Disusun Oleh :
Mengetahui,
Preceptor Mahasiswa
TOTAL
NILAI
NILAI
NO ELEMEN (0- TT Preceptor
1+2+3
100)
3
1. Laporan Pendahuluan (LP)
2. Asuhan Keperawatan
2. Responsi Prosedur/
SOP Perasat (Ns. Eko Arik Susmiatin.,M.Kep.,Sp.Kep.J)
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Ensefalitis
1.1.1 Pengertian
Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak (Ensefalitis) yang
disebabkan oleh virus JE. Manusia dapat terinfeksi virus JE karena ini
merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang ditularkan melalui
vektor penyebar virus JE yaitu nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE. Jenis
nyamuk ini merupakan yang biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain
area persawahan, kolam atau selokan (daerah yang selalu digenangi air).
Sedangkan reservoarnya adalah babi, kuda dan beberapa spesies burung
(Kemenkes RI, 2018).
1.1.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab
yang terpenting dan tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang
dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks,
arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis
encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan
Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV).
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah (Tiwari, 2012):
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik
1) Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex,
Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.
1.1.4 Patofisiologi
Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis viral meningitis,
yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen)
dan melaui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi karena
penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intaserebral. Penyebaran
hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal
yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut kuman dapat tiba di likuor
dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia meter.
Sesuadah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus
dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah
untuk membuat protein yang menghancurkan kapsel virul. Setelah tu
nucleic acid virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah.
Karen akontak ini sitoplasma dan nucleus sel tuan rumah membuat nucleic
acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi.
Karena proses replikasi berjalan terus menurus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraseluler.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah
manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul oleh manifestasi
lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan
lemas-letih seluruh tubuh. Sedangkan manifestasi lokalisatorik akibat
kerusakan susunan saraf pusat berupa gangguan sensorik dan motoric
(gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gangguan pendengaran, dan
kelemahan anggotan gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan
TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehingga terjadi
penurunan berat badan.
1.1.5 WOC
1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan
dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan
aktivitas rendah.
3. Pencitraan CT-Scan atau magmetic resonance imaging (MRI kepala)
menunjukkan gambaran edema otak baik umum ataupun fokal
4. Pemeriksaan virus
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang
spesifik terhadap virus penyebab.
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan penyebab :
Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes encephalitis: Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
2. Pengobatan suportif.
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah: pengobatan nonspesifik
yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
Pengobatan tersebut antara lain :
a. ABC (Airway breathing, circulation) harus dipertahankan sebaik-
baiknya.
b. Pemberian makan secara adequate baik secara internal maupun
parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
c. Obat-obatan yang lain apabila diperlukan agar keadaan umum
penderita tidak bertambah jelek.
1.1.8 Komplikasi :
Dapat terjadi :
1. Akut : Edema otak, SIADH, Status konvulsi.
2. Kronik : Cerebral palsy, Epilepsy, Gangguan visus dan pendengaran.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
c. Defisit volume cairan
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit/trauma, peningkatan
metabolisme aktivitas yang berlebih dehidrasi.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif intervensi selama 3x24 Tindakan:
berhubungan dengan diharapkan bersihan Observasi
akumulasi sekret, jalan nafas meningkat 1. Monitor pola napas
kemampuan batuk Kriteria Hasil: (frekuensi, kedalaman,
menurun akibat 1. Batuk efektif usaha)
penurunan kesadaran. meningkat 2. Monitor bunyi napas
2. Produksi sputum (gurgling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi kering)
3. Dyspnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
4. Frekuensi nafas aroma, warna)
membaik Terapeutik
5. Pola nafas membaik 4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servical)
5. Posisikan semi-fowler atau
fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
8. Keluarkn sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
9. Berikan oksigen
Edukasi
10. Anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang di berikan oleh perawat
yang mengacu pada intervensi yang sudah dibuat. Implementasi juga
bagian dari proses keperawatan dengan tujuan untuk mengatasi masalah
yang terjadi pada manusia. Implementasi dikatakan berhasil jika sudah
menerapkan mengkomunikasikan rencana perawatan, mencapai tujuan,
dilakukan intervensi yang tepat sesuai dengan masalah, serta tetap
melakukan pengkajian untuk evaluasi efektif terhadap perawatan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan criteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Pernyataan
evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang tercatat yang
menyatakan status kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang
menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada pasien.
TRIGGER CASE (Narasi Kasus)
An. B usia 6 tahun dirawat di Ruang Nusa Indah RSUD Pare dengan keluhan muntah 5
kali, sakit kepala. Menurut penuturan keluarga klien telah demam mulai tanggal
25/03/2021 sudah diberikan obat penurun panas akan tetapi tidak sembuh sampai pada
tanggal 29/0302021 klien muntah sebanyak 5 kali, sakit kepala sehingga keluarga
memutuskan klien dibawa ke rumah sakit. Sakit kepala klien seperti ditusuk-tusuk, nyeri
pada kepala, nyeri muncul mendadak, skala nyeri 5. Hasil CT-Scan menunjukkan
gambaran edema otak area fokal.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital RR 22 x/menit, 110 x/menit, Suhu 38,5oC. Hasil
pemeriksaan laboratoriun didapatkan hasil leukosit 10,8 ribu/uL, eritrosit 5,38 juta/uL,
hemoglobin 10,8 g/dl, hematocrit 60,2%.
PENGKAJIAN
ANALISA DATA
Diagnosa
Keperawatan Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
(SDKI)
Nyeri akut 30 Maret 08.00 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Jam 13.00
berhubungan 2021 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri S:
dengan agen 08.00 2. Identifikasi skala nyeri P : Klien mengeluh nyeri kepala
pencedera 08.40 3. Identifikasi respons nyeri nonverbal Q : sakit kepala seperti ditusuk-
fisiologis 09.40 4. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri tusuk
(inflamasi) 10.00 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik R : nyeri pada kepala
10.30 6. Berikan teknik nonfarmakologi untuk S : skala nyeri 4
mengurangi rasa nyeri T : nyeri muncul secara mendadak
11.00 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa O : Klien tampak meringis,
11.00 nyeri menangis
12.30 8. Fasilitasi istirahat dan tidur A : Masalah keperawatan teratasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomor 1 s.d 9
Hipovolemia 30 Maret 08.00 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemi Jam 13.00
berhubungan 2021 08.30 2. Memonitor intake dan output cairan S : Klien mengatakan rasa haus
dengan 08.30 3. Menghitung kebutuhan cairan berkurang, badan masih lemas
kehilangan 09.00 4. Memberikan asupan cairan oral O : Membrane mukosa kering
cairan aktif 09.00 5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan N : 105 x/menit
09.00 oral RR : 20 x/menit
09.00 6. Menganjurkan menghindari posisi mendadak S : 37,5oC
7. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. Klien tidak muntah
NaCl, RL) A : Masalah keperawatan teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomor 1 s.d 7
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol. 2).
Jakarta : EGC.
Dinarti. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Indonesia, K. K. (2018). Mengenal Penyakit Radang Otak Japanese Enchepalitis.
2018, hal. 1-2.
Kozier, B, Erb, G, Berman, A, & Snyder, S. (2011). Buku ajar fundamental
keperawatan konsep, proses, & praktik ( volume 1). Jakarta : EGC
Lutfiani. (2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Penerapan
Standar Asuahan Keperawatan Diruangan Rawat Inap Interna Rsud Datoe
Bhinangkang. E-Journal Keperawatan (e-Kp) , 1-3.
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tiwari, S. (2012). Japanese encephalitis: a review of the Indian perspective.
Received 29 March 2012, hal. 565-567.
SOP KOMPRES
1. Deskripsi
Suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh
melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien
yang mengalami demam tinggi.
2. Tujuan
Menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia.
3. Kontraindikasi
Pada pasien dengan hipotermia.
4. Pengkajian
Kaji kebutuhan pasien akan kompres : suhu tubuh
5. Persiapan
Persiapan peralatan
1. Thermometer
2. Bantalan tahan air atau perlak
3. Sarung tangan
4. Handuk/ kain/ waslap untuk mengompres
5. Handuk pengering
6. Thermometer air
7. Baskom berisi air hangat (37oC atau 98,6oF)
Persiapan pasien
1. Informed consent
2. Jaga privasi pasien
3. Berikan posisi yang nyaman
6. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
2. Lepaskan pakaian pasien dan tutupi dengan selimut mandi
3. Letakkan bantal air/perlak pasien
4. Pastikan suhu air (37oC atau 98,6oF)
5. Celupkan handuk dalam air dan letakkan handuk yang sudah basah di
bawah masing-masing aksila dan lipatan paha.
6. Dengan perlahan, kompres ekstremitas selama 5 menit, periksa respons
pasien. Ekstremitas yang satunya ditutup dengan handuk yang dingin.
7. Keringkan ekstremitas dan kaji ulang nadi dan suhu tubuh pasien.
Observasi respons pasien terhadap terapi.
8. Lanjutkan mengompres ekstremitas satunya, punggung, dan bokong
selama 3-5 menit. Kaji ulang suhu dan nadi setiap 15 menit.
9. Ganti air dan lakukan kembali kompres pada aksila dan lipat paha
sesuai kebutuhan.
10. Bila suhu tubuh turun sedikit di atas normal (38oC atau 100oF), segera
keringkan ekstremitas dan bagian tubuh secara menyeluruh. Selimuti
pasien dengan selimut mandi atau selimut.
11. Bereskan peralatan dang ganti linen tempat tidur bila basah
12. Ukur suhu tubuh pasien
13. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
14. Catat pada catatan perawat bahwa prosedur telah dilakukan dan
dihentikan, serta adanya perubahan tanda-tanda vital, seperti
menggigil.
7. Evaluasi
1. Respon klien
2. Alat kompres terpasang dengan benar
3. Suhu tubuh klien membaik
8. Dokumentasi
1. Waktu pelaksanaan
2. Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan dan di evaluasi
3. Nama perawat yang melaksanakan