Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia. Laporan

World Health Organization (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa terdapat lebih

dari lima juta orang meninggal karena penyakit yang disebabkan oleh rokok. Ini

berarti setiap satu menit tidak kurang dari sembilan orang meninggal akibat racun

pada rokok atau dalam setiap tujuh detik telah terjadi satu kasus kematiana kibat

rokok. Jika tidak ada pencegahan yang serius dalam menghambat peningkatan

pemakaian rokok, maka setidaknya delapan juta orang akan meninggal akibat

rokok pada tahun 2030 (Oktavia, 2011).

Saat ini perilaku merokok dapat kita lihat setiap hari di segala tempat seperti

di jalanan, tempat keramaian, bus kota, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya.

Hampir semua orang mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan dari merokok,

tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku

yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat (Mu’tadin, 2002).

Rokok telah menjadi faktor risiko utama penyebab kematian di dunia yang

mengancam miliyaran pria, wanita, dan anak-anak dalam abad ini. Sekitar 80%

kematian terkait rokok terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di

Indonesia, terdapat sekitar 225.000 perokok yang meninggal setiap tahunnya (The

Campaign for Tobacco-Free Kids, 2014). Merokok juga dapat menimbulkan

dampak negatif bagi orang yang berada di sekeliling perokok. Resiko yang akan

ditanggung perokok pasif lebih berbahaya dibanding perokok aktif, selain karena

1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


rendahnya daya tahan tubuh terhadap zat berbahaya dalam rokok, hasil

pembakaran rokok yang dilepas ke lingkungan 4-6 kali lebih banyak mengandung

zat berbahaya dibanding hasil pembakaran yang dihirup oleh perokok itu sendiri

(Susanna, 2003).

Indonesia menduduki posisi peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar

di dunia (4,8%) setelah Cina (30%) dan India (11,2%) pada tahun 2008, serta

menduduki posisi peringkat ke-4 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah

Cina, Rusia, dan Amerika pada tahun 2012 (Tobacco Control Support Center,

2012). Studi epidemiologi terbaru pun menyatakan bahwa di Indonesia terdapat

67% laki-laki yang merokok (The Campaign for Tobacco-Free Kids, 2014).

Prevalensi perokok usia remaja (13-15 tahun) mengalami peningkatan dari

12,6% pada tahun 2006 menjadi 20,3% pada tahun 2009 (Tobacco Control

Support Center, 2012). Sebuah studi pun mengatakan bahwa kebanyakan perokok

mulai merokok antara umur 11 sampai 13 tahun, dan 85% sampai 95% perokok

mulai merokok sebelum umur 18 tahun (Pakaya, 2013). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan pada 1995-2010, didapatkan prevalensi tertinggi mulai merokok

terjadi pada usia 15-19 tahun (usia SMP/SMA) serta terjadi peningkatan

prevalensi mulai merokok pada usia 5-14 tahun dari 9,6% pada 1995 menjadi

19,2% pada 2010 (Tobacco Control Support Center, 2012). Data RISKESDAS

menambahkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir diketahui usia perokok

pemula (yaitu 5-9 tahun) meningkat 400% dari 0,4% di tahun 2001 menjadi 1,7 %

di tahun 2010. Angka yang cukup menggambarkan semakin mudanya usia

perokok mulai merokok di Indonesia (Depkes, 2010).

2 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat

74,4% perokok laki-laki di Provinsi Sumatera Barat yang sudah mulai merokok

sejak usia 15 tahun. Prevalensi ini lebih tinggi dari pada rata-rata nasional yakni

sebesar 65,9%. Selain itu, laporan nasional Riskesdas Provinsi Sumatera Barat

tahun 2007 menyatakan ada lebih dari separuh penduduk laki-laki usia 10 tahun

keatas merupakan perokok. Persentase tertinggi usia pertama kali merokok pada

laki-laki terdapat pada kelompok usia 15-19 tahun yaitu sebesar 45%, dan pada

perempuan 20,6% (Tobacco Control Support Center, 2012).

Beberapa penelitian yang dilakukan telah menggambarkan bahwa jumlah

remaja laki-laki yang merokok di Kota Padang cukup tinggi, misalnya seperti

hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Anduring Kecamatan Kuranji Kota

Padang pada tahun 2005. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh 53,3%

remaja laki-laki merokok di kelurahan tersebut (Yohanes, 2005). Hasil penelitian

lain yang dilakukandi SMAN 10 Kota Padang pada tahun 2006 didapatkan bahwa

terdapat lebih dari separuh siswa laki-laki di SMA tersebut yang merokok (Afrida,

2006). Begitu juga dengan hasil penelitian di SMAN 14 Kota Padang pada tahun

2008, diperoleh 68,7% siswa laki-laki dari SMA tersebut yang merokok (Akmal,

2008).

Pengetahuan tentang bahaya merokok merupakan sejauh mana seseorang

mampu mengetahui dan memahami tentang bahaya yang dapat diakibatkan dari

merokok. Seseorang dengan pengetahuan yang baik tentang bahaya merokok

terhadap kesehatan akan berbeda perilaku merokoknya dibandingkan dengan

mereka yang berpengetahuan kurang. Hal ini didukung dengan sebuah penelitian

3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok (Pakaya, 2013).

Pendidikan di Indonesia terbagi menjadi beberapa tahap, diantaranya Taman

Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD)/sederajat, Sekolah Menengah Pertama

(SMP)/sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat, dan Perguruan

Tinggi. Pada tingkat SMA, terdapat pembagian jurusan yang bertujuan untuk

memfokuskan siswa pada salah satu jenis pengetahuan tertentu. Pembagian

tersebut secara umum terbagi menjadi kelas IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)

dengan mata pelajaran Ekonomi, Geografi, serta Sosiologi, dan kelas IPA (Ilmu

Pengetahuan Alam) dengan mata pelajaran Biologi, Kimia, dan Fisika yang lebih

memungkinkan siswa untuk memahami beberapa hal terkait kesehatan. Misalnya,

pada pelajaran Biologi akan sedikit disinggung tentang tubuh manusia dan pada

pelajaran Kimia akan sedikit disinggung mengenai zat-zat berbahaya, salah

satunya zat-zat dalam rokok. Pemahaman tentang kesehatan seharusnya dapat

menjadi dasar agar siswa SMA tersebut tidak merokok (Peraturan Pemerintah

Nomor 19, 2005; Agustiar, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Malaysia,

didapatkan adanya hubungan antara pendidikan serta lingkungan terhadap

aktifitas merokok yang dilakukan oleh para remaja di Malaysia (Lim, 2010).

Penelitian terbaru pun menyatakan bahwa program yang meningkatkan

pengetahuan tentang bahaya rokok dapat menurunkan kebiasaan merokok pada

sekolah yang diteliti oleh peneliti tersebut (Odukoya, 2014).

Semakin meningkatnya jumlah perokok usia sekolah tentu dapat

meningkatkan insiden penyakit terkait dampak negatif rokok dalam beberapa

4 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


tahun kedepan sehingga hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Salah satu yang

dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan jumlah perokok adalah dengan

meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan yang secara tidak langsung dapat

mempengaruhi tindakan individu tersebut untuk menjaga kesehatannya.

Berdasarkan pengundian yang dilakukan terhadap seluruh sekolah di Kota

Padang, didapatkan SMA Adabiah Kota Padang untuk dijadikan sample

penelitian. Hal ini menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan

perilaku merokok antara kelompok siswa jurusan IPA dan IPS di SMA Adabiah

Kota Padang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa proporsi siswa jurusan IPA yang merokok di SMA Adabiah Kota

Padang?

2. Berapa proporsi siswa jurusan IPS yang merokok di SMA Adabiah Kota

Padang?

3. Apakah terdapat perbedaan perilaku merokok antara kelompok siswa

IPA dan IPS di SMA Adabiah Kota Padang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan perilaku merokok antara siswa IPA dan IPS di

SMA Adabiah Kota Padang.

5 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui proporsi siswa jurusan IPA yang merokok di SMA

Adabiah Kota Padang.

2. Untuk mengetahui proporsi siswa jurusan IPS yang merokok di SMA

Adabiah Kota Padang.

3. Untuk mengetahui perbedaan perilaku merokok antara kelompok siswa

IPA dan IPS di SMA Adabiah Kota Padang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan terutama

dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Bagi Institusi

Sebagai sumber informasi bagi Dinas Pendidikan Kota Padang dan Dinas

Kesehatan Kota Padang tentang perbedaan perilaku merokok antara

kelompok siswa jurusan IPA dan IPS sehingga dapat melakukan tindakan

penyuluhan yang tepat agar tidak semakin banyak remaja yang merokok.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak SMA Adabiah Kota

Padang tentang perbedaan perilaku merokok antara siswa jurusan IPA

dengan IPS.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data

penelitian ini.

6 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Definisi Rokok

Rokok adalah produk tembakau berbentuk silinder dari kertas dengan panjang

sekitar 120 milimeter dengan diameter sekitar 10 milimeter yang berisi daun-daun

tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan

dibiarkan membara agar asapnya dapat dihisap atau dihirup lewat mulut pada

ujung yang lain (Trim, 2006).

Pada umumnya bungkusan rokok disertai dengan pesan kesehatan yang

memperingatkan perokok tentang bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari

merokok, misalnya kanker paru-paru, impotensi, atau serangan jantung. Selain itu

sekarang bungkus rokok juga disertai gambar tentang efek kesehatan yang dapat

ditimbulkan oleh rokok (Depkes, 2013).

2.1.2 Kandungan Rokok

Terdapat lebih dari 7000 komponen kimia yang terkandung didalam asap rokok

dan lebih dari 63 jenis bahan tersebut bersifat karsinogenik. Beberapa zat yang

terkandung dalam rokok adalah nikotin, tar, karbon monoksida, dan eugenol

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003; Center for Disease Control and

Prevention, 2013).

2.1.2.1 Nikotin

Nikotin merupakan bahan organik yang terdapat didalam tembakau serta

merupakan zat utama dari rokok (Surtiretna, 2013). Nikotin dapat meningkatkan

7 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


perasaan senang sehingga membuat pengkonsumsinya bergantung pada rokok

ketika merasa ada tekanan yang lebih berat. Hal ini menyebabkan nikotin menjadi

senyawa yang sangat adiktif bahkan sama adiktifnya dengan heroin dan kokain.

Seiring dengan berjalannya waktu maka tubuh akan semakin bergantung secara

fisik dan psikologis terhadap nikotin sehingga dapat menyebabkan perokok terus

merokok dan sulit berhenti (Britton, 2001).

2.1.2.2 Tar

Tar adalah kondensat asap yang merupakan total residu dihasilkan saat rokok

dibakar setelah dikurangi nikotin dan air (Peraturan Pemerintah Nomor 109,

2012). Tar dapat mengendap di dalam paru-paru setelah asap rokok yang dihisap

mendingin. Hal ini dapat mengurangi elastisitas paru sehingga kadar oksigen yang

masuk kedalam paru-paru akan berkurang. Selain dapat mengurangi elastisitas

paru, tar juga memiliki sifat karsinogenik yang dapat semakin membahayakan

bagi kesehatan sistem pernafasan (Surtiretna, 2013).

2.1.2.3 Karbon Monoksida (CO)

Hemoglobin mampu 250 kali lebih mudah mengikat karbon monoksida

dibanding oksigen (Guyton, 2012). Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya

kadar oksigen yang beredar didalam sirkulasi sehingga memaksa jantung bekerja

lebih keras untuk menyediakan suplai oksigen bagi jaringan tubuh yang lain

(Surtiretna, 2013). Selain itu, karbon monoksida juga dapat menyebabkan

penyakit kardiovaskular lainnya, seperti mempercepat aterosklerosis (pengapuran/

penebalan dinding pembuluh darah), meningkatkan viskositas darah, serta

mempermudah terjadinya penggumpalan darah (Irawati, 2011).

8 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.1.2.4 Eugenol

Selain tembakau, beberapa produsen rokok juga menambahkan cengkeh

sebagai salah satu komposisinya. Pembakaran cengkeh dapat menghasilkan

senyawa eugenol yang mempunyai efek psikotropik dan bersinergi dengan nikotin

dalam meningkatkan adiksi. Kadar eugenol tidak diwajibkan untuk ditampilkan

dalam bungkus rokok, sehingga kebanyakan produsen rokok memasukan kadar

eugenolkedalam kadar tar (Tobacco Control Support Center, 2012).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 tentang Perlindungan

Konsumen menyatakan bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang. Oleh karena itu,

sangat penting dicantumkan juga kadar dan kandungan rokok dalam setiap

kemasannya (Undang-Undang Nomor 8, 1999). Namun selama ini yang

diwajibkan untuk ditampilkan dalam bungkus rokok adalah kadar tar dan nikotin,

sehingga konsumen tidak dapat mengetahui zat apa saja (selain tar dan nikotin)

yang dapat membahayakan kesehatan mereka (Depkes, 2013).

2.1.3 Dampak Positif Merokok

Dampak positif merokok yang dimaksud adalah keuntungan yang dirasakan

oleh perokok akibat aktifitas merokoknya. Rata-rata perokok mengatakan bahwa

merokok dapat menghilangkan stress atau pikiran-pikiran yang mengganggu, serta

dapat memberikan perasaan hargat pada tubuh. Perasaan yang dominan timbul

setelah merokok di antaranya adalah perasaan puas 28,67%, nikmat 22%, biasa

saja 10%, masalah hilang 9,67%, tenang 5,67%, fly 5,33%, nyaman 4%, stress

berkurang 2,67%, enak 2,67%, perasaan fress 1,33%, santai 1,33%, dan percaya

9 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


diri 1,33%. Selain itu, perokok juga merasakan dampak sosial seperti memiliki

lebih banyak teman (Sari, 2003; Cahyo, 2012).

2.1.4 Dampak Negatif Merokok

Dampak negatif rokok adalah kerugian yang diakibatkan oleh rokok baik yang

diketahui maupun yang dirasakan sendiri oleh perokok. Sebagian besar perokok

mengungkapkan bahwa dampak negatif dari rokok antara lain nafas menjadi

pendek, sesak nafas, merusak paru-paru dan jantung, serta kerugian secara materi

seperti kekurangan uang untuk membeli keperluan lain (Cahyo, 2012).

Pada poin sebelumnya telah dijelaskan bahwa kebanyakan perokok memilih

merokok untuk mengurangi stress, sehingga bila semakin seorang perokok merasa

stress maka akan semakin banyak rokok yang di konsumsinya. Hal ini sebanding

dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa seseorang dengan gangguan

mental berat memiliki peluang dua sampai tiga kali lipat untuk mendapatkan

penyakit kardiovaskular akibat merokok karena semakin banyak rokok yang

dikonsumsinya (Ratschen, 2011). Rokok juga merupakan satu dari tiga faktor

risiko utama penyebab penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah

penyebab kematian akibat penyakit tidak menular tertinggi di dunia (Pusat Data

dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker paru, stroke,

penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung koroner, gangguan pembuluh

darah, penurunan kesuburan, peningkatan insiden hamil diluar kandungan,

gangguan pertumbuhan janin (fisik dan IQ), kejang pada kehamilan, gangguan

imunitas bayi, dan peningkatan kematian perinatal (Tobacco Control Support

Center, 2012). Bahkan penelitian terbaru mengungkapkan bahwa merokok dapat

10 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


merusak paru-paru manusia dan melemahkan daya tahan tubuh sehingga dapat

memudahkan terinfeksi Tuberculosis (TB) serta mengaktifasi kuman TB yang

sudah laten didalam paru (Haryadi, 2015).

Data dari Tobacco Control Support Center (2012), penyakit paru obstruktif

kronik merupakan jenis penyakit terbanyak diantara kasus penyakit terkait

tembakau menurut jenis kelamin pada tahun 2010, diikuti oleh penyakit jantung

koroner, penyakit stroke dan tumor paru, bronchus dan trachea dengan total kasus

384.058 (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Jumlah kasus berdasarkan jenis penyakit terkait tembakau dan jenis kelamin di
Indonesia tahun 2010 (Tobacco Control Support Center, 2012)
Jumlah Kasus Laki-laki Wanita
Penyakit
(ribu) (ribu) (ribu)
Bayi Berat Lahir Rendah 47.546 23.317 24.229
Tumor Mulut dan Tenggorokan 10.73 6.14 4.59
Tumor Oesofagus 0.46 0.27 0.19
Tumor Lambung 7.2 1.12 6.08
Tumor Hati 1.87 1.14 0.72
Tumor Paru, Bronchus, dan Trakea 19.81 14.6 5.21
Tumor Mulut Rahim 7.84 0 7.84
Tumor Ovarium 0.71 0 0.71
Tumor Kandung Kemih 0.67 0.52 0.15
Penyakit Jantung Koroner 53.74 31.28 22.46
Penyakit Stroke 47.6 24.6 23
Penyakit Paru Obstruktif Kronik 183.68 134.18 49.5
Total 384.058 237.167 146.881

Efek dari rokok tidak hanya dirasakan pada perokok aktif, tetapi juga dapat

dirasakan oleh perokok pasif. Perokok pasif adalah seseorang yang ikut

menghirup asap rokok atau hasil pembakaran rokok yang dihasilkan oleh rokok

orang lain disekitarnya, namun perokok pasif memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk menderita kanker paru-paru, kanker mulut dan tenggorokan, kanker

esofagus, kanker kandung kemih, serangan jantung, penyempitan pembuluh

11 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


darah, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit paru, dan bronkitis kronis

dibandingkan perokok aktif karena daya tahan tubuh terhadap zat-zat yang

berbahaya dari rokok lebih rendah. Bagi ibu hamil, rokok dapat menyebabkan

meningkatnya angka kejadian kelahiran bayi prematur, berat bayi lahir rendah

(BBLR), mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, serta

mengalami gangguan dalam perkembangan (Kaplan, 1993; Yosantaraputra,

2014).

Kematian karena tembakau rata-rata terjadi pada 15 tahun lebih muda sebelum

usia harapan hidup tercapai, yaitu 71-72 tahun. Tahun 2010 diperkirakan terdapat

6 juta orang di dunia meninggal (termasuk 190.260 orang di Indonesia) akibat

penyakit terkait tembakau. Umumnya penyakit yang terkait dengan tembakau

memerlukan waktu bertahun-tahun untuk timbul setelah perilaku merokok

dimulai, sehingga peningkatan penyakit dan jumlah kematian terkait tembakau di

masa mendatang akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi

merokok (Tobacco Control Support Center, 2012).

Selain menjadi penyebab utama kematian akibat penyakit tidak menular,

memperburuk tingkat kesejahteraan, merugikan orang disekitar perokok,

merugikan perokok, dan merugikan kuangan perokok, keuangan Negara juga ikut

dirugikan. Total biaya pelayanan rawat inap penyakit terkait dengan tembakau

pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,85 triliun rupiah dan total biaya

pelayanan rawat jalan mencapai 0,26 triliun rupiah (Tobacco Control Support

Center, 2012).

12 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.2 Perilaku Merokok

2.2.1 Definisi Perilaku Merokok

Dalam pengertian paling luas, perilaku mencakup segala sesuatu yang

dilakukan atau dialami seseorang termasuk ide, impian, reaksi, dan menggerakkan

sesuatu. Dengan kata lain, perilaku adalah sebarang respon (reaksi, tanggapan,

jawaban, balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme. Sedangkan menurut

pengertian yang lebih sempit, perilaku hanya mencakup reaksi yang dapat diamati

secara umum atau objektif (Chaplin, 2005). Hampir sama dengan definisi

tersebut, Atkinson menyatakan bahwa perilaku adalah aktivitas suatu organisme

yang dapat dideteksi. Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh

faktor stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal

(Athinson, 1999).

Richardson (2002) menyatakan bahwa perilaku merokok pada remaja

umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas

merokok yang berbeda pada setiap tahapnya, serta seringkali puncaknya adalah

menjadi tergantung pada nikotin. Sedangkan Leventhal & Cleary (1980)

menyatakan bahwa perilaku merokok terbentuk melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap Prepatory

Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai rokok

dengan cara mendengar, melihat atau hasil dari bacaan. Hal-hal ini

menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap initiation

Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan

atau tidak perilaku merokoknya.

13 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3. Tahap becoming a smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per

hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap maintenance a smoking

Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri

(self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang

menyenangkan.

Perilaku adalah semua hal yang dilakukan individu yang melibatkan aspek

kognitif, afektif dan motorik, yang bisa sehingga bisa dipelajari. Hal tersebut

dapat diukur dari pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoadmodjo, 2005).

2.2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah seseorang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmojo, 2005).

Pengetahuan tentang merokok merupakan sejauh mana seseorang mengetahui

informasi tentang rokok yaitu definisi rokok dan perokok, cara merokok,

kandungan rokok, dampak merokok, aturan terkait rokok dan sebagainya

(Notoadmodjo, 2010; Riwidikdo, 2013; Budiman, 2013)

2.2.1.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang tidak dapat dilihat namun

dapat ditafsirkan dan merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri

14 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu terhadap suatu objek akibat

pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sikap tidak sama dengan perilaku

dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang, namun sikap dapat

menimbulkan pola cara berfikir yang dapat mempengaruhi tindakan dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam membuat keputusan yang penting (Maulana,

2009). Sikap mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, situasi, benda, dan

sebagainya) dan mengandung penilaian berupa setuju atau tidak setuju serta suka

atau tidak suka. Misalnya sikap terhadap rokok yang mengandung penilaian setuju

atau tidak setuju terhadap rokok maupun suka atau tidak suka terhadap rokok

(Sarwono, 1997).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Pengukuran secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek, sedangkan pengukuran secara tidak

langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis yang kemudian

ditanyakan bagaimana pendapat responden tersebut, apakah sangat setuju, setuju,

netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat

digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap rokok meliputi perasaan,

kepercayaan, pendapat, ide, dan sebagainya yang berhubungan dengan rokok

(Notoadmodjo, 2005; Notoadmodjo, 2010).

2.2.1.3 Tindakan

Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan berdasarkan suatu pengamatan dan

presepsi sehingga ada respon untuk mewujudkannya. Sedangkan tindakan

merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan

15 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


menggunakan pipa atau rokok yang masih dilakukan oleh individu (Sari, 2003;

Notoadmodjo, 2005).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah

aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok yang terbentuk melalui berbagai

tahap dan dapat diukur melalui pengetahuan, sikap, dan tindakan individu

terhadap rokok.

2.2.2 Epidemiologi Perokok

Hasil survei kesehatan berskala nasional tahun 2010 menunjukkan bahwa

masalah tembakau masih relatif tinggi dan cenderung meningkat dibandingkan

tahun-tahun sebelumnya. Di samping masih menjadi masalah nasional di

Indonesia, konsumsi rokok di Indonesia juga memberikan sumbangan masalah

kesehatan global dengan menjadi salah satu dari lima negara yang mengkonsumsi

rokok tertinggi di dunia (Tobacco Control Support Center, 2012).

Laporan WHO tahun 2008 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada

peringkat ketigauntuk jumlah perokok terbesar dari jumlah perokok dunia (4.8%)

setelah Cina (30%) dan India (11.2%) (Gambar 2.1). Data tahun 2009 dalam buku

'Tobacco Atlas' tahun 2012 pun menyatakan bahwa Indonesia adalah negara

keempat dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi terbesar di dunia setelah

China, Rusia, dan Amerika (Tobacco Control Support Center, 2012) (Gambar

2.2).

16 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Gambar 2.1 Sepuluh Negara dengan presentase perokok terbesar dari jumlah perokok dunia
(Tobacco Control Support Center, 2012)

Gambar 2.2 Peringkat lima Negara dengan konsumsi rokok terbesar (miliar batang) tahun 2009
(Tobacco Control Support Center, 2012)

Menurut survey pada tahun 1995-2010, prevalensi usia mulai merokok

tertinggi selalu berada pada usia 15-19 tahun atau pada usia sekolah (SMP/SMA)

serta mengalami peningkatan sebanyak 7,7 (Tobacco Control Support Center,

2012) (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Prevalensi perokok umur ≥ 15 tahun berdasarkan umur mulai merokok di Indonesia
tahun 1995, 2001, 2004, 2007, dan 2010 (Tobacco Control Support Center, 2012).

17 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Umur mulai Tahun
merokok 1995 2001 2004 2007 2010
5-9 0,6 0,4 1,7 1,9 1,7
10-14 9,0 9,5 12,6 16,0 17,5
15-19 54,6 58,9 63,7 50,7 43,3
20-24 25,8 23,9 17,2 19,0 14,6
25-29 6,3 4,8 3,1 5,5 4,3
30+ 3,8 2,6 1,82 6,9 18,6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pelajar SMA di Semarang,

umumnya subyek penelitian sudah mengenal rokok sejak bangku SMP, bahkan

ada yang sudah mulai sejak kelas 2 SD. Siswa yang mulai merokok pada umur 12

tahun atau lebih muda lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara

teratur daripada siswa yang mulai merokok pada usia yang lebih tua. Semakin

awal umur seseorang untuk merokok maka semakin banyak rokok yang

dihisapnya sehingga semakin tinggi pula resiko orang tersebut mendapatkan

penyakit (Cahyo, 2012).

2.2.3 Faktor Penyebab Perilaku Merokok

Dalam membahas penyebab gangguan penyalahgunaan dan ketergantungan zat

termasuk perilaku merokok, harus dipahami bahwa seorang individu menjadi

tergantung pada zat umumnya melalui suatu proses. Pertama, orang yang

bersangkutan harus mempunyai pandangan positif terhadap zat tersebut, kemudian

mulai bereksperimen dengan menggunakannya, mulai menggunakannya secara

teratur, menggunakannya secara berlebihan, dan terakhir menyalahgunakannya

atau menjadi tergantung secara fisik padanya. Setelah menggunakannya secara

berlebihan dalam waktu lama, orang yang bersangkutan akan terikat oleh proses-

proses biologis toleransi dan putus zat (Davison, 2006).

18 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Merokok di kalangan remaja dapat disebabkan oleh rasa ingin tahu atau

mencoba-coba pengalaman baru, mencoba menghilangkan kejenuhan, ingin

dianggap lebih jantan, lebih dewasa, lebih berani, lebih disegani, ingin diterima di

kelompoknya, atau pengaruh panutannya, misal orang tua atau kakaknya yang

merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Bengkulu

Selatan, terdapat 82,2% responden yang memiliki anggota keluarga yang merokok

dan 74,4% responden menyatakan bahwa anggota keluarga yang merokok

tersebut mempengaruhinya untuk merokok. Hal-hal tersebut ditunjang oleh

mudahnya rokok didapatkan baik penjualan maupun harganya sehingga banyak

remaja yang terjebak untuk merokok dan akhirnya menjadi ketagihan lalu menjadi

pecandu rokok (Gusti, 2013; Cahyo, 2012).

Remaja merasa dapat mengatur diri sendiri, yang ditunjukkan dengan berusaha

untuk menjadi seseorang yang dapat diandalkan dan tergantung pada diri sendiri

dalam memutuskan sesuatu. Aktifitas bersama teman memungkinkan terjadinya

pengadopsian perilaku antar teman tersebut. Bagi remaja, hubungan teman sebaya

merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Pada sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Condry (dalam Cahyo, 2012) selama satu minggu, remaja

muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan

teman sebaya daripada waktu dengan orangtuanya (Cahyo, 2012).

Seseorang akan merokok dan terus merokok jika memiliki teman-teman yang

merokok dan sering bersosialisasi dengan temannya yang merokok tersebut. Hasil

penelitian menemukan bahwa teman sebaya memberikan pengaruh untuk terus

merokok. Hal ini terjadi karena berkumpul dengan teman sebaya merupakan

kebiasaan dan telah menjadi gaya hidup bagi remaja sehingga remaja ingin ikut

19 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


merasakan rokok atau hanya karena merasa tidak enak karena semua temannya

merokok. Tekanan dari kelompok teman sebaya merupakan variabel yang

terpenting yang menyebabkan seorang remaja merokok (Cahyo, 2012).

Selain pengaruh dari teman, kebiasaan merokok juga dipengaruhi pula oleh

iklan, uang saku, serta peran serta pihak sekolah. Staff pengajar di sekolah yang

merokok pun secara tidak langsung menjadi role model sehingga para siswa ikut

merokok (Unsal, 2008; Oktavia, 2011).

Pengembangan bisnis industri rokok sendiri bergerak tidak dalam bentuk

strategi yang tunggal. Strategi pengembangan ini meliputi beberapa hal, yaitu

melalui iklan, promosi, sponsorship, dan Corporate Social Responsibility (CSR).

Strategi ini cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia,

dimana promosi, iklan dan sponsor kegiatan anak muda oleh perusahaan rokok

begitu gencarnya. Sebenarnya beberapa kebijakan telah dikeluarkan pemerintah

dalam rangka pembatasan promosi rokok melalui media televisi seperti pada UU

No. 24 Tahun 2007, UU No. 40 Tahun 1999 dan PP No. 19 Tahun 2003, akan

tetapi hal tersebut tidak menghalangi produsen rokok untuk membuat iklan rokok

di televisi (Cahyo, 2012).

Rokok dapat dengan mudah ditemukan di berbagai tempat penjualan, mulai

dari warung-warung pinggir jalan, hingga ke supermarket. Hal ini merupakan

faktor yang memudahkan seorang remaja untuk memperoleh rokok kemudian

mengkonsumsinya (Cahyo, 2012). Hal ini diperkuat dengan hasil survey Global

Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2009 yang menyatakan bahwa 59% remaja

usia sekolah dapat dengan mudah membeli rokok di warung/toko tanpa ada

penolakan dari penjual (Tobacco Control Support Center, 2012).

20 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Meskipun sudah disertai dengan peringatan bahaya merokok berupa gambar,

ternyata hal ini dijadikan peluang bisnis. Seperti yang ditemukan dalam sebuah

toko online, stiker untuk menutupi peringatan tersebut dijual dengan harga satuan

900 rupiah (Gambar 2.6). Pernyataan yang sama juga diberikan oleh Pangestu

(2014) tentang pemanfaatan peraturan pemerintah yang mengharuskan produsen

rokok mencantumkan gambar peringatan bahaya merokok menjadi peluang bisnis

dengan menjual stiker penutup gambar seram bungkus rokok secara online. Untuk

mendapatkan jasa pemasangan stiker ini, perokok hanya cukup membayar 1000

rupiah. Kemudahan-kemudahan tersebut dapat meningkatkan prevalensi merokok,

terutama dikalangan remaja.

21 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Gambar 2.3 Jasa penjualan stiker penutup gambar seram bungkus rokok yang dijual online
(Sumber: https://m.tokopedia.com/playstation/stiker-penutup-gambar-seram-nungkus=rokok )

Perilaku merokok pada remaja merupakan perilaku simbolisasi bagi kaum

remaja, seperti simbol untuk menunjukkan kematangan, kekuatan, kepemimpinan,

22 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


dan daya tarik terhadap lawan jenis. Selain itu, perilaku merokok juga bertujuan

untuk mencari kenyamanan (perasaan nyaman) karena dengan merokok dapat

mengurangi ketegangan dan memudahkan berkonsentrasi. Salah satu temuan

tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah

tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-

anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi

perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga

yang bahagia (Yosantraputra, 2014).

2.2.4 Peran Pemerintah Menghentikan Rokok

Butuh kesungguhan dan komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah,

sektor swasta, serta masyarakat untuk mengadopsi, dan melaksanakan berbagai

kebijakan yang telah terbukti mengurangi penggunaan tembakau dan beban

penyakit yang terkait tembakau, menurunkan kematian prematur, dan mengurangi

beban ekonomi yang ditimbulkan. Hal ini membuat World Health Organization

(WHO) memperkenalkan strategi MPOWER yang diyakini dapat mencegah

generasi muda untuk mulai merokok, membantu perokok aktif untuk berhenti

merokok, dan mencegah terpaparnya bukan perokok terhadap asap rokok

(Tobacco Control Support Center, 2012).

Strategi MPOWER terdiri dari:

1. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya

Monitor penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkannya penting

dilakukan untuk kepentingan perumusan kebijakan. Namun 2/3 negara

berkembang diseluruh dunia tidak memiliki data dasar penggunaan tembakau

23 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


pada remaja dan dewasa sehingga prevalensi merokok pada negara-negara

tersebut kurang terpantau (Tobacco Control Support Center, 2012).

2. Perlindungan terhadap Asap Tembakau

Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok tetapi

juga orang di sekitarnya. Beberapa Negara telah menetapkan peraturan untuk

tidak merokok didalam ruangan dan diruang kerja, hal ini mampu menurunkan

prevalensi penggunaan tembakau di Negara tersebut (Fichtenberg, 2002).

Namun hingga saat ini masih terdapat lebih dari separuh negara di dunia yang

membolehkan merokok di kantor pemerintah, tempat kerja dan di dalam

gedung. Perlindungan terhadap asap tembakau hanya efektif apabila diterapkan

Kawasan Tanpa Rokok 100% (Tobacco Control Support Center, 2012).

3. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok

Lima dari sepuluh perokok berencana atau memikirkan untuk berhenti

merokok (WHO, 2012). Untuk membantu proses berhenti merokok, dapat

diberikan pelayanan:

a. Konsultasi bantuan berhenti merokok yang terintegrasi di pelayanan

kesehatan primer.

b. Quitline: telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diunduh

dan cuma-cuma.

c. Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter (Tobacco Control

Support Center, 2012).

Namun hingga saat ini kebanyakan perokok berhasil berhenti merokok akibat

motivasi dari keluarga serta teman dekatnya. Para perokok yang berhasil

berhenti tersebut pun menyatakan ketidaktahuan tentang adanya terapi berhenti

24 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


merokok yang dapat dilakukan dengan bantuan dokter atau paramedis

(Fawzani, 2005).

4. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau

Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi

kesehatan, namun kebanyakan dari mereka tidak tahu seperti apa bahayanya.

Karena itulah, pesan kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar.

Sesuai Amanat UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 115 sudah

dipersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur peringatan

kesehatan bergambar pada bungkus rokok (Undang Undang Nomor 36, 2009).

Belasan tahun lalu, Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada adalah

Negara pertama yang berinovasi untuk menetapkan desain bungkus rokok

terbaru, yaitu dengan menggunakan gambar-gambar penyakit yang bisa

didapatkan akibat merokok pada bagian depan bungkus rokok. Hal ini

diharapkan dapat lebih menimbulkan rasa takut untuk mengalami penyakit

yang tertera pada gambar tersebut dibandingkan rasa takut yang timbul ketika

membaca tulisan tentang peringatan bahaya merokok. Berdasarkan hasil survei,

ditemukan adanya penurunan jumlah perokok pada keempat negara tersebut

setelah ditetapkannya desain baru pada bungkus rokok di negaranya

(Hammond, 2007).

Namun hal tersebut nampaknya kurang begitu berarti di Indonesia. Masyarakat

tetap mencari cara lain agar tidak merasa takut ketika timbul rasa ingin

merokok. Seperti foto yang diunggah dalam salah satu media sosial 2014

silam, salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat adalah menyediakan

25 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


jasa stiker unik yang digunakan untum menutupi gambar penyakit akibat

merokok (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Jasa pemasangan stiker penutup gambar seram rokok (Sumber:
www.twitter.com/wongserang)

5. Eliminasi Iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau

Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam meningkatkan gangguan

kesehatan dan kematian karena tembakau. Delapan dari sepuluh orang

merokok karena tertarik dengan iklan, promosi, dan sponsor acara yang

berhubungan dengan produsen rokok (WHO, 2012). Larangan terhadap

berbagai macam bentuk promosi produk tembakau adalah senjata yang ampuh

untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi larangan iklan rokok

dijalankan, konsumsi rokok di negara dengan larangan iklan rokok turun 9 kali

lipat dibandingkan dengan negara tanpa larangan iklan (Tobacco Control

Support Center, 2012). Indonesia memang belum mengikuti langkah Negara

26 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


lain yang melarang iklan rokok, namun Komisi Penyiaran Indonesia telah

membuat peraturan tentang Pedoman Perilaku Penyiaran pada pasal 59 bahwa

siaran iklan rokok hanya boleh disiarkan pada pukul 21.30 – 05.00 waktu

setempat (Komisi Penyiaran Indonesia, 2012)

6. Raih Kenaikan Cukai Tembakau

Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal. Hal ini

merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian tembakau

dan mendorong perokok untuk berhenti (Tobacco Control Support Center,

2012).

2.3 Pengaruh Perbedaan Jurusan di Sekolah Menengah Atas

2.3.1 Jenis Jurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.17 tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 1 ayat 13, Sekolah Menengah

Atas (SMA) adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang

menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai

lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), MTs, atau bentuk lain yang

sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMOP atau MTs

(Peraturan Pemerintah Nomor 17, 2010)

Pasal 79 ayat 1 dan 2 dalam peraturan yang sama menyatakan bahwa

penjurusan pada SMA/MA dan bentuk lain yang sederajat berbentuk program

studi yang memfasilitasi kebutuhan pembelajaran serta kompetensi yang

diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi.

Program studi yang dimaksud adalah IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu

Pengetahuan Sosial), Bahasa, keagamaan, dan program studi lain yg diperlukan

27 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


masyarakat. Dengan adanya penjurusan program studi yang dilaksanakan masing-

masing sekolah, pembekalan yang didapat dari penjurusan tersebut pada nantinya

akan diaktualisasikan baik secara langsung atau tidak langsung ke masyarakat

(Peraturan Pemerintah Nomor 17, 2010).

Menurut wali kelas IPS SMAN 112 Jakarta Barat yang sebelumnya menjabat

sebagai wali kelas IPA, siswa IPS lebih susah diatur dibandingkan dengan siswa

IPA. Ketika siswa IPS mendapati jam kosong mereka terlihat asik mengobrol atau

jalan-jalan atau berkumpul dikantin. Sedangkan siswa IPA ketika mendapati jam

kosong, mereka lebih suka membaca buku/belajar didalam kelas atau

perpustakaan. Beliau juga menambahkan, tidak semua siswa IPA memiliki

semangat belajar yang tinggi. Tetapi karena adanya persaingan didalam kelas

maka mereka termotivasi untuk belajar (Sutsilah, 2014).

Dengan adanya persaingan didalam kelas membuat para siswa lebih individual

dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan siswa IPS menurut beliau

tidak sesemangat siswa IPA dalam belajar. Mereka cenderung santai dalam belajar

dan suka menggampangkan sesuatu, dalam artian mereka sangat percaya diri

bahwa mereka yakin dapat melakukannya. Beliau juga menambahkan siswa IPS

memiliki sifat solidaritas yang lebih tinggi dan mudah bergaul dibandingkan siswa

IPA (Sutsilah, 2014).

Sebagian siswa IPA memiliki semangat tinggi dan motivasi untuk belajar, lebih

egosentris / individual sehingga kurang dapat bergaul, hal ini mungkin terjadi

karena siswa kurang memiliki rasa empati kepada teman. Sedangkan sebagian

siswa IPS pernah melanggar aturan dan mudah bergaul sehingga lebih banyak

memiliki teman, hal ini terjadi mungkin dikarenakan siswa IPS yang santai dan

28 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


cuek serta rasa solidaritas yang tinggi ini terlihat ketika ada salah satu temannya

yang terlambat masuk ke kelas yang lainnya ikut terlambat juga (Sutsilah, 2014).

2.3.2 Perbedaan Jurusan dengan Perilaku Merokok

Setiap program studi memiliki mata pelajaran yang menjadi ciri khas.

Berdasarkan PP RI No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal

7 ayat 5, Progran studi IPA sekurang kurangnya terdiri atas fisika kimia dan

biologi, serta program studi IPS sekurang-kurangnya terdiri atas ketatanegaraan,

ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, dan geografi (Peraturan Pemerintah

Nomor 19, 2005)

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

No.59 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah

Aliyah, kelas IPS memiliki mata pelajaran berupa Ekomnomi, Geografi, dan

Sosiologi. Sedangkan Kelas IPA memiliki mata pelajaran berupa Biologi, Kimia,

dan Fisika yang lebih memungkinkan siswa untuk mengetahui beberapa hal

terkait kesehatan. Misalnya dengan mengaitkan keadaan udara yang tidak bersih

akibat perilaku merokok dengan fungsi dari organ-organ pernafasan seperti yang

telah diatur dalam Silabus Mata Pembelajaran Biologi Kelas 11 SMA.

Pemahaman tentang kesehatan seharusnya dapat menjadi dasar agar siswa SMA

yang mendapat mata pelajaran tersebut dapat lebih menghindari perilaku merokok

dibandingkan dengan yang tidak mendapat mata pelajaran tersebut (Kementrian

Pendidikan dan Budaya, 2013; Kementrian Pendidikan dan Budaya, 2014).

29 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.4 Kerangka Teori

Faktor eksternal:
Faktor internal:
 Iklan
 usia
 jenis kelamin  Pengetahuan
 keluarga terkait kesehatan
 psikologis  Lingkungan
 empati sekolah
 Teman bermain
Faktor penyebab

Perilaku
merokok

Dampak positif: Dampak negatif:

 Menghilangkan  Penyakit
stress kardiovaskular
 PPOK
 Kematian
 dst

Pendidikan:
Peran pemerintah
 TK
 SD Pengetahuan terkait
IPA
 SMP kesehatan: meningkat
 SMA
 Perguruan Pengetahuan terkait
IPS
Tinggi kesehatan : biasa saja

Gambar 2.5 Kerangka teori hubungan perilaku merokok dengan pendidikan

30 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Perbedaan Jurusan
IPA dan IPS

Pengetahuan Terkait Pengetahuan


Kesehatan Terkait Rokok

Kesadaran Terhadap Sikap Terkait


Kesehatan Rokok

Faktor lain yang


mempengaruhi:
- Usia Tindakan Merokok
- Jenis kelamin
- Lingkungan
keluarga
- Lingkungan
sekolah
- Teman sebaya
- Iklan

Keterangan:

Variabel diteliti

Variabel tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Perbedaan Jurusan dengan Prilaku Merokok

3.2 Hipotesis

Terdapat perbedaan perilaku merokok antara siswa jurusan IPA dan IPS

31 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


menggambarkan Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap perilaku merokok
pada siswa SMP 6 di Wilayah Puskesmas Muaro Bodi Kecamatan IV nagari
Kabupaten Sijunjung.
Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi terhadap variabel
yang diteliti yaiu variabel pengetahuan, variabel sikap, dan variabel tindakan
terhadap perilaku merokok.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dan penelitian dilakukan di sekolah SMP 06 Puskesmas

Muaro Bodi Kecamatan IV nagari Kabupaten Sijunjung, dan dilaksanakan pada

bulan Januari 2020

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas 9 SMP 06 Muaro

Bodi Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung pada tanggal 15 Januari 2020

yang berjumlah 55 orang

4.3.2 Subjek Penelitian

Subjek Penelitian adalah populasi target yang masuk dalam kriteria inklusi

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi:

Seluruh siswa kelas 9 di SMP 06 Muaro Bodi yang hadir pada tanggal

32 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


b. Kriteria eksklusi:

1. Siswa yang menolak mengisi kuesioner.

2. Siswa yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap

3. Siswa yang tidak hadir pada saat dilakukan penelitian

4.4 Variable Penelitian

4.4.1 Definisi Operasional

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Definisi : usia responden saat mengisi kuisioner

Cara ukur : observasi.

Alat ukur : kuisioner.

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : 14 tahun

15 tahun

16 tahun

17 tahun

18 tahun

b. Jenis kelamin

Definisi : jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan

perempuan berdasarkan jawaban responden saat

pengisian kuisioner.

Alat ukur : kuisioner

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : laki-laki

33 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Perempuan

2. Perilaku Merokok

a. Tindakan

Definisi : Perilaku/kebiasaan menghisap rokok yang masih

dilakukan sampai saat responden mengisi kuesioner.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : kuesioner yang terdiri dari 2 pertanyaan utama tentang

apakah responden pernah merokok dan apakah hingga

saat ini responden masih merokok, serta 8 pertanyaan

tambahan untuk elaborasi terhadap pertanyaan utama.

Setiap pertanyaan utama memiliki pilihan jawaban ya

atau tidak dan memiliki skor yang berbeda untuk

setiap jawaban (Tabel 3.5) sehingga kemungkinan

nilai skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah

2.

Tabel 3.5 Skor jawaban pada kuesioner tindakan merokok


Jawaban Skor
Ya 1
Tidak 0

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : merokok bila skor 2

tidak merokok bila skor <2

b. Pengetahuan

34 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Definisi : Sejauh mana seseorang mengetahui informasi tentang

rokok yaitu definisi rokok dan perokok, cara

merokok, kandungan rokok, dampak merokok, aturan

terkait rokok dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010;

Riwidikdo, 2013; Budiman, 2013)

Cara ukur : Wawancara langsung

Alat ukur : Kuesioner yang terdiri dari 11 pertanyaan meliputi

definisi rokok, kandungan rokok, faktor penyebab

merokok, dampak yang ditimbulkan oleh rokok

(Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Cakupan pertanyaan pada kuesioner pengetahuan terkait rokok


Cakupan Nomor Pertanyaan
Definisi rokok dan perokok 1, 3, 4
Cara merokok 2
Kandungan rokok 6, 7
Dampak merokok 5, 8, 9, 10
Aturan terkait rokok 11

Setiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban benar

atau salah dan memiliki skor yang berbeda untuk

setiap jawaban (Tabel 3.2) sehingga kemungkinan

nilai skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah

11.

Tabel 3.2 Skor jawaban pada kuesioner pengetahuan terkait rokok


Jawaban Skor
Salah 0
Benar 1

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Menurut Arikunto (dalam Budiman, 2013)

pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori dengan nilai

35 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Baik bila skor >8

Cukup bila skor 6-8

Buruk bila skor <6

c. Sikap

Definisi : Bagaimana sikap responden mengenai rokok meliputi

perasaan, kepercayaan, pendapat, ide, dan sebagainya

yang berhubungan dengan rokok (Notoadmodjo,

2005; Notoadmodjo, 2010).

Cara ukur : Wawancara langsung

Alat ukur : Kuesioner yang terdiri dari 17 pertanyaan meliputi

perasaan, kepercayaan, pendapat, dan ide yang

berhubungan dengan rokok (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Cakupan pertanyaan pada kuesioner sikap terkait rokok


Cakupan Nomor Pertanyaan
Ide 7, 8, 9, 10, 11, 15
Kepercayaan 4, 13, 14
Perasaan 2, 3, 5, 6
Pendapat 1, 12, 17

Setiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban sangat

tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, serta sangat

setuju dan memiliki skor yang berbeda untuk setiap

jawaban (Tabel 3.4) sehingga kemungkinan nilai skor

terendah adalah 17 dan skor tertinggi adalah 85.

Tabel 3.4 Skor jawaban pada kuesioner tentang sikap terhadap rokok
Jawaban Skor
Sangat tidak setuju 1

36 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Tidak setuju 2
Netral 3
Setuju 4
Sangat tidak setuju 5

Skala ukur : ordinal

Hasil Ukur : Terdapat 17 pertanyaan yang digunakan untuk menilai

sikap sehingga kemungkinan nilai skor terendah

adalah 17 dan skor tertinggi adalah 85. Dengan

menggunakan likert scale, diperoleh hasil:

Baik bila skoring 63 - 85

Cukup bila skoring 40 - 62

Buruk bila skoring 17 – 39

3. Faktor lain

a. Anggota keluarga yang merokok

Definisi : Ada atau tidaknya keluarga yang merokok

Cara ukur : observasi

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : Ada

Tidak ada

b. Teman yang merokok

Definisi : Ada atau tidaknya teman yang merokok

Cara ukur : observasi

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : nominal

37 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Hasil ukur : Ada

Tidak ada

c. Guru yang merokok

Definisi : Ada atau tidaknya guru yang merokok

Cara ukur : observasi

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : Ada

Tidak ada

d. Paparan iklan rokok

Definisi : Ada atau tidaknya paparan iklan rokok terhadap

responden

Cara ukur : observasi

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : nominal

Hasil ukur : pernah melihat iklan rokok

Tidak pernah melihat iklan rokok

4.5 Teknik Pengumpulan Data

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti

dengan menggunakan teknik wawancara

4.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti

berdasarkan landasan teori dan terdiri dari 6 bagian. Bagian A digunakan untuk

38 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


mengetahui identitas responden, bagian B untuk mengetahui tindakan merokok

responden, bagian C untuk mengetahui data tambahan tentang tindakan merokok

responden, bagian D untuk mengetahui pengetahuan responden mengenai rokok,

bagian E untuk mengetahui sikap responden mengenai rokok, dan bagian F untuk

mengetahui faktor-faktor lain yang menyebabkan responden merokok.

4.6 Teknik Pengolahan, Analisis, dan Penyajian data

4.6.1 Teknik Pengolahan Data

a. Pengolahan Data (editing)


Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat
di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data
sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

4.6.2 Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu
variabel pengetahuan, variabel sikap, dan variabel tindakan terhadap luka
berpotensi tetanus.
4.6.3 Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

39 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


40 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai