Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA MUSKULOSKEELETAL

Disusun Oleh :
1. Maulana Risky Setiawan
2. Maria Tul Qiptiyah
3. Murniningtyas Putri Ratna S
4. Novirda Lila N
5. Nindia Ayu Permadani
6. Widy Sebri

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, tauhid serta
hidayahnya sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
Keluarga ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Transkultural”.
Penyelesaian tugas ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,
termasuk dosen mata kuliah yaitu Bapak Wildan Akasyah yang telah membimbing penyusun
hingga akhir penulisan, yang dalam hal ini memberikan dukungan dan motivasi, dan semua
pihak terkait yang telah membantu yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu penyusun
mengucapkan terima kasih.
Penyusun sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran selalu penyusun nantikan demi kesempurnaan
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kediri, Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah

satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan

rumah tangga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang

per tahun (Chairudin, 1998).

Sistem muskuloskletal terdiri dari tulang, kartilago, tendon, ligamen, otot, dan

cairan sinovial. Seluruh komponen ini berfungsi sebagai penyokong, pelindung, dan

pergerakan.Tulang berperan sebagai penyokong dan pelindung untuk jaringan halus

dan membantu pergerakan.Tulang diselimuti oleh jaringan yang kaya akan darah dan

diselimuti membran yang disebut periosteum, yang memiliki banyak saraf sensoris.

Seperti jaringan lain, tulang akan berdarah dan sakit ketika cedera (Sjamsuhidayat,

1997).

Tulang disatukan melalui sendi, dan ada sendi memiliki pergerakan minimal.

Kartilago memiliki permukaan yang halus dan memberikan bantalan untuk tulang

agar dapat bergerak atau berporos satu samalain. Cairan synovial berada didalam

kapsul jaringan ligament untuk melubrikasi permukaan tulang. Tendon berfungsi

untuk menyatukan otot dengan tulang (Potter & Perry, 2006).

Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya

dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling

sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi

dan fraktur (Mansjoer, Arif, et al, 2000).


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori trauma musculoskeletal tentang kontusio ?

2. Bagaimana konsep teori trauma musculoskeletal tentang strain ?

3. Bagaimana konsep teori trauma musculoskeletal tentang sprain ?

4. Bagaimana konsep teori trauma musculoskeletal tentang dislokasi ?

5. Bagaimana konsep teori trauma musculoskeletal tentang fraktur ?

6. Bagiamana asuhan keperawatan terhadap pasien trauma muskoloskeletal ?

1.3 Manfaat
1. Manfaat Teoritis

Hasil pembuatan makalah ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan atau memperkaya konsep-

konsep, teori-teori terhadap ilmu pengetahuan dari pembuatan makalah yang

sesuai dengan bidang ilmu dalam suatu asuhan keperawatan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan

pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan Traum

Muskulosteletal. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

bagi penyusunan program pemecahan masalah yang berkaitan dengan Trauma

Muskulosteletal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontusio

1. Definisi

Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada

jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang

langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif

Muttaqin, 2008).

Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan

terhadap benturan benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat

perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio yang

disebabkan oleh cedera akan sembuh  dengan sendirinya tanpa pengobatan,

meskipun demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi

cedera yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari

cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho,

1995: 52).

2. Etiologi

a. Benturan benda keras

b. Pukulan

c. Tendangan/jatuh

3. Manifestasi Klinis

a. Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh

darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur.

b. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.


c. Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit

d. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan

kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).

4. Patofisiologi

Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada

kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih

rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah

akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi

Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau

terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.

Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993:

192).

Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan

didaur ulang oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada

kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin.

Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna

kecoklatan.

Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan

tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi

pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme

pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan

darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga

hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).

5. Penatalaksanaan

a. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.


b. Tinggikan daerah injury.

c. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap

pemberian) untuk  vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan

rasa tidak nyaman.

d. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30

menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.

e. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.

f. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada

indikasi.

g. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan

kapiler.

h. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan

jaringan-jaringan lunak yang rusak.

i. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan

berikutnya (Brunner & Suddart,2001: 2355).

2.2 Strain

1. Definisi

Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan

berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis

tidak komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart,

2001).

Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di

sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada

deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan

beban pada daerah yang mengalami injuri. Jika tidak ada keraguan pada injuri
diatas, imobilisasi ekstremitas dan evaluasi dilanjutkan di ruang gawat

darurat.

2. Etiologi

a. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti

pada pelari atau pelompat.

b. Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.

c. Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang

berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan

pada tendon).

3. Manifestasi Klinis

Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa :

a. Nyeri

b. Spasme otot

c. Kehilangan kekuatan

d. Keterbatasan lingkup gerak sendi.

e. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena

penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan.


f. Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa

mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-

menerus dari servis yang berulang-ulang.

4. Patofisiologi

Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung

(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot

tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi

kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci

paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas

otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan

membengkak (Chairudin Rasjad,1998).

5. Penatalaksanaan

a. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan

b. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol

pembengkakan.

c. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan

secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan

edema dan ketidaknyamanan.

d. Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa

biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung

selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin

untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan

memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan

konservatif.
2.3 Sprain

1. Definisi

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan

menjepit atau memutar. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau

kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan

tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang

parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan

pada sendi. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu

melakukan mobilitas. Ligamen yang sobek akan kehilangan kemampuan

stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema, yaitu sendi

terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri (Brunner & Suddart,

2001).

2. Etiologi

a. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang

normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.

b. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi

normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.

3. Manifestasi Klinis

a. Nyeri
b. Inflamasi/peradangan

c.   Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

4. Patofisiologi

Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling

sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau

mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja.

Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan

dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament

pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya

tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner

& Suddart, 2001).

5. Penatalaksanaan

a. Pembedahan.

Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-

pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.

b. Kemotherapi

Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan

nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg

peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.

c. Elektromekanis

1) Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C.

2) Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau

pengendongan (sung).

3) Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.


4) Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat

dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari

tergantung jaringan yang sakit.

5) Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan

penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang

sakit.

2.4 Dislokasi

1. Definisi

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan

sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau

terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari

mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali

sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari

tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari

mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan

pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).

2. Etiologi

Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,

diantaranya :

1) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

2) Trauma akibat kecelakaan

3) Trauma akibat pembedahan ortoped

4) Terjadi infeksi di sekitar sendi  


3. Manifestasi Klinis

Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya

dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat

rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di

bawah klavikula.

1) Nyeri

2) Perubahan kontur sendi

3) Perubahan panjang ekstremitas

4) Kehilangan mobilitas normal

5) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

6) Deformitas

7)  Kekakuan

4. Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus

terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid

teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang

prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan

luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh

membawa kaput ke posisi dan bawah karakoid).

5. Penatalaksanaan

a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan

anastesi jika dislokasi berat.

b. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke

rongga sendi.
c. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan

dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

d. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-

4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

e. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa

penyembuhan.

2.5 Fraktur

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesinambungan tulang dan

sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. (SOS

Profesional, 2015).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua

bagian atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai

krepitasi dan nyeri. Apabila terjadi fraktur maka tulang harus diimobilisasi

untuk mengurangi terjadinya cedera berkelanjutan dan untuk mengurangi rasa

sakit pasien.

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak

langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada

laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering

berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh

kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih


sering mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan

meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon

pada monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

2. Klasifikasi

a. Kalsifikasi klinis

1) Fraktur tertutup (Simple Fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar.

2) Fraktur terbuka (Compoun Fraktur), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit.

b. Klasifikasi radiologis

1) Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra- artikuler, fraktur dengan

dislokasi.

2) Konfigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur

segmental, fraktur komunitif, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur

pecah, fraktur epifisis.

3) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau

torus, fraktur garis rambut.

4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak

bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-

riding, impaksi).

3. Etiologi

a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar daripada

daya tulang akibar trauma.

b. Fraktur karena penyakit tulang seperti Tumor Osteoporosis yang disebut

Fraktur Patologis.
c. Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari penggunaan tulang yang berulang-

ulang).

4. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang

terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang

menggigitnya atau merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan

pasien merupakan sumber informasi yang akurat.

Pada pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang paling

nyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu lakukan

primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan lakukan

stabilisasi jika memungkinkan.

a. Swelling

Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari pembuluh

darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.

b. Deformitas

Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.

c. Tenderness

Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal yang

dapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang tulang.

d. Krepitasi

Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang yang

lainnya. Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin. Jangan berusaha

untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri trauma lebih lanjut.

e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal pasien

dengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap pada posisi

yang nyaman dan akan menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien

dengan dislokasi akan menolak untuk menggerakkan ekstremitas yang

mengalami dislokasi.

f. Exposed bone ends

Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa

pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien dengan

trauma musculoskeletal.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. X-ray : Menentukan lokasi/luasnya fraktur.

b. Scan tulang : Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.

d. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun

pada perdarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadap

peradangan.

e. Kretinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f. Pemriksaan laboraturiu.

6. Penatalaksanaan
Penanganan fraktur meliputi :

a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

b. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan disekitar

tulang yang patah.

c. Penarikan (traksi) : Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota

gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu

pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.

d. Fiksasi internal : Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan

atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan

terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
7. Phatway

Trauma langsung, Trauma tidak langsung


dan kondisi patologis

Fraktur

Pergeseran MK : NYERI
Diskontinuitas tulang
fragmen tulang AKUT
Kerusakan fragmen
Perubahan tulang
jaringan sekitar
Spasme otot
Tek. Sumsum tulang lebih tinggi dari
Perubahan kapiler
fragmen tulang
Peningkatan
tek. kapiler Reaksi stress px
Deformitas
Pelepasan
Melepaskan katelokamin
histamin
MK : GANGGUAN
MOBILITAS FISIK
Protein plasma Metabolisme asam lemak
Laserasi kulit
hilang

Bergambung dengan trombosit


Putis
vena/arteni Edema

Emboli
Pendarahan Penekanan
pembulu darah
Pembulu darah
Kehilangan vol tersumbat
dan cairan Perfusi
jaringan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Format Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI

3.1.Kasus
Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ruang Bedah Orhtopaedic (BO) dengan keluhan
nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki kanan. Riwayat pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas 6 jam yang lalu. Hasil pengkajian: tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki
kanan terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status neurovascular pada
kedua kaki: nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-). TTV didapatkan TD= 100/70 mmHg,
N= 100 x/menit, S= 38O C. Pemeriksaan lab : HB= 10. 2, HT= 31%, Eritrosit= 3.72, Leukosit=
11.000. Hasil x-ray= fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan fraktur cruris segmental
pada 1/3 media kanan. Terapi= ketorolac 2x1, ranitidine 2x1, dan cefazolin 2x1 gram IV.
Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal traksi dan pemasangan external fixation pada
tibia.

Data umum

Nama : Tn. B

Umur : 25 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Lirboyo Kota Kediri

No. Registrasi : 226798

Diagnosa medis : Fraktur

Tanggal MRS : 2 januari 2020 Pukul: 07.00

Tanggal pengkajian : 2 januari 2020 Pukul : 12.00

Bila pasien di IGD

Triage pada pukul :.......................

Kategori triage :  P1  P2  P3

Data khusus

1. Subyektif
Keluhan utama (chief complaint): Nyeri

Riwayat penyakit Sekarang :

Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di bawa ke RS
secara lengkap.

Tn B mengalami kecelakaan 6 jam yang lalu dia mengeluh nyeri pada paha sebelah kiri dan kaki
kanan Hasil pengkajian: tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kanan terdapat
luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status neurovascular pada kedua kaki: nadi
distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-). TTV didapatkan TD= 100/70 mmHg, N= 100 x/menit,
S= 38O C. Pemeriksaan lab : HB= 10. 2, HT= 31%, Eritrosit= 3.72, Leukosit= 11.000. Hasil x-ray=
fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan fraktur cruris segmental pada 1/3 media
kanan.

Kasus non trauma(PQRST) :

P : Provoking atau Paliatif = Nyeri jika untuk bergerak

Q : Qualitas = Nyeri seperti ditusuk-tusuk

R : Regio= Pada paha sebelah kiri dan kaki kanan

S : Severity= 9

T : Time = terus menerus/berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak

Menurut Skala Intensitas Numerik (Data Subyektif)

1 2 3 4 5 6 7 88 9 10

Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)

No Intensitas Diskripsi
Nyeri

1  Ti  Pasien mengatakan tidak


dak Nyeri nyeri
 Pasien mengatakan sedikit
2  N
nyeri atau ringan
yeri Ringan
 Pasien nampak gelisah
 Pasien mengatakan nyeri masih
bisa ditahan / sedang
3  Nyeri
 Pasien nampak gelisah
Sedang
 Pasien mampu sedikit
berpartisipasi dlm keperawatan

 Pasien mengatakan nyeri tidak


dapat ditahan / berat
4  Nyeri
 Pasien sangat gelisah
Berat
 Fungsi mobilitas dan perilaku
pasien berubah

 Pasien mengataan nyeri


 N tidak tertahankan / sangat berat
5 yeri Sangat  Perubahan ADL yang
Berat mencolok
( Ketergantungan ), putus asa

Menurut Wong Baker (Data Obyektif)

Kasus Trauma (SAMPLE) :

S : Signs and symptom

A : Allergies

M : Medication

P : Pertinent medical hystory

L : Last meal (or medication or menstrual period)

E : Events surrounding this incident

Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Demam Berdarah

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak mempunyai penyakit menular dan menurun

Riwayat alergi :

o ya  tidak
Jelaskan : ............................................................

2. Obyektif
Keadaan umum : Baik  Sedang  Lemah

A. AIRWAY
Snoring  Ya  Tidak

Gurgling  Ya  Tidak

Stridor  Ya  Tidak

Wheezing  Ya  Tidak

Perdarahan  Ya  Tidak

Benda asing  Ya  Tidak Sebutkan................

B. BREATHING
Gerakan dada  Simetris  Asimetris

Gerakan paradoksal  Ya  Tidak

Retraksi intercosta  Ya  Tidak

Retraksi suprasternal  Ya  Tidak

Retraksi substernal  Ya  Tidak

Retraksi supraklavikular  Ya  Tidak

Retraksi Intraklavikula  Ya  Tidak

Gerakan diafragma  Normal  Tidak

C. CIRCULATION
Akral tangan dan kaki  Hangat  Dingin

Kualitas nadi  Kuat  Lemah

CRT  < 2 dt  > 2 dt

Perdarahan  Ya  Tidak

D. DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :

 Alert : sadar dan orientasi baik

 Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi berespon terhadap
suara

 Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri

 Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/

reflek gag

GCS Eye: 4 Verbal: 5 Motorik: 5 Total: 14

Pupil :  Isokor  Anisokor


Reaksi terhadap cahaya :  Ya  tidak

E. EXPOSURE/ENVIRONMENT (focus pada area injury):


Tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kanan terdapat luka robek pada tibia 6
cm, tampak tonjolan tulang

F. FULL OF VITAL SIGN & FIVE INTERVENTIONS


TD : 110/70 mmHg

RR : 22 x/menit

Nadi : 100x/menit

Suhu : 37,5 ˚C  Rektal  Oral  Aksiler

MAP :……….mmHg

Infus : RL 20 tpm

Kateter urine :  Terpasang  tidak

Produksi urine : 500 cc/jam

Warna urine :  Kuning jernih  Keruh  Ada darah

NGT :  Terpasang  tidak

Monitor jantung  Terpasang  tidak

Pulse Oxymetri  Terpasang  tidak

Hasil pemeriksaan laboratorium :

A. Darah Lengkap

Leukosit :11.000 ( N : 3.500 - 10.000 L )

Eritrosit : 3.72 ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )

Trombosit :......................... ( N : 150.000 – 350.000 / L )

Hemoglobin : 10,2 ( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )

Hematokrit: 31 (N : 35,0 – 50 gr / dl )

PCV :..........................( N : 35 -50 )

B. Kimia Darah

Ureum :..........................( N : 10 – 50 mg / dl )

Creatinin :..........................( N : 07 – 1,5 mg / dl )

SGOT :..........................( N : 2 – 17 )

SGPT :..........................( N : 3 – 19 )

BUN :.........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )

Bilirubin :..........................( N : 1,0 mg / dl )


Total Protein :......................( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )

GD Puasa :..........................( N : 100 mg / dl )

GD 2 JPP :..........................( N : 140 – 180 mg / dl )

C. Analisa elektrolit

Natrium :..........................( N : 136 – 145 mmol / l )

Kalium :..........................( N : 3,5 – 5,0 mml / l )

Clorida :..........................( N : 98 – 106 mmol / l )

Calsium :..........................( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )

Phospor :..........................( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )

D. Analisa Gas Darah

PH :........................( N : 7,35 – 7,45 )

pCO2 :..................... ..( N : 35 – 45 mmHg )

pO2 :...................... ..( N : 80 – 100 mmHg )

HCO3 :.........................( N : 21 -28 )

SaO2 :.........................( N : >85 )

Base Excess :........................( N : -3 - +3 )

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG LAIN :

Jenis Pemeriksaan Hasil

Foto Rontgent
USG

EKG
EEG

CT-Scan
MRI

Endoscopy
Lain-lain x-ray= fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan fraktur
cruris segmental pada 1/3 media kanan

G. GIVE COMFORT : menghentikan pendarahan, imobilisasi dengan balut/ bidai serta


memposisikan senyaman mungkin
H. HISTORY (MIVT)
M : Mechanism = kecelakaan

I : Injuries Suspected = fraktur paha kiri dan kaki kanan


V : Vital sign on scene = tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kanan terdapat
luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang

T : Treatment received = ketorolac 2x1, ranitidine 2x1, dan cefazolin 2x1 gram IV dan infus RL
20 tpm

I. HEAD TO TOE ASSESSMENT


Kepala

Bentuk  Normal  Tidak

Contusio/memar  Ya  Tidak

Abrasi/luka babras  Ya  Tidak

Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak

Burns/luka bakar  Ya  Tidak

Laserasi/jejas  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

Rambut dan kulit kepala  Bersih  Kotor

Grimace  Ya  Tidak

Battle’s sign  Ya  Tidak

Mata

Palpebra oedema  Ya  Tidak

Sklera  Ikterik  Kemerahan  Normal

Konjungtiva  Anemis  Kemerahan  Normal

Pupil  Isokor  Anisokor

 Midriasis Ø: mm

 Miosis Ø: mm.

Reaksi terhadap cahaya: +/+

Racoon eyes  Ya  Tidak

Hidung

Bentuk  Normal  Tidak

Laserasi/jejas  Ya  Tidak

Epistaksis  Ya  Tidak

Nyeri tekan  Ya  Tidak

Pernafasan cuping hidung  Ya  Tidak

Terpasang oksigen: ...........lpm


Gangguan penciuman  Ya  Tidak

Telinga

Bentuk  Normal  Tidak

Othorhea  Ya  Tidak

Cairan  Ya  Tidak

Gangguan pendengaran  Ya  Tidak

Luka  Ya  Tidak

Mulut

Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis

Luka  Ya  Tidak

Perdarahan  Ya  Tidak

Muntahan  Ya  Tidak

Leher

Deviasi trakhea  Ya  Tidak

JVD  Normal  Meningkat  Menurun

Pembesaran kelenjar tiroid  Ya  Tidak

Deformitas leher  Ya  Tidak

Contusio/memar  Ya  Tidak

Abrasi/luka babras  Ya  Tidak

Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak

Burns/luka bakar  Ya  Tidak

Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak

Laserasi  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

Pain/nyeri  Ya  Tidak

Instability  Ya  Tidak

Crepitasi  Ya  Tidak

Thoraks :

Deformitas  Ya  Tidak

Contusio/memar  Ya  Tidak
Abrasi/luka babras  Ya  Tidak

Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak

Burns/luka bakar  Ya  Tidak

Laserasi  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

Instability  Ya  Tidak

Crepitasi  Ya  Tidak

Gerakan paradoksal  Simetris  Tidak

Paru – paru :

Pola nafas, irama:  Teratur Tidak teratur

Jenis  Dispnoe  Kusmaul Cheyne Stokes

 Lain-lain:...........

Suara nafas  Vesikuler  Bronkial  Bronkovesikuler

Suara nafas tambahan :

 Ronkhi  Wheezing  Stridor  Crackles

 Lain-lain:..............

Batuk Ya  Tidak Produktif Ya Tidak

Sputum: Warna......... Jumlah.................. Bau....................


Konsistensi................

Jantung

Iktus cordis teraba pada ICS 2

Irama jantung  Reguler  Ireguler

S1/S2 tunggal  Ya  Tidak

Bunyi jantung tambahan  Murmur  Gallops Rhitme lain-lain: .........

Nyeri dada  Ya  Tidak

Pulsasi  Sangat kuat  Kuat, teraba  Lemah

 Teraba  hilang timbul  tidak teraba

CVP:  Ada  Tidak ada

Tempat CVP  Subklavia  Brachialis  Femoralis

Pacu jantung  Ada  Tidak ada

Jenis:  Permanen  Sementara


Abdomen

Jejas  Ya  Tidak

Nyeri tekan  Ya  Tidak

Distensi  Ya  Tidak

Massa  Ya  Tidak

Peristaltik usus 20 x/menit

Mual  Ya  Tidak

Muntah  Ya  Tidak

Frekuensi............., Jumlah.............cc, warna..............

Pembesarah hepar  Ya  Tidak

Pembesaran lien  Ya  Tidak

Ekstremitas

Deformitas  Ya  Tidak

Contusio/memar  Ya  Tidak

Abrasi/luka babras  Ya  Tidak

Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak

Burns/luka bakar  Ya  Tidak

Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak

Laserasi/jejas  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

Restaint  Ya  Tidak

Kontraktur  Ya  Tidak

Parese  Ya  Tidak

Plegi  Ya  Tidak

Nyeri tekan  Ya  Tidak

Pulsasi  Sangat kuat  Kuat, teraba  Lemah

 Teraba  hilang timbul  tidak teraba

Fraktur  Ya  Tidak

Crepitasi  Ya, di.........  Tidak


Kekuatan otot 55

22

Oedema 55

22

Kulit

Turgor  Baik  Sedang  Jelek

Decubitus  Ada  Tidak Lokasi:…………

Pelvis/Genetalia

Deformitas  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

Perdarahan  Ya  Tidak

Instability  Ya  Tidak

Crepitasi  Ya, di.........  Tidak

Kebersihan area genital  Bersih Kotor

Priapismus  Ya  Tidak

Incontinensia urine  Ya  Tidak

Retensi Urine  Ya  Tidak

J. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
No Pemenuhan Makan Sebelum Sakit Setelah Sakit
dan Minum
1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 2 gelas Minum: 1 gelas

Siang Siang

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 3 gelas Minum: 2 gelas


Malam Malam

Makan: 1 porsi Makan: 1 porsi

Minum: 3 gelas Minum: 2 gelas

2 Jenis Nasi : putih Nasi : bubur

Lauk : telur, tempe Lauk : ayam

Sayur : bayam Sayur : kangkung

Minum : air putih Minum/Infus : air putih / nacl


0,9 %

3 Pantangan / Alergi - -

4 Kesulitan makan dan


- -
minum

5 Usaha untuk
- -
mengatasi masalah

b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Eliminasi BAB / BAK
1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi

BAK: 2x BAK: 1x

BAB: 1x BAB: 1x

Siang Siang

BAK: 2x BAK: 2x

BAB: - BAB: -

Malam Malam

BAK: 2x BAK: 1x

BAB: - BAB : -

2 Warna BAK : kuningjernih BAK : kuning jernih

BAB : warnakhas BAB BAB : warna khas BAB

3 Bau BAK : baukhasurin BAK : baukhasurin

BAB : baukhas BAB BAB : baukhas BAB

4 Konsistensi BAK : cair BAK : cair


BAB : lunak

BAB : lunak
5 Masalah eliminasi -
-

6 Cara mengatasi
- -
masalah
c. Pola Istirahat Tidur
No Pemenuhan Istirahat Tidur Sebelum Sakit Setelah Sakit
1 Jumlah / Waktu Pagi :......................... -

Siang : 2 jam

Malam : 7 jam

2 Gangguan tidur - Nyeri


3 Upaya mengatasi masalah Menciptakan lingkungan
-
gangguan tidur yang nyaman
4 Hal yang mempermudah tidur - -

5 Hal yang mempermudah


- -
bangun

d. Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene

No Pemenuhan Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit


Hygiene
1 Frekuensi mencuci rambut 3 hari sekali -

2 Frekuensi Mandi 2x / hari 2 hari sekali


3 Frekuensi Gosok gigi 2x / hari -

4 Memotong kuku Seminggu sekali -


5 Ganti pakaian 2x / hari 1x hari

K. INSPECT OF BACK POSTERIOR


Deformitas leher  Ya  Tidak

Contusio/memar  Ya  Tidak

Abrasi/luka babras  Ya  Tidak

Penetrasi/luka tusuk  Ya  Tidak

Burns/luka bakar  Ya  Tidak

Tenderness/kekakuan  Ya  Tidak
Laserasi  Ya  Tidak

Swelling/bengkak  Ya  Tidak

K. TERAPI YANG TELAH DIBERIKAN

Nama Obat Dosis Nama Obat Dosis

Ketorolac 15 mg RL 20 tpm
Cefazolin 1-3 mg

Ranitidien 50 g

L. DAFTAR PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri Akut
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Resiko Infeksi

Kediri, …………….........

(………………………)
3.2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Do: Fraktur Nyeri Akut
 Tampak bengkak pada
daerah paha kiri dan pada
kaki kanan terdapat luka
robek pada tibia 6 cm,
tampak tonjolan tulang.
 P: nyeri jika digerakan Pergeseran fregmen
Q: seperti ditusuk tusuk tulang
R: paha kiri dan kaki kanan
S: 8
T: terus menerus
 Hasil X-Ray:fraktur obliq
pada 1/3 bagian distal femur
kiri dan fraktur cruris
segmental pada 1/3 media
kanan.
Ds:
Pasien mengatakan kakinya
sakit saat digerakan rasanya
seperti ditusuk tusuk

2 Do: Fraktur Gangguan


Mobilitas Fisik
 Tampak bengkak pada
daerah paha kiri dan pada
kaki kanan terdapat luka
robek pada tibia 6 cm, Diskontinuitas
tampak tonjolan tulang.
 Hasil X-Ray:fraktur obliq
pada 1/3 bagian distal femur
kiri dan fraktur cruris
segmental pada 1/3 media Perubahan jaringan
kanan.
 Terpasang kateter
Ds:
 Pasien mengatakan kakinya Perubahan fragmen
sakit saat digerakan rasanya
seperti ditusuk tusuk
 Pasien mengatakan tidak
bisa berjalan
Deformitas

3 Do: Fraktur Resiko Infeksi


 Pada kaki kanan terdapat
robekan pada tibia 6 cm.
 Pasien tampak mringis
kesakitan Diskontinuitas
Ds:
Pasien mengatakan bahwa ada
luka robekan di kaki sebelah
kanan Perubahan jaringan

Laserasi kulit/ robekan


3.3. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (fraktur/trauma)
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan intergritas struktur tulang
c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif (trauma jaringan)
3.4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut b.d Setelah diberikan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri,
agen cidera keperawatan selama 3x24 perhatikan lokasi,
fisik jam diharapkan nyeri dapat intensitas skala.
(fraktur/trauma) berkurang dengan kriteria Menandai gejala
hasil: nonverbal misalnya
gelisah, takikardi, dan
a. Pasien menunjukan meringis.
ekspresi wajah 2. Dorong pengungkapan
rileks perasaan
b. Pasien dapat tidur 3. berikan aktifitas hiburan
atau beristirahat 4. lakukan tindakan
secara adekuat paliatif, misalnya
c. Pasien menyatakan perubahan posisi,
nyerinya berkurang massase, rentang gerak
d. Pasien tidak pada sendi yang sakit
mengeluh kesakitan 5. intruksikan pasien/
dorong untuk
menggunakan visualisasi
atau bimbingan
imajinasi, relaksasi
progresif, teknik nafas
dalam.
2. Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. kaji keterbatasan gerak
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 sendi
b.d kerusakan jam diharapkan nyeri dapat 2. kaji motivasi klien untuk
intergritas berkurang dengan kriteria mempertahankan
struktur tulang hasil: pergerakan sendi
3. jelaskan alasan rasional
a. menggunakan posisi pemberian latihan gerak
duduk yang benar 4. monitor lokasi
b. mempertahankan ketidaknyamanan atau
kekuatan otot nyeri selama aktivitas
c. mempertahankan 5. lindungi pasien dari
fleksibilitas sendi cedera selama latihan
6. bantu klien ke posisi
yang optimal untuk
latihan rentang gerak
7. anjurkan klien untuk
melakukan latihan secara
rutin.
3. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. kaji tanda-tanda infeksi:
b.d prosedur keperawatan selama 3x24 suhu tubuh, nyeri,
invasif (trauma jam diharapkan nyeri dapat perdarahan, dan
jaringan) berkurang dengan kriteria pemeriksaan
hasil: laboratorium, radiologi
2. monitor tanda dan gejala
a. mengenali tanda dan infeksi sistemik dan
gejala yang local
mengidikasi risiko 3. menaikan asupan gizi
dalam penyebaran yang cukup dan cairan
infeksi yang sesuai
b. mengetahui cara 4. pertahankan teknik
mengurangi infeksi asepsis pada pasien yang
c. mengetahui aktifitas beresiko
yang dapat 5. administrasikan
meningkatkan antibiotic yang sesuai
infeksi 6. mengajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi dan
kapan harus melapor ke
penyedia layanan
kesehatan
3.5. Implementasi
No Diagnosa Implementasi Paraf
1. Nyeri akut b.d agen 1. Mengkaji keluhan nyeri,
cidera fisik perhatikan lokasi, intensitas
(fraktur/trauma) skala. Menandai gejala
nonverbal misalnya gelisah,
takikardi, dan meringis.
2. Mendorong pengungkapan
perasaan
3. Memberikan aktifitas hiburan
4. Melakukan tindakan paliatif,
misalnya perubahan posisi,
massase, rentang gerak pada
sendi yang sakit
5. Mengintruksikan pasien/
dorong untuk menggunakan
visualisasi atau bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif,
teknik nafas dalam.
2. Gangguan mobilitas 1. Mengkaji keterbatasan gerak
fisik b.d kerusakan sendi
intergritas struktur 2. Mengkaji motivasi klien untuk
tulang mempertahankan pergerakan
sendi
3. Menjelaskan alasan rasional
pemberian latihan gerak
4. Memonitor lokasi
ketidaknyamanan atau nyeri
selama aktivitas
5. Melindungi pasien dari cedera
selama latihan
6. Membantu klien ke posisi
yang optimal untuk latihan
rentang gerak
7. Menganjurkan klien untuk
melakukan latihan secara
rutin.
3. Resiko infeksi b.d 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi:
prosedur invasif suhu tubuh, nyeri, perdarahan,
(trauma jaringan) dan pemeriksaan
laboratorium, radiologi
2. Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
3. Menaikan asupan gizi yang
cukup dan cairan yang sesuai
4. Mempertahankan teknik
asepsis pada pasien yang
beresiko
5. Mengadministrasikan
antibiotic yang sesuai
6. Mengajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus
melapor ke penyedia layanan
kesehatan
3.6. Evaluasi
No dx Waktu Evalusai Paraf
1 08.00 S : Pasien mengatakan kaki
yang sakit masih nyeri
5 Januari O : bengkak belum berkurang
2020
P: nyeri jika digerakan
Q: seperti ditusuk tusuk
R: paha kiri dan kaki kanan
S: 8
T: terus menerus
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2 10.00 S : Pasien masih terlihat belum
bisa berjalan
5 Januari
2020 O : tampak bengkak dan terlihat
tonjolan tulang
A : masalah belum teratasi
P : lanjtkan intervensi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur

disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.

Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah

kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada

jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang

langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain

adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament

(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang

memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran

atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon) sedangkan

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman

dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma 

musculoskeletal : kontusio, sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku penulis

sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca

agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih


DAFTAR PUSTAKA

Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes

Provinsi DKI Jakarta.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan(Edisi

3) Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

EGC.http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-

muskuloskeletal.html

Anda mungkin juga menyukai