Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan

Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2013 didorong


oleh penurunan kinerja ekonomi di kawasan Eropa dan negara maju. Ekonomi
Eropa yang awalnya diperkirakan akan tumbuh positif 0,7 persen pada tahun 2013
direvisi menjadi negatif 0,3 persen. Demikian pula, negara maju yang lain seperti
Amerika Serikat juga mengalami revisi pertumbuhan dari 2,3 persen menjadi 1,9
persen. (World Economic Outlook) Dampak perlambatan ekonomi di negara-
negara maju berimbas pada perkembangan ekonomi negara-negara berkembang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan akan berada pada
kisaran 5,5 sampai 5,8 persen. Proyeksi ini sedikit lebih rendah dibandingkan
proyeksi pemerintah yakni sebesar 5,8 sampai 6,0 persen (Harian Kompas).
Menurut Fuad Rahmany, Direktur Jendral Pajak Kementrian Keuangan
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan akan lebih rendah
lagi, yaitu 5,3 persen (Detik Finance).

Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi diantara 5,3 sampai 5,8 persen,


pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) untuk menjalankan fungsi dan misinya dalam rangka menjaga
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, seperti kegiatan operasional dan
pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga,
perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga
stabilitas perekonomian Indonesia. Tentunya, dalam meningkatkan anggaran
pendapatan dan belanja negara ini, sektor pajak akan menjadi pemeran utama
yang diandalkan untuk mencapai target dari rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara (RAPBN) yang ditetapkan oleh DPR-RI.
2

Dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang dibuat oleh


pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi andalan, yaitu
penerimaan dari sektor pajak, dari sektor migas (minyak dan gas) serta
penerimaan dari sektor bukan pajak. Dari ketiga sumber penerimaan negara ini,
sektor pajak menyumbang 70% dari total penerimaan negara di tahun 2013.
Penerimaan ini digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran
rutin, maupun pembangunan. “Di Indonesia penerimaan rutin negara berasal baik
dari pajak dan bukan pajak, tetapi ternyata penerimaan rutin yang berasal dari
pajak merupakan bagian penerimaan yang terbesar.”(Suparmoko, 1998:146)

TABEL 1.1

Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) APBN 2009 dan 2013

SUMBER PENERIMAAN APBN 2009 APBN 2013


1. Penerimaan Perpajkan 619.922 1.192.993
a. Pajak Dalam Negeri 601.251 1.134.289
b. Pajak Perdagangan Internasional 18.670 58.704
2. Penerimaan Bukan Pajak 227.174 332.196
Jumlah / Total Penerimaan 847.096 1.525.189
(Sumber Data: Departemen Keuangan (BPS) / Diolah Penulis)

Pada tabel 1.1 diatas, terjadi peningkatan penerimaan pajak di tahun 2009
sebesar Rp619.922 Milyar menjadi Rp1.192.994 milyar di tahun 2013.
Peningkatan pendapatan negara ini merupakan keberhasilan pemerintah dalam
meningkatkan peran pajak untuk pembangunan di segala bidang, baik di bidang
fisik atau non fisik. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan
penerimaan di sektor pajak untuk pengeluaran rutin negara sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “segala pajak dan
pungutan lainnya yang bersifat memaksa digunakan untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang”.

Zain, Mohammad (2:2003) mengatakan bahwa perpajakan merupakan


disiplin ilmu yang dinamis, yang dapat berubah setiap saat, yang disesuaikan
dengan amandemen yang dilakukan oleh yang berwenang untuk memenuhi suatu
transaksi yang unik, atau untuk mencapai tujuan sosial yang diperbaharui dan
kebutuhan ekonomi yang semakin berkembang serta merefleksikan perubahan-
3

perubahan politik yang terjadi di dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan


bahwa sesungguhnya perpajakan memerlukan berbagai disiplin ilmu seperti
akuntansi dan hukum. Perpajakan tentu juga memerlukan prinsip yang jelas,
seperti yang telah disampaikan oleh Adam Smith (1776) dalam the four of
taxation yaitu equity, certainty, convenience dan economy. Namun tentu dalam
pelaksanaannya perlu didasarkan atas kenyataan kehidupan sosial, ekonomi dan
kebijakan publik.

Beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa


ahli, antara lain:

A. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H.

“ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang


(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra
prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.”

Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut:


“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.” (Suandy, 2005:11)

B. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani


“ Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk
membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.” (Resmi, 2003:3)

Definisi pajak juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang


Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
4

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak


mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu masyarakat
diharapkan ikut berperan aktif memberikan kontribusi bagi peningkatan
pendapatan negara.

Sampai tanggal 30 september 2014, penerimaan pajak baru mencapai 64%


dari target atau sebesar Rp6.888,05 triliun. Penerimaan ini terdiri dari Pajak
penghasilan (PPh) non migas Rp329,27 triliun, PPh migas Rp59,3 triliun, Pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN-PPnBM)
Rp280,9 Triliun, Pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp14,12 triliun dan pajak
lainnya Rp4,3 triliun. (Detik Finance). Dari data penerimaan pajak tersebut
diketahui bahwa pajak pertambahan nilai memiliki peran penting dalam
meningkatkan pendapatan pemerintah.

TABEL 1.2
PPH PPN dan Pajak
PBB Total
  Non Migas Migas PPnBM Lainnya
realisasi tahun 413,897.9 88,747.4 383,423.9 25,296.8 916,299.5
2013 7 8 4 4 4,933.35 7
realisasi tahun 381,203.9 83,460.9 337,413.3 28,966.4 835,255.1
2012 8 5 7 1 4,210.40 2
Pertumbuhan
2012 – 2013 8.58% 6.33% 13.64% -12.67% 17.17% 9.70%
Realisasi Penerimaan Derektorat Jendral Pajak
(Sumber: Laporan Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2013 – DJPb / diolah penulis)

Apabila kita cermati tabel 1.2 tentang realisasi penerimaan perpajakan di


atas, terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari penerimaan sektor PPN dan
PPnBM sebesar 13,64 persen pada APBN tahun 2012 ke APBN 2013 dengan nilai
sebesar Rp46,010.57 triliun. Besarnya pemasukan APBN dari sektor PPN dan
PPnBM didukung dengan besarnya kosumsi dalam negeri dari penduduk
Indonesia yang mencapai 237.641.326 jiwa pada sensus tahun 2010 (Badan Pusat
Statistik) dan menduduki peringkat ke empat sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbanyak di dunia. Hal ini sesuai dengan peryataan Untung Sukardji
(2006; 15), “Pajak Pertambahan Nilai adalah merupakan pajak yang dikenakan
5

atas pengeluaran yang di tujukan untuk konsumsi di dalam negeri (di dalam
daerah pabean).”

Menurut Untung Sukardji Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa


karakteristik, yaitu Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung
yang artinya secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi
dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung
pajak (pemikul beban). Karakteristik yang berikutnya adalah Pajak Pertambahan
Nilai sebagai pajak objektif, artinya pungutan PPN mendasarkan pada objeknya
tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Lebih lanjut, pada bukunya
pokok-pokok pajak pertambahan nilai indonesia, untung sukarji menjelaskan
bahwa pajak pertambahan nilai memiliki sifat multi stage levy non komulatif yaitu
mekanisme perhitungan hutang pajak dengan menggunakan sistem kredit pajak
(pajak keluar – pajak masukan) pada setiap mata rantai jalur produksi yang
menyebabkan pembeli atau penerima jasa tidak akan dikenai pajak berganda.

Menurut Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000. Barang Kena Pajak


adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
undang. Suatu penyerahan Barang Kena Pajak dapat dikenakan PPN apabila
memenuhi unsur-unsur :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak.


b. Penyerahan dilakukan dalam Daerah Pabean.
c. Dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan.

Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai. Suatu Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN apabila
memenuhi unsur-unsur :
6

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.


b. Penyerahan dilakukan dalam Daerah Pabean.
c. Penyerahan dilakukan dalam kegitan usaha atau pekerjaannya.

Batas waktu penyetoran Pajak Terutang diatur dalam Peraturan Menteri


Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Pasal 1 ayat (13), (14)
dan (15) yang menerangkan :

1. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lambat tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
pemungutannya dilakukan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain
Bendaharawan Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus
disetor paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah


terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang dalam kegitan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenakan pajak sesuai Undang-undang.

Berikut adalah skema penyerahan yang termasuk dalam pengertian


penyerahan BKP sesuai Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 pasal 1A
7

Gambar 1.1

Objek PPN

Tukar menukar
Tunai
Penyerahan Hak atas
BKP karena suatu Jual Angsuran
perjanjian
Beli

Lain yang menimbulkan penyer. hak

Pengalihan BKP karena perjanjian sewa beli/perjanjian leasing

PENYERAHAN Penyerahan kepada pedagang perantara/melalui


juru lelang
BARANG

KENA PAJAK Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma


atas BKP

Persediaan BKP dan aktiva yg menurut tujuan semula tidak


untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan

Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan


penyerahan BKP antarcabang

Penyerahan BKP secara Konsinyasi

Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian


pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP

Sumber: Sukardji, Pokok-pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia, 2009:53


8

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak
yang terutang, berupa: jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor,
atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang
PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima
jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP,
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia, metode pengkreditan


menjadi keharusan. Dalam mekanisme ini, Pengusaha Kena Pajak akan memungut
PPN ketika melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, ketika
membeli barang atau jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain,
Pengusaha tersebut akan dipungut PPN. Selisih antara hasil pemungutan PPN dan
PPN yang dipungut terhadapnya merupakan PPN yang harus disetorkan ke kas
9

negara setiap bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha dapat melakukan


kompensasi atau restitusi sesuai ketentuan.

Dengan demikian, secara umum PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penjualan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Namun demikian, dalam sistem PPN Indonesia juga terdapat mekanisme khusus
pemungutan PPN di mana justru pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Pembeli yang ditunjuk khusus untuk memungut PPN ini kemudian diberikan label
khusus oleh Undang-undang PPN 1984 sebagai Pemungut PPN. Salah satu
Pemungut PPN adalah Badan Usaha Milik Negara. Ketentuan tentang tatacara
pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh
BUMN adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
136/PMK.03/2012.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditunjuk sebagai Pemungut PPN.


Dengan demikian, ketika BUMN membeli Barang Kena Pajak, maka BUMN
tersebut harus memungut PPN atau PPN dan PPnBM, apabila terutang PPnBM.
Dengan kata lain, rekanan BUMN yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak kepada BUMN tidak memungut PPN. BUMN sendiri adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.

Di dalam SE-45/PJ/2012 ditegaskan bahwa Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit 51% (lima
puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, tidak
termasuk anak perusahaan dan joint operation atau bentuk kerja sama lainnya.
10

Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan


pemegang saham atau investor, dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan
dengan cara memperoleh laba maksimum. Kinerja suatu perusahaan dapat
mengungguli perusahaan lain dengan mengimplementasikan strategi yang
berbeda, misal membuat produk serupa dengan harga yang lebih rendah atau
membuat produk sedemikian rupa sehingga konsumen bersedia membayar harga
melampaui biaya untuk menciptakan diferensiasi terhadap produk tersebut. Kedua
kiat bersaing itu menuntut strategi bisnis yang berbeda. Sasaran keunggulan biaya
adalah menjadi pemimpin biaya dalam industri. Apabila perusahaan sudah dapat
membangun posisi kepemimpinan biaya, perusahaan dapat menggunakan
keunggulannya untuk mengalahkan kompetitornya melalui persaingan harga.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena
pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak, seperti yang
telah kita ketahui, tergantung dari besarnya penghasilan. Semakin besar
penghasilan yang didapat, maka semakin besar pula pajak yang terutang yang
harus dibayar ke pemerintah. Oleh karena itu wajib pajak membutuhkan tax
planning yang tepat agar wajib pajak membayar dengan efisien. Untuk
meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
memanfaatkan celah peraturan perpajakan sampai dengan melanggar peraturan
perpajakan. Upaya meminimalisasi pajak secara eufisme sering disebut dengan
perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering. Umumnya perencanaan
pajak merujuk kepada proses mengorganisasi usaha wajib pajak sedemikian rupa
agar hutang pajaknya baik itu pajak penghasilan atau pajak yang lainnya berada
pada jumlah minimal, selama hal tersebut tidak melanggar ketentuan undang-
undang.

Secara teoritis perencanaan pajak merupakan bagian dari managemen


pajak. Lumbantoruan (1996) menyebutkan manajemen pajak sebagai suatu
strategi penghematan pajak. “Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui
fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri atas perencanaan pajak (tax
11

planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation), pengendalian


pajak (tax control).” (Suandy, 2005:6) Strategis penghematan pajak disusun pada
saat perencanaan. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang dilakukan
wajib pajak dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur atau celah yang ada
dalam undang-undang dan peraturan pajak yang berlaku. Strategi perencanaan
pajak dilakukan haruslah bersifat legal yang menghindari pengenaan sanksi pajak
dikemudian hari dengan tidak mengabaikan aspek formal dan material.

Perencanaan Pajak memiliki banyak arti karena para pakar, praktisi, dan
pengajar perpajakan mendefinisikannya menurut persepsi dan pemahaman mereka
masing-masing. Namun sebenarnya kita bisa menarik benang merah untuk
mengetahui apa sebenarnya tax planning itu, sejauh apa luang lingkupnya dan apa
tujuannya. Berikut ini beberapa definisi dari tax planning yang dikemukakan oleh
beberapa pakar perpajakan:

1. Menurut Dictionary of Tax Term yang disususun oleh D. Larry CPA,


Ph.D., Jack P.Friedman,CPA, Ph.D dan Susan B.Anders,CPA,M.S.
(Barron’s: 1994):
Tax planning adalah analisis yang dilakukan secara sistematis dari
perbedaan berbagai pilihan atau opsi pajak yang ditunjukan pada
pengenaan kewajiban pajak yang minimal pada pajak kini dan masa pajak
yang akan datang.
2. Dr Mohammad Zain dalam bukunya, Menejemen Perpajakan
mendefinisikan, bahwa:
Secara garis besar, Tax Planning adalah proses mengorganisasi usaha
wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang
pajaknya, baik pajak penghasilan atau pajak lainnya, berada dalam posisi
paling minimal, sepanjang hal itu dimungkinkan baik oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan atau komersial.
Lebih lanjut Dr Mohammad Zain menyebutkan, bahwa suatu
perencanaan pajak yang tepat dapat menghasilkan beban minimal yang
merupakan hasil dari pembuatan penghematan pajak dan ataun
12

penghindaran pajak yang dapat diterima oleh fiskus dan sama sekali bukan
karena penyelundupan pajak yang tidak dapat diterima oleh fiskus tidak
dapat ditolerir.

Perencanaan Pajak merupakan tahap awal untuk melakukan analisis secara


sistematis berbagai alternatif perlakuan perpajakan dengan tujuan untuk mencapai
pemenuhan kewajiban perpajakan minimum. Untuk itu dibutuhkan berbagai
strategi-strategi yang dapat digunakan untuk mengefisiensikan beban pajak secara
legal tanpa melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantaranya
yaitu:

1. Tax Saving
Merupakan upaya untuk mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengenaan pajak dengan menggunakan tarif yang lebih rendah
2. Tax Avoidance
Strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan
aman bagi Wajib Pajak dengan cara mengefisiensi beban pajak dengan
cara menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkan kepada transaksi
yang bukan objek pajak. Metode dan teknik ini digunakan dengan
memanfaatkan grey area yang terdapat di dalam undang-undang dan
peraturan perpajakan yang berlaku.
3. Mengoptimalkan Kredit Pajak
Merupakan upaya untuk memanfaatkan kredit pajak yang diperkenankan
dengan membandingkan keuntungan yang diperoleh dari pembayaran yang
dapat dikreditkan dengan dibebankan sebagai biaya.
4. Menghindari Pelanggaran
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan
dengan cara menguasai dan memahami peraturan pajak yang berlaku.

PT semen Indonesia (persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara


(BUMN) pertama yang berstatus sebagai perusahaan multinasional. Perusahaan
ini memiliki tiga anak usaha di dalam negeri dan sebuah perusahaan di luar negeri
13

setelah pada tahun 2013 mengakuisisi 70 persen saham Thang Long Cement.
Sebagai Wajib Pajak badan dalam negeri, PT. Semen Indonesia (persero) Tbk
berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, baik yang dibayar
sendiri, dipungut/dipotong pihak lain maupun kewajiban untuk memotong dan
memungut pajak dari pihak lain. Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan
tersebut, perusahaan berusaha menerapkan perencanaan pajak agar pemenuhan
kewajiban perpajakannya dapat terlaksana dengan baik, benar dan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Sesuai dengan PMK-136/PMK.03/2012, PT. Semen Indonesia (persero)


Tbk. Yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkewajiban untuk
memungut, menyetor dan melaporkan pajak pertambahan nilai atas transaksi
pembelian barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dari pengusaha kena pajak
rekanan. Tentunya dengan jangkauan operasional yang luas dan bentuk usaha
perseroan yang memiliki belasan anak cabang dan aviliansi, hal ini akan
menimbulkan permasalahan ketika perusahaan menjalankan perannya sebagai
pemungut pajak. Untuk itu diperlukan perencanaan pajak yang terpadu untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemenuhan kewajiban perpajakan dari
perusahaan dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yanga ada.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka judul “Analisis
perencanaan pajak atas transaksi pembelian atau pemakaian Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PT. Semen Indonesia (persero) Tbk.
sebagai pemungut PPN” akan digunakan di dalam memenuhi kewajiban
mahasiswa untuk mengerjakan Tugas Akhir.
14

1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Tujuan pelaksanaan praktik kerja lapangan adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui berbagai metode dan pertimbangan yang lebih


menguntungkan perusahaan dalam bidang perpajakan serta berapa besar
laba yang diperoleh dari perencanaan pajak.
b. Untuk mengetahui penerapan teori dan literatur yang diperoleh selama
masa studi di Diploma III Perpajakan Universitas Airlangga.
c. Sebagai salah satu persyaratan akademik untuk meraih sebutan ahli madya
pada program Diploma III Perpajakan Universitas Airlangga.

1.3 Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Manfaat pelaksanaan praktik kerja lapangan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Penulis :
a. Untuk mengetahui pengaplikasian perpajakan dilapangan dengan teori
yang diperoleh selama menempuh studi di Diploma III Perpajakan
Universitas Airlangga.
b. Untuk mengembangkan wawasan dan memperdalam pengetahuan
mengenai perencanaan pajak
c. Memperoleh pengalaman tentang dunia kerja secara nyata di lingkungan
PT.Semen Indonesia (persero) Tbk
d. Untuk memperdalam dan meningkatkan keterampilan juga kreatifitas
mahasiswa.

2. Bagi Almamater :
15

a. Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan


menjadikan Tugas Akhir ini sebagai landasan dan bahan informasi untuk
penelitian lainnya.
b. Memberikan tambahan refrensi bagi ruang baca Universitas Airlangga.
c. Memberikan bahan dan literatur bagi mahasiswa yang mengikuti mata
kuliah praktik kerja lapangan.

3. Bagi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk :


a. Memberikan sumbangan tenaga yang memberikan sedikit manfaat bagi
Departemen Asuransi dan Perpajakan PT.Semen Indonesia (Persero) Tbk.
b. Sebagai sarana untuk meningkatkan kerjasama antara PT.Semen Indonesia
(Persero) Tbk dengan pihak Universitas Airlangga khususnya Diploma III
Perpajakan

4. Bagi Pembaca :
a. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai ilmu
Perpajakan.
b. Memberikan sedikit gambaran mengenai tugas praktik kerja lapangan dan
cara menyusunnya.
c. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk melaksanakan kegiatan
yang sejenis diwaktu yang akan datang terutama dibidang Perpajakan.

1.4 Rencana Kegiatan Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan di Kantor PT. Semen Indonesia


(persero) Tbk. Selama 4 (empat) Minggu, mulai tanggal 1 Oktober sampai dengan
31 Oktober 2014. Bidang yang diambil dan diminati adalah “Analisis
perencanaan pajak atas transaksi pembelian atau pemakaian Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PT. Semen Indonesia (persero) Tbk.
sebagai pemungut PPN”
16

Anda mungkin juga menyukai