Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG GIZI KLINIS

ASUHAN GIZI PADA PENYAKIT INFEKSI

“TB Paru, susp. Spondilitis TB”

Disusun Oleh :

Ena Elisa

472017408

Pembimbing :

Sarah Melati Davidson, S.Gz., M.Si

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Akhir Perencanaan Program Berbasis Studi Kasus Klinis “Kasus TB Paru, susp.
Spondilitis TB” telah mendapat persetujuan dari pembimbing.

Mahasiswa yang mengajukan


Nama : Ena Elisa
NIM : 472017408
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi : Gizi
Universitas : Universitas Kristen Satya Wacana
Judul Laporan : Laporan Akhir Perencanaan Program Berbasis Studi Kasus
Klinis “Kasus TB Paru, susp. Spondilitis TB”.

Telah direvisi dan disetujui oleh pembimbing untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek
Kerja Lapangan Gizi Klinis tahun 2021.

Salatiga, April 2021

Pembimbing

Sarah Melati Davidson, S.Gz., M.Si


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Spondilitis
TB telah ditemukan pada mumi dari Spanyol dan Peru pada tahun 1779. Infeksi Mycobakcterium
tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari diskus. Mekanisme
infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen. Penyakit Tuberkulosis (TB) menjadi salah
satu indikator penyakit menular yang pengendaliannya menjadi perhatian dunia internasional.
Penyakit tuberkulosis termasuk dalam penyakit menular kronis. WHO menetapkan bahwa
tuberkulosis merupakan kedaruratan global (global emergency) bagi manusia sejak tahun 1993.
Kondisi ini menyebabkan penyakit tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat terutama di negaranegara berkembang. Berdasarkan data dari “World
Health Statistic 2013” menunjukan tingginya angka prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk
di beberapa negara ASEAN dan SEAR (Kemenkes RI, 2013).

Secara epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit infeksi pembunuh nomor satu di dunia,
95% kasus berada di negara berkembang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000
memperkirakan 2 juta penduduk terserang dan 3 juta penduduk di seluruh dunia meninggal oleh
karena TB. Insiden spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar 10% dari kasus TB
ekstrapulmonar merupakan spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB. Komplikasi spondilitis
TB dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup tinggi yang dapat timbul secara cepat ataupun
lambat. Paralisis dapat timbul secara cepat disebabkan oleh abses, sedangkan secara lambat oleh
karena perkembangan dari kiposis, kolap vertebra dengan retropulsi dari tulang dan debris (I Gede
Epi Paramarta dkk, 2008).

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi Tuberkulosis terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman - kuman basil tuberkel yang berasal dari orang – orang yang
terinfeksi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel.
Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat) (I Gede Epi
Paramarta dkk, 2008).
1.2 Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan skrining gizi pada awal Tn.P masuk RS, menilai status gizi
pasien berdasarkan food and nutrition-related histori/FH, antropometry data (AD), biochemical
data (BD), Nutrition focused physical findings/PD, client histori (CH), membuat kesimpulan
diagnosis gizi pasien dan merencanakan terapi diet, parameter yang dimonitor dan konseling gizi
pasien, memonitor dan mengevaluasi status gizi dan terapi diet pasien dan menyusun laporan
kasus pasien dan mempresentasikan kasus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis (Wikurendra, 2015). Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang
Sistem perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian
perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).

Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
basil tahan asam Acid Alcohol Fast Bacillus (AAFB) (Wikurendra, 2015). Kuman
Mycobakterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, kelenjar limfe dan usus. Penyakit ini
menjadi penyebab utama kecacatan (berupa kelainan pada organ paru maupun ekstra paru) dan
kematian hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia. Dengan demikian World Health
Organization, menyimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit
penyebab kematian yang membunuh orang lebih banyak dibandingkan penyakit lain dalam sejarah
(Wulandari, 2015).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis


morfologi dan struktur bakteri Mycobacterium tuberculosa berbentuk batang lurus dan sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Cara penularan pasien dengan TB paru adalah
dengan dahak yang dikeluarkan dari pasiennya.dahak tersebut mengandung berjuta-juta kuman
yang apabila dibatukkan maka dapat terhisap oleh pasien dengan TB paru. Diagnosis tuberkulosis
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik atau jasmani, pemeriksaan
bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya (Wulandari, 2015).

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalahparu maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat) (Wulandari, 2015). Pertama gejala respiratorik adalah batuk > 2
minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari
mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala Sistemik, seperti demam, gejala sistemik lain adalah malaise, keringat mal Menurut
WHO Ppengobatan TB Paru ada dalam dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan penderita
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Menurut
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk
penderita dalam satumasa pengobatan. Program Nasional Penaggulangan TBC di Indonesia.

Upaya penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan melalui berbagai program kesehatan


di tingkat Puskesmas, berupa pengembangan strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan
strategi Directly Observed Treatment, Short Course (DOTS), adalah pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek, yang telah terbukti dapat menekan penularan, juga mencegah
perkembanggannya Multi Drugs Resistance (MDR) atau kekebalan ganda terhadap obat TB, tetapi
hasilnya masih dirasakan belum sesuai dengan yang diharapkan (Wikurendra, 2015). Oleh karena
itu diharapkan adanya perhatian dari pihak pihak terkait dalam upaya meningkatkan keterlibatan
peran pelayanan penanganan TB paru selanjutnya. Oleh karena itu tulisan ini dibuat untuk
mengungkapkan masalah faktor yang berpengaruh dan upaya yang harus dilakukan dalam
penanggulangan penyakit TB paru.

KASUS

Tn P berusia 48 tahun dirawat di RS dengan diagnosa medis TB Paru, susp. Spondilitis TB.Tn P
mengeluh nyeri pinggang sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, rasa nyeri kadang sampai
menjalar ke kaki kiri dan kanan dibagian ujung secara bergantian. Belum BAB sejak 2 minggu
lalu, nafsu makan menurun, demam tinggi, rasa mules namun hilang muncul. Hasil pengukuran
antropometri menunjukkan BBA 45 kg dan TB 160 cm. Adapun hasil analisis laboratorium adalah
sebagai berikut:

Pemeriksaan Hasil Satuan


Hemoglobin 9,2 g/dL
Jumlah eritrosit 4,45 10˄6 uL
Hematokrit 26,1 %
MCV 58,7 fL
MCH 20,7 Pg
MCHC 35,2 g/L
RDW-CV 20,6 %
RDW-SD 42,5 fL
Jumlah Leukosit 7,92 10˄3 uL
Eosinofil 4,3 %
Basofil 0,3 %
Neutrofil 64,6 %
Limfosit 18,6 %
Monosit 12,2 %
Jumlah eosinofil 0,34 10˄3 uL
Jumlah basofil 0,02 10˄3 uL
Jumlah neutrofil 5,12 10˄3 uL
Jumlah limfosit 1,47 10˄3 uL
Jumlah monosit 0,97 10˄3 uL
Jumlah trombosit 267 10˄3 uL
PDW 12,1 fL
MPV 9,2 fL
P-LCR 19,7 %
PCT 0,25 %
Glukosa sewaktu 101 mg/dL
BUN 24,0 mg/dL
Kreatinin darah 1,63 mg/dL
Sputum BTA +

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan KU CM, GCS 456, TD 110/60 mmHg, nadi 110x/menit,
suhu 36 derajat celcius, RR 23x/menit. Pola makan Tn P sebelum sakit 3x/hari makan utama, Tn P
sering minum kopi pagi dan sore. Makanan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi
adalah nasi sebanyak 1-2 centong setiap kali makan (±100-150 gram). Lauk hewani yang sering
dikonsumsi yaitu telur ayam dengan porsi 1 butir (±50 gram), ikan laut dengan porsi 1 potong (50-
100 gram) setiap kali makan dengan cara pengolahan ikan laut direbus dan dibakar sedangkan
telur ayam di dadar dan direbus. Lauk nabati yg sering dikonsumsi ialah tempe dan tahu 3-
5x/minggu dengan porsi 1 potong tempe 30-50 gram dan tahu 1 potong 40-50 gram, dengan cara
pengolahan tempe digoreng dan tahu direbus/dikukus. Untuk sayaran yang sering dikonsumsi
ialah sawi, kangkung setiap hari dengan cara pengolahan sawi dan kangkung ditumis, dan kadang
sawi direbus/dibening. Sedangkan buah yang lebih sering dikonsumsi ialah pisang. Hasil recall
menunjukkan energi 826,3 kkal, protein 30 gr, lemak 21,4 gr, dan karbohidrat 123 gr. Tn P
mendapat terapi medis yaitu obat ciprofloxacin, Aspar, KCl, Omeprazol.
BAB III

HASIL

a. Formulir MUST (Malnutrition Universal Screening Tool)

Formulir Skrining
Lanjut Diagnosis Medis: TB Paru, susp. Spondilitis TB

BB : 45 kg TB: 160 cm IMT: 17,57 kg/m2


Tinggi - Cm LLA: -
Lutut:

Parameter
1. Skor IMT (kg/m2) Skor
• IMT> 20 (obesitas > 30) =0
• IMT 18.5-20 =1 (2)
• IMT < 18,5 =2
2. Skor kehilangan BB yang tidak direncanakan 3-6 bulan terakhir (0)
• BB hilang< 5% =0
• BB hilang 5-10% =1
• BB hilang > 10% =2
3. Skor efek penyakit akut ( )
• Ada asupan gizi > 5 hari =0
• Tidak ada asupan gizi > 5hari =2

Jumlah skor keseluruhan=2


(BERESIKO TINGGI)

Hasil

0 : berisiko rendah: ulangi skrining setiap 7 hari


1 : berisiko menengah: monitoring asupan selama 3 hari. Jika tidak ada peningkatan,
lanjutkan pengkajian dan ulangi skrining setiap 7 hari
2 : berisiko tinggi: bekerjasama denga tim dukungan gizi/ panitia asuhan gizi.
Upayakan peningkatan asupan gizi dan memberikan makanan sesuai dengan daya
terima. Monitoring asupan makanan setiap hari. Ulangi skrining setiap 7 hari
Tanda tangan

(Ena Elisa)

Dietisien/ Ahli Gizi Ruang


b. Formulir PAGT

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT)

NAMA: Tn.P TB: 160 cm


UMUR: 48 tahun BB: 45 kg
JK: Laki-laki AHLI GIZI: Ena Elisa

ASSESMENT INTERVENSI
IDENTIFIKASI DIAGNOSA GIZI TERAPI RENCANA MONEV
DATA DASAR TERAPI DIET
MASALAH EDUKASI/KONSELING
Diagnosa Medis Diagnosis Medis (NI-2.1) Jenis Diet : • Sasaran : Pasien dan Parameter yang
TB Paru, susp. Spondilitis TB Paru, susp. Spondilitis Inadekuat makanan Diet Tinggi Energi Tinggi Keluarga dimonitor :
TB TB dan minuman oral Protein (TETP)
berkaitan dengan nafsu • Metode : Konseling gizi • Antropometri : status
Keluhan Utama Keluhan Utama makan menurun Bentuk Makanan : gizi normal
Nyeri pinggang sejak 2 Nyeri pinggang sejak 2 ditandai dengan Biasa • Media: Leaflet • Biokimia : nilai
minggu sebelum masuk minggu sebelum masuk tingkat asupan energi biokimia mencapai
RS, rasa nyeri kadang RS, rasa nyeri kadang 34% (defisit), protein Cara Pemberian : • Waktu : 15-30 menit standar normal
sampai menjalar ke kaki sampai menjalar ke kaki 27,77% (defisit), Oral • Fisik/Klinis :
kiri dan kanan dibagian kiri dan kanan dibagian lemak 39,62% • Ruang : Ruang rawat inap membaik
ujung secara bergantian, ujung secara bergantian, (defisit), dan KH Frekuensi : pasien/ruang konseling • Asupan Makan :
belum BAB sejak 2 belum BAB sejak 2 32,13% (defisit). 3x makanan utama, 2x membaik
minggu lalu, nafsu makan minggu lalu, nafsu makan selingan Tujuan Koseling :
menurun, demam tinggi, menurun, demam tinggi, (NI-5.1) • Untuk Metode/cara :
dan rasa mules namun dan rasa mules namun Peningkatan Tujuan Diet : menormalkan 1. Rekam medik
hilang muncul. hilang muncul. kebutuhan zat gizi • Memenuhi kebutuhan kembali nilai 2. Hasil Recall (2
tertentu (Fe) berkaitan energi dan protein yang laboratorium hari menggunakan
Terapi Medis : Antropometri : dengan infeksi paru meningkat untuk mencegah seperti Hemoglobin visual comstock)
Obat ciprofloxacin, IMT = 17,57 kg/m2 (kurus (TBC) dan gangguan dan mengurani kerusakan , Hematokrit, 3. Antropometri
Aspar, KCl, dan atau gizi kurang) patofisiologis khusus jaringan tubuh MCV, MCH,
Omeprazol. ditandai dengan • Menambah berat badan RDW-CV, Target :
diagnosis medis hingga mencapai berat Eosinofil, • Status gizi normal

9|Page
Skrining Gizi Biokimia : penyakit TB Paru badan normal Neutrofil, Limfosit, • Nilai biokimia
Antropometri : • Hb (↓), standar normal susp. Spondilitis TB (sumber : ASDI & Monosit, Jumlah mencapai kadar
• Usia : 48 tahun = 13-16 g/dl Persagi,2019) eosinophil, Jumlah normal
• TB : 160 cm • Hematokrit (↓), standar (NC.2.2) basofil, Jumlah • Pelaksanaan 3 kali
• BB : 45 kg normal = 45-55% Perubahan nilai Syarat/Prinsip Diet : neutrofil, Jumlah seminggu.
• IMT : 17,57 kg/m2 • MCV (↓), standar laboratorium terkait • Energi tinggi yaitu 40-45 monosit, BUN • Metode/cara :
(kurus) normal = 80-96 fL zat gizi khusus kkal/kg BB yaitu 2430 kkal (Blood Urea Rekam medik
(sumber :Depkes RI) • MCH (↓), standar berkaitan dengan • Protein tinggi yaitu 2,0-2,5 Nitrogen), • Kondisi fisik
normal = 27-31 pg gangguan g/kg BB yaitu 108 gr Kreatinin darah, membaik
Biokimia : • RDW-CV (↑), standar patofisiologis khusus • Lemak cukup yaitu 10- Sputum BTA + • Asupan makanan
• Hb = 9,2 g/dl normal = 11-16% dan adanya infeksi 25% dari kebutuhan energi yang belum yang dihabiskan 80-
• Jumlah Eristrosit = 4,45 • Eosinofil (↑), standar kronik pada paru total yaitu 54 gr mencapai nilai 100% dan tingkat
10^6 uL normal = 1-3% ditandai dengan Hb • Karbohidrat cukup, yaitu normal dengan kecukupan 90-119%.
• Hematokrit = 26,1 % • Limfosit (↓), standar rendah (9,2 g/dl), sisa dari total energi menjelaskan nilai
• MCV = 58,7 fL normal = 20-40% MCV rendah (58,7 (protein dan lemak) yaitu cut off normal. Evaluasi :
• MCH = 20,7 Pg • Monosit (↑), standar fL), dan MCH rendah 382,72 gr • Meningkatkan Dilakukan evaluasi
• MCHC = 35,2 g/l normal = 2-8% (20,7 pg). • Vitamin dan mineral cukup asupan energi, hasil dari setiap
• RDW-CV = 20,6% (sumber : ASDI & sesuai kebutuhan gizi atau protein, lemak, dan tindakan yang
• RDW-SD = 42,5 fL Persagi,2019 dan Azura) (NC-3.1) angka kecukupan gizi yang karbohidrat diberikan kepada
• Jumlah Leukosit = 7,92 Berat badan kurang dianjurkan • Menormalkan pasien agar dapat
10^3 ul Klinis/Fisik : dari normal berkaitan • Makanan diberikan dalam status gizi pasien mengetahui asuhan
• Eosinofil = 4,3% • KU CM dengan intake bentuk mudah dicerna Tn P gizi mana yang
• Basofil = 0,3% • GSC 456 makanan yang kurang • Untuk kondisi tertentu diet • Meningkatkan optimal dan tidak
• Neytrofil = 64,6 % • TD (↓), standar normal ditandai dengan status dapat diberikan secara berat badan pasien optimal. Jika hasil dari
• Limfosit = 18,6% = 120/80 mmHg gizi kurang/kurus bertahap sesuai Tn P evaluasi didapatkan
• Monosit = 12,2% • Nadi (↑), standar (17,57 kg/m2). kondisi/status metabolik • Meningkatakan hasil yang tidak
• Jumlah eosinofil = 0,34 normal = 60-100x/menit pegetahuan pasien memuaskan atau tidak
10^3 uL (sumber : Azura Edisi 3) (NB-1.1) (sumber : ASDI & dan keluarga terkait optimal, proses asuhan
• Jumlah basofil = 0,02 Kurangnya Persagi,2019) makanan yang gizi terstandar akan
10^3 uL Riwayat makan : pengetahuan sehat dan bergizi dilakukan pengulangan
• Jumlah neutrofil = 5,12 - berhubungan dengan Perhitungan Kebutuhan pada pasien dari mulai assesment,
10^3 ul makanan dan zat gizi Energi : khususnya dalam diagnosa, intervensi,
• Jumlah limfosit = 1,47 Hasil Recall : berkaitan dengan • BBI menormalkan monitoring dan
10^3 ul TKE = 34% (defisit) kurangnya informasi (TB -100) – 10% kembali nilai evaluasi.
• Jumlah monosit = 0,97 TKP = 27,77% (defisit) mengenai pola makan = (160-100) – 10% laboratorium.
10^3 ul TKL = 39,62% (defisit) sehat ditandai dengan = 60 – 10% • Kepatuhan dalam
• Jumlah trombosit = 267

10 | P a g e
10^3 ul TKKH = 32,13% (defisit) kebiasaan minum kopi = 54 kg mengkonsumsi
• PDW = 12,1 fL Normal = 90-119% setiap pagi dan sore. • Energi makanan yang
• MPV = 9,2 fL (Depkes RI, 2013). = 45 kkal x BBI (kg) dianjurkan untuk
• P-CLR = 19,7% (sumber : BEMJ GIZI, = 45 kkal x 54 kg Tn P dapat
• PCT = 0,25% 2011) = 2430 kkal dilaksanakan
• Glukosa sewaktu = 101 dengan baik dan
mg/dl • Protein benar agar segera
• BUN = 24,0 mg/dl 2 gr x kg BB pulih.
• Kreatinin darah = 1,63 = 2 gr x 54 kg Materi Konseling :
mg/dl = 108 gr • Menjelaskan TB
• Sputum BTA = + Paru
• Lemak • Menjelaskan diet
Klinis/Fisik : 20% x 2.430/9 ETPT
• KU CM = 486/9 • Menjelaskan
• GCS = 456 = 54 gr makanan yang
• TD = 110/60 mmHg dianjurkan tidak
• Nadi = 110x/menit • Karbohidrat dianjurkan
• Suhu = 360 C 63% x 2430/4 • Menjelaskan
• RR = 23x/menit = 1530,9/4 contoh menu
= 382,72gr sehari.
Riwayat makan :
• Nasi 1-2 centong setiap (sumber : ASDI dan Persagi,
kali makan (±100-150 2019)
gram)
• Telur ayam 1 butir (±50
gram), didadar atau
direbus
• Ikan laut 1 potong (50-
100 gram) setiap kali
makan, direbus/dibakar.
• Tempe 3-5x/minggu 1
potong (30-50 gram),
digoreng
• Tahu 3-5x/minggu 1
potong (40-50 gram),
dikukus/direbus

11 | P a g e
• Sawi, kangkung
(ditumis, sawi
direbus/dibening)
• Pisang
• Kopi pagi dan sore

Hasil Recall :
• Energi = 826,3 kkal
• Protein = 30 gr
• Lemak = 21,4 gr
• KH = 123 gr

Riwayat Keluarga :
-

12 | P a g e
c. Hasil Monitoring dan Evaluasi
HASIL MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring Asesment Gizi Monitoring Diagnosis Evaluasi dan Tindak Lanjut (Terapi Diet
Hari
Antropometri Biokimia Fisik dan Klinis % Asupan Gizi dan Konseling Gizi)
2 BB : 45 kg Hb 11,1 g/dl TD 110/70 mmHg TKE = 63,11% (NI-2.1) • Pemeriksaan nilai laboratorium dengan
Hematokrit TKP = 67,87% (NC-2.2) melakukan pengontrolan setiap 1x sehari
TB : 160 cm Nadi 74x/menit
31,4% TKL = 57,63% melalui rekam medis dan target nilai lab
Eusinofil 1,9% Suhu 360 C TKKH = (NC-3.1)
mendekati ke arah normal yaitu Hb 13-16
Limfosit 19,2% 64,35%
RR 28x/menit g/dl, hematokrit 45-55%, limfosit 20-40%,
Sputum BTA +
dan Sputum BTA (-)
• Pemantauan kondisi klinis setiap 1x sehari
melalui rekam medis untuk mempertahankan
nilai klinis yang sudah normal
• Memberikan edukasi/konseling gizi dan
diet untuk memperbaiki status gizi ke arah
normal (18,5 – 25,0 kg/m2) dan pemantauan
asupan makan melalui visual comstock yaitu
minimal asupan 80-100% serta TKE, TKP,
TKL, TKKH ke arah normal (90-119%)
3 BB : 45 kg - TD 110/70 mmHg TKE = 57,62% (NI-2.1) Pemeriksaan nilai laboratorium dengan
TKP = 48,93% (NC-2.2) melakukan pengontrolan setiap 1x sehari
TB : 160 cm Nadi 76x/menit
TKL = 63,24% melalui rekam medis dan target nilai lab
Suhu 360 C TKKH = (NC-3.1)
mendekati ke arah normal yaitu Hb 13-16
50,48%
RR 22x/menit g/dl, hematokrit 45-55%, limfosit 20-40%,
dan Sputum BTA (-)
• Pemantauan kondisi klinis setiap 1x sehari
melalui rekam medis untuk mempertahankan
nilai klinis yang sudah normal
• Memberikan edukasi/konseling gizi
dan diet untuk memperbaiki status gizi ke

13 | P a g e
arah normal (18,5 – 25,0 kg/m2) dan
pemantauan asupan makan melalui visual
comstock yaitu minimal asupan 80-100%
serta TKE, TKP, TKL, TKKH ke arah
normal (90-119%)

14 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari skrining gizi yang menggunakan Formulir MUST (Malnutrition
Universal Screening Tool) telah diketahui bahwa Tn.P memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT)
kurang dari 18,5 kg/m2 yaitu 17,57 kg/m2 atau dalam kategori kekurangan berat badan tingkat
ringan. Kemudian pada parameter kehilangan berat badan yang tidak direncanakan selama 3-6
bulan terakhir diberikan skor 0 karena tidak terdapat keterangan Tn P mengalami kehilangan
berat badan pada jangka waktu tersebut. Terakhir, penilaian skor 0 juga diberikan pada
parameter efek penyakit akut karena masih adanya asupan gizi yang dapat dilihat dari hasil recall
saat Tn P masuk ke rumah sakit, serta hasil recall pada hari ke 2 dan 3 saat rawat inap.
Setelah pada tahap skring gizi, maka tahap selanjutnya yaitu dengan formulir proses
asuhan gizi terstandar (PAGT). Pada formulir PAGT bagian data dasar, telah diketahui bahwa
Tn.P telah didagnosis medis TB Paru, susp. Spondilitis TB. Keluhan Utamanya adalah nyeri
pinggang sejak 2 minggu sebelum masuk RS, rasa nyeri kadang sampai menjalar ke kaki kiri dan
kanan dibagian ujung secara bergantian, belum BAB sejak 2 minggu lalu, nafsu makan menurun,
demam tinggi, dan rasa mules namun hilang muncul. Data antropometri yang telah didapatkan
yaitu Tn. P berusia 48 tahun memiliki tinggi badan (TB) 160 cm, berat badan (BB) 45 kg,
sehingga IMT yaitu17,57 kg/m2 (kurus). Kekurangan gizi sering dijumpai pada pasien yang
menderita TB. Kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan tubuh serta
respon imunologik terhadap penyakit. Terdapat hubungan antara status gizi dan kejadian
tuberkulosis paru, orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita
tuberkulosis paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya baik/normal.
Gizi kurang pada pasien TB jika tidak segera teridentifikasi dan ditangani dapat
menyebabkan permasalahan kesehatan yang lebih berbahaya, seperti peningkatan angka
mortalitas (Salsabela, Suryadinata & Desy, 2016). Tn. P mendapat terapi medis yaitu Obat
ciprofloxacin, Aspar, KCl, dan Omeprazol. Omeprazole tidak dianjurkan untuk dikonsumsi
bersamaan dengan garaam besi karena dapat mencegah menyerap sepenuhnya obat-obatan yang
mengandung zat besi. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, Tn P memiliki nilai hemoglobin
9,2 g/dL (rendah), jumlah eritrosit 4,45 10^6 uL (rendah), hematokrit 26,1% (rendah), MCV 58,7
fL (rendah), MCH 20,7 pg (rendah), RDW-CV 20,6% (tinggi), eosinofil 4,3% (tinggi), basofil
0,3% (tinggi), limfosit 18,6% (rendah), monosit 12,2% (tinggi), jumlah monosit 0,97 10^3 uL

15 | P a g e
(tinggi), kreatinin darah 1,63 mg/dL (tinggi), dan Sputum BTA + (positif TB). Anemia yang
terjadi dibuktikan dengan nilai Hb pada Tn.P. Pada pasien TB, hal ini berhubungan dengan
supresi sumsum tulang, defisiensi zat gizi, sindrom malabsorbsi dan kegagalan pemanfaatan zat
besi. Sindrom malabsorbsi dan defisiensi zat gizi dapat memperparah kejadian anemia. Pada
seseorang dengan tuberkulosis, anemia dapat terjadi karena dua hal yaitu, anemia defisiensi besi
(anemia mikrositik hipokromik) dan anemia akibat inflamasi (anemia normositik normokromik).
Anemia yang disebabkan oleh infeksi kronik seperti TB memiliki karasteristik yaitu
terganggunya sistem homeostasis zat besi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan zat
besi dan resistensi zat besi dalam sel retikuloendotelial sistem. Penggunaan zat besi yang
meningkat diakibatkan bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis), karena zat besi merupakan
faktor untuk pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis (Nasution, 2015). Selain
menyebabkan anemia, bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk kedalam tubuh manusia
juga menyerang sel darah merah lainnya salah terutama eritrosit. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang sudah masuk kedalam eritrosit akan mengganggu pembentukan eritrosit itu
sendiri di dalam sumsum tulang salah satunya sumsum tulang belakang sehingga sel darah merah
menjadi ikut terganggu. Pembentukan eritrosit yang terganggu tidak hanya mempengaruhi kadar
hemoglobin, tetapi juga dapat mempengaruhi kadar MCV, MCH dan MCHC (Ain, Sayekti &
Prasetyaningati, 2019).
Berdasarkan hasil recall, asupan makan Tn P saat masuk ke rumah sakit menunjukkan
asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat defisit yaitu masing-masing hanya mengkonsumsi
energi 826,3 kkal (34%) dari tingkat kecukupan sebesar 2.430 kkal, asupan protein 30 gr
(27,77%) dari tingkat kecukupan sebesar 108 gr, asupan lemak 21,4 gr (39,62%) dari tingkat
kecukupan sebesar 54 gr, dan asupan karbohidrat 123 gr (32,13%) dari tingkat kecukupan
sebesar 382,72 gr. Menurut Depkes RI (2003) ambang batas tingkat kecukupan yaitu <70%
kebutuhan (defisit berat), 70-79% kebutuhan (defisit sedang), 80-89% kebutuhan (defisit ringan),
90-119% kebutuhan (normal), dan ≥120% kebutuhan (lebih). Konsumsi makan yang kurang dari
kebutuhan menyebabkan kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat menjadi defisit.
Keadaan seperti ini dapat mempengaruhi status gizi seseorang yang dapat berdampak pada
sistem imun. Sistem imun yang rendah akibat kurangnya asupan zat gizi rentan terhadap
penyakit infeksi seperti tuberkulosis (Lazulfa, Wirjatmadi, & Adriani, 2016).

16 | P a g e
Adapun tujuan diet dan syarat diet pada TB Paru & susp. Spondilitis TB yang dialami Tn
P yaitu untuk membantu memenuhi asupan zat gizi agar pasien tidak mengalami kekurangan zat
gizi, meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dan membantu mempercepat proses penyembuhan
penyakit. Berikut tujuan diet dan syarat diet Tn P;
Tujuan Diet
• Meningkatkan status gizi ke arah normal
• Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mengurangi dan
mencegah kerusakan jaringan tubuh akibat infeksi
• Membantu memperbaiki keluhan pasien agar cepat membaik
• Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal
Syarat Diet
• Kebutuhan energi sesuai perhitungan AMB, FA, dan FS yaitu 2.430 kkal
• Kebutuhan protein sebesar 2,5 g/kg BB yaitu 108 gr
• Asupan lemak 20% dari kebutuhan energi total yaitu 54 gr
• Kebutuhan isa dari total energi protein dan lemak yaitu 382,72 gr
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai kebutuhan energi
dan zat gizi individu, jenis diet (bentuk makanan, cara pemberian, dan frekuensi makan). Pada
kasus Tn P jenis diet yang diberikan adalah energi tinggi protein tinggi ETPT. Jenis diet ETPT
ini diberikan untuk mengatasi masalah dan risiko malgizi pada pasien dengan penyakit infeksi
akibat kekurangan energi dan protein sebagai dampak dari penurunan daya tahan tubuh dan
untuk meningkatkan berat badan pasien. Sesuai dengan keadaan pasien yang sulit BAB diet juga
diberikan makanan tinggi serat untuk memperlancar pencernaan. Selain itu, pasien juga rasa
mules sehingga dianjurkan untuk menghindari makanan yang merangsang (asam dan pedas),
menghindari makanan tinggi lemak, tidak tiduran setelah makan, serta makan dan minum
perlahan-lahan. Kemudian juga diberikan cairan elektrolit yang cukup untuk menjaga
keseimbangan cairan, mencegah dehidrasi, dan membantu menurunkan demam yang dialami
pasien. Untuk pemberian diet ETPT ini diberikan secara oral dengan frekuensi 3 kali makan
besar, 2-3 kali makanan selingan (PERSAGI & ASDI, 2019).
Pembuatan rekomendasi menu untuk pasien TB Paru & susp. Spondilitis TB dapat dilihat
pada tabel diatas. Rekomendasi menu telah disesuaikan dengan syarat diet untuk pasien dan
sesuai kebutuhan zat gizi Tn P. Rencana monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan yaitu pada

17 | P a g e
parameter biokimia hemoglobin 9,2 g/dL (rendah), jumlah eritrosit 4,45 10^6 uL (rendah),
hematokrit 26,1% (rendah), MCV 58,7 fL (rendah), MCH 20,7 pg (rendah), RDW-CV 20,6%
(tinggi), eosinofil 4,3% (tinggi), basofil 0,3% (tinggi), limfosit 18,6% (rendah), monosit 12,2%
(tinggi), jumlah monosit 0,97 10^3 uL (tinggi), kreatinin darah 1,63 mg/dL (tinggi), dan Sputum
BTA (+) yang dilaksanakan pemeriksaan 1x sekali sehari yang dilihat dari data rekam medik
pasien dengan target nilai laboratorium tersebut mencapai kadar normal yaitu nilai hemoglobin
13-16 g/dL, jumlah eritrosit 4,5-5,5 10^6 uL, hematokrit 45-55%, MCV 80-96 fL, MCH 27-31
pg, RDW-CV 11,5-14,5%, eosinofil 1-3%, basofil 0-1%, limfosit 20-40%, monosit 2-8%, jumlah
monosit 0,1-0,8 10^3 uL, kreatinin darah <1,5 mg/dL, Sputum BTA (-). Selanjutnya, parameter
yang ada dalam rencana monitoring yaitu asupan makan yang dilaksanakan 1x sehari dengan
pengecekan visual comstock dengan target makanan yang dihabiskan mencapai 80-100% dan
TKE, TKP, TKL, TKKH 90-119%. Selain itu, pemeriksaan kondisi fisik juga dilakukan setiap
hari dengan melihat rekam medik dengan target keluhan yang dirasakan pasien menjadi
membaik, serta pengukuran status gizi berupa data antropometri untuk memperbaiki status gizi
ke arah normal yaitu 18,5 – 25,0 kg/m2.
Monitoring dan evaluasi bertujuan mengamati perkembangan kondisi dan respon pasien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Tn P
pada (tabel 3), pada hari kedua pengukuran antropometri berat badan 45 kg dan tinggi badan 160
cm yang artinya tidak mengalami perubahan sejak Tn P masuk ke rumah sakit sehingga status
gizi Tn P masih dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan yaitu 17,5 kg/m2.
Kemudian untuk hasil pemeriksaan biokimia nilai hemoglobin 11,1 g/dl, hematokrit 31,4%,
eosinofil 1,9%, limfosit 19,1% sudah mengalami perbaikan dan mendekati ambang batas normal
dibandingkan pada saat pertama masuk ke rumah sakit yang memiliki kadar lebih rendah
(hemoglobin, hematokrit, limfosit) dan kadar lebih (eosinofil). Sedangkan untuk nilai sputum
BTA masih + (positif TB). Kemudian pada hasil monitoring untuk keadaan fisik, pada hari kedua
keluhan Tn P sudah mulai membaik dan denyut nadi juga sudah kembali normal yaitu 74
x/menit. Untuk pemeriksaan suhu 37ºC dan tekanan darah 120/75 mmHg. Selanjutnya, pada
tingkat kecukupan asupan zat gizi masih mengalami defisit yaitu energi yang hanya mencapai
34% (defisit berat), protein 27,77% (defisit berat), lemak 39,62% (defisit berat), dan karbohidrat
32,13% (difisit berat), tingkat kecukupan dapat dikatakan normal apabila mencapai (90-119%).
Evaluasi dan tindak lanjut yang dilakukan adalah:

18 | P a g e
• Pemeriksaan nilai laboratorium dengan melakukan pengontrolan setiap 1x sehari melalui
rekam medis dan target nilai lab mendekati ke arah normal yaitu Hb 13-16 g/dl,
hematokrit 45-55%, limfosit 20-40%, dan Sputum BTA (-)
• Pemantauan kondisi klinis setiap 1x sehari melalui rekam medis untuk mempertahankan
nilai klinis yang sudah normal
• Memberikan edukasi/konseling gizi dan diet untuk memperbaiki status gizi ke arah
normal (18,5 – 25,0 kg/m2) dan pemantauan asupan makan melalui visual comstock yaitu
minimal asupan 80-100% serta TKE, TKP, TKL, TKKH ke arah normal (90-119%)

19 | P a g e
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil belajar saat ini yaitu mahasiswa telah mampu
melakukan skrining gizi pada awal pasien menggunakan formulir skrining, mahasiswa telah
mampu menilai status gizi pasien berdasarkan data riwayat makan, data antropometri, data
biokimia, dan data fisik/klinis, mahasiswa telah mampu membuat diagnosis gizi berdasarkan
hasil pengkajian gizi, mahasiswa telah mampu merencanakan terapi diet yang terdiri dari
penetapan jenis diet, tujuan diet, syarat dan prinsip diet hingga perhitungan kebutuhan energi dan
zat gizi, merencanakan konseling gizi pada pasien dengan menetapkan tujuan konseling serta
memonitoring dan mengevaluasi status gizi dan terapi diet pada pasien.

20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
ASDI dan Persagi. (2019). Penuntun Diet dan Terapi Gizi Edisi 4. Jakarta : EGC
Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 2 cetakan pertama.
Jakarta
Djojodibroto. (2007). Respirologi. Jakarta : EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lazulfa, R. W. A., Wirjatmadi, B., & Adriani, M. (2016). Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro
dan Status Gizi Pasien Tuberkulosis dengan Sputum BTA (+) Dan Sputum BTA (–).
Media Gizi Indonesia.11(2), 144-152.
Maria, F. Ingi. (2019). Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Ruang Rawat
Inap RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang. Kupang : Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang.
Rab, T. (2010). Ilmu Penyakitt Paru. Jakarta : Trans Info Media. 396-412.
Smeltzer, S.C., and Bare, B.G. (2015). Medical Surgical Nursing, 1(1). LWW.
Soemantri, Irman. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Wikurendra, E. aria. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru Dan Upaya
Penanggulangannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Wulandari, D. H. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien
Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat di RS Rumah Sehat Terpadu
Tahun 2015. Jurnal ARSI. 2 Nomor 1, 17–28.

21 | P a g e
LAMPIRAN
Data rekam medis selama perawatan

Hari Antropometri Biokimia Fisik dan Klinis


2 BB: 45kg Hb 11,1 gr/dl TD 110/70 mmHg
TB: 160 cm Hematokrit 31,4% Nadi 74x/menit
Eusinofil 1,9% Suhu 360C
Limfosit 19,1 % RR 28x/menit
Sputum BTA +
3 BB: 45kg - TD 110/70 mmHg
TB: 160 cm Nadi 76x/menit
Suhu 360C
RR 22x/menit

Recall hari ke-2

E P L KH
Waktu Menu Bahan Berat Ket.
(kkal) (gr) (gr) (gr)
Pagi Nasi Beras 50 180,4 3,3 0,3 39,8 Habis
Ayam
bb Ayam 50 142,4 13,4 9,4 0 75%
tomat
The Gula 10 38,7 0 0 10
The 1 0,5 0 0 0,1
Total dikonsumsi 75% 111 362 16,7 9,7 49,9
Total yang dimakan 83,25 271,5 12,525 7,275 37,425
Habis
Siang Nasi Beras 100 360,9 6,7 0,6 79,5
75%
Total dikonsumsi 75% 100 360,9 6,7 0,6 79,5
Total yang dimakan 75 270,675 5,025 0,45 59,625
telur Habis
Telur 60 93,1 7,6 6,4 0,7
ceplok 100%
bayam
+
Sayur Habis
jagung 60 19,8 0,7 0,2 4,5
bening 100%
+ labu
siam

22 | P a g e
buah Habis
Jeruk 100 137,9 11,2 2,2 25,9
jeruk 100%
Teh Habis
The 1 0,5 0 0 0,1
manis 100%
Gula 10 38,7 0 0 10
Total dikonsumsi 100% 231 290 19,5 8,8 41,2
Total yang dimakan 231 290 19,5 8,8 41,2
Tempe
Habis
bb Tempe 50 99,5 9,5 3,8 8,5
75%
kuning
Total dikonsumsi 75% 50 99,5 9,5 3,8 8,5
Total yang dimakan 37,5 74,625 7,125 2,85 6,375
Habis
Sore Nasi Beras 70 252,6 4,7 0,4 55,7
100%
Total dikonsumsi 100% 70 252,6 4,7 0,4 55,7
Total yang dimakan 70 252,6 4,7 0,4 55,7
sup
Kacang Habis
kacang 50 167,5 11,5 0,6 30,1
merah 75%
merah
Total dikonsumsi 75% 50 167,5 11,5 0,6 30,1
Total yang dimakan 37,5 125,625 8,625 0,45 22,575
ayam Habis
Ayam 55 156,7 14,8 10,4 0
bakar 100%
Habis
Pisang 100 92 1 0,5 23,4
100%
Total dikonsumsi 100% 155 248,7 15,8 10,9 23,4
Total yang dimakan 155 248,7 15,8 10,9 23,4
689,25 1533,73 73,3 31,125 246,3

Recall hari ke-3

E P L KH
Waktu Menu Bahan Berat Ket.
(kkal) (gr) (gr) (gr)
Habis
Pagi Nasi Beras 70 252,6 4,7 0,4 55,7
50%
Total dikonsumsi 50% 70 252,6 4,7 0,4 55,7
Total yang dimakan 35 126,3 2,35 0,2 27,85

23 | P a g e
Galatin Daging Habis
50 134,4 12,4 9 0
gulung semur Sapi 75%

Total dikonsumsi 75% 50 134,4 12,4 9 0


Total yang dimakan 37,5 100,8 9,3 6,75 0
Habis
Teh teh 1 0,5 0 0 0,1
100%
gula 10 38,7 0 0 10
Total dikonsumsi 100% 11 39,2 0 0 10,1
Total yang dimakan 11 39,2 0 0 10,1

Sup Habis
Wortel 25 4,7 0,3 0 1
wortel+buncis 100%

Buncis 25 8,7 0,5 0,1 2


Total dikonsumsi 100% 50 13,4 0,8 0,1 3
Total yang dimakan 50 13,4 0,8 0,1 3
Habis
Siang Nasi Beras 100 360,9 6,7 0,6 79,5
100%

bandeng Habis
Bandeng 50 41,9 7,4 1,1 0
goreng 100%

Minyak 5 43,1 0 5 0
Total dikonsumsi 100% 155 445,9 14,1 6,7 79,5
Total yang dimakan 155 445,9 14,1 6,7 79,5
Habis
tahu bb kalio Tahu 30 22,8 2,4 1,4 0,6
50%
Total dikonsumsi 50% 30 22,8 2,4 1,4 0,6
Total yang dimakan 15 11,4 1,2 0,7 0,3
jamur +
Habis
Sup jamur wortel + 40 140 2 0,2 0,2
75%
kapri
Total dikonsumsi 75% 40 140 2 0,2 0,2
Total yang dimakan 30 105 1,5 0,15 0,15
Habis
Pepaya 100 39 0,6 0,1 9,8
50%
Total dikonsumsi 50% 100 39 0,6 0,1 9,8
Total yang dimakan 50 19,5 0,3 0,05 4,9

24 | P a g e
Sore Nasi Beras 70 252,6 4,7 0,4 55,7

telur bb kning Telur 55 85,3 6,9 5,8 0,6


Habis
tempe goreng Tempe 50 168,5 9,5 11,9 8,5 100%

soun +
Soto 30 32,4 2,2 1,4 2,6
taugo
Total dikonsumsi 100% 205 538,8 23,3 19,5 67,4
Total yang dimakan 205 538,8 23,3 19,5 67,4
588,5 1400,3 52,85 34,15 193,2

Rekomendasi Diet (Contoh Menu Sehari)


• Makan Pagi (20%) • Selingan Pagi (10%)
Energi = 20% x 2.430 kkal Energi = 10% x 2.430 kkal
= 486 kkal = 243 kkal
Protein = 20% x 108 gr Protein = 10% x 108 gr
= 21,6 gr = 10,8 gr
Lemak = 20% x 54 gr Lemak = 10% x 54 gr
= 10,8 gr = 5,4 gr
KH = 20% x 382,72 gr KH = 10% x 383,72 gr
= 76,544 gr = 38,272 gr
• Makan Siang (40%) • Selingan Sore (10%)
Energi = 40% x 2.430 kkal Energi = 10% x 2.430 kkal
= 972 kkal = 243 kkal
Protein = 40% x 108 gr Protein = 10% x 108 gr
= 43,2 gr = 10,8 gr
Lemak = 40% x 54 gr Lemak = 10% x 54 gr
= 21,6 gr = 5,4 gr
KH = 40% x 382,72 gr KH = 10% x 382,72 gr
= 153,088 gr = 38,277 gr
• Makan Malam (20%)
Energi = 20% x 2.430 kkal
= 486 kkal
Protein = 20% x 108 gr

25 | P a g e
= 21,6 gr
Lemak = 20% x 54 gr
= 10,8 gr
KH = 20% x 382,72 gr
= 76,544 gr
Leafleat

26 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai