TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
6
7
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekitar 100% (Purnomo, 2011). Etiologi yang belum jelas maka melahirkan
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya
pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel
baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh
antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
A. Testis
karena produksi sperma memerlukan suhu yang lebih rendah dari pada suhu
tubuh normal. Testis baru akan berfungsi penuh sampai ada rangsangan
B. Epididymis
C. Vas Deferns
D. Vesikel Seminalis
menghasilkan secret berupa cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa
sampi ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis dalah semen
(Wibowo, 2012).
E. Kelenjar Prostat
4cm, lebarnya 3cm dan tebalnya 2cm dengan berat kira-kira 8gram.
kemih. Tertutup oleh kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30
12
G. Skrotum
Adalah kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos
yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh yang pada suhu
optimum untuk produksi spermatozoa. Ada otot dartos yaitu suatu lapisan
serat dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada
kulit scrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual.
Ada dua kantong scrotal, yang setiap scrotal berisis satu testis
H. Penis
Penis adalah organ yang berfungsi untuk tempat keluar urine, semen
seperti buah jati Belanda, yang disebut glans penis (Verrals, sylvia. 2011)
I. Corpora Cavernosa
13
besar penis. Ruang – ruang ini terisi jaringan spons yang mencakup otot,
beberapa menit. Setelah ejakulasi terjadi atau jika gairah seks memudar,
J. Selaput Albugin
Membran ini berfungsi untuk menjaga darah tetap berada di dalam penis
K. Urethra
Uretra adalah tabung yang menjadi saluran tempat urin keluar. Proses
corpora cavernosa dan melebar pada ujung uretra yang disebut meatus.
L. Corpus Spongiosum
Corpus spongiosum adalah salah satu bagian anatomi penis ruang yang
sensitif dan biasanya tertutup oleh kulup kecuali pada penis yang ereksi.
N. Kulup
Kulup adalah selubung kulit yang dapat terbuka di bagian atas. Saat
bayi, kulup sangat ketat dan biasanya tidak bisa ditarik. Kulup akan
mengandur setelah usia bayi bertambah. Saat ereksi, kulup penis akan
Kulit kepala penis sangat sensitif, dan fungsi dari kulup adalah untuk
O. Frenulum
Organ anatomi ini adalah salah satu area yang sangat sensitif pada
Sylvia. 2011).
P. Smegma
15
Sylvia. 2011).
mengeluarkan urine secara spontan dan reguler, sehingga volume urine masih
2. Retensi urine
urine menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi dan retensi urine.
Retensi urine sering dialami oleh klien yang mengalami BPH kronis. Secara
membuat beban kerja detrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
dekompensasi.
3. Pembesaran prostat
4. Inkontinensia
16
5. Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab
2.5 Patofisiologis
buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering di sebut sebagai otot dasar , panggul kelencar ini pada laki-
laki dewasa kurang lebih sebesar buah kenari atau jeruk nipis. Ukuran panjangnya
4-6cm lebar sampai 3-4cm dan tebal 2-3 cm, beratnya sekitar 20 gram.
yang melalui prostat. Obstruksi juga terjadi ketika prostat melampaui bagian atas
urine sebagai respons terhadap miksi saat pertumbuhan dari lobus median prostat
Pada BPH, terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada
prostat normal, rasio stroma dengan epitel adalah 2:1 pada BPH rasionya
meningkat menjadi 4:1 hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tonus otot
polos prostat di bandingkan dengan prostat normal dalam hal ini, masa prostat
2.6 Pathway
Idiopatik penuaan
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal (Wibowo,
2012).
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
(Wibowo, 2012).
Untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam
4. PA (Patologi Anatomi)
20
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga akan terlihat
6. Uroflowmetri
2. 9 Penatalaksanaan Medis
minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi, setiap 3 bulan di lakukan
2. Terapi medikamentosa
redukstate.
21
3. Pembedahan
b. Prostatektomi suprapubis
dalam perineum. dekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainya tidak
mendekati kelenjar prostat yaitu antar pubis dan kandung kemih tanpa
2.10 Pencegahan
Hingga saat ini belum ada usaha yang terbukti efektif dalam mencegah
timbulnya BPH. Menjaga bobot ideal dan menjalankan pola hidup sehat
serta menjauhi rokok bisa membantu menjaga kondisi tubuh.
22
A. Pengkajian
a. Identitas pasien
pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk
b. Riwayat kesehatan
post operasi.
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat
ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik
yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan
yang sama).
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang
diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit
atau makanan sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada
waktu sehat, catat porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta
b) Minuman
jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan
2) Eliminasi
bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine
(warna, konsistensi dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan
selama BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang
dipakai.
24
dengan sehat serta catat karakteristik feses (warna, konsistensi dan bau serta
temuan lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian
dalam melaksanakannya.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran
b) Berat badan
c) Tinggi badan
2) Kepala
keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan temuan lain
kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata
adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta
3) Leher
serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan
4) Dada/thorak
oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana
daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan
bergerak. Pada pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang
dilakukan.
5) Jantung
bunyi tambahan.
6) Perut/abdomen
luka bekas operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan
inspeksi.
1 menit.
7) Genitourinaria
27
8) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan
pengisian kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.
9) Sistem integument
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka
10) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit
b) Tingkat kesadaran
c) Refleks fisiologis
d) Reflek patologis
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat sacara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah, dan mengubah (Nursallam,2011:59).
1. Nyeri Akut b.d
2. Gangguan Eliminasi Urin b.d
3. Retensi Urin b.d
4. Resiko Ketidakseimbangan Cairan b.d
5. Intoleransi Aktivitas b.d
28
6. Ansietas b.d
(SDKI, 2017)
D. Implementasi keperawatan
disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
koping (Nursalam,2011:127).
E. Evaluasi
(Nursalam,2011:135).
29
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan 1
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk 1. Mengetahui nyeri secara komprehensif
b.d Tindakan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan tindak lanjut
keperawatan selama kualitas dan faktor presipitasi. penanganan yang akan dilakukan
1 x 24 jam 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak 2. Adakah reaksi nonverbal maupun
diharapkan tingkat nyamanan. verbal dari pasien, untuk mengetahui
kenyamanan klien seberapa tingkat keparahan nyeri yang
meningkat, tingkat 3. Kontrol faktor lingkungan yang dirasakan
nyeri terkontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, 3. Mengkontrol lingkungan yang dapat
dengan Kritria pencahayaan, kebisingan. menimbulkan nyeri memberikan
Hasil: kenyamanan kepada pasien supaya
1. Klien nyeri yang dirasakan tidak semakin
melaporkan 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri terasa
nyeri berkurang (farmakologis/non farmakologis). 4. Untuk menangani nyeri dapat dilakukan
dengan skala 2- dua cara yaitu farmakologis dan
3 nonfarmakologis, biarkan pasien
2. Ekspresi wajah memilih penanganan pertama yang akan
tenang dilakukan untuk mengurangi nyerinya
3. klien dapat 5. Ajarkan teknik non farmakologis 5. Teknik tarik nafas dalam adalah salah
istirahat dan (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi satu cara mengontrol nyeri dimana
tidur nyeri.. pikiran akan di rileks kan dengan nafas
dalam supaya nyeri tidak terasa
6. Pemberian analgetik untuk menangani
6. Kolaborasi dengan dokter tentang nyeri setelah penanganan secara
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
30
5 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan 1. Kemampuan pasien dalam mobilisasi dapat
Aktivitas tindakan ambulasi menentukan tindakan yang akan selanjutnya
keperawatan dilakukan
selama 3 x 24 jam 2. Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai 2. Dilakukan ROM untuk menghindari
diharapkan terjadi kemampuan terjadinya decubitus akibat dari tidak
peningkatan memobilisasi tubuh dan penekanan dalam
Ambulasi :Tingkat jangka waktu yang lama
mobilisasi, 3. Agar mengembalikan fisik dan kemampuan
Perawtan diri 3. Ajarkan pasien berpindah tempat secara berpindah secara bertahap
Dengan Kriteria bertahap
Hasil : 4. Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya 4. Supaya pasien dan keluarga mengetahui
1. Peningkatan ambulasi dini akan pentingnya ambulasi dini
aktivitas fisik 5. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk 5. Untuk memaksimalkan peningkattan
perencanaan ambulasi aktivitas fisik secara bertahap
6. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan akan
tindakan membantu tenaga kesehatan dalam
keperawatan menentukan tindak lanjut yang akan
selama 1x24 jam dilakukan
diharapkan 2. Tingkat cemas yang tinggi akan
ansietas teratasi, 2. Pantau perubahan tanda-tanda vital. berpengaruh pada perubahan tanda-tanda
dengan Kriteria vital.
33
Tabel 2.2
Intervensi keperawatan 2
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Perubahan Pola NOC : NIC :
Eliminasi Urin 1. Urinary continence
Urinary Chateterization
Definisi : 2. Urinary elimination
- Jelaskan prosedur dan rasional dari intervensi
Pengosongan kandung
kemih yang tidak Kriteria Hasil : - Sediakan peralartan kateterisasi
sempurna - Pengeluaran urin dapat
- Pertahankan teknik aseptik yang ketat
diprediksi
- Masukan secara langsung atau retensi kateter ke
Batasan karakteristik : - Dapat secara sempurna dan
- Distensi kandung teratur mengeluarkan urin dari dalam bladder
kemih kandung kemih; mengukur
- Hubungkan kateter pada kantung drainase
- Sedikit, sering kencing volume residual urin < 150 –
- Amankan kateter pada kulit
atau tidak adanya urin 200 ml atau 25 % dari total
yang keluar kapasitas kandung kemih - Pertaahankan sistem drainase tertutup
- Urin jatuh menetes - Mengoreksi atau menurunkan
- Monitor intake dan input.
- Disuria gejala obstruksi
Urinary Retentiuon care
- Inkontinentia overflow - Klien bebas dari kerusakan
- Urin residual saluran kemih bagian atas. - Monitor eliminasi urin
35
Fluid management
diperlukan
36
kalori harian
- Lakukan terapi IV
- Berikan cairan
meburuk
dengan durasi lebih dari - Menyatakan rasa nyaman farmakologi dan inter personal)
6 bulan. setelah nyeri berkurang - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Tanda vital dalam rentang intervensi
Batasan karakteristik : normal - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Laporan secara verbal - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
atau non verbal - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Fakta dari observasi - Tingkatkan istirahat
- Posisi antalgic untuk - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
menghindari nyeri tindakan nyeri tidak berhasil
- Gerakan melindungi - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
- Tingkah laku berhati- Analgesic Administration
hati - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
- Muka topeng nyeri sebelum pemberian obat
- Gangguan tidur (mata - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
sayu, tampak capek, frekuensi
sulit atau gerakan - Cek riwayat alergi
kacau, menyeringai) - Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
- Terfokus pada diri analgesik ketika pemberian lebih dari satu
sendiri - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
39
3. Retensi urine b.d.tekanan Setelah dilakukan tindakan - Kaji sistem urinearia secara komprehensif meliputi:
41
uretra yang tinggi keperawatan selama 3x24 jam, urine output, pola pengeluaran urine, masalah
urine yang adekuat dengan - Stimulasi refleks kandung kemih dengan cara
- Pola eliminasi urin normal - Minta keluarga untuk melaporkan urine output
- Tidak ada distensi abdomen - Ajarkan pada klien atau keluarga untuk menjaga
resiko masuknya - Klien bebas dari tanda dan saat berkunjung dan setelah berkunjung
organisme patogen gejala infeksi meninggalkan pasien
- Mendeskripsikan proses - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Faktor-faktor resiko : penularan penyakit, factor - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Prosedur Infasif yang mempengaruhi penularan keperawatan
- Ketidakcukupan serta penatalaksanaannya, - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
pengetahuan untuk - Menunjukkan kemampuan - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
menghindari paparan untuk mencegah timbulnya alat
pathogen infeksi - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
- Trauma - Jumlah leukosit dalam batas sesuai dengan petunjuk umum
- Kerusakan jaringan dan normal - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
peningkatan paparan - Menunjukkan perilaku hidup kandung kencing
lingkungan sehat - Tingktkan intake nutrisi
- Ruptur membran - Berikan terapi antibiotik bila perlu
amnion Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Agen farmasi - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
(imunosupresan) - Monitor hitung granulosit, WBC
- Malnutrisi - Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Peningkatan paparan - Batasi pengunjung
43