dengan sketsa .
ii. Bentuk persamaan kondisi, dimana banyaknya persamaan kondisi yang hendak
disusun juga dapat dilihat berdasarkan banyaknya loop dalam sketsa.
iii. Bentuk persamaan kondisi e dalam bentuk matriks sesuai persamaan:
7
iv. Selanjutnya Menyusun matriks berat W dengan mengasumsikan bobot tiap nilai
merupakan invers dari panjang sisi.
x. Menentukan nilai beda tinggi terkoreksi atau nilai beda tinggi setelah dilakukan
perataan dimana :
xi. Menentukan tinggi yang akan dicari dengan cara nilai tinggi titik BM yang sudah
diketahui ditambahkan dengan nilai beda tinggi hasil perataan yang disesuaikan
dengan sketsa dan arah loop.
5
BAB IV
PEMBAHASAN
7
• Menyusun Matriks dari persamaan kondisi tersebut
𝑣1 −1 0 0 0 −716,298
𝑣2 1 −1 0 0 17,7
𝑣3 0 1 −1 0 𝑇𝐵 0,687
𝑣4 0 0 1 0 𝑇𝐶 697,914
+ + [ ] =
𝑣5 0 0 0 −1 𝑇𝐷 −723,615
𝑣6 1 0 0 −1 𝑇𝐸 −7,304
𝑣7 0 1 0 −1 −25,025
[𝑣8] [0 0 1 −1] [ −25,709 ]
5
• Menyusun Matriks t, dengan persamaan
165.6596
t = [ −7.1213 ]
72.636
735.2863
• Menyusun matriks Δ atau parameter yang dicari, yaitu Tinggi titik B, C, D, dan E
dengan persamaan
716.3033
∆ = [ 698.5959]
697.9087
723.6144
TB =716.3032 m
TC =698.5959 m
TD =697.9087 m
TE =723.6144 m
7
• Membuat persamaan matriks dari persmaan kondisi yang dibuat, dengan
persaman
𝑣1
𝑣2
1 0 0 0 −1 1 0 0 𝑣3 0.013
0 1 0 0 0 −1 1 0 −0.021
[ 𝑣4
] + 𝑣5 = [ ]
0 0 0 1 1 0 0 −1 0.003
0 0 0 0 0 0 −1 1 𝑣6 0.008
𝑣7
[𝑣8]
4.333
6.333
7.667
1
Q = W-1 = 9
𝑎 1
3
5.667
[ 5.333]
5
• Menyusun matriks Qe dengan persamaan
Untuk matriks AQ
4.3 0 0 0 −1 3 0 0
AQ =[ 0 6.3 0 0 0 −3 5.6 0 ]
0 0 0 9 1 0 0 −5.3
0 0 7.6 0 0 0 −5.6 5.3
1 0 0 0
0 1 0 0
4.3 0 0 0 −1 3 0 0 0 0 0 1
0 6.3 0 0 0 −3 5.6 0 0 0 1 0
[ ]
0 0 0 9 1 0 0 −5.3 −1 0 1 0
0 0 7.6 0 0 0 −5.6 5.3 1 −1 0 0
0 1 0 −1
[0 0 −1 1]
8.3 −3 −1 0
Qe = [−3 15 0 −5.6]
−1 0 15.3 −5.3
0 −5.6 −5.3 18.6
7
0.005247
−0.007391
−0.000187
v = 0.005330
−0.000619
0.007134
−0.006475
[ −0.003289]
1. h1 ^ = 1h 1+ l = 16.3032474385184 m
2. h2 ^ = 2h 2+ l = -17.7073910406173 m
^
3. h3 = 3h +3 l = -0.687186622338212 m
4. h4 ^ = 4h +4 l = 2.09133022443713 m
5. h5 ^ = 5h 5+ l = 23.6143812998093 m
^
6. h6 = 6h 6+ l = 7.31113386129093 m
^
7. h7 = 7h 7+ l = 25.0185249019082 m
8. h8 ^ = 8h +8 l = 25.7057115242464 m
700 m
^
TB = TA +1 h = 716.303247438518
m TC = 5
T
7 A
+ h ^– h ^
=
^
698.595856397901 m TD = TA - h
4
= 697.908669775563
5
^
m TE = TA + h = 723.614381299809
5
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan soal diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pengukuran pasti
akan mengandung nilai kesalahan (eror). Nilai nilai eror dapat dikurangi atau direduksi
dengan Teknik hitung perataan. Dalam Teknik hitung perataan sendiri terdapat 2
metode yaitu metode parameter dan metode bersyarat, dimana kedua metode ini akan
menghasilkan ukuran yang sama.Setelah dilakukan perhitungan kuadrat terkecil
dengan metode parameter dan bersyarat, dapat kita lihat bahwa kedua metode tersebut
memberikan hasil yang sama persis, dimana tinggi titik B, C, D, dan E berturut-turut
adalah 716,3032 m; 698,5959 m; 697,9087; dan 723,6144 m.
Metode bersyarat pada metode bersyarat outputnya masih berupa nilai v atau
koreksi, sehingga untuk mendapatkan nilai sebenarnya perlu ditambahkan terlebih
dahulu dengan nilai pengamatan. Sedangkan, pada metode parameter outputnya sudah
langsung berupa nilai parameter yang sebenarnya (dianggap benar karena sudah
dilakukan perataan).