(PASCA PERSALINAN)”
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Nama Anggota :
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS BENGKULU
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul proses perubahan dan adptasi psikologis pada masa nifas,
laktasi dan menyusui (pasca persalinan) tepat waktu.
Makalah konsep dasar persalinan disusun guna memenuhi tugas dosen pengampu ibu
Kurnia Dewiani, S.ST., M.Keb pada mata kuliah penghantar asuhan kebidanan . Selain itu,
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi kami dan pembaca
tentang konsep dasar persalinan dan proses perubahan dan adptasi psikologis pada masa
nifas, laktasi dan menyusui (pasca persalinan).
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu Kurnia Dewiani, S.ST.,
M. Keb. selaku dosen mata kuliah penghantar ashuan kebidanan. Kami berharap tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
kami. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.Volume darah
normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama
kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat
mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun
selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.Aliran ini terjadi dalam 2-
4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali
jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat
dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama
dengan trauma selama persalinan.Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar
300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua
kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi.
Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio
sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Pasca
melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah.
Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima post patum.
Masa nifas merupakan masa setelah persalinan yaitu terhitung dari setelah plasenta
keluar, masa nifas disebut juga masa pemulihan, dimana alat-alat kandungan akan kembali
pulih seperti semula. Masa nifas merupakan masa ibu untuk memulihkan kesehatan ibu
yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu. Nifas adalah periode mulai dari 6 jam
sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Ketika masa nifas terjadi perubahan-perubahan
penting, salah satunya yaitu timbulnya laktasi. Laktasi adalah pembentukan dan
pengeluaran air susu ibu.
Laktasi terjadi oleh karena pengaruh hormon estrogen dan progesterone yang
merangsang kelenjar-kelenjar payudara ibu. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 ini sangat penting diberikan kepada bayi
sejak bayi dilahirkan hingga selama enam bulan, tanpa menambahkan atau mengganti
dengan makanan atau minuman. Pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk memenuhi
asupan ASI pada bayi sejak dilahirkan sampai dengan berusia enam bulan karena ASI
mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi dan mengandung zat-zat penting seperti
protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga
pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.
Menyusui merupakan hak setiap ibu setelah melahirkan /nifas, tidak terkecuali pada
ibu yang bekerja maka agar terlaksananya pemberian ASI dibutuhkan informasi yang
lengkap mengenai menyusui serta bagaimana teknik menyusui yang benar. Menurut
Padilla (2014) masa nifas adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai
persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil lamanya
masa nifas kurang lebih 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan – perubahan fisiologis
maupun psikologis seperti perubahan laktasi/ pengeluaran air susu ibu,perubahan sistem
tubuh dan perubahan psikis lainnya.
1.2Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Suhu kisaran pada suhu tubuh normal adalah antara 36,5-37,5°C. Kenaikan suhu tubuh
dapat mengindikasikan adanya tanda infeksi.
2. Denyut nadi pada kisaran normal adalah 60-80x/menit. Frekuensi nadi yang cepat dapat
juga mengindikasikan terjadinya infeksi.
3. Frekuensi pernapasan pada kisaran normal 12-16x/menit di saat istirahat.
4. Tekanan darah harus kembali ke batas normal dalam 24 jam setelah kelahiran.
Pada masa nifas, terjadi perubahan hebat yang melibatkan jantung dan sirkulasi.
Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi dalam 8 minggu pertama kehamilan.
(cuningham : 2009 : hal 24-25).Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan
kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah
merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen
mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih lebih
tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan
demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan
yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini (Helen farrer : 2001 : hal 227)
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang
berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan
pH tubuh (bagian dari homeostasis). Organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler terdiri
atas jantung sebagai alat pompa utama, pembuluh darah, serta darah. Sistem
kardiovaskuler yang sehat ditandai dengan proses sirkulasi yang normal, apabila sirkulasi
terhambat akibat keabnormalan dari organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler ini maka
akan dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan bisa mematikan.
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah
yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan
kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume
plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya
progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan. Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila
kelahiran melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri dari volume darah (blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration). Bila
persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum. Volume
darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama
kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat
mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun
selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan. Kehilangan darah pada
persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan
seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada
persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah
4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima post partum.
Kehamilan adalah hal yang paling dinantikan oleh kebanyakan pasangan suami
istri. Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut datangnya kehamilan.
Ibu hamil mengalami berbagai perubahan anatomis, fisiologi dan biokimia dalam
tubuh. Perubahan-perubahan ini sebagian besar sudah terjadi segera setelah fertilisasi
dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan perubahan ini merupakan bentuk
adaptasi tubuh terhadap kehadiran janin (Sulin, 2010). Salah satu perubahan yang
terjadi adalah perubahan hematologis yang memegang peran cukup penting dalam
mempersiapkan tubuh ibu hamil sebagai media pertumbuhan dan perkembangan janin.
1. Volume darah
Pada ibu hamil akan terjadi peningkatan volume darah yang signifikan
meskipun peningkatannya bervariasi pada tiap ibu hamil. Peningkatan volume
darah dimulai pada trimester pertama kehamilan yang akan berkembang secara
progresif mulai minggu ke-6 – 8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-32 – 34 kehamilan dan akan kembali pada kondisi semulai pada 2-6
minggu setelah persalinan. Volume darah terdiri dari plasma darah dan komponen
darah. Diawal masa kehamilan, volume plasma darah akan meningkat secara
cepat sebesar 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen
pada ginjal yang diinisiasi jalur renin-angiotensin dan aldosteron (Cunningham et al,
2010; Sulin, 2010). Disamping peningkatan volume plasma, juga terjadi
peningkatan volume komponen darah yaitu eritrosit. Jumlah eritropoietin ibu
hamil yang meningkat menyebabkan peningkatan produksi eritrosit sebanyak 20-
30% (Cunningham et al, 2010; Sulin, 2010). Perubahan volume darah ini
menghasilkan kondisi hipervolemia pada ibu hamil dimana cairan tubuh
meningkat menjadi 6-8 liter dengan 4-6 liternya didistribusikan pada
kompartemen ekstraselular (Pernoll, 2001).
2. Kontrasepsi Hb dan hematokrit
Kondisi hipervolemia diakibatkan oleh peningkatan volume plasma darah
dan jumlah eritrosit dalam sirkulasi. Namun dikarenakan peningkatan eritrosit
yang jauh lebih rendah dibandingkan peningkatan volume plasma itu sendiri maka
terjadilah hemodilusi dan penurunan konsentrasi hb serta hematokrit. Kadar hb
yang awalnya sekitar 15 gr/dl turun menjadi 12,5 gr/dl, bahkan pada 6% ibu hamil
dapat turun sampai dibawah 11 gr/dl. Namun apabila konsentrasi hb dibawah 11
gr/dl terus berlanjut dapat mengindikasikan kondisi yang abnormal dan biasanya
lebih sering berkaitan dengan defisiensi besi daripada hipervolemia.
3. Fungsi imunologis
Respon imun memegang peranan penting dalam berbagai proses
reproduktif seperti menstruasi, pembuahan, kehamilan serta melahirkan. Jelas
sekali, selama kehamilan, ketika tubuh ibu harus menerima janin yang semi-
allogeneic, sistem imun sangat berperan penting. Janin semi-allogeneic dapat
bertahan tumbum pada tubuh ibu hamil karena interasi imunologis antara ibu
hamil dan janin ditekan (Cunningham et al, 2010) Salah satu mekanisme yang terjadi
adalah penekanan sel T helper (Th) 1 dan T sitotoksik (Tc) 1 yang menurunkan sekresi
interleukin 2 (IL-2), interferon-γdan tumor necrosis factor (TNF-β). Ada juga bukti
yang menyatakan bahwa penekanan terhadap Th-1 merupakan syarat agar suatu
kehamilan dapat terus berlanjut (Cunningham et al, 2010). Meskipun begitu, menurut
Michimata et al, (2003) dalam Cunningham et al,(2010), tidak semua komponen
imun dalam tubuh ibu hamil ditekan atau mengalami penurunan. Salah satu
contoh, terjadi kenaikan dari sel Th-2 untuk meningkatkan sekresi IL-4, IL-6,
dan IL-13. Pada mukus serviks, kadar puncak dari immunoglobulin A dan G
(IgA dan IgG) lebih tinggi pada masa kehamilan. Begitu juga dengan kadar IL-1β
pada mukus serviks yang jumlahnya sepuluh kali lebih besar pada ibu hamil.
Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar 5.000 –
12.000/μl dan mencapai puncaknya saat persalinan dan masa nifas berkisar 14.000 –
16.000/μl meski penyebab peningkatan ini belum diketahui. Distribusi tipe sel
juga akan mengalami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimester ketiga
terjadi peningkatan jumlah granulosit dan limfosit CD8 T dan secara bersamaan
terjadi penurunan limfosit dan monosit CD4 T (Sulin, 2009). Dengan sistem imun
yang ‘ditekan’ dalam kehamilan, suatu hal yang wajar jika ibu hamil menjadi
rentan terhadap infeksi. Namun untuk menegakkan kondisi infeksi pada ibu
hamil dapat menjadi lebih sulit karena banyak pemeriksaan yang digunakan
untuk mendiagnosa inflamasi tidak dapat dipercayai hasilnya pada saat kehamilan.
Contohnya kadar leukocyte alkaline phosphatase yang digunakan untuk
mengevaluasi kelainan myeloproliferatif mengalami kenaikan diawal masa
kehamilan. Konsentrasi dari penanda inflamasi akut seperti C- reactive
protein(CRP)dan Laju Endap Darah (LED) juga akan meningkat karena
peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Faktor komplemen C3 dan C4 juga
secara signifikan meningkat selama trimester dua dan tiga kehamilan
(Cunningham et al, 2010).
4. Koagunolasi dan fibrinolisis
Kondisi kehamilan juga berpengaruh pada koagulasi dan fibrinolisis. Pada ibu
hamil terjadi perubahan keseimbangan koagulasi intravaskular dan fibrinolisis sehingga
menginduksi suatu keadaan hiperkoagulasi (Sulin, 2010). Faktor-faktor
prokoagulasi meningkat pada akhir dari trimester satu, kecuali faktor XI dan XII.
Contohnya faktor VII, VIII dan IX seluruhnya meningkat dan kadar fibrinogen
plasma menjadi dua kali lipat sedangkan antitrombin III, inhibitor koagulasi
menurun jumlahnya. Protein C, yang menginaktivasi faktor V dan VIII,
kemungkinan tidak berubah selama kehamilan tapi konsentrasi protein S, salah
satu kofaktornya, menurun selama trimester satu dan dua. Sekitar 5-10% dari total
fibrinogen yang berada dalam sirkulasi dikonsumsi selama pelepasan plasenta.
Hal ini yang menyebabkan thromboembolism sebagai salah satu penyebab utama
kematian pada ibu hamil di Amerika Serikat.
Aktifitas plasma fibrinolitik menurun selama kehamilan dan persalinan
namun kembali ke kondisi normal dalam satu jam setelah kelahiran plasenta yang
menunjukkan bahwa kontrol dari fibrinolisis selama kehamilan dipengaruhi oleh
mediator-mediator dari plasenta (Pipkin, 2007). Kehamilan normal juga
mengakibatkan perubahan kadar platelet. Menurut Cunningham et al, (2010),
ditemukan kadar platelet yang sedikit lebih rendah selama kehamilan yaitu
sekitar 213.000/L dibandingkan 250.000/L pada perempuan yang tidak hamil.
Penurunan kadar platelet ini sebagian diakibatkan oleh efek dari hemodilusi.
Linea nigra merupakan garis pigmentasi yang terentang dari symphisis pubis
sampaike ujung atas fundus pada garis tengah, garis ini dikenal dengan linea alba
sebelumpigmentasi yang disebabkan faktor hormonal. Pada masa nifas, linea nigra akan
mulaiberkurang. Striae gravidarum, atau garis peregangan, tampak pada 50% sampai 90%
wanitahamil selama pertengahan kehamilan, mungkin disebabkan oleh
aksiadrenocorticoid. Namun pada masa nifas akan berkurang dan semakin
hilang.Angiomas atau telangiectasia adalah istilah yang ditujukan pada bentuk
vaskularisasiseperti jaring laba-laba. Bentuknya kecil sekali, permukaannya seperti
bintang ataubercabang-cabang, terlihat jelas pada bagian akhir arteriola. Jaring laba-laba
initerbentuk sebagai akibat meningkatnya sirkulasi estrogen, biasanya ditemukan
padaleher thorax, muka dan lengan.
2.5Perubahan Hormonal
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum hamil.
Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta lahir. Penurunan hormon
estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu.
Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu setelah melahirkan melibatkan perubahan yang
progresif atau pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan dan
persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang
berperan dalam proses tersebut. Berikut ini perubahan hormon dalam sistem endokrin
pada masa postpartum.
1. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar hipofisis posterior. Pada tahap kala III
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan meningkatkan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu uterus kembali ke
bentuk normal.
2. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar hipofisis
posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi ASI. Pada ibu yang menyusui bayinya, kadar
prolaktin tetap tinggi sehingga memberikan umpan balik negatif, yaitu pematangan
folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi
prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang
kelenjar gonad pada otak yang mengontrol ovarium untuk memproduksi estrogen dan
progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, maka terjadilah ovulasi dan menstruasi.
3. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat, diperkirakan bahwa tingkat
kenaikan hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang
meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva, serta vagina.
4. Hormon plasenta
Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat setelah persalinan
dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum. Enzyme insulinasi
berlawanan efek diabetogenik pada saat Penurunan hormon human placenta lactogen
(HPL), estrogen dan kortisol, serta placenta kehamilan, sehingga pada masa
postpartum kadar gula darah menurun secara yang bermakna. Kadar estrogen dan
progesteron juga menurun secara bermakna setelah plasenta lahir, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu postpartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan
dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang
tidak menyusui, kadar estrogen mulai meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan
dan lebih tinggi dari ibu yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
5. Hormon hemofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada ibu menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi karena kadar hormon FSH terbukti sama pada ibu menyusui dan tidak
menyusui, di simpulkan bahwa ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika
kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa
hamil. Pada ibu menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah
melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh intensitas menyusui, durasi
menyusui dan seberapa banyak makanan tambahan yang diberikan pada bayi, karena
menunjukkan efektifitas menyusui. Untuk ibu yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di
antara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45%
setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi, 80% menstruasi
pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi, 50% siklus pertama anovulasi.
2.5Proses Perubahan dan Adaptasi Psikologis pada Masa Nifas, Laktasi dan Menyusui
(Pasca Persalinan)
Masa Nifas
Masa nifas atau purperium dimulai pada 1 jam sesudah plasenta lahir hingga 6
minggu atau 42 hari sesudahnya. Dilihat dari psikologi, pasca persalinan seorang ibu akan
mengalami beberapa gejala psikiatrik meski tidak semua ibu akan mengalami hal tersebut.
Supaya perubahan psikologi yang dialami seorang ibu tidak terlalu berlebihan, maka
seorang ibu diharapkan untuk mengetahui permasalah tersebut lebih mendalam. Proses
adaptasi psikologi dalam masa nifas ini sebenarnya sudah terjadi saat kehamilan,
menjelang proses kelahiran dan juga sesudah persalinan. Dalam periode ini, maka rasa
cemas dan tanda tanda stress yang dialami seorang wanita akan semakin bertambah dan
akan mengalami pengalaman yang unik setelah persalinan. Masa nifas sendiri merupakan
masa yang rentan sekaligus terbuka untuk sebuah pembelajaran dan bimbingan dan
perubahan peran seorang ibu membutuhkan adaptasi. Selain itu, tanggung jawab seorang
ibu juga akan bertambah sehingga seorang ibu akan butuh bantuan untuk beradaptasi
dengan masa nifas tersebut seperti dukungan dan respon dari keluarga, riwayat dan
pengalaman kehamilan serta persalinan serta inspirasi ketika hamil dan melahirkan.
a. Taking in
Fase taking in adalah periode ketergantungan dimana pada saat tersebut, fokus
perhatian ibu akan tertuju pada bayinya sendiri. Rubin menetapkan periode selama
beberapa hari ini sebagai fase menerima dimana seorang ibu juga membutuhkan
perlindungan serta perawatan yang bisa menyebabkan gangguan mood dalam psikologi.
Dalam penjelasannya, Rubin mengatakan jika fase tersebut akan berlangsung antara 2
hingga 3 hari. Sementara dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh Ament pada
tahun 1990 juga mendukung pernyataan Rubin tersebut kecuali pada wanita sekarang
ini yang berpindah lebih cepat dari fase menerima.
Untuk fase menerima yang terbilang sangat kuat, biasanya hanya terjadi di 24 jam
pertama pasca persalinan. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudah melahirkan,
seorang wanita sehat dewasa akan terlihat seperti mengesampingkan segala tanggung
jawabnya sehari hari. Mereka akan tergantung pada orang lain untuk respon pada
kebutuhan akan istirahat sekaligus makanan. Dalam fase ini merupakan waktu yang
memiliki banyak kegembiraan dan banyak orang tua yang juga senang berbicara akan
hal tersebut. Mereka akan terus berbicara tentang masa kehamilan dan juga melahirkan
dengan berbagai kata kata. Sedangkan pemusatan, analisis dan juga sikap menerima
dari pengalaman tersebut nantinya akan membantu para orang tua untuk pindah ke fase
berikutnya.
Rasa cemas, depresi dalam psikologi dan juga kenikmatan terhadap peran
barunya tersebut terkadang juga semakin mempersempit persepsi seorang ibu sehingga
informasi yang disampaikan pada saat tersebut kemungkinan harus diulang kembali.
Beberapa rasa tidak nyaman yang biasa terjadi dalam masa ini diantaranya adalah sakit
perut, nyeri di area luka jahitan jika ada, tidur tidak cukup dan kelelahan sehingga yang
harus lebih diperhatikan dalam fase tersebut adalah banyak istirahat, komunikasi dan
juga asupan nutrisi. Sedangkan untuk gangguan psikologis yang biasa dialami oleh ibu
selama fase ini diantaranya adalah:
1) Rasa tidak nyaman karena perubahan fisik
2) Rasa kecewa terhadap bayi
3) Merasa tidak bersalah karena tidak dapat menyusui bayi
4) Kritik yang berasal dari suami atau keluarga tentang perawatan bayi.
b. Taking on
Fase taking on adalah periode ketergantungan dimana pada saat tersebut, fokus
perhatian ibu akan tertuju pada bayinya sendiri. Rubin menetapkan periode selama
beberapa hari ini sebagai fase menerima dimana seorang ibu juga membutuhkan
perlindungan serta perawatan yang bisa menyebabkan gangguan mood dalam psikologi.
c. Letting go
Fase letting go merupakan fase dimana ibu dan keluarganya bergerak maju
sebagai sistem dengan para anggota untuk saling berinteraksi. Hubungan dari pasangan
yang meski sudah berubah karena hadirnya seorang anak akan mulai kembali
memperlihatkan banyak karakteristik awal. Sedangkan untuk tuntutan utamanya adalah
menciptakan sebuah gaya hidup yang melibatkan anak namun dalam beberapa hal juga
tidak melibatkan anak karena pasangan harus berbagi kesenangan yang bersifat dewasa
yakni faktor psikologis yang mempengaruhi persalinan.
Bayi baru lahir memberikan dampak yang besar terhadap ayah. Sebagai ayah
harus menunjukkan keterbukaan yang dalam dengan bayinya dan mau merawat
bayinya. Menirukan perilaku bayi, seperti bila bayi tersenyum, orang tua ikut
tersenyum. Bila bayi mengerutkan dahi, orangtua ikut mengerutkan dahi.
3. Responsitivity
Responsitivity terjadi pada waktu khusus dan sama dalam suatu stimulasi
perilaku mendapatkan suatu perasaan dalam perilaku yang mempengaruhi interaksi
untuk beruat positif (feedback). Respon-respon tersebut merupakan imbalan bagi
orang yang memberi stimulus, misalnya bila orang dewasa meniru bayi, baru tampak
menikmati respon tersebut.Tahapan adaptasi psikologis postpartum menurut teori
Reva Rubin dalam Herawati Mansur (2007) sebagai berikut :
1) Fase ini berlangsung secara pasif dan dependen. Ibu menjadi pasif terhadap
lingkungan sehingga perlu menjaga komunikasi yang baik. Ibu menjadi sangat
tergantung pada orang lain, mengharapkan segala kebutuhannya dapat
dipenuhi oleh orang lain.
2) Fokus utama perasaan dan perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Mengarahkan energi kepada diri sendiri dan bukan kepada bayi yang baru
dilahirkan. Kebanyakan ibu khawatir terhadap perubahan tubuh.
3) Pada periode ini ibu akan sering menceritakan tentang pengalamannya waktu
melahirkan secara berulang-ulang.
4) Dapat memulihkan diri dari proses persalinan dan melahirkan untuk
mengintegrasikan proses tersebutke dalam kehidupannya.
5) Memerlukan ketenangan tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal. Biasanya setelah kelelahannya berkurang, kini ibu mulai menyadari
berlangsungnya persalinan merupakan hal yang nyata.
6) Dapat mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan.
7) Nafsu makan biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh
tidak berlangsung normal.
8) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini antara lain
kecewa karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
misalnya, jenis kelamin tertentu, warna kulit, dsb. Ketidaknyamanan dari
perubahan fisik misalnya, rasa mules akibat kontraksi rahim, payudara
bengkak, luka jahitan. Ada rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya,
suami atau keluarga mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan
cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak nyaman
karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggungjawab ibu saja, tetapi
bersama.
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu.
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Perubahan psikologis
mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif,
sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat
penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan
psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis
yang patologis.
Dalam teori Reva Rubin membagi peiode ini menjadi 3 bagian, yaitu periode taking
in, periode talking hold dan teori letting go. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi
suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum antara lain,
respon dan dukungan keluarga dan teman, hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap
harapan dan aspirasi, dan membesarkan anak yang lalu, serta pengaruh budaya.
Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi
yang baru lahir, sehingga dalam proses adaptasi masa nifas, ibu dapat mengalami
gangguan psikologi post partum diantaranya, post partum blues, post partum depression,
dan psikosis post partum. Saat hal tersebut terjadi maka, dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainnya maupun petugas kesehatan merupakan dukungan positif bagi ibu.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/presentation/376156567/Perubahan-Sistem-Integumen
http://warungbidan.blogspot.com/2016/10/makalah-perubahan-sistem-kardiovaskuler.html?
m=1https://www.nutriclub.co.id/article-bayi/menyusui/produksi-asi/ibu-dan-masa-laktasi
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Asuhan-Kebidanan-
Nifas-dan-Menyusui_SC.pdf
https://dosenpsikologi.com/proses-adaptasi-psikologi-dalam-masa-nifas
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6933
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/121/jtptunimus-gdl-nitadenymu-6003-2-babii.pdf