Ilustrasi Kasus: “Prabowo berniat membunuh Jokowi dengan menusukkan sebilah pisau di bagian jantungnya, tetapi ternyata tusukan pisau Prabowo meleset dan tidak mengenai organ vital Jokowi sehingga hanya melukainya saja, karena tidak berhasil membunuhnya lalu Prabowo pun melarikan diri. Kemudian dengan segera Jokowi mencari tumpangan untuk menuju rumah sakit dan berhasil mendapatkan taksi. Dalam perjalanannya ke rumah sakit, ternyata taksi yang ditumpangi oleh Jokowi mengalami kecelakaan karena sopir taksi tersebut berkendara secara ugal-ugalan dan juga melanggar peraturan lalu-lintas sehingga kecelakaan itu memperburuk keadaan Jokowi dan akhirnya ia meninggal dunia saat itu juga.” Penjelasan: Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh von Buri yang mendalilkan bahwa tiap syarat adalah sebab, dan semua syarat itu nilainya sama. Yang artinya tanpa adanya syarat itu, suatu akibat tertentu tidak akan muncul. Maka “penyebab” dari meninggalnya Jokowi ialah tidak hanya karena ia mengalami “kecelakaan”, tetapi juga karena ia telah “ditusuk” oleh Prabowo sebelumnya, yang dimana hal ini menunjukkan bahwa teori von Buri ini mendalilkan hubungan kausalitas yang terbentang tanpa akhir, ditinjau dari tiap-tiap “sebab” hakikatnya merupakan “akibat” dari “sebab” yang terjadi sebelumnya. Sebab menurut logika teori von Buri, baik luka tusukan pisau maupun dampak kecelakaan sama-sama merupakan syarat untuk timbulnya “akibat” yakni kematian Jokowi yang nilainya sama atau setara. Artinya apabila salah satu syarat misalnya luka tusukan dihilangkan, maka akibatnya juga akan berubah dari akibat yang timbul apabila tidak ada syarat yang dihilangkan dan tentunya akibat yang ditimbulkan jika ada syarat yang dihilangkan bisa saja tidak sampai mengakibatkan kematian Jokowi. Dengan demikian, berdasarkan teori Conditio Sine Qua Non, semua syarat mempunyai andil/peranan yang sama untuk menimbulkan adanya suatu akibat, maka dalam hal ini “penyebab” kematian Jokowi adalah “Prabowo” dan “Sopir taksi” karena keduanya menyebabkan adanya syarat yang menjadi sebab serta bernilai sama dalam mengakibatkan kematian Jokowi. 2. Teori Ubergewichstheorie dari (Binding) Ilustrasi Kasus: “Seorang tentara bernama Luhut mengalami kecelakaan latihan saat sedang berlatih menjinakan ranjau darat yang tertanam di sekililing area kamp militernya, karena belum menguasai hal tersebut maka ranjau yang ia tangani tiba-tiba meledak dan serpihan dari ledakan ranjau masuk dan menancap di beberapa organ vital Luhut. Kemudian dengan segera Luhut di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis, seorang dokter bernama Susi pun berupaya sekuat tenaga untuk memberikan pertolongan medis dan menyelamatkan Luhut, dengan cepat dan tanggap luka-luka Luhut pun langsung di jahit dan diberi obat-obatan sesuai keluhan yang dialami oleh Luhut. Selang beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Luhut malah meninggal dunia. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jasad Luhut, ternyata di dalam organ vital Luhut masih terdapat beberapa serpihan logam yang menancap karena ternyata dokter Susi lupa mengangkat dan membersihkan serpihan benda asing di dalam organ vital Luhut dan telah melalukan kelalaian terhadap pasiennya itu dengan bertindak gegabah langsung menjahit luka dan hanya memberikan obat-obatan saja tanpa memperhatikan aspek utama yang menyangkut keselamatan pasien seperti adanya serpihan logam di organ vital Luhut yang memicu adanya kegagalan sistem tubuh yang mengakibatkan kematian Luhut.” Penjelasan: Menurut teori dari Binding, “sebab” dari suatu perbuatan ialah identik dengan perubahan dalam keseimbangan antara faktor yang menghambat timbulnya akibat (negatif) dan faktor (positif) yaitu faktor yang mempunyai peranan dalam timbulnya akibat yang kemudian faktor positif itu lebih unggul dibanding faktor negatif. Maka berdasarkan ilustrasi kasus di atas, terdapat dua faktor yakni upaya dokter Susi yang telah berusaha menyelamatkan Luhut menjadi faktor yang menahan atau menghambat timbulnya suatu akibat (negatif) dan faktor kelalaian dokter Susi dalam menangani pasiennya tersebut yang mempunyai peranan atas timbulnya suatu akibat (positif) yaitu kematian Luhut. Dengan demikian, menurut teori Binding satu-satunya “sebab” adalah syarat terakhir yang menghilangkan keseimbangan dan memenangkan faktor positif itu, sehingga dalam kasus ini yang menjadi “penyebab” kematian Luhut adalah faktor kelalaian dari dokter Susi yang merupakan syarat positif yang lebih dominan atau mengalahkan faktor negatif serta menjadi syarat terakhir yang meniadakan keseimbangan diantara kedua faktor tersebut. Oleh karena itu, meskipun dokter Susi telah melakukan upaya pertolongan terhadap Luhut, tetapi karena kelalaian yang dilakukannya itu pula menjadi penyebab yang mengakibatkan kematian Luhut, maka dokter Susi tetap menjadi “penyebab” yang menimbulkan “akibat” yakni kematian Luhut.
3. Teori dari (Birkmeyer)
Ilustrasi Kasus: “Seorang kakek tua sedang mengendarai sepeda motor menuju apotek untuk membeli obat-obatan penyakit jantungnya yang seringkali kambuh. Namun ketika ia tiba-tiba hendak berbelok di suatu persimpangan jalan, kakek tersebut tidak melihat adanya mobil yang melaju dari arah yang berlawanan sehingga pengendara mobil tersebut pun berusaha sekuat mungkin menginjak rem mobilnya sehingga menimbulkan bunyi atau suara yang sangat keras dan nyaring dari gesekkan antara ban mobilnya dengan aspal jalan. Meskipun mobil tersebut tidak menabrak sepeda motor kakek itu, tetapi kakek tersebut tiba-tiba jatuh pingsan dan mengalami serangan jantung karena terkejut dan akhirnya kemudian kakek tua itu meninggal dunia saat itu.” Penjelasan: Berdasarkan teori dari Birkmeyer, yang menyatakan bahwa “sebab” adalah “syarat yang paling kuat”, dalam ilustrasi kasus tersebut terdapat beberapa syarat seperti yang diketahui bahwa kakek tersebut memiliki latar-belakang berpenyakit jantung dan juga adanya gesekan rem antara ban mobil dengan aspal yang menimbulkan suara atau bunyi yang sangat keras dan nyaring sehingga mengejutkan kakek tersebut. Menurut teori Birkmeyer setelah suatu peristiwa terjadi maka di antara sekian faktor yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, tidak semuanya merupakan “penyebab”. Karena “penyebab” hanyalah syarat yang paling berperan atau mempunyai andil paling dominan atau paling kuat atas timbulnya suatu akibat sedangkan faktor lain dianggap hanya sebagai syarat. Maka berdasarkan perspektif teori dari Birkmeyer ini dapat diketahui yang menjadi “penyebab” yang mengakibatkan kematian kakek tua tersebut adalah disebabkan faktor “serangan penyakit jantung” karena menurut kenyataannya setelah peristiwa itu terjadi secara konkrit faktor serangan penyakit jantunglah yang menjadi syarat paling berperan dan paling kuat pengaruhnya (adequat) dalam menjadi “sebab” yang mengakibatkan kematian kakek tua itu. 4. Teori subyektif dari (von Kries) Ilustrasi Kasus: “Seorang Asisten Rumah Tangga (ART) bernama Puan sangat menginginkan majikannya untuk segera mati agar bisa mengambil harta kekayaan majikannya tersebut. Terlintas dalam benak Puan untuk meracuni majikannya agar tewas. Puan tentu sepenuhnya sadar, paham dan tahu benar akan dampak yang ditimbulkan dari meminum racun yang dapat mengakibatkan kematian seketika, maka Puan pun membuatkan segelas kopi yang telah dicampur dengan racun sianida lalu menyuguhkannya kepada majikannya. Kemudian setelah kopi sianida itu diminum, seketika itu juga majikannya tewas mengenaskan karena keracunan.” Penjelasan: Dalam teori subyektif dari von Kries, menyatakan bahwa pandangan atau pengetahuan si pelakulah yang menentukan. Suatu perbuatan baru dianggap sebagai “sebab” yang adequat apabila si pelaku dapat mengira-irakan ataupun membayangkan akan terjadinya suatu akibat. Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, maka sudah jelas bahwa Puan sebagai pelaku pembunuhan majikannya ini paham dan mengerti serta tentunya dapat membayangkan dan memperkirakan akibat apa yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukannya yakni meracuni majikannya sehingga meninggal dunia. Maka “penyebab” dari timbulnya suatu akibat ialah karena Puan secara sadar dan dengan kesengajan meracuni majikannya dengan racun sianida yang dicampur dalam segelas kopi hingga menimbulkan “akibat” yakni kematian majikannya itu sendiri. Sebab, perbuatan meracuni orang itu pada umumnya mempunyai kadar/kans untuk menimbulkan akibat kematian seseorang. Dan sesuai dengan teori subyektif von Kries yang mendalilkan bahwa “sebab” adalah apa yang oleh si pelaku diketahuinya dapat menimbulkan akibat. 5. Teori Obyektif dari (Rumelin) Ilustrasi Kasus: “Terjadi suatu insiden tenggelamnya sebuah kapal yang di pimpin oleh kapten Philip, yang dimana insiden tenggelamnya kapal tersebut mengakibatkan tewasnya 10 orang penumpang umum di kapal tersebut. Setelah ditelusuri ternyata penyebab tenggelamnya kapal tersebut adalah karena pengaruh kelebihan muatan kapal. Yang dimana pengelolaan, pengaturan, pemasukan serta pemuatan kapal ini menjadi tanggung-jawab bagi pemimpin ekspedisi kapal tersebut yakni kapten Philip yang notabene malah tidak memperdulikan adanya peringatan-peringatan dari berbagai pihak terkait masalah kelebihan muatan kapal saat hendak berangkat.” Penjelasan: Menurut teori obyektif dari Rumelin, yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dianggap sebagai “sebab” timbulnya akibat atau bukan, haruslah dilihat apakah perbuatan itu diketahui ataupun pada umumnya diketahui (objektif), perbuatan itu dapat menimbulkan akibat yang seperti itu. Berdasarkan kasus di atas, sadar atau tidak sadar meskipun misalnya pada kenyataannya pemimpin kapal tersebut yakni kapten Philip tidak menyadari ataupun tidak mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya itu berpotensi memberikan ancaman bahaya bagi seluruh penumpang kapal, tetapi keadaan tersebut secara obyektif diketahui bahwa membiarkan kapal dalam kondisi kelebihan muatan tentunya akan memberikan potensi berbahaya bagi keselamatan penumpang kapal karena beresiko tenggelam dan perbuatan yang dilakukan kapten Philip itu memang mempunyai kans untuk menimbulkan akibat seperti itu. Berbeda dengan teori von Kries, teori Rumelin ini tidak bergantung terhadap apa yang diketahui oleh pelakunya melainkan apa yang dapat diketahui secara umum suatu perbuatan itu akan dapat menimbulkan suatu akibat tertentu pula. Maka yang menjadi “penyebab” tenggelamnya kapal dan bertanggung-jawab atas insiden yang menewaskan 10 orang penumpang umum kapal tersebut adalah kapten Philip oleh karena ia sebagai pemimpin yang mengatur dan mengelola pemasukan atau pemuatan barang-barang angkutan dan penumpang kapal itu tidak memperdulikan adanya peringatan berbagai pihak berkaitan terlalu beratnya muatan kapal itu.