Anda di halaman 1dari 5

TUGAS GIZI MASYARAKAT

ANEMIA GIZI BESI PADA REMAJA PUTRI

Disusun Oleh :

Maya laurentina (121000026)


Lanni Sari (121000056)
Trisna Ratna Sari (121000089)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
ANEMIA GIZI BESI PADA REMAJA PUTRI

Kurang zat besi (anemia) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang
mempunyai dampak terhadap kesehatan masyarakat antara lain pada tingginya angka
kematian ibu dan bayi, rendahnya prestasi belajar pada anak sekolah serta menurunnya
produktivitas kerja.
Anemia dapat menyerang segala kalangan, mulai dari balita, anak-anak, remaja,
dewasa, lansia, ibu hamil sampai ibu menyusui. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Nasional tahun 2007, berdasarkan acuan SK Menkes No.736a tahun 1989,  di
Indonesia prevalensi anemia mencapai 14,8%. Dari 33 provinsi, 20 provinsi memiliki angka
prevalensi anemia lebih besar. Prevalensi anemia di perkotaan menurut Riskesdas paling
tinggi terjadi pada kelompok wanita  yaitu 19,7%, diikuti kelompok laki-laki dewasa 12,1%.
Pada anak-anak prevalensinya mencapai 9,8%. WHO Guidelines menyebutkan bila
prevalensi anemia dalam suatu populasi lebih dari 15%, hal itu sudah merupakan masalah
kesehatan nasional.
Jenis anemia pada hasil Riskesdas tersebut sebagian besar adalah anemia mikrositik
hipokromik (60,2%). Anemia mikrositik-hipokromik umumnya karena kekurangan zat besi,
selain itu karena penyakit kronis tingkat lanjut, atau keracunan timbal. Anemia akibat
kekurangan zat besi kemudian dikenal dengan nama anemia gizi besi.
Anemia merupakan  suatu keadaan kadar hemoglobin  (Hb) di dalam darah yang lebih
rendah dari nilai normal. Nilai normal Hb seperti yang tercantum dalam SK Menkes RI No.
736a/Menkes/XI/1989, sebagai berikut.
Hb laki-laki dewasa : >13 g/dl
Hb perempuan dewasa : >12 g/dl
Hb anak-anak : >11 g/dl
Hb ibu hamil : >11 g/dl  
(Riskesdas 2007) 
Anemia gizi besi merupakan anemia yang disebabkan karena kurangnya supply zat
besi di dalam sumsum tulang di mana sel darah merah  dibentuk. Hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya asupan zat besi dan bertambahnya kehilangan zat besi dari tubuh. Selain itu
juga karena  bertambahnya kebutuhan dan berkurangnya penyerapan.
Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan
dewasa. Masa remaja menurut WHO adalah antara 10 –24 tahun, sedangkan menurut Monks
(1992) masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun dengan pembagian masa
remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir
(18-21 tahun).
Kebutuhan zat besi pada remaja meningkat karena terjadinya pertumbuhan cepat.
Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena ekspansi volume darah dan
peningkatan konsentrasi haemoglobin (Hb). Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun.
Sedangkan pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama disebabkan
kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan
terhadap anemia besi dibandingkan laki-laki.
Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau mereka dengan kehilangan besi
yang meningkat, akan mengalami anemia gizi besi. Sebaliknya, defisiensi besi mungkin
merupakan limiting factor untuk pertumbuhan pada masa remaja, mengakibatkan tingginya
kebutuhan mereka akan zat besi.
Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di bawah nilai
normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis).
Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi yang dapat menurunkan
produktivitas. Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurang
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, menderita penyakit ganguan pencernaan
sehingga menggangu penyerapan zat besi. Terjadi luka yang menyebabkan pendarahan besar,
persalinan, menstruasi, atau cacingan serta penyakit kronis seperti kanker, ginjal dan penyakit
lainnya.
Masa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak – kanak ke masa
dewasa. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat - zat gizi
yang relatif besar jumlahnya. Dalam hal ini remaja putri memerlukan perhatian khusus dalam
hal kesehatan, karena pada masa ini merupakan masa persiapan menjadi ibu. Kebutuhan zat
besi pada remaja putri meningkat dengan adanya pertumbuhan dan datangnya menstruasi.
Aktivitas yang berat dapat meningkatkan kebutuhan zat besi. Defisiensi zat besi
sering terjadi pada wanita dan hal ini dapat mengganggu prestasi belajar karena menurunkan
produksi energi dan menyebabkan akumulasi laktat dalam otot. Pola makan remaja akan
berpengaruh pada kesehatan gizi. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan
gizi tetapi sekedar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status.
Kehadiran fast food dapat mempengaruhi pola makan remaja. Fast food umumnya
rendah zat besi, kalsium, riboflavin, vitamin A dan asam folat. Fast food mengandung tinggi
lemak jenuh kolesterol dan sodium. Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja yang
sering terjadi diantaranya adalah kekurangan energi dan protein, anemia gizi serta
defisiensi berbagai vitamin.
Anemia merupakan salah satu dari berbagai masalah gizi di Indonesia yang harus
ditanggulangi secara serius, terutama anemia gizi besi. Penyebab anemia gizi besi ialah
karena kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat besi dalam makanan,
meningkatnya kebutuhan akan zat besi, kehilangan darah yang kronis, penyakit malaria,
cacing tambang dan infeksi - infeksi lain serta pengetahuan yang kurang tentang anemia gizi
besi. Anemia gizi besi dapat berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku,
penurunan kerja fisik dan daya pendapatan, penurunan daya tahan terhadap keletihan,
peningkatan angka kesakitan dan kematian.
Pola konsumsi remaja di pengaruhi beberapa faktor antara lain:
a. Body image
Pergaulan dapat mempengaruhi cara pandang remaja yang menganggap langsing
(tubuh kurus) adalah tubuh yang indah, sehingga kebanyakan dari mereka sengaja
berdiet dengan mengurangi makanan terutama makanan hewani dalam keseharian.
Dilain pihak, remaja yang masih dalam proses tumbuh kembang sangat memerlukan
banyak makanan yang bergizi termasuk makanan hewani sebagai sumber protein dan
zat besi.
b. Sosial dan ekonomi
Lingkungan sosial sangat mempenngaruhi perilaku remaja yang masih memiliki sifat
labil. Apa yang dilihat, dirasakan dan didengarnya akan cepat mengubah gaya hidup
masing-masing individu remaja tersebut, tidak lain juga terhadap pola konsumsi.
Faktor ekomoni merupakan dasar pembentukan pola konsumsi. Kemiskinan
mengurangi bahan makanan konsumsi termasuk bahan makanan sumber protein yang
terbilang lebih mahal anggarannya.
c. Pengetahuan
Pengetahuan rendah remaja terhadap gizi, akan mempengaruhi pola konsumsi kearah
yang buruk, yaitu remaja yang tidak peduli dan tidak memperhatikan apa yang perlu
dan harus dikonsumsi untuk kesehatan.

Indonesia sebagai negara berkembang, salah satu cara paling praktis dan ekonomis untuk
penanggulangan anemia remaja adalah suplementasi besi baik secara harian atau mingguan.
Namun, untuk meperolehh hasil yang lebih baik dalam jangka waktu yang lebih lama, ada
baiknya setiap remaja diberikan pengetahuan gizi untuk meningkatkan kesadaran perlunya
gizi dalam kehidupan yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Endi. 2011. Bahaya Remaja Putri Yang Menderita Anemia.


http://endybap.blogspot.com/2011/10/bahaya-remaja-putri-yang-menderita.html?m=1
(diakses tanggal 16 maret 2014)
Mariah, Siti. 2011. Anemia Gizi Besi. http://sitimariahsgz.blogspot.com/2011/11/anemia-gizi-
besi.html (diakses tanggal 16 maret 2014)
Menkes.2011. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Menkes RI

Anda mungkin juga menyukai