Anda di halaman 1dari 9

18

BAB II

DESKRIPSI TOKOH

A. SEJARAH HIDUP

1. Masa Lalu Bagong

Dari berbagai sumber literatur dan juga dari penuturan keluarga

menejelaskan bahwa Bagong Kussudiardja adalah seorang maestro tari

yang lahir dan meninggal di Yogyakarta. Beliau lahir pada tanggal 9

Oktober 1928 di keluarga yang miskin dan susah. Bapaknya, RB Tjondro

Sentono merupakan pelukis wayang, dan penulis aksara Jawa. Ibunya, Siti

Aminah merupakan ibu rumah tangga yang mengurus empat anak.

Bagong Kussudiardja merupakan anak kedua dari empat bersaudara

yang lahir dari hasil perkawinan antara RB Tjondro Sentono, dan Siti

Aminah. Bagong memiliki satu kakak bernama Kus Sumarbirah, dan

memiliki dua adik, di antaranya: Handung Kussudyarsana, dan Lilut

Kussudyarto.

Bapak dari Bagong Kussudiardja, RB Tjondro Sentono kurang mampu

untuk menopang kehidupan keluarganya, dikarenakan pekerjaannya

sebagai pelukis wayang, dan penulis aksara Jawa. Belum lagi ditambah

kebiasaan berjudi yang membuat harta benda yang dimiliki keluarga pada

saat itu sering dijual hingga nyaris tidak memiliki apa-apa lagi. Itu
19

membuat Bagong Kussudiardja memiliki masa kecil yang sulit bahkan

hingga dewasa. Bagong harus melakoni berbagai jenis pekerjaan pada saat

itu, di antaranya menjadi supir andong, dan tukang tambal ban.

2. Cucu dari Calon Putra Mahkota

Bagong Kussudiardja merupakan cucu dari GPH Djoeminah, putra

mahkota yang akan menggantikan Sri Sultan Hamengkubuwana VII,

Gusti Raden Mas Murtejo. Namun karena konspirasi berbasis politik yang

dilakukan oleh Belanda bersama pihak Keraton pada saat itu, Gusti

Djoeminah “digilakan” dan akhirnya dihukum kurantil, yang maksudnya

adalah diasingkan atau dibuang, dan segala harta benda yang dimiliki oleh

dia dan keluarganya direbut oleh pihak Keraton. Jadi pada saat itu Gusti

Djoeminah dan keluarga tidak memiliki apa-apa, dan hidup dalam

kemiskinan yang amat parah.

Berdasarkan cerita keluarga, Belanda dan pihak Keraton melakukan

konspirasi untuk menggulingkan GPH Djoeminah, karena kondisi

Kerajaan Keraton pada waktu itu terkenal selalu menentang aturan-aturan

yang dibuat oleh pemerintah Batavia. Dengan kondisi Sri Sultan

Hamengkubuwana VII yang sudah tua tersebut, Sri Sultan

Hamengkubuwana memutuskan untuk turun takhta, yang di mana itu

cukup aneh mengingat biasanya penurunan takhta dilakukan ketika Sri

Sultan sudah meninggal. Putra mahkota pertama pada saat itu, GRM

Akhaddiyat, bergelar KGP Adipati Anom Hamengkunegara I, yang


20

seharusnya menggantikan ayahnya, tiba-tiba meninggal dunia dengan

penyebab kematian yang belum jelas. Lalu penggantinya GRM Putro,

bergelar KGP Adipati Anom Hamengkunegara II, kemudian berganti

menjadi bergelar KGP Adipati Djoeminah, kakek Bagong Kussudiardja.

Beliau diberhentikan karena konspirasi pihak Batavia yang merasa

terancam jika Gusti Djoeminah yang memimpin Keraton, maka Belanda

akan keluar dari Yogyakarta pada saat itu, karena sifatnya yang juga sama

seperti ayahnya yang menentang Belanda. Maka, pihak Belanda

berkonspirasi dengan pihak Keraton dengan cara “menggilakan” GPH

Djoeminah.

Maksud dari “menggilakan” adalah membuat seolah-olah GPH

Djoeminah itu gila di mata masyarakat. GPH Djoeminah pada waktu itu

dikenal sakti, yang oleh pihak Belanda itu dijadikan alasan untuk

menggulingkan beliau, karena sakti mandraguna menurut pihak Belanda

adalah omong kosong.

Akhirnya GPH Djoeminah dihukum kurantil, dan hidup miskin

bersama keluarganya. Hidup mereka sangat susah, bahkan sampai ke anak

cucunya. Dan ketika Bagong lahir pun, kemiskinan masih lekat dengan

mereka.
21

3. Bagong dan Seni Tari

Sedari kecil Bagong menyukai kesenian tari, tetapi Bagong tidak

pernah belajar tari semasa kecilnya. Barulah ketika di akhir ‘40-an, beliau

menapakkan kaki ke dalam seni tari dan memulai karirnya di sana, setelah

belajar seni tari di Sekolah Tari Kredo Bekso Wiromo yang dipimpin olen

GPH Tedjokusumo, seniman tari klasik ternama yang merupakan

Pangeran dan juga adik dari kakeknya GPH Djoeminah.

Keseriusan Bagong dalam berkesenian tari tidak main-main, beliau

belajar seni tari lain demi memperbanyak referensinya dalam berkesenian.

Selain GPH Tedjokusumo, Bagong juga pernah belajar tari Bali, di

antaranya berguru kepada Ni Ketut Reneng.

Ketika tahun ’50-an, Bagong dikenal secara luas oleh masyarakat

Jogja, dengan Tari Keranya, karena pembawaan Bagong dalam menarikan

tarian itu sangat enerjik, dan meledak-ledak. Maka ketika beliau menari

kera, orang-orang Jogja heboh.

Pada 5 Maret 1958, Bagong Kussudiardja mendirikan Pusat Latihan

Tari (PLT), supaya dia bisa menyebarkan ajaran kreasi gaya barunya dan

menumbuhkan minat berkesenian di kalangan masyarakat. Lalu kemudian

pada 2 Oktober 1978 beliau mendirikan Padepokan Bagong Kussudiardja.

4. Tari Kreasi Gaya Baru

Karena tekadnya menjadi yang terbaik dalam seni tari demi membalas

dendam atas perlakuan yang diterima leluhurnya, membuat Bagong


22

menjadi penari tarian klasik yang dikenal, dan juga membuat gurunya

GPH Tedjokusumo memberikan dorongan khusus ke Bagong

Kussudiardja, agar dia terus melakukan inovasi-inovasi di dalam seni tari.

Sampai akhirnya lahirlah apa yang disebut Tari Layang-layang pada tahun

’50-an.

Pada saat itu, jagad tari heboh karena Tari Layang-layang tersebut.

Seniman pada waktu itu kaget melihat ada orang yang melakukan hal di

luar tradisi yang sudah ada, karena pada saat itu tidak ada orang yang

berani berkesenian dan keluar dari tradisi. Tarian itu kemudian dijuluki

bergenre Tari Kreasi Gaya Baru dan membuat nama Bagong makin

dikenal.

Tidak berhenti sampai di situ saja, Bagong kemudian menciptakan

ratusan tari lain dengan gayanya yang kontemporer tersebut seumur

hidupnya. Beberapa karyanya menjadi bahan omongan karena sangat luar

biasa dan terlalu “berani”, salah satunya seperti: Bedhaya Gendeng, dan

Kelahiran Yesus Kristus. Saking berani dan bedanya Bagong dalam

berkesenian, bahkan sampai ada satu label yang diberikan oleh masyarakat

kepada penari yang menari “tidak biasa”, yaitu Bagongisme. Dikarenakan

impresi yang ditinggalkan Bagong Kussudiardja ketika berkesenian

menempel sangat kuat di benak masyarakat.


23

5. Bagong dan Lukisan

Selain menari, Bagong Kussudiardja juga merupakan seorang pelukis.

Seperti gaya dia menari, ketika dia melukis pun dia tidak segan-segan

berekspresi secara liar. Pada suatu ketika Bagong melukiskan sosok Yesus

berupa Wayang, untuk dihadiahkan kepada Vatican, yang akhirnya

membuat dia mendapatkan penghargaan dari Vatican langsung dari Paus

Paulus VII pada tahun 1972. Itu pun membuat Indonesia heboh. Nama

Bagong sempat jadi bahan pembicaraan di kalangan Gereja Katolik pada

saat itu.

B. BAGONG DAN KERATON

1. Dendam Sosial

Ketika kakek Bagong, GPH Djoeminah diusir dari Keraton, hidupnya

penuh dengan kesengsaraan, bahkan ketika kakeknya meninggal pun,

kakeknya tetap tidak dihargai. Hal itu membuat Bagong Kussudiardja

memendam dendam yang teramat sangat kepada pihak keraton. Dendam

tersebut yang membuat Bagong bisa berkreasi dengan kreatif.

2. Diakui Keraton

Pada tahun 1985 ketika selesai melakukan pagelaran acara PON di

Jerman, rombongan Padepokan Bagong Kussudiardja bertemu dengan Sri

Sultan Hamengkubuwana IX. Sri Sultan yang mengetahui kalau ada

rombongan Padepokan Bagong Kussudiardja di tempat yang sama pada


24

waktu itu mengajak rombongan padepokan untuk sarapan bersama,

padahal di hari mereka akan sarapan, Sri Sultan sudah harus kembali ke

Indonesia, tetapi karena itu Sri Sultan mengundurkan waktu sehari.

Di saat sarapan bersama itu, Sri Sultan mengatakan “Ojo kepaten

obor” yang artinya jangan sampai mati api obor ini. Yang maksudnya

adalah permintaan Sri Sultan agar tali persaudaraan mereka jangan sampai

hilang. Setelah itu Sri Sultan meminta Bagong Kussudiardja untuk

mengurus kembali Surat Kekancingan. Surat Kekancingan Keratoon

adalah surat yang menyatakan keturunan kerajaan.

Di dalam Keraton ada yang namanya pohon hayat, yang menjelaskan

keturunan-keturunan kerajaan Keraton. Dari GPH Djoeminah turun ke

keturunannya tidak ada sama sekali. Namun semenjak Sri Sultan

Hamengkubuwana IX meminta untuk mengurusnya, baru keluar hayat

dari keturunan GPH Djoeminah.

Namun dendam Bagong tidak hilang. Beliau menghargai perlakuan Sri

Sultan tersebut, dan berterimakasih atas itu. Namun Bagong selalu

mengingatkan kepada anak cucunya bahwa jangan ikut campur urusan di

pusat kekuasan Keraton, jangan sekalipun memberikan saran atau apa pun

ke dalamnya. Bagong mewasiatkan hal tersebut dan mengajak

keturunannya untuk membuktikan kalau mereka bisa berjalan sendiri di

bidang kebudayaan, dan membuktikan kalau keturunan dari kakeknya

yang dianggap gila itu bisa menghasilkan sesuatu berupa karya.


25

C. PAMONG BAGONG

1. Keras Dalam Mengajar

Sifat Bagong Kussudiardja dalam mengajar anak-anaknya maupun

murid-muridnya terkenal sangat keras. Kedisiplinan beliau untuk urusan

berkesenian tidak main-main. Masalah waktu juga beliau sangat disiplin.

Itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh mantan muridnya. Para

mantan muridnya beranggapan sifat kerasnya itu dia lakukan karena

menurutnya berkesenian itu membutuhkan kedisplinan yang tinggi. Jika

tidak, kesenian yang dihasilkan tidak jauh dari hanya sekadar main-main

saja.

2. Ki Hadjar Dewantara

Bagong Kussudiardja selalu bangga menjadi lulusan Taman Siswa dan

murid Ki Hadjar Dewantara. Beliau terinspirasi atas cara didik Ki Hadjar

Dewantara yang mengayomi semua muridnya. Itu yang membuat Bagong

dalam mengajarkan sesuatu atau membuat suatu karya yang melibatkan

muridnya, dia mengajak semua murid tarinya tanpa terkecuali, dengan

alasan seorang pendidik akan mengajari orang tanpa terkecuali.

Pernah ada satu muridnya yang tidak bisa berbuat apa-apa namanya

Tini, menarinya buruk. Lalu Bagong membuat satu tarian, dan Tini

disuruh untuk menarikan tarian orang gila, akhirnya Tini berimprovisasi,

dan dia melakukan improvisasi itu dengan baik. Itulah awal dia dapat
26

menari dengan bagus, bahkan menjadi murid kesayangan Bagong, dan

sekarang menjadi guru di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja.

Anda mungkin juga menyukai