Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperplasia benigna prostat (BPH) adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat , bersifat jinak disebabkan oleh hypertrophi beberapa atau

semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars

prostatika (Arif mutakin dan kumala sari,2011).

Hiperplasia benigna prostat (BPH) adalah pembesaran prostat yang jinak

bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibro muskular.

Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara

histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2008).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat

yang dapat menyebabkan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya

aliran urine keluar dari buli-buli(Basuki Purnomo,2008).

2.2 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab

terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat

kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.

Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40

tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan

patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya

6
7

sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun

sekitar 100% (Purnomo, 2011). Etiologi yang belum jelas maka melahirkan

beberapa hipotesis yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat,

teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi :

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting

pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi

testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan

factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan

inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein

yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian

dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya

pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase

dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan

sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel

lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)

Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron

sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara

kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam

prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah

kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel


8

baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.

3. Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung

dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth

factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,

sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi

sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel

epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel

maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat

menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar

pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh

adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme

fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis

terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang

mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian

didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan

antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan

prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru

dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel

prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah


9

sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi

pertambahan masa prostat.

5. Teori sel stem

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.

Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel

yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini

sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone

androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-

sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga

terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

2.3 Anatomi Fisiologi

Gambar anatomi 2.1 Perkemihan Pria

Gambar 2.2 Kelenjar Prostat


10

A. Testis

Testis di bentuk di dalam abdomen fetus kira-kira 28 minggu kehidupan

intrauteri, dan turun ke dalam scrotum dan ditopang oleh funiculus

spermaticus sebelum lahir. Kegagalan testis untuk turun disebut

cryporchismus, dan keadaan ini merupakan penyebab sterilitas pada pria,

karena produksi sperma memerlukan suhu yang lebih rendah dari pada suhu

tubuh normal. Testis baru akan berfungsi penuh sampai ada rangsangan

oleh glandula pituitaria anterior pada saat pubertas. (Syaifuddin. 2006).

B. Epididymis

Epididymis merupakan pipa halus yang berkelok-kelok, masing-masing

panjangnya 6 meter, yang menghubungkan testis dengan vas deferens.

Tubulus tadi mempunyai epitel bercilia yang melapisi bagian dalam

guna membantu spermatozoa bergerak menuju vas deferens. Seperti

yang telah disebutkan sebelumnya, perjalanan sperma dari testis ke luar

tubuh melalui sistem saluran. Dalam rangka (proksimal distal)

saluran acessory adalah epididimis, duktus deferens, saluran

ejakulasi, dan uretra. (Verrals, Sylvia. 2011).

C. Vas Deferns

Vas deferens berbentuk tabung yang masing-masing panjangnya 45

cm, yang mengangkut spermatozoa dari epididymis ke urethra pars

prostatica. Tidak seperti epididymis, vas deferens tidak mempunyai

pelapis epitel bercilia karena sekresi vesicula seminalis dan prostat


11

merupakan medium untuk membantu pengangkutan spermatozoa.

Spermatozoa disimpan di dalam vas deferens, disini terjadi pemasakan

dan peningkatan motilitasnya (Evelyn C, 2009).

D. Vesikel Seminalis

Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvusi

(berkelok-kelok) yang bermuara ke dalam duktus ejaculator

menghasilkan secret berupa cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa

yang berfungsi untuk melindungi dan memberi nutrisi sperma, yang

meningkatkan pH ejakulat dan mengandung prostaglandin yang

menyebabkan gerakn spermatozoa lebih cepat, sehingga lebih cepat

sampi ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis dalah semen

(Wibowo, 2012).

E. Kelenjar Prostat

Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang panjangnya

4cm, lebarnya 3cm dan tebalnya 2cm dengan berat kira-kira 8gram.

Prostat mengelilingi bagian atas urethra dan terletak dalam hubungan

langsung dengan cervix vesicae urinaria. Prostattersusun atas jaringan

kelenjar dan serabut-serabut otot involunter dan bereda di dalam kapsul

fibrosa (Wibowo, 2012).

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang

persik. Ini mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung

kemih. Tertutup oleh kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30
12

senyawa kelenjar tubuloalveolar diembed dalam massa (stroma) dari otot

polos dan jaringan ikat padat (Wibowo, 2012).

F. Glandula Bulbourethatalis (cowper)

Kelenjar bulbouretral (cowper) adalah sepasang kelenjar yang ukuran

dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi

cairan basa yang mengandung mucus kedalam uretra penis untuk

melumasi dan melindungi serta ditambahkan pada semen

(spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

G. Skrotum

Adalah kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos

yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh yang pada suhu

optimum untuk produksi spermatozoa. Ada otot dartos yaitu suatu lapisan

serat dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada

kulit scrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual.

Ada dua kantong scrotal, yang setiap scrotal berisis satu testis

tunggal yang dipisahkan oleh septum internal (Verrals, Sylvia. 2011).

H. Penis

Penis adalah organ yang berfungsi untuk tempat keluar urine, semen

serta sebagian organ kopulasi. Untuk sebagian besar waktunya, penis

tergantung linglai antara kedua paha, tergantung ke bawah di depan

scrotum. Penis memanjang pada ujung distalnya membentuk bangunan

seperti buah jati Belanda, yang disebut glans penis (Verrals, sylvia. 2011)

I. Corpora Cavernosa
13

Corpora cavernosa adalah dua ruangan yang mengisi sebagian

besar penis. Ruang – ruang ini terisi jaringan spons yang mencakup otot,

ruang terbuka, pembuluh darah dan arteri. Ereksi terjadi ketika

corpora cavernosa terisi dengan darah dan berkembang.Ereksi ini

mengancangkan pembuluh darah sehingga darah terjebak dan tidak bisa

meninggalkan penis, memungkinkan penis untuk tetap tegak selama

beberapa menit. Setelah ejakulasi terjadi atau jika gairah seks memudar,

proses detumescence terjadi, di mana otak akan mengurimkan sinyal yang

memungkinkan darah meninggalkan penis, akibatnya penis menjadi

lemas kembali (Verrals, Sylvia. 2011).

J. Selaput Albugin

Adalah sebuah membran yang mengelilingi corpora cavernosa.

Membran ini berfungsi untuk menjaga darah tetap berada di dalam penis

selama ereksi terjadi (Verrals, Sylvia. 2011).

K. Urethra

Uretra adalah tabung yang menjadi saluran tempat urin keluar. Proses

ejakulasi juga melalui uretra. Letaknya menyusun batang penis di bawah

corpora cavernosa dan melebar pada ujung uretra yang disebut meatus.

Meatus terletak di glans (kepala penis) (Verrals, Sylvia. 2011).

L. Corpus Spongiosum

Corpus spongiosum adalah salah satu bagian anatomi penis ruang yang

mengelilingi uretra. Ruangan ini menjadi penuh dengan darah selama

ereksi (Verrals, Sylvia. 2011).


14

M. Glans (Kepala Penis)

Kepala penis berbentuk seperti kerucut. Kepala penis sangat

sensitif dan biasanya tertutup oleh kulup kecuali pada penis yang ereksi.

Kepala penis memiliki beberapa fungsi yaitu meningkatkan peluang

untuk pembuahan telur, menciptakan gesekan saat berhubungan seks,

dan bertindak sebagai penumbuk atau penekan di dalam vagina

selama hubungan seksual(Verrals, Sylvia. 2011).

N. Kulup

Kulup adalah selubung kulit yang dapat terbuka di bagian atas. Saat

bayi, kulup sangat ketat dan biasanya tidak bisa ditarik. Kulup akan

mengandur setelah usia bayi bertambah. Saat ereksi, kulup penis akan

tertarik sepenuhnya sehingga menampakkan kepala penis secara polos.

Kulit kepala penis sangat sensitif, dan fungsi dari kulup adalah untuk

melindunginya (Verrals, Sylvia. 2011).

O. Frenulum

Organ anatomi ini adalah salah satu area yang sangat sensitif pada

penis, lokasinya terletak di bagian bawah glans (kepala penis) (Verrals,

Sylvia. 2011).

P. Smegma
15

Yaitu cairan pelumas alami yang dikeluarkan untuk membuat

penis tetap lembab. Smegma ditemukan di bawah kulup penis (Verrals,

Sylvia. 2011).

2.4 Manifestasi Klinis

1. Gejala prostatismus (nokturia, urgency, penurunan daya aliran urine)

Kondisi ini dikarenakan kemampuan vesika urinaria yang gagal

mengeluarkan urine secara spontan dan reguler, sehingga volume urine masih

sebagian besar tertinggal dalam vesika.

2. Retensi urine

Pada awal obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, terjadi hesistensi,

urine menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urine.

Retensi urine sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secara

fisiologis, vesika urinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urine

melalui kontraksi otot destrusor. Namun, obstruksi yang berkepanjangan akan

membuat beban kerja detrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami

dekompensasi.

3. Pembesaran prostat

Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal toucher (RT) anterior.

Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsitensi jinak.

4. Inkontinensia
16

Inkontinensia yang terjadi menunjukkan bahwa detrusor gagal dalam

melakukan kontraksi. Dekompensasi yang berlangsung lama, akan

mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol untuk miksi hilang.

5. Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab

tekanan otot dapat mengalami kompensasi untuk mengurangi resistensi urine.

6. Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran

urine, adanya perasaan berkemih tidak tuntas, dan retensi urine.

7. Terdapat gejala iritasi, berkemih mendadak, sering dan nokturia.

2.5 Patofisiologis

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi atau

mengitari uretra posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-

buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma

urogenital yang sering di sebut sebagai otot dasar , panggul kelencar ini pada laki-

laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari atau jeruk nipis. Ukuran panjangnya

4-6cm lebar sampai 3-4cm dan tebal 2-3 cm, beratnya sekitar 20 gram.

Penyumbatan terjadi ketika hiperplasia menyempitkan lumen segmen uretra

yang melalui prostat. Obstruksi juga terjadi ketika prostat melampaui bagian atas

leher kandung kemih sehingga mengurangi kemampuannya untuk mengeluarkan

urine sebagai respons terhadap miksi saat pertumbuhan dari lobus median prostat

kedalam uretra prostatika. Keadaan tersebut meningkatkan peningkatan tekanan

intravestikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, kandung kemih hraus berkontraksi

lebih kuat guna melawan tahan itu.


17

Pada BPH, terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada

prostat normal, rasio stroma dengan epitel adalah 2:1 pada BPH rasionya

meningkat menjadi 4:1 hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tonus otot

polos prostat di bandingkan dengan prostat normal dalam hal ini, masa prostat

menyebabkan obstruksi komponen statik sedangan tonus otot polos yang

merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.


18

2.6 Pathway

Idiopatik penuaan

Perubahan keseimbangan estrogen & testoteron

Produksi testosterone metrogen menurun dan estrogen


meningkat
Simulasi sel stroma
BPH Berpoliferasi
yg dipengaruhi
infeksi
Stimulasi sel stoma oleh pengaruh GH

Pre operasi Post operasi

Kurangnya informasi Prostalektomi


Pembesaran prostat
pasca bedah Trauma bekas insisi

Penyempitan uretra pars prostat Defisit pengetahuan Kurangnya Perdarahan


perawatan
Urin terhambat Bakteri mudah masuk Resiko
ketidakseimbangan
Tekanan intravesika Resiko infeksi cairan
Anemia
Retensi VU Retensi urine Distensi Vu
Intoleransi
aktivitas
Otot2 destrusor menebal Nyeri Akut
2.7 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan

semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin

tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal (Wibowo,

2012).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan

hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan

yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam

vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang

dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis

(Wibowo, 2012).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Urinalis dan kultur urine

Untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam

urine yang memanifestasikan adanya perdarahan/hematuria.

2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)

Untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen.

3. Ureum, elektrolit dan Serum Kreatinin

Untuk menentukan status funsi ginjal.

4. PA (Patologi Anatomi)
20

Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi.

5. Catatan harian berkemih

Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga akan terlihat

bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien.

6. Uroflowmetri

Dengan menggunakan alat ukur, maka akan terukur pancaran urine.

7. USG ginjal dan Vesika urinaria

Untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari BPH, misalnya hidronefrosis.

Sedangkan USG pada vesika urinaria akan memperlihatkan gambaran

pembesaran kelenjar prostat.

2. 9 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan pasien BPH Menurut wijaya dan putri (2013) :

1. Observasi biasanya di lakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat

yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk

mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak di perbolehkan

minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi, setiap 3 bulan di lakukan

kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Terapi medikamentosa

a. Mengurangi retensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenalik

b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen stastik dengan cara

menurunkan kadar dihidrotesteron (DHT) melalui penghambat 5 a–

redukstate.
21

3. Pembedahan

a. Reseksi Transuretra Prostat (TURP) adalah prosedur yang paling umum

dan dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal di

masukan secara langsung melalui uretra kedalam prostat. Kelenjar diangkat

dalam irisan kecil dengan loop pemotongan listrik. Prostatektomi

transuretral jarang menyebabkan disfungsi erektil tetapi dapat

menyebabkan ejakulasi retrogradekarena pengangkatan jaringan prostat

pada kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah

belakang ke dalm kandung kemih dan bukan melalui uretra

b. Prostatektomi suprapubis

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen

1) Prostatektomi parineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi

dalam perineum. dekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainya tidak

memungkinkan dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

2) Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum

dibandingakan pendekatan suprapubik, insisi abdomen rendah

mendekati kelenjar prostat yaitu antar pubis dan kandung kemih tanpa

memasuki kandung kemih.

2.10 Pencegahan

Hingga saat ini belum ada usaha yang terbukti efektif dalam mencegah
timbulnya BPH. Menjaga bobot ideal dan menjalankan pola hidup sehat
serta menjauhi rokok bisa membantu menjaga kondisi tubuh.
22

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a. Identitas pasien

Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur,

pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk

RS, cara masuk RS, penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya,

riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta

pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya

riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan

post operasi.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat

ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik

yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan

nafsu makan menurun.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang

berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit


23

herediter/keturunan lainnya (anggota keluarga dengan riwayat penyakit

yang sama).

c. Data pola kebiasaan sahari-hari

1) Nutrisi

a) Makanan

Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang

diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit

atau makanan sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada

waktu sehat, catat porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta

kemandirian dalam pelaksanannya.

b) Minuman

Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan

jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan

pasien dan kemandirian dalam melaksanakannya.

2) Eliminasi

a) BAK (Buang Air Besar)

Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya,

bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine

(warna, konsistensi dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan

selama BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang

dipakai.
24

b) BAB (Buang Air Kecil)

Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit

dengan sehat serta catat karakteristik feses (warna, konsistensi dan bau serta

temuan lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian

dalam melaksanakannya.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum pasien

a) Tingkat kesadaran 

b) Berat badan  

c) Tinggi badan

2) Kepala

Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan

luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).

a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut serta kebersihannya

dan temuan lain saat melakukan inspeksi.

b) Wajah : Amati adanya oedema/hematom, perlukaan disekitarwajah (rinci

keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan temuan lain

saat melakukan inspeksi.

c) Mata : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameterpupil,

kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata

dan konjungtiva serta temuan lainya.

d) Hidung : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan, keadaanseptum,

adanya sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya


25

pernafasan  cuping hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi

(rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).

e) Bibir : Amati adanya oedema, permukaan (rinci keadaanluka, luas luka,

adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta 

temuan lain saat melakukan inspeksi.

f) Gigi : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta temuan

lain saat melakukan inspeksi.

g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah serta

temuan lain saat melakukan inspeksi.

3) Leher

Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher

serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan 

lain saat melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid

jika ditemukan pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan

lengkap dengan satuannya.

4) Dada/thorak

a) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit

pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya fraktur

adanya spasme otot dan keadaan kulit.

b) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot

oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana

daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan

didaerah luka insisi.


26

c) Perkusi  : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

d) Auskultasi :Periksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara

melalui struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit

bergerak. Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang

dilakukan.

5) Jantung

a) Inspeksi :Amati ictus cordis.

b) Palpasi  :Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan kekuatanangkanya.

c) Perkusi :Tentukan batas-batas jantung.

d) Auskultasi :Dengarkan irama denyutan jantung, keteraturandan adanya

bunyi tambahan.

6) Perut/abdomen

a) Inspeks :Amati adanya pembesaran rongga abdomen,keadaan kulit,

luka bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan

inspeksi.

b) Auskultasi :Dengarkan bunyi bising usus dan catatfrekuensinya dalam

1 menit.

c) Palpasi :Raba ketegangan kulit perut, adanya kemungkinan

pembesaran hepar, adanya massa atau cairan.

d) Perkusi :Dengarkan bunyi yang dihasikan dari ketukandirongga

abdomen bandingkan dengan bunyi normal.

7) Genitourinaria
27

Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta

temuan lain saat melakukan inspeksi.

8) Ekstremitas

Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan

pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.

9) Sistem integument

Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka

serta temuan lain saat pemeriksaan.

10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit

yang berhubungan dengan sistem neurologis)

a) Glascow Come score  

b) Tingkat kesadaran 

c) Refleks fisiologis

d) Reflek patologis

e) Nervus cranial I – XII

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat sacara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah, dan mengubah (Nursallam,2011:59).
1. Nyeri Akut b.d
2. Gangguan Eliminasi Urin b.d
3. Retensi Urin b.d
4. Resiko Ketidakseimbangan Cairan b.d
5. Intoleransi Aktivitas b.d
28

6. Ansietas b.d
(SDKI, 2017)

D. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap implemntasi dimulai setelah rencana intervensi

disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai

tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi

koping (Nursalam,2011:127).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi

memungkinkan perawat untuk memonitor apapun yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi

(Nursalam,2011:135).
29

C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan 1
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk 1. Mengetahui nyeri secara komprehensif
b.d Tindakan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan tindak lanjut
keperawatan selama kualitas dan faktor presipitasi. penanganan yang akan dilakukan
1 x 24 jam 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak 2. Adakah reaksi nonverbal maupun
diharapkan tingkat nyamanan. verbal dari pasien, untuk mengetahui
kenyamanan klien seberapa tingkat keparahan nyeri yang
meningkat, tingkat 3. Kontrol faktor lingkungan yang dirasakan
nyeri terkontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, 3. Mengkontrol lingkungan yang dapat
dengan Kritria pencahayaan, kebisingan. menimbulkan nyeri memberikan
Hasil: kenyamanan kepada pasien supaya
1. Klien nyeri yang dirasakan tidak semakin
melaporkan 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri terasa
nyeri berkurang (farmakologis/non farmakologis). 4. Untuk menangani nyeri dapat dilakukan
dengan skala 2- dua cara yaitu farmakologis dan
3 nonfarmakologis, biarkan pasien
2. Ekspresi wajah memilih penanganan pertama yang akan
tenang dilakukan untuk mengurangi nyerinya
3. klien dapat 5. Ajarkan teknik non farmakologis 5. Teknik tarik nafas dalam adalah salah
istirahat dan (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi satu cara mengontrol nyeri dimana
tidur nyeri.. pikiran akan di rileks kan dengan nafas
dalam supaya nyeri tidak terasa
6. Pemberian analgetik untuk menangani
6. Kolaborasi dengan dokter tentang nyeri setelah penanganan secara
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
30

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


nonfarmakologi tidak mampu mengatasi
nyeri
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. .Tanyakan klien tentang waktu 1. Membantu klien agar dapat miksi
eliminasi urin tindakan berkemih secara teratur.
b.d keperawatan selama 2. Dorong klien untuk dapat melakukan 2. Membantu klien agar mengurangi
1 x 24 jam eliminasi urine dengan teratur. tingkat kecemasan karena inkotinensia
diharapkan klien urine.
mampu 3. Hindari faktor pencetus 3. Mengurangi/menghindari
mengendalikan inkontinensiaurine seperti cemas. inkontinensiaurine.
eliminasi urine dari 4. Jelaskan tentang : pengobatan, 4. Meningkatkan pengetahuan dan
kandung kemih penyebab, dan tindakan lainnya. diharapkan pasien lebih kooperatif.
dengan
Kriteria hasil:
1. Mengidentifikas
i keinginan
berkemih
2. Berespons tepat
waktu terhadap
dorongan
berkemih
3. Mencapai toilet
antara
dorongan
berkemih dan
pengeluaranurin
3 Retensi Urin Setelah dilakukan 1. Dorong pasien untuk berkemih setiap 2-4jam 1. Meminimalkan retensi urin distensi
Tindakan bila tiba tiba dirasakan berlebihan pada kandung kemih.
31

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan selama 2. Tanyakan pasien tentang inkontenensia stres 2. Tekanan ureteral tingg menghambat
1 x 24 jam pengosongan kandung kemih.
diharapkan dapat 3. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan 3. Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
berkemih dengan ketakutan. pilihan intervensi.
baik Kritria Hasil: 4. Awas dan catat waktu dan jumlah tiap 4. Retensi urin ini meningkatkan tekanan
1. Berkemih berkemih. dalam saluran perkemihan atas.
dengan jumlah 5. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, 5. Distensi kandung kemih dapat dirasakan
yang cukup distraksi dll) untuk mengetasi nyeri. diarea suprapubik.
2. Tidak tearaba 6. Dorong pasien untuk berkemih bila terasa 6. Berkemih dengan dorongan mencegah
distensi kandung adanya dorongan. retensi urin.
kemih 7. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/ 7. Peningkatan aliran cairan
hari. mempertahankan pefusi ginjal dan
kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
8. Awasi tanda-tanda vital 8. Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan
penurunan eliminasi cairan dan akumulasi
9. Kolaborasi pemberian obat-obatan sisa toksik.
antispasmodic 9. Menghilangkan spasme kandung kemih.
4 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji resiko ketidakseimbangan cairan. 1. Menentukan intervensi berikutnya.
ketidakseimba tindakan 2. Monitor berat badan 2. Mengetahui adanya peningkatan berat
ngan cairan keperawatan selama badan abnormal karena penumpukan cairan
3 x 24 jam 3. Monitor intake dan output cairan 3. Mengetahui jumlah cairan yang masuk dan
diharapkan volume keluar
cairan dapat 4. Catat seluruh CMCK 4. Agar bisa menentukan apakah cairan yang
kembali normal masuk seimbang dengan cairan yang keluar
Kritria Hasil:
1. Tekanan darah 5. Monitor serum dan elektrolit 5. Mengetahui keseimbangan serum dan
darah dalam elektrolit dalam darah sehingga bisa
32

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


batas normal 6. Monitor TT diberikan intervensi
2. Tekanan arteri 6. Memantau perubahan TTV Karena
radial dalam 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian perubahan jumlah cairan
batas normal terapi cairan 7. Untuk mengurangi kekurang volume cairan

5 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan 1. Kemampuan pasien dalam mobilisasi dapat
Aktivitas tindakan ambulasi menentukan tindakan yang akan selanjutnya
keperawatan dilakukan
selama 3 x 24 jam 2. Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai 2. Dilakukan ROM untuk menghindari
diharapkan terjadi kemampuan terjadinya decubitus akibat dari tidak
peningkatan memobilisasi tubuh dan penekanan dalam
Ambulasi :Tingkat jangka waktu yang lama
mobilisasi, 3. Agar mengembalikan fisik dan kemampuan
Perawtan diri 3. Ajarkan pasien berpindah tempat secara berpindah secara bertahap
Dengan Kriteria bertahap
Hasil : 4. Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya 4. Supaya pasien dan keluarga mengetahui
1. Peningkatan ambulasi dini akan pentingnya ambulasi dini
aktivitas fisik 5. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk 5. Untuk memaksimalkan peningkattan
perencanaan ambulasi aktivitas fisik secara bertahap
6. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan akan
tindakan membantu tenaga kesehatan dalam
keperawatan menentukan tindak lanjut yang akan
selama 1x24 jam dilakukan
diharapkan 2. Tingkat cemas yang tinggi akan
ansietas teratasi, 2. Pantau perubahan tanda-tanda vital. berpengaruh pada perubahan tanda-tanda
dengan Kriteria vital.
33

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


hasil : 3. Supaya pasien mengerti dan paham
prosedur tindakan yang akan dilakukan dan
1. Perasaaan 3. Berikan informasi serta bimbingan tentang apa yang harus pasien lakukan.
gelisah prosedur tindakan yang akan dilakukan 4. Ketika koping individu meningkat akan
2. Wajah berdampak pada ketenangan pasien
tegang 4. Meningkatkan koping individu sehingga tingkat cemas akan berkurang
5. Diberikan dukungan selama masa stress
akan membantu pasien merasakan adanya
5. Berikan dukungan emosi selama masa cemas support dari orang lain sehingga pasien akan
lebih tenang
6. Relaksasi adalah salah satu cara untuk
6. Ajarkan tekhnik menenangkan diri dengan menenangkan sehingga tidak akan terjadi
cara tarik nafas dalam cemas.

Sumber NANDA, 2017-2018


34

Tabel 2.2
Intervensi keperawatan 2
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Perubahan Pola NOC : NIC :
Eliminasi Urin 1. Urinary continence
Urinary Chateterization
Definisi : 2. Urinary elimination
- Jelaskan prosedur dan rasional dari intervensi
Pengosongan kandung
kemih yang tidak Kriteria Hasil : - Sediakan peralartan kateterisasi
sempurna - Pengeluaran urin dapat
- Pertahankan teknik aseptik yang ketat
diprediksi
- Masukan secara langsung atau retensi kateter ke
Batasan karakteristik : - Dapat secara sempurna dan
- Distensi kandung teratur mengeluarkan urin dari dalam bladder
kemih kandung kemih; mengukur
- Hubungkan kateter pada kantung drainase
- Sedikit, sering kencing volume residual urin < 150 –
- Amankan kateter pada kulit
atau tidak adanya urin 200 ml atau 25 % dari total
yang keluar kapasitas kandung kemih - Pertaahankan sistem drainase tertutup
- Urin jatuh menetes - Mengoreksi atau menurunkan
- Monitor intake dan input.
- Disuria gejala obstruksi
Urinary Retentiuon care
- Inkontinentia overflow - Klien bebas dari kerusakan
- Urin residual saluran kemih bagian atas. - Monitor eliminasi urin
35

- Sensasi penuh dari - Monitor tanda dan gejala retensi urin


kandung kemih
- Ajarkan kepada klien tanda dan gejala retensi urin

- Catat waktu setiap eliminasi urin


Faktor yang berhubungan
: - Anjurkan klien/keluarga untuk menmcatat outpout
- Infeksi traktus urinarus
urin
- Obstruksi anatomic
- Ambil spesimen urin
- Penyebab multiple
- Kerusakan sensori - Ajarkan klien meminum 8 gelasa cairan sehari
motorik
- Bantu klien dalam BAK rutin

Fluid management

- Timbang popok / pembalut jika diperlukan

- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,

nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika

diperlukan
36

- Monitor vital sign

- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake

kalori harian

- Lakukan terapi IV

- Monitor status nutrisi

- Berikan cairan

- Berikan cairan IV pada suhu ruangan

- Dorong masukan oral

- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

- Tawarkan snack (jus buah, buah segar)

- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul

meburuk

- Atur kemungkinan tranfusi


37

- Persiapan untuk tranfusi


2. Nyeri NOC : NIC :
1.  Pain Level, Pain Management
Definisi : 2.  Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Sensori yang tidak 3. Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
menyenangkan dan kualitas dan faktor presipitasi
pengalaman emosional Kriteria Hasil : - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
yang muncul secara - Mampu mengontrol nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
aktual atau potensial penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
kerusakan jaringan atau menggunakan tehnik - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggambarkan adanya nonfarmakologi untuk - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
kerusakan (Asosiasi mengurangi nyeri, mencari - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
Studi Nyeri bantuan) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Internasional): serangan - Melaporkan bahwa nyeri - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
mendadak atau pelan berkurang dengan menggunakan menemukan dukungan
intensitasnya dari ringan manajemen nyeri - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
sampai berat yang dapat - Mampu mengenali nyeri (skala, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
diantisipasi dengan akhir intensitas, frekuensi dan tanda - Kurangi faktor presipitasi nyeri
yang dapat diprediksi dan nyeri) - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
38

dengan durasi lebih dari - Menyatakan rasa nyaman farmakologi dan inter personal)
6 bulan. setelah nyeri berkurang - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Tanda vital dalam rentang intervensi
Batasan karakteristik : normal - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Laporan secara verbal - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
atau non verbal - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Fakta dari observasi - Tingkatkan istirahat
- Posisi antalgic untuk - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
menghindari nyeri tindakan nyeri tidak berhasil
- Gerakan melindungi - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
- Tingkah laku berhati- Analgesic Administration
hati - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
- Muka topeng nyeri sebelum pemberian obat
- Gangguan tidur (mata - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
sayu, tampak capek, frekuensi
sulit atau gerakan - Cek riwayat alergi
kacau, menyeringai) - Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
- Terfokus pada diri analgesik ketika pemberian lebih dari satu
sendiri - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
39

- Fokus menyempit beratnya nyeri


(penurunan persepsi - Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
waktu, kerusakan optimal
proses berpikir, - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
penurunan interaksi nyeri secara teratur
dengan orang dan - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
lingkungan) analgesik pertama kali
- Tingkah laku distraksi, - Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
contoh : jalan-jalan, hebat
menemui orang lain - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
dan/atau aktivitas, samping)
aktivitas berulang-
ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
40

dalam tonus otot


(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Faktor yang berhubungan


:
- Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis)

3. Retensi urine b.d.tekanan Setelah dilakukan tindakan - Kaji sistem urinearia secara komprehensif meliputi:
41

uretra yang tinggi keperawatan selama 3x24 jam, urine output, pola pengeluaran urine, masalah

klien menunjukkan eliminasi eliminasi urine yang muncul.

urine yang adekuat dengan - Stimulasi refleks kandung kemih dengan cara

indikator: mendinginkan abdomen.

- Pola eliminasi urin normal - Minta keluarga untuk melaporkan urine output

- Keseimbangan intake dan - Monitor intake dan output cairan

output cairan - Pasang kateter urine sesuai indikasi

- Tidak ada distensi abdomen - Ajarkan pada klien atau keluarga untuk menjaga

- Pengeluaran urin tanpa nyeri kebersihan kateter

- Tidak ada darah dalam urin


4. Resiko Infeksi b/d NOC :  NIC :
tindakan invasive 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Resiko Infeksi b/d 2. Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
tindakan invasive 3. Risk control - Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
Definisi : Peningkatan Kriteria Hasil : - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
42

resiko masuknya - Klien bebas dari tanda dan saat berkunjung dan setelah berkunjung
organisme patogen gejala infeksi meninggalkan pasien
- Mendeskripsikan proses - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Faktor-faktor resiko : penularan penyakit, factor - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Prosedur Infasif yang mempengaruhi penularan keperawatan
- Ketidakcukupan serta penatalaksanaannya, - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
pengetahuan untuk - Menunjukkan kemampuan - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
menghindari paparan untuk mencegah timbulnya alat
pathogen infeksi - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
- Trauma - Jumlah leukosit dalam batas sesuai dengan petunjuk umum
- Kerusakan jaringan dan normal - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
peningkatan paparan - Menunjukkan perilaku hidup kandung kencing
lingkungan sehat - Tingktkan intake nutrisi
- Ruptur membran - Berikan terapi antibiotik bila perlu
amnion Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Agen farmasi - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
(imunosupresan) - Monitor hitung granulosit, WBC
- Malnutrisi - Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Peningkatan paparan - Batasi pengunjung
43

lingkungan pathogen - Saring pengunjung terhadap penyakit menular


- Imonusupresi - Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
- Ketidakadekuatan - Pertahankan teknik isolasi k/p
imum buatan - Berikan perawatan kuliat pada area epidema
- Tidak adekuat - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
pertahanan sekunder kemerahan, panas, drainase
(penurunan Hb, - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Leukopenia, penekanan - Dorong masukkan nutrisi yang cukup
respon inflamasi) - Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

Anda mungkin juga menyukai