Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELENGGARAAN

PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

2.1 Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Penyelenggaraan Pembangunan Rumah

Susun

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, diundangkan

pada tanggal 31 Desember 1985, undang-undang ini menjadi landasan hukum untuk

mengatur penyelegaraan rumah susun. Namun Undang-Undang Nomor 16 Tahun

1985 tentang Rumah Susun sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum,

kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan

kewajiban Negara dalam penyelenggaraan rumah susun sehingga perlu diganti.

Timothy Lindsey mengatakan Existing indonesian land law and land

administrationnow seem incapable of meeting the nation's needs1. Untuk

memenuhi perkembangan hukum serta kebutuhan masyarakat yang belum

terakomodir oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun

tersebut maka pemerintah menghapus -Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang

Rumah Susun dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang

Rumah Susun.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah

Susun menyatakan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

1
Timothy Lindsey, 2008, Indonesia Law And Society, The Federation Press, Singapore,
h.191.
distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama. Pengertian mengenai rumah susun tersebut

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sama seperti

yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Susun.

Hak milik satuan rumah susun meliputi hak bersama atas bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama yang tidak terpisahkan. Tanah bersama adalah

sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah, yang

di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dengan persyaratan izin

mendirikan bangunan.2 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun menyatakan bahwa tanah bersama adalah sebidang tanah

hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara

tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam

persyaratan izin mendirikan bangunan. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2011 tentang Rumah Susun menyatakan bahwa bagian bersama adalah

bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama

dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun memberi contoh

bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap,

talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipapipa, jaringan- jaringan listrik,

2
Arie S. Hutagalung, 2007, Kondominium dan Permasalahannya: Edisi Revisi, cet. 1,
Fakultas Hukum UI, Jakarta, h. 14.
gas dan telekomunikasi. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun mendefinisikan bahwa benda bersama adalah benda yang

bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama

secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Selanjutnya Penjelasan Pasal 25

ayat (1) mencontohkan benda bersama adalah : ruang pertemuan, tanaman,

bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan

tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun.

Asas Penyelenggaraan Rumah Susun

Penyelenggaraan rumah susun di Indonesia dilatarbelakangi oleh niat

yang sangat mulia, yaitu untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat

berpenghasilan rendah untuk mendapatkan hunian yang layak. Masyarakat

berpenghasilan rendah menurut Pasal 1 angka 14 Undang- Undang Nomor 20

Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah masyarakat yang mempunyai

keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk

memperoleh sarusun umum. Dengan demikian asas, tujuan dan ruang lingkup

penyelenggaraan rumah susun diharapkan senantiasa berfokus pada

pemenuhan kebutuhan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan

rendah.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

menyebutkan :

“Penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada:


a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keterjangkauan dan kemudahan;
e. keefisienan dan kemanfaatan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan berkelanjutan;
l. keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan
m. keamanan, ketertiban, dan keteraturan.”
Pengertian dari asas-asas yang terkandung dalam penyelenggaraan
rumah susun dijelaskan dalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah sebagai berikut :
a. Asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya
b. Asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil
pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara
proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.
c. Asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar
kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan nasional.
d. Asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan
landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya
iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR.
e. Asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan
penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan
memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang
bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta
memberikan kemanfaatan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan
rakyat.
f. Asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan
penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya,
dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun
kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya
kerja sama antarpemangku kepentingan.
g. Asas kemitraan adalah memberikan landasan agar
penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan
masyarakat dengan prinsip saling mendukung.
h. Asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan
agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan
mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan
ruang.
i. Asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun
diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
j. Asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan
rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan
lingkungan, dan perilaku hidup sehat.
k. Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan
agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga
keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan
kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju
pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.
l. Asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah
memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi
persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah
susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran,
dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar
ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan;
serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun
termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan
lanjut usia.
m. Asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan
landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat
menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala
gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam
melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan
sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan
administratif.

Asas penyelenggaraan rumah susun yang terdapat dalam Undang-

Undang No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sudah memenuhi

kebutuhan masyarakat akan rumah susun. Asas penyelenggaraan rumah

susun adalah sebagai pedoman dalam penyelenggaraan rumah susun. Seluruh

asas tersebut harus selalu diperhatikan dalam rangka pembangunan rumah

susun agar tujuan pembangunan rumah susun dapat tercapai.


Tujuan Penyelenggaraan Rumah Susun

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan

merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa

Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.3 Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya

kebutuhan akan perumahan yang layak bagi masyarakat agar mampu

mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Di

samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang

penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-

aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan

pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan

ketahanan nasional.4

Menurut Adrian Sutedi kebijakan umum pembangunan perumahan

diarahkan untuk :

1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang

sehat, secara adil, dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan

masyarakat yang berkepribadian Indonesia.

3
Adrian Sutedi, 2012, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 158
4
Ibid,h. 158
2. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan

pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya

guna dan berhasil guna.5

Di daerah perkotaan yang padat penduduk sedangkan tanah yang

tersedia sangat terbatas, sangat perlu dikembangkan perumahan atau

permukiman dengan bentuk rumah susun yang lengkap serta serasi dan

seimbang dengan memperhatikan pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

Pengertian rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 tentang Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal

dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan

digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi

dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama Selain satuan-

satuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan

tersebut serta benda bersama dan tanah bersama yang di atasnya didirikan

rumah susun, yang karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati

bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak pemilikan atas

satuan rumah susun merupakan kelembagaan hukum baru, yang perlu diatur

dengan undang-undang, dengan memberikan jaminan kepastian hukum

kepada masyarakat Indonesia. Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

5
Ibid, h. 158
2011 tentang Rumah susun ini diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan

rumah susun, yang meliputi:

1. Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang

digunakan secara terpisah.

2. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun.

3. Hak bersama atas benda-benda.

4. Hak bersama atas tanah yang semuanya merupakan satu kesatuan hak

yang secara fungsional tidak terpisahkan6

Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian,

khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun

demikian, pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan permukiman

yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung

bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi

pengembangan kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena

itu, dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian

yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk

tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya.

Tujuan penyelenggaraan rumah susun menurut Pasal 3 Undang-

Undang nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah

1. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan


terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan

6
Ibid, h.159
berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna
membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan
tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang
lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan
permukiman kumuh.
4. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi,
seimbang, efisien, dan produktif.
5. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang
kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan
tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang
layak, terutama bagi MBR.
6. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang
pembangunan rumah susun.
7. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan
terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat,
aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola
perumahan dan permukiman yang terpadu.
8. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian,

khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun

demikian, pembangunan rumah susun harus dapat menciptakan kawasan

permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan

prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang,

efisien, dan produktif sehingga diperlukan adanya bangunan gedung

bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi

pengembangan kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah.


Ruang lingkup Pengaturan Penyelenggaraan Rumah Susun

Ruang lingkup pengaturan rumah susun menurut Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah:

1) Pembinaan

Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun

yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah dalam

hal ini Menteri pada tingkat nasional, Gubernur dalam tingkat provinsi

dan Bupati atau Walikota dalam tingkat kabupaten atau kota.

Pembinaan dalam hal ini meliputi perencanaan, pengaturan,

pengendalian dan pengawasan. Tujuan dari pembinaan tersebut

adalah

a) Mendorong pembangunan rumah susun yang berteknologi

dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan lingkungan

yang aman dan sehat

b) Mendorong pembangunan rumah susun agar

memaksimalkan menggunakan sumberdaya manusia dan

sumberdaya alam lokal

c) Mendorong pembanguan rumah susun untuk menjadi hunian

yang layak dan terjangkau

d) Mendorong pelestarian budaya nasional dalam pembangunan

rumah susun

2) Perencanaan
Perencanaan pembangunan rumah susun dilakukan

berdasarkan kepadatan bangunan, kepdatan penduduk, rencana rinci

tata ruang, konsep hunian berimbang, analisis potensi kebutuhan

rumah susun dan layanan trasnportasi, utilitas umum dan layanan

komonikasi. Perencanan penyelenggaraan pembangunan rumah susun

meliputi :

a) Penetapan penyediaan jumalah dan jenis rumah susun

Penetapan penyediaan jumalah dan jenis rumah susun

berdasarkan kelompok sasaran, pelaku, dan sumber daya

pembangunan yang meliputi rumah susun umum, rumah

susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun

komersial.

b) Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun

Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun

harus dilakukan sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota.

3) Pembangunan

Pembangunan rumah susun mengatur tentang penyediaan

tanah, persyaratan pembangunan, sertifikat laik fungsi, prasarana,

sarana, dan utilitas umum lingkungan rumah susun, pembangunan

memalui penanaman modal asing, pemasaran dan jual beli rumah

susun
4) Penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan

Penguasaan sarusun dapat dilakukan dengan cara dimiliki,

disewa, sewa-beli dan pinjam-pakai sesuai dengan jenis rumah susun.

Untuk jenis rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki

atau disewa, untuk rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara

pinjam pakai atau sewa, rumah susun negara dapat dilakukan dengan

cara sewa, pinjam-pakai, dan sewa-beli, untuk rumah susun komersial

dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. Hak kepemilikan

atas satuan rumah susun berupa hak milik atas satuan rumah susun dan

hak pakai atas satuan rumah susun yang di khususkan bagi warga

negara asing. Pemanfaatan rumah susun adalah sebagai hunian dan

campuran. Campuran dalam hal ini adalah hunian dan bukan hunian

(perkantoran)

5) Pengelolaan

Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan operasional,

pemeliharaan, dan perawatan bagian bersama, benda bersama, dan

tanah bersama. Pengelolaan dilaksanakan oleh pengelola yang

berbadan hukum dan mendapatkan izin dari walikota/bupati.

6) Peningkatan kualitas

Peningkatan kualitas rumah susun dilakukan jika rumah susun

sudah tidak laik fungsi dan menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan

rumah susun.
7) Pengendalian

Pengendalian penyelenggaraan rumah susun dilakukan pada

tahapan perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan

pengelolaan. Pengendalian yang dilakukan pada tahap perencanaan

adalah kesesuaian jumah dan jenis rumah susun, kesesuaian zonasi,

kesesuaian lokasi dan kepastian tersedianya prasarana, sarana dan

utilitas umum. Pengendalian pada tahap pembangunan adalah bukti

penguasaan yang sah dan kesesuaian antara pelaksanaan dengan izin

mendirikan bangunan. Pengendalian penyelenggaraan rumah susun

pada tahap penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan dilakukan

dengan cara pemberian sertifikat laik fungsi, bukti penguasaan dan

pemilikan atas sarusun. Pengendalian penyelenggaraan rumah susun

pada tahap pengelolaan dilakukan dengan pengawasan terhadap

pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS)

dan pengawasan terhadap pengelolaan bagian bersama, benda

bersama, dan tanah bersama. Pengendalian tersebut dilakukan oleh

pemerintah melalui perizinan, pemeriksaan dan penertiban.

8) Kelembagaan

Kelembagaan dalam rumah susun dibagi menjadi dua yaitu

badan pelaksana dan PPPSRS. Badan pelaksana ini dibentuk oleh

pemerintah yang bertujuan untuk melaksanakan berbagai kebijakan di

bidang rumah susun umum dan rumah susun khusus. PPPSRS

beranggotakan pemilik atau penghuni yang mendapat kuasa dari


pemilik sarusun. PPPSRS bertujuan untuk mengurus kepentingan para

pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan

kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan

penghunian.

9) Tugas dan wewenang

Tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan rumah susun

dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota sesuai dengan tingkat kewenangnannya.

10) Hak dan kewajiban

Pelaku penyelenggaraan pembangunan rumah susun,

penghuni atau pemilik satuan rumah susun mempunyai hak dan

kewajibannya masing-masing.

11) Pendanaan dan sistem pembiayaan

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan upaya

pengembangan sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan rumah

susun.

12) Peran masyarakat


Peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam penyelenggaran

rumah susun. Masyarakat dapat memberi masukan dalam penyusunan

rencana pembangunan rumah susun, pengawasan dan pengendalian

penyelenggaran rumah susun.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

berisikian materi muatan yang meliputi pembinaan, perencanaan,

pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,

peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak

dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.2 Jenis-Jenis Rumah Susun

Jenis-jenis rumah susun dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (7) sampai ayat (10)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, yaitu :

(1) Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenui kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

(2) Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan khusus.

(3) Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan

keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai

negeri.

(4) Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

mendapatkan keuntungan.
Rumah susun menurut kemanfaatannya dibagi menjadi 2 yaitu rumah susun

hunian dan rumah susun campuran sesuai dengan ketentuan Pasal 50 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Rumah susun fungsi

campuran adalah campuran antara hunian dan bukan hunian. Contoh rumah susun

bukan hunian adalah seperti perkantoran dan tempat usaha. Berbeda halnya dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang membolehkan

membangun rumah susun bukan hunian.

Dalam hal pengelolaannya rumah susun umum dibagi menjadi 2 jenis yaitu

rumah susun sederhana sewa (RUSUNAWA) dan rumah susun sederhana milik

(RUSUNAMI). Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa

menyatakan Rusunawa adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan

yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta

dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya

sebagai hunian. Rusunami adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-

satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya hak

milik. Rusunawa dan rusunami diperuntukan untuk masyarakat berpenghasilan

rendah.
2.3 Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah

masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat

dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah yang diatur berdasarkan Pasal 1

Angka 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman. Pertambahan penduduk daerah perkotaan mengakibatkan kebutuhan

sarana dan pasarana perkotaan semakin meningkat terutama kebutuhan perumahan.

Mengingat pengadaan perumahan daerah perkotaan sangat terbatas, masalah

pemenuhan kebutuhan perumahan sampai saat ini masih sulit dipecahkan, terutama

bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Membahas tentang perumahan bagi

masyarakat berpenghasilan rendah, potret yang terbayang dan muncul di benak

kepala biasanya adalah perumahan yang padat, kacau balau tidak teratur, kotor,

citra kota.7 Masyarakat berpenghasilan rendah ini tercermin dari kondisi sosial

ekonomi dalam kehidupannya dan ditunjukkan dengan kondisi perumahan

masyarakat diberbagai wilayah. Baik di daerah desa maupun di perkotaan masih

dalam kondisi yang tidak layak. Di daerah desa banyak dijumpai rumah penduduk

berdinding kayu, beratap daun dan berlantai tanah. Ketidaklayakan rumah mereka

juga terlihat dari kondisi prasarana, sarana dan utilitas yang masih belum memadai

bagi kelangsungan hidup mereka. Khususnya bagi masyarakat berpenghasilan

rendah dan miskin yang menghuni perumahan dan tempat-tempat yang tidak layak,

mereka hidup dengan keterpaksaan di kampung-kampung kumuh, di kolong-

kolong jembatan, pinggiran rel kereta api, bantaran sungai, pasar, dan fasilitas-

7
Nasikun. 2007. Pengantar : Urbanisasi dan Kemiskinan, Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta, h. 107.
fasilitas umum lainnya yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, kenyamanan,

dan keselamatan hidupnya. Lebih lanjut bahwa terdapat kaitan antara kondisi

ekonomi dengan tingkat prioritas kebutuhan perumahan pada setiap manusia. Bagi

masyarakat golongan berpenghasilan rendah, terdapat 3 tingkat prioritas kebutuhan

perumahan yaitu :8

1. Faktor jarak menjadi prioritas utama.

2. Faktor status lahan dan rumah menjadi prioritas kedua.

3. Faktor bentuk dan kualitas rumah menjadi prioritas ketiga.

Dalam menentukan prioritas kebutuhan rumah, masyarakat golongan

berpenghasilan rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah

yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja. Tanpa

kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit bagi mereka

untuk dapat mempertahankan hidupnya. Pada pemenuhan kebutuhan perumahan

untuk mendekat pada tempat kerja, perilaku masyarakat berpenghasilan rendah

adalah memilih tempat tinggal dengan biaya tinggal terendah sedangkan

kelengkapan maupun keadaan fasilitas dan sarana prasarana tidak menjadi

permasalahan. Dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah tidak begitu

memperhatikan tempat tinggalnya, sehingga mudah menimbulkan kekumuhan.

Atas dasar permasalahan tersebut pemerintah mengambil kebijakan untuk

memenuhi kebutuhuhan perumahan yang layak bagi masyararakat berpenghasilan

rendah.

8
ibid, h. 113.

Anda mungkin juga menyukai