Anda di halaman 1dari 7

A.

Pendahuluan

Nama Al-Qur`an muncul bukan hasil dari pemikiran manusia, namun Nama AlQur`an itu
muncul didalam kitab itu sendiri. Berawal dari pemikira itulah munculsebuah pendapat yang
mengatakan bahwa Al-Qur`an bukanlah hasil definisi darisebuah kata, namun Al-Quran adalah
sebuah isim alam yang diberikan Allah kepadakitab suci ini. Diantaranya adalah pendapat dari
imam Syafi`i yang merasa tidakperlu mengupas asal usul pemberian nama ini, karena Allah lah
yang memangmemberi nama demikian sama saja ketika Allah memberi nama kitab Taurat dan
Injil kepada Nabi Musa dan Isa AS1.

Sumber dari segala ilmu pengetahuan tentang keislaman tidak terlepas dari al-Qur’an.
Siapapun yang membaca, mengahayati, dan mengamalkannya tidak akan pernah celaka dikala
banyak orang yang celaka dan tidak pernah tersesat dikala banyak orang yang tersesat. Dia selalu
setia membimbing orang yang mau mengikuti aturannya. Dan seperti itu pulalah sebaliknya, bagi
orang yang tidak mau mengikuti ajarannya pasti akan tersesat dan tidak tau arah hidup yang
sebenarnya yang pada akhirnya ia menempuh perjalanan hidup dengan kekacauan dan
kebingungan.2

Al-Qur’an laksana mutiara yang dapat memancarkan cahaya petunjuknya ke semua arah,
sesuai dengan keinginan mufassir kitab suci ini. Al-Qur‟an dapat diyakinimemiliki dua esensi,
lafaz dan makna. Oleh karena itu, dengan pemahaman maknanya, kita dapat memperoleh dalam
al-Qur’an signifikansi teologis, sosiologis, kultural, dan juga tentu saja signifikansi
saintifik.3Walaupun al-Qur‟an yang datang sebelum teknologi modern, al-Qur‟an sudah memuat
ilmu pengetahuan modern.

Maka dari itu dalam hal ini menarik perhatian kami untuk mengkaji bagaimana perspektif al-
Qur’an dan pandangan beberapa mufassir dalam memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-
Qur’an yang berkenaan dengan tanah.

1
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur`an, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
2
‘Aid bin Abdullah Al-Qarni, „Ala Ma‟idati al-Qur‟an (terjemah), Jakarta Barat: Grafindo Khazanah Ilmu
Jakarta, 2004, hlm 15.
3
Nasruddin Umar, Kata Pengntar Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains & Sosial, (Amzah, Jakarta 2007), hlm.
46.

1
B. Pembahasan
a. Ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan tanah dan penafsiran dari para mufassir

         
   '        
      

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur,
tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami
dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang
lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berfikir.(ar-Ra’du;4)

Thanthawi Jauhari menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya bahwa, Allah telah menggambarkan
secara jelas di dalam surat al-Ra‘du ayat 4

       

,Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur

dan kemudian dihubungkan dengan surat Yusuf ayat 105 :

         
 

dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya,
sedang mereka berpaling dari padanya.

bahwa apakah orang orang muslim tidak heran dengan perhatian yang diberikan Allah mengenai
adanya keajaiban-keajabian di bumi dan langit, sebagaimana yang Allah terangkan di dalam
surah Yusuf dan surah al-Ra‘du yang menunjukkan sebagian ilmu alam (fisika). Dan apakah
perhatian ini seperti perumpamaan orang yang menghadapkan wajahnya untuk berwudlu, jual
beli, atau semacamnya. Setiap perhatian di sana sangat sempurna, menunjukkan pemendekan,
menunjukkan yang pendek, dan menunjukkan kebatilan atau kebohongan. Kitab ini secara
spesifik akan membahas tentang keajaiban alam kemudian memerinci perkataan secara rinci,
seperti kewajiban berwudlu, air yang sudah tidak bisa mensucikan, dan lain sebagainya. Dan

2
menyusun kitab ini serta meluaskan pembahasan sehingga ketika telah sampai kepada yang
diinginkan atas perhatian Allah dalam ilmu kealaman kemudian menarik manusia atas akibat
yang ditimbulkan, mengapa? Tidakkah orang-orang muslim meluruskan dan memperhatikan
antara ayat demi ayat: apakah tanda-tanda ini tidak ada di dalam al-Qur‘an? Apakah kalian
melihat penjelasan yang panjang dan lebar dalam kitab fiqih

sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, al-Maidah : 6

        


      
            
          
         
         
    

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakitatau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuhperempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur

dan telah menunjukkan setiap anggota dan perbatasannya dan dilakukan dengan baik, tetapi
apakah kalian tidak melakukannya dan melihat sebagaimana yang dicontohkan dalam ayat
tentang permasalahan bagian-bagian yang berdampingan, dan bagaimana perbuatan Allah di
dalamnya. Dan jika hal ini adalah yang menjadi masa depan Islam dan umat-umat muslim, akan
mengambil bagian mereka dari ilmu yang tidak di antara tempat ini, maka ia mengatakan telah
mengutip dari buku ringkasan filsafat: Dalam menjelaskan ayat ini, bahkan Thanthawi juga
menerangkan secara sangat luas. Menafsirkan bahwa bagianbagian yang berdampingan tersebut
dengan sangat komprehensif. Ia mengatakan, sesungguhnya ada permukaan bumi terdapat
beberapa bagian, di antaranya, pegunungan, laut, gurun, dan ladang tumbuhan.

3
Sedangkan pegunungan sendiri terbagi ke dalam empat bagian yang berbeda.diantaranya:

Pertama, pegunungan yang penuh dengan bebatuan. Di pegunungan ini hanya ada batu
padat, dan padanya tidak akan tumbuh sesuatupun kecuali hanya sedikit.

Kedua, pegunungan yang terdapat tumbuhan. Di pegunungan ini terdapat bebatuan yang
lunak, tanah berlumpur, debu, pasir, tanah yang rata dengan kerikil, dan di setiap bagian-bagian
yang koheren terdapat banyak tanaman dan pohon-pohon, seperti di pegunungan Palestina.

Ketiga, gunung berapi. Di pegunungan ini, baik siang maupun malam, terdapat awan
yang gelap, serta permukaan udara yang panas di angkasa. Dan orang dahulu telah lama
berpendapat, bagaimanapun, bahwa di gua-gua bawah tanah, udaranya panas, dan begitu juga air
yang ada di dalamnya mengandung minyak, belerang, lemak, dan materi yang seperti itu.

Dan keempat, pegunungan yang dengan udara lembut, yang selalu meniup mereka atau
pada waktu-waktu tertentu, seperti gunung es yang terdapat di Damaskus. Pegunungan ini ketika
bersalju di atasnya, ketika mencair hancur menjadi potongan-potongan uap, yang kemudian naik
ke atmosfer sehingga melembutkan udara.

Dalam penafsirannya, kemudian beliau menjelaskan tempat-tempat yang cocok untuk


menanam tumbuhan, yaitu:

a) Pohon kurma dan pisang tidak akan tumbuh kecuali di tempat yang panas, dan tanahnya
lunak.
b) Pohon kenari, kecambah, kacang-kacangan, dan pepohonan yang semacamnya tidak akan
tumbuh kecuali di tanah yang dingin.
c) Kemiri dan pohon dulb tidak bisa tumbuh kecuali di alam liar dan gurun.
d) Alang-alang dan pohon shafshaf tidak dapat tumbuh kecuali di daerah pinggiran sungai.4

Penafsiran yang seperti ini sangat berbeda dengan penafsiran mufassir lain. Ini tidak lain
karena beliau memang mufassir yang concern di bidang ilmu pengetahuan, sehingga
penafsirannya pun demikian indahnya.

4
Thanthawi Jauhari, Al-Jawāhir fī Tafsīr Al-Qur‟an Al-Karīm, Jilid IV, Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, 1350
H), h. 87-88

4
            
  

Artinya: “Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah lenyap (hancur) dalam tanah, kami
benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru?" Bahkan mereka ingkar akan menemui
Tuhannya”. (QS. As Sajdah: 10)

‫( َوقَالُ ٓو ۟ا‬Dan mereka berkata) orang-orang yang ingkar akan adanya hari berbangkit: (“Apakah bila
kami telah lenyap di dalam tanah) yakni kami telah hancur di dalamnya, misalnya kami telah
menjadi debu yang bercampur dengan tanah asli (kami benar-benar akan berada dalam ciptaan
yang baru?”) kata tanya di sini mengandung makna ingkar; lafal Ayat ini boleh dibaca tahqiq dan
boleh pula dibaca tashil. Maka Allah swt. berfirman: (Bahkan mereka terhadap hari pertemuan
dengan Rabbnya) yaitu hari berbangkit (adalah orang-orang yang ingkar).5

         


         

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang
tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi
tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Tafsir

(Dan tanah yang baik) yang subur tanahnya (tanaman-tanamannya tumbuh subur) tumbuh
dengan baik (dengan seizin Tuhannya) hal ini merupakan perumpamaan bagi orang mukmin
yang mau mendengar petuah/nasihat kemudian ia mengambil manfaat dari nasihat itu (dan tanah
yang tidak subur) jelek tanahnya (tidaklah mengeluarkan) tanamannya (kecuali tumbuh merana)
sulit dan susah tumbuhnya. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang kafir.
(Demikianlah) seperti apa yang telah Kami jelaskan (Kami menjelaskan) menerangkan (ayat-

5
Al- Mahalli, Imam Jalaluddin dan as-Suyuti. Tafsir Jalalain. Terj. Bahrun Abubakar. (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2007).

5
ayat Kami kepada orang-orang yang bersyukur) terhadap Allah, kemudian mereka mau beriman
kepada-Nya.6

Tanah yang baik, tanamannya tumbuh subur dan hidup dengan izin Allah. Dan tanah
yang tidak subur, tidak menghasilkan kecuali sedikit tanaman yang tidak berguna, bahkan
menjadi penyebab kerugian pemiliknya.7

{‫ب يَ ْخ ُر ُج نَبَاتُهُ بِإ ِ ْذ ِن َربِّ ِه‬


ُ ِّ‫} َوا ْلبَلَ ُد الطَّي‬

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah”

Yakni tanah yang baik mengeluarkan tetumbuhannya dengan cepat dan subur. Seperti
yang disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

َ ‫س ٍن َوأَ ْنبَتَ َها نَبَاتًا َح‬


{‫سنًا‬ َ ‫}فَتَقَبَّلَ َها َربُّ َها بِقَبُو ٍل َح‬

“dan menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang baik”. (Ali Imran-37)

Adapun firman Allah Swt.:

{‫} َوالَّ ِذي َخبُ َث اَل يَ ْخ ُر ُج إِال نَ ِكدًا‬

“dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana”. (Al-A'raf: 58)

Menurut Mujahid dan lain-lainnya, tanah yang tidak subur ialah seperti tanah yang belum
digarap dan belum siap untuk ditanami, serta tanah lainnya yang tidak dapat ditanami.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini,
bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan keadaan
orang mukmin dan orang kafir.

،‫سى‬ َ ‫ عَنْ أَبِي ُمو‬،َ‫ عَنْ أَبِي بُ ْر َدة‬،ِ ‫سا َمةَ عَنْ بُ َريد ْب ِن َع ْب ِد هَّللا‬ َ ُ‫ َح َّدثَنَا َح َّما ُد بْنُ أ‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ا ْل َعاَل ِء‬:‫ي‬
ُّ ‫قَا َل ا ْلبُ َخا ِر‬
‫اب‬
َ ‫ص‬َ َ‫ث ا ْل َكثِي ِر أ‬
ِ ‫ َك َمثَ ِل ا ْل َغ ْي‬،‫ " َمثَ ُل َما بَ َعثَنِي هَّللا ُ ِب ِه ِمنَ ا ْل ُهدَى َوا ْل ِع ْل ِم‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫َر‬
َ َّ‫ فَنَفَ َع هَّللا ُ بِ َها الن‬،‫ت ا ْل َما َء‬
،‫اس‬ َ ‫ َو َكانَتْ ِم ْن َها أَ َجا ِد َب أَ ْم‬.‫ْب ا ْل َكثِي َر‬
ِ ‫س َك‬ َ ‫ت ا ْلكَأَل َ َوا ْل ُعش‬
ِ َ‫ فَأ َ ْنبَت‬،‫ت ا ْل َما َء‬ ً ‫أَ ْر‬
ِ َ‫ فَ َكانَتْ ِم ْن َها نَقِيَّةٌ قَبِل‬،‫ضا‬
ِ ‫س ُك َما ًء َواَل تَ ْنبُتُ فَ َذلِ َك َمثَ ُل َمنْ فَقُه فِي ِد‬
ِ ‫ين هَّللا‬ ِ ‫ إِنَّ َما ِه َي قِي َعانٌ اَل تُ ْم‬،‫اب ِم ْن َها طَائِفَةً أُ ْخ َرى‬ َ ‫ص‬ َ َ‫ َوأ‬.‫سقَ ْوا َو َز َرعُوا‬ َ ‫ش ِربُوا َو‬ َ َ‫ف‬
‫س ْلتُ بِ ِه‬ ً ‫ َو َمثَ ُل َمنْ لَ ْم يَ ْرفَ ْع بِ َذلِ َك َر ْأ‬،‫ فَ َعلم َو َعلَّم‬،‫َونَفَ َعهُ َما بَ َعثَنِي هَّللا ُ بِ ِه‬
ِ ‫ َولَ ْم يَ ْقبَل ُهدَى هَّللا ِ الَّ ِذي أُ ْر‬.‫سا‬

6
Syekh Ahmad Shawi, Hasyiyah as-Shawi ‘Ala Tafsir Jalalain, (Surabaya:Darul Ilmu, 2018) hlm,98.
7
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm, 63.

6
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Usamah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu Burdah,
dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan ilmu
dan petunjuk yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk menyampaikannya) adalah seperti
hujan deras yang menyirami bumi. Sebagian dari bumi ada yang subur dan menerima air, maka
ia menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan sebagian dari yang lain
ada yang tandus, tetapi dapat menampung air, maka Allah memberikan manfaat kepada manusia
melaluinya sehingga mereka dapat minum, dapat pengairan dan bercocok tanam. Dan hujan itu
menimpa sebagian yang lain yang hanya merupakan rawa-rawa, tidak dapat menahan air dan
tidak (pula) menumbuhkan rerumputan. Maka demikianlah perumpamaan orang yang mengerti
tentang agama Allah dan beroleh manfaat dari apa yang diutuskan oleh Allah kepadaku untuk
menyampaikannya, sehingga ia berilmu dan mengamalkannya. Juga sebagai perumpamaan buat
orang yang tidak mau memperhatikannya serta tidak mau menerima petunjuk Allah yang
disampaikan olehku.

Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu
Usamah (yaitu Hammad ibnu Usamah) dengan lafaz yang sama.8

8
Al-A’raf: 58 - Tafsir Ibnu katsir. Jilid 3, hlm, 398.

Anda mungkin juga menyukai