Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

B DENGAN KASUS ENSEFALITIS


DI RUANG NUSA INDAH RSUD PARE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Departemen Anak

Disusun Oleh :

Sisky Nurpratiwi Rodhatul Janah


NIM 202006038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR PENEGSAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi


Tugas Praktek Profesi Ners Prodi Ners STIKES Karya Husada Kediri.

Nama : Sisky Nurpratiwi Rodhatul Janah


NIM : 202006038
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.
B Dengan Kasus Ensefalitis Di Ruang Nusa Indah RSUD
Pare

Mengetahui,

Preceptor Mahasiswa

(Ns. Eko Arik Susmiatin., M.Kep.,Sp.Kep.J) (Sisky Nurpratiwi R. J)


NIDN: 0724057601 NIM : 202006038
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK PRAKTEK PROFESI NERS

Nama Mahasiswa : Sisky Nurpratiwi Rodhatul Janah


NIM : 202006038
Periode Praktik : Keperawatan Gadar-Kritis
Tanggal : 29 Maret s.d 3 April 2021
Judul Askep : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.
B Dengan Kasus Ensefalitis Di Ruang Nusa Indah RSUD
Pare

Nilai Supervisi Askep

TOTAL
NILAI
NILAI
NO ELEMEN (0- TT Preceptor
1+2+3
100)
3
1. Laporan Pendahuluan (LP)

2. Asuhan Keperawatan

3. Responsi (Ns. Eko Arik Susmiatin.,M.Kep.,Sp.Kep.J)

Nilai Supervisi Skill/SOP


TOTAL
NILAI
NILAI
NO ELEMEN (0- TT Preceptor
1+2
100)
2
1. Penguasaan Konsep
Perasat/Skill

2. Responsi Prosedur/
SOP Perasat (Ns. Eko Arik Susmiatin.,M.Kep.,Sp.Kep.J)
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Ensefalitis
1.1.1 Pengertian
Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit radang otak (Ensefalitis) yang
disebabkan oleh virus JE. Manusia dapat terinfeksi virus JE karena ini
merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis) yang ditularkan melalui
vektor penyebar virus JE yaitu nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE. Jenis
nyamuk ini merupakan yang biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain
area persawahan, kolam atau selokan (daerah yang selalu digenangi air).
Sedangkan reservoarnya adalah babi, kuda dan beberapa spesies burung
(Kemenkes RI, 2018).

Nyamuk Culex sifatnya antrosoofilik yang tidak hanya menghisap darah


binatang tapi juga darah manusia, karena itulah melalui gigitan nyamuk
dapat terjadi penularan JE dari hewan kepada manusia. Namun, manusia
merupakan dead-end host untuk JE, artinya manusia tidak menjadi sumber
penyebaran virus JE (Kemenkes RI, 2018).

1.1.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab
yang terpenting dan tersering ialah virus. Beberapa mikroorganisme yang
dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah Herpes simpleks,
arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis
encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan
Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus (CMV).
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah (Tiwari, 2012):
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik
1) Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex,
Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.

c. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,


pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

1.1.3 Manifestasi Klinis


1. Demam.
2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan.
3. Pusing.
4. Muntah.
5. Nyeri tenggorokan.
6. Malaise.
7. Nyeri ekstrimitas.
8. Pucat.
9. Halusinasi.
10. Kaku kuduk.
11. Kejang.
12. Gelisah.
13. Iritable.
14. Gangguan kesadaran.

1.1.4 Patofisiologi
Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis viral meningitis,
yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen)
dan melaui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi karena
penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intaserebral. Penyebaran
hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal
yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut kuman dapat tiba di likuor
dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia meter.

Selain penyebaran secara hematogen, dapat jua terjadi penyebaran melalui


neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pda
dua penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang
menginnervasi port d’entry dan bergerak secara retrograde mengikuti akson-
akson menuju ke nucleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi
dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf
pusat.

Sesuadah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus
dihancurkan. Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah
untuk membuat protein yang menghancurkan kapsel virul. Setelah tu
nucleic acid virus berkontak langsung dengan sitoplasma sel tuan rumah.
Karen akontak ini sitoplasma dan nucleus sel tuan rumah membuat nucleic
acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi.

Karena proses replikasi berjalan terus menurus, maka sel tuan rumah dapat
dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraseluler.
Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil, timbullah
manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul oleh manifestasi
lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan
lemas-letih seluruh tubuh. Sedangkan manifestasi lokalisatorik akibat
kerusakan susunan saraf pusat berupa gangguan sensorik dan motoric
(gangguan penglihatan, gangguan berbicara, gangguan pendengaran, dan
kelemahan anggotan gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan
TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehingga terjadi
penurunan berat badan.
1.1.5 WOC
1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan
dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan
aktivitas rendah.
3. Pencitraan CT-Scan atau magmetic resonance imaging (MRI kepala)
menunjukkan gambaran edema otak baik umum ataupun fokal
4. Pemeriksaan virus
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang
spesifik terhadap virus penyebab.

1.1.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan penyebab :
Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes encephalitis: Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
2. Pengobatan suportif.
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah: pengobatan nonspesifik
yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
Pengobatan tersebut antara lain :
a. ABC (Airway breathing, circulation) harus dipertahankan sebaik-
baiknya.
b. Pemberian makan secara adequate baik secara internal maupun
parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
c. Obat-obatan yang lain apabila diperlukan agar keadaan umum
penderita tidak bertambah jelek.
1.1.8 Komplikasi :
Dapat terjadi :
1. Akut : Edema otak, SIADH, Status konvulsi.
2. Kronik : Cerebral palsy, Epilepsy, Gangguan visus dan pendengaran.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ensefalitis


Proses keperawatan merupakan metode yang diterpakan untuk membantu
perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam
memecahkan masalah keperawatan secara ilmiah. Sasaran yang ingin dicapai
yaitu memperbaiki dan memelihara kesehatan yang dihadapi klien sehingga
akan mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Dinarti, 2017).
1. Pengkajian
Data-data yang di identifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi
penderita, meliputi :
a. Identitas klien
Identitas pasien
b. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang meliputi sejak kapan timbulnya demam,
gejala lain serta yang menyertai demam (misalnya mual, muntah,
nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot, dan sendi dll), apakah
anak menggigil, gelisa atau letargi, upaya yang harus di lakukan.
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu
diketahui apakah bayi lahi rdalam usia kehamilan aterm atau tidak
karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, apgar score,
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
d. Riwayat penyakit yang lalu
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan
meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada
jaringan otak (Nining, 2016). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui
bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui
untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.

Riwayat kesehatan keluarga. Merupakan gambaran kesehatan


keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya.
Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada
hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Lutfiani,
2015).
e. Riwayat sosial
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit
sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian.
Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat
memprioritaskan maslaah keperawatnnya (Lutfiani, 2015).
f. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari)
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan
sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi
karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan
peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering
kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri
harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak
sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain
perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat
hospitalisasi pada anak.
g. Pemeriksaan fisik
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi; Keadaan umum.Penderita biasanya keadaan
umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan tingkat
kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.

Gangguan system pernafasan. perubahan-perubahan akibat


peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada
batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot
pernafasan (Dinarti, 2017).

Gangguan system kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat


vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini
akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. Tekanan
itu akan memicu jantung bergerak dengan lebih cepat, adapun
gangguan tersebut tidak hanya mempengaruhi kerja jantung tetapi
juga bisa mengarah ke sistem yang lainnya.

Gangguan system kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat


vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini
akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung..
Gangguan system gastrointestinal. Penderita akan merasa mual dan
muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi
hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi
asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan
sehingga terjadi hipermetabolisme (Dinarti, 2017).
h. Pertumbuhan dan perkembangan
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini
disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi
social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas”
untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat
ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan
selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini
menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format
DDST.Diagnosa Keperawatan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
c. Defisit volume cairan
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit/trauma, peningkatan
metabolisme aktivitas yang berlebih dehidrasi.
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik

3. Intervensi keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif intervensi selama 3x24 Tindakan:
berhubungan dengan diharapkan bersihan Observasi
akumulasi sekret, jalan nafas meningkat 1. Monitor pola napas
kemampuan batuk Kriteria Hasil: (frekuensi, kedalaman,
menurun akibat 1. Batuk efektif usaha)
penurunan kesadaran. meningkat 2. Monitor bunyi napas
2. Produksi sputum (gurgling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi kering)
3. Dyspnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
4. Frekuensi nafas aroma, warna)
membaik Terapeutik
5. Pola nafas membaik 4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servical)
5. Posisikan semi-fowler atau
fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
8. Keluarkn sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
9. Berikan oksigen
Edukasi
10. Anjurkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator

Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungan dengan intervensi selama 3x24 Tindakan:
agen injuri (biologi, diharapkan tingkat nyeri Observasi
kimia, fisik, menurun 1. Identifikasi lokasi,
psikologis), Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan 1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif 3. Identifikasi respons nyeri
menurun nonverbal
4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur memperberat nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengeruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
11. Fasilitasi istirahat dan
tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
18. Kolabirasi pemberian
analgetik, jika perlu

Hipovolemia Setelah dilakukan Manajeman hipovolemia


asuhan keperawatan Obervasi:
selama 3x24 jam 1. Periksaan tanda dan gejala
diharapkan: hipovolemi (mis. Frekuensi
1. Kekuatan nadi nadi meningkat, nadi teraba
meningkat lemah, tekanan darah
2. Turgor kulit menurun, tekana nadi
meningkat menyempit, turgor kulit
3. Output urine menurun, membrane
meningkat mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah).
2. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik:
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modified
Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari
posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian
produk darah

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang di berikan oleh perawat
yang mengacu pada intervensi yang sudah dibuat. Implementasi juga
bagian dari proses keperawatan dengan tujuan untuk mengatasi masalah
yang terjadi pada manusia. Implementasi dikatakan berhasil jika sudah
menerapkan mengkomunikasikan rencana perawatan, mencapai tujuan,
dilakukan intervensi yang tepat sesuai dengan masalah, serta tetap
melakukan pengkajian untuk evaluasi efektif terhadap perawatan.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati
dengan criteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Pernyataan
evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang tercatat yang
menyatakan status kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang
menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada pasien.
TRIGGER CASE (Narasi Kasus)

An. B usia 6 tahun dirawat di Ruang Nusa Indah RSUD Pare dengan keluhan muntah 5
kali, sakit kepala. Menurut penuturan keluarga klien telah demam mulai tanggal
25/03/2021 sudah diberikan obat penurun panas akan tetapi tidak sembuh sampai pada
tanggal 29/0302021 klien muntah sebanyak 5 kali, sakit kepala sehingga keluarga
memutuskan klien dibawa ke rumah sakit. Sakit kepala klien seperti ditusuk-tusuk, nyeri
pada kepala, nyeri muncul mendadak, skala nyeri 5. Hasil CT-Scan menunjukkan
gambaran edema otak area fokal.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital RR 22 x/menit, 110 x/menit, Suhu 38,5oC. Hasil
pemeriksaan laboratoriun didapatkan hasil leukosit 10,8 ribu/uL, eritrosit 5,38 juta/uL,
hemoglobin 10,8 g/dl, hematocrit 60,2%.
PENGKAJIAN
ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Klien mengatakan badan Proses penyakit Hipertermia
panas, badan lemas

DO : Akral klien teraba hangat,


kulit klien tampak kemerahan
N : 110 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 38,5oC

DS : Klien merasa haus Kehilangan cairan aktif Hipovolemia

DO : Klien tampak lemah,


Membrane mukosa kering,
nadi teraba lemah, turgor
kulit menurun, suhu tubuh
meningkat, klien muntah
sebanyak 5 kali
S : 38,5oC
Hematocrit 60,2%.
Produksi urin: 400 ml

DS : klien mengeluh sakit kepala Agen pencedera fisiologis Nyeri akut


P : Klien mengeluh nyeri kepala (inflamasi)
Q : sakit kepala seperti ditusuk-
tusuk
R : nyeri pada kepala
S : skala nyeri 5
T : nyeri muncul secara mendadak

DO : Klien tampak meringis,


menangis, tangan memegang
kepala, gelisah
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Nama Diagnosa Keperawatan


Kep (SDKI)
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
1. (inflamasi)

Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


2.

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


3.
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan intervensi selama 3x24 Tindakan:
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri Observasi
fisiologis (inflamasi) menurun 1. Identifikasi lokasi,
Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif 3. Identifikasi respons nyeri
menurun nonverbal
4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur memperberat nyeri
menurun 5. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
6. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
9. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
12. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Hipovolemia Setelah dilakukan Manajeman hipovolemia


berhubungan dengan asuhan keperawatan Obervasi:
kehilangan cairan selama 3x24 jam 1. Periksa tanda dan gejala
aktif diharapkan: hipovolemi (mis.
1. Kekuatan nadi Frekuensi nadi meningkat,
meningkat nadi teraba lemah, tekanan
2. Turgor kulit darah menurun, tekana
meningkat nadi menyempit, turgor
3. Output urine kulit menurun, membrane
meningkat mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah).
2. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik:
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
5. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
6. Anjurkan menghindari
posisi mendadak
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
8. Kolaborasi pemberian
produk darah

Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermia


berhubungan dengan asuhan keperawatan Tindakan
proses penyakit 3x24 jam diharapkan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
1. Mengigil menurun hipertermia (mis:
2. Suhu tubuh dehidrasi, terpapar
membaik lingkungan panas)
3. Suhu kulit 2. Monitor suhu tubuh
membaik 3. Monitor kadar elektrolit
4. Tekanan darah 4. Monitor haluan urine
membaik 5. Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
6. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
7. Basahi dan kipas
permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau
sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
10. Hindari pemberian
antiseptik atau aspirin
11. Berikan oksigenasi, jika
perlu
Edukasi
12. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
13. Pemberian cairan dan
elektrolit
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
(SDKI)
Nyeri akut 29 Maret 08.00 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, Jam 13.00
berhubungan 2021 kualitas, intensitas nyeri S:
dengan agen 08.00 2. Identifikasi skala nyeri P : Klien mengeluh nyeri kepala
pencedera 08.40 3. Identifikasi respons nyeri nonverbal Q : sakit kepala seperti ditusuk-
fisiologis 09.40 4. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri tusuk
(inflamasi) 10.00 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik R : nyeri pada kepala
10.30 6. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi S : skala nyeri 4
rasa nyeri T : nyeri muncul secara mendadak
11.00 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri O : Klien tampak meringis,
11.00 8. Fasilitasi istirahat dan tidur menangis, tangan memegang
11.00 9. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri kepala, gelisah
11.00 10. Jelaskan strategi meredakan nyeri A : Masalah keperawatan teratasi
11.00 11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri sebagian
12.30 12. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi P : Lanjutkan intervensi
rasa nyeri nomor 1 s.d 8, 13
12.30 13. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Hipovolemia 29 Maret 08.00 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemi Jam 13.00
berhubungan 2021 08.30 2. Memonitor intake dan output cairan S : Klien mengatakan rasa haus
dengan 08.30 3. Menghitung kebutuhan cairan berkurang
kehilangan 09.00 4. Memberikan asupan cairan oral O : Membrane mukosa kering,
cairan aktif 09.00 5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral klien tidak muntah, klien tampak
09.00 6. Menganjurkan menghindari posisi mendadak lemah, turgor kulit menurun
09.00 7. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. N : 102 x/menit
NaCl, RL) RR : 20 x/menit
S : 37,8oC
A : Masalah keperawatan teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomor 1 s.d 7

Hipertermi 29 Maret 08.30 1. Identifikasi penyebab hipertermia Jam 13.00


berhubungan 2021 08.30 2. Memonitor suhu tubuh S : klien mengatakan badan masih
dengan proses 08.40 3. Memonitor kadar elektrolit panas, badan lemas
penyakit 10.00 4. Memonitor haluan urine O : Akral klien teraba hangat, kulit
10.00 5. Memonitor komplikasi akibat hipertermia tampak kemerahan
11.00 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian N : 102x/menit
11.30 7. Basahi dan kipas permukaan tubuh RR : 20 x/menit
11.30 8. Berikan cairan oral S : 37,8oC
12.00 9. Ganti linen setiap hari atau sering jika mengalami A : Masalah keperawatan teratasi
hyperhidrosis (keringat berlebih) sebagian
12.00 10. Anjurkan tirah baring P : Lanjutkan intervensi
12.00 11. Pemberian cairan dan elektrolit nomor 2 s.d 11
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa
Keperawatan Tanggal Jam Implementasi Evaluasi TTD
(SDKI)
Nyeri akut 30 Maret 08.00 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Jam 13.00
berhubungan 2021 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri S:
dengan agen 08.00 2. Identifikasi skala nyeri P : Klien mengeluh nyeri kepala
pencedera 08.40 3. Identifikasi respons nyeri nonverbal Q : sakit kepala seperti ditusuk-
fisiologis 09.40 4. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri tusuk
(inflamasi) 10.00 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik R : nyeri pada kepala
10.30 6. Berikan teknik nonfarmakologi untuk S : skala nyeri 4
mengurangi rasa nyeri T : nyeri muncul secara mendadak
11.00 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa O : Klien tampak meringis,
11.00 nyeri menangis
12.30 8. Fasilitasi istirahat dan tidur A : Masalah keperawatan teratasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomor 1 s.d 9

Hipovolemia 30 Maret 08.00 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemi Jam 13.00
berhubungan 2021 08.30 2. Memonitor intake dan output cairan S : Klien mengatakan rasa haus
dengan 08.30 3. Menghitung kebutuhan cairan berkurang, badan masih lemas
kehilangan 09.00 4. Memberikan asupan cairan oral O : Membrane mukosa kering
cairan aktif 09.00 5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan N : 105 x/menit
09.00 oral RR : 20 x/menit
09.00 6. Menganjurkan menghindari posisi mendadak S : 37,5oC
7. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. Klien tidak muntah
NaCl, RL) A : Masalah keperawatan teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
nomor 1 s.d 7

Hipertermi 30 Maret 08.30 1. Memonitor suhu tubuh Jam 13.00


berhubungan 2021 08.40 2. Memonitor kadar elektrolit S : klien mengatakan badan masih
dengan proses 10.00 3. Memonitor haluan urine panas, badan lemas
penyakit 10.00 4. Memonitor komplikasi akibat hipertermia O : Akral klien teraba hangat
11.00 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian N : 105x/menit
11.30 6. Basahi dan kipas permukaan tubuh RR : 20 x/menit
11.30 7. Berikan cairan oral S : 37,5oC
12.00 8. Ganti linen setiap hari atau sering jika A : Masalah keperawatan teratasi
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih) sebagian
12.00 9. Anjurkan tirah baring P : Lanjutkan intervensi
12.00 10. Pemberian cairan dan elektrolit nomor 2 s.d 11
DAFTAR PUSTAKA

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol. 2).
Jakarta : EGC.
Dinarti. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Indonesia, K. K. (2018). Mengenal Penyakit Radang Otak Japanese Enchepalitis.
2018, hal. 1-2.
Kozier, B, Erb, G, Berman, A, & Snyder, S. (2011). Buku ajar fundamental
keperawatan konsep, proses, & praktik ( volume 1). Jakarta : EGC
Lutfiani. (2015). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Penerapan
Standar Asuahan Keperawatan Diruangan Rawat Inap Interna Rsud Datoe
Bhinangkang. E-Journal Keperawatan (e-Kp) , 1-3.
PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tiwari, S. (2012). Japanese encephalitis: a review of the Indian perspective.
Received 29 March 2012, hal. 565-567.
SOP KOMPRES
1. Deskripsi
Suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh
melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien
yang mengalami demam tinggi.

2. Tujuan
Menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia.

3. Kontraindikasi
Pada pasien dengan hipotermia.

4. Pengkajian
Kaji kebutuhan pasien akan kompres : suhu tubuh

5. Persiapan
Persiapan peralatan
1. Thermometer
2. Bantalan tahan air atau perlak
3. Sarung tangan
4. Handuk/ kain/ waslap untuk mengompres
5. Handuk pengering
6. Thermometer air
7. Baskom berisi air hangat (37oC atau 98,6oF)

Persiapan pasien
1. Informed consent
2. Jaga privasi pasien
3. Berikan posisi yang nyaman

6. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
2. Lepaskan pakaian pasien dan tutupi dengan selimut mandi
3. Letakkan bantal air/perlak pasien
4. Pastikan suhu air (37oC atau 98,6oF)
5. Celupkan handuk dalam air dan letakkan handuk yang sudah basah di
bawah masing-masing aksila dan lipatan paha.
6. Dengan perlahan, kompres ekstremitas selama 5 menit, periksa respons
pasien. Ekstremitas yang satunya ditutup dengan handuk yang dingin.
7. Keringkan ekstremitas dan kaji ulang nadi dan suhu tubuh pasien.
Observasi respons pasien terhadap terapi.
8. Lanjutkan mengompres ekstremitas satunya, punggung, dan bokong
selama 3-5 menit. Kaji ulang suhu dan nadi setiap 15 menit.
9. Ganti air dan lakukan kembali kompres pada aksila dan lipat paha
sesuai kebutuhan.
10. Bila suhu tubuh turun sedikit di atas normal (38oC atau 100oF), segera
keringkan ekstremitas dan bagian tubuh secara menyeluruh. Selimuti
pasien dengan selimut mandi atau selimut.
11. Bereskan peralatan dang ganti linen tempat tidur bila basah
12. Ukur suhu tubuh pasien
13. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
14. Catat pada catatan perawat bahwa prosedur telah dilakukan dan
dihentikan, serta adanya perubahan tanda-tanda vital, seperti
menggigil.

7. Evaluasi
1. Respon klien
2. Alat kompres terpasang dengan benar
3. Suhu tubuh klien membaik

8. Dokumentasi
1. Waktu pelaksanaan
2. Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan dan di evaluasi
3. Nama perawat yang melaksanakan

Anda mungkin juga menyukai