Anda di halaman 1dari 18

BUDAYA GEREJA DAN

MACAMNYA
APA ITU BUDAYA ORGANISASI?
 “a pattern of shared basic assumptions that was learned by a
group as it solved its problems of external adaptation and internal
integration, that has worked well enough to be considered valid
and, therefore, to be taught to new members as the correct way to
perceive, think, and feel in relation to those problems.”– Schein,
17.
 ‘Suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang dipegang bersama,
yang dipelajari oleh sebuah kelompok ketika ia menyelesaikan
masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang
bekerja cukup baik sehingga pantas dipandang valid, dan karena
itu, harus diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara
yang benar untuk mempersepsi, berpikir dan merasa dalam
hubungannya dengan masalah-masalah tersebut.’
APA ITU BUDAYA ORGANISASI?
Gallagher, 4.

YA BUKAN
Nilai-nilai dan kepercayaan- Produk-produk dan layanan-layanan
kepercayaan anda. anda.
Umumnya tidak diungkapkan Dipromosikan secara eksternal.
Gaya anda. Kebijakan-kebijakan dan prosedur-
prosedur anda.
Tipe-tipe orang yang anda bayar atau Proses rekrutmen anda.
pergunakan.
Perilaku-perilaku yang anda beri Perilaku-perilaku yang anda katakan
penghargaan. anda inginkan.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(1) BUDAYA YANG MENGINSPIRASI
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Pemimpin memberi arahan yang jelas, namun tidak otoriter;


mereka menghargai input tiap orang. Otoritas didesentralisasi.
 Pemimpin menyuburkan atmosfir respek dan percaya.
 Semua orang dalam organisasi percaya bahwa apa yang
mereka kerjakan tiap hari adalah hal yang penting—bagi
dirinya, bagi gereja, bagi timnya, bagi organisasinya.
 Organisasi memiliki ekspektasi yang tinggi namun realistis.
Mereka menaruh tujuan yang tinggi, melatih orang,
memberinya sumber daya yang dibutuhkan, terus terkoneksi
selama proses dan mendorong mereka tetap sukses.
 Kreativitas dihargai, kegagalan dipandang sebagai batu
lompatan menuju kesuksesan.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(1) BUDAYA YANG MENGINSPIRASI
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Komunikasi mengalir lancar dari atas ke bawah, bawah ke atas


dan antar komisi atau departemen.
 Pemimpin puncak melatih lagi atau mengganti pemimpin-pemimpin
pelayanan yang tidak menyediakan lingkungan kerja yang poitif
buat timnya.
 Ada sinergi positif di antara relasi-relasi dan tujuan-tujuan
organisasi.
 Organisasi berinvestasi secara signifikan dan sistematis dalam
menciptakan dan membangun suatu budaya yang sehat.
 Para pemimpin merayakan kesuksesan di seluruh bagian
organisasi, bahkan merayakan mereka yang sudah pergi dan
mendapatkan kesuksesan di tempat lain.
 Organisasi menjadi magnet bagi pelamar. Mereka mendapatkan
pilihan yang terbaik dan tercerdas.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(2) BUDAYA YANG MENERIMA
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Atmosfir keseluruhan positif, namun ada beberapa topik


yang tabu dibicarakan, atau sejumlah pemimpin yang
tidak kompeten namun bekerja terlalu lama untuk suatu
posisi. Isu-isu yang tidak terselesaikan ini menjadi kerikil
dan lubang yang menciptakan ketegangan.
 Umumnya hampir semua orang saling mendukung satu
sama lain dalam mencapai sasaran masing-masing.
Komunikasi lancar. Tiap orang tidak perlu merasa
membela diri.
 Beberapa keputusan sulit dihindari, bukannya
dibicarakan dalam cara-cara yang tepat.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(2) BUDAYA YANG MENERIMA
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Umumnya orang yang bekerja dalam jemaat ini berpikir


jemaat inilah yang terbaik dari yang pernah mereka
alami. Mereka suka gabungan tujuan yang jelas, relasi-
relasi yang kuat dan sangat termotivasi untuk
melakukan yang terbaik.
 Pemimpin senior menginvastasikan diri pada orang dan
budaya. Kalau saja mereka lebih terbuka
membicarakan masalah-masalah dalam budaya jemaat
maka bisa lebih sukses lagi.
 Organisasi ini menikmati reputasi baik sehingga banyak
pelamar datang. Tetapi, pelamar-pelamar yang ditaruh
bersama pelayan-pelayan yang tidak kompeten
menjadi kecewa.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(3) BUDAYA YANG STAGNAN
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Para pemimpin memandang dan memperlakukan staf sebagai


unit-unit produksi, bukan orang! Para staf berharga hanya bila
mereka berproduksi. Semua penghargaan dan pujian
berdasarkan performa, sedikit sekali berdasarkan karakter.
 Para staf mentolerir pemimpinnya, namun mereka tidak
menaruh respek dan percaya padanya.
 Satu-satunya pahlawan hanya pemimpin puncak, para staf dan
pekerja menaruh curiga pada mereka. Kesuksesan mereka di
atas penderitaan mereka. Mereka marah.
 Tanpa percaya, respek dan loyalitas, orang merasa dipaksa
untuk membela posisi mereka, bersandar pada kekuasaan dan
membatasi komunikasi.
 Keluhan demi keluhan menjadi bagian dari hidup staf dan
pekerja.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(3) BUDAYA YANG STAGNAN
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Para pemimpin tidak puas dengan kurangnya antusiasme staf dan


pekerja serta menurunnya produktivitas, lalu mereka mulai
memperlakukan orang-orang itu seolah-olah mereka adalah anak-
anak remaja yang sudah salah jalan.
 Orang-orang lebih banyak jadi pemerhati jam dan mencatat absen,
sedikit saja perhatian diberikan kepada visi pemimpin. Seluruh
organisasi hidup dalam status quo dan kelesuan.
 Untuk memperbaiki masalahnya, para pemimpin puncak mengirim
orang-orang ikut seminar atau training sana-sini, atau membayar
konsultan, namun para pemimpin puncak enggan mengambil
tanggung jawab, dan terus saja menyalahkan orang lain.
 Organisasi ini biasanya menarik perhatian orang-orang yang punya
ekspektasi dan motivasi rendah; tapi juga bisa menarik orang-orang
yang percaya bahwa mereka dipanggil untuk membawa kehidupan
kepada organisasi ini.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(4) BUDAYA YANG MELEMAHKAN
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Seluruhnya adalah soal para pemimpin puncak:


prestise dan kekuasaan mereka. Mereka bertindak
seolah-olah orang-orang lain ada demi
kesuksesan mereka sendiri saja!
 Orang-orang menghabiskan waktu banyak untuk
mencoba bertahan menghadapi pertikaian
kekuasaan, melindungi dirinya dari lebih banyak
luka serta menganalisis penyakit para pemimpin
puncak dalam pelayanan mereka.
 Seiring dengan standar kesuksesan terus
menurun, para pemimpin makin otoriter dan
mengancam.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(4) BUDAYA YANG MELEMAHKAN
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Para pemimpin berusaha mengobati masalah


namun berdasarkan analisis yang salah dan solusi
yang keliru.
 Ketika pemimpin menyampaikan visi baru, tak
seorang pun yang peduli.
 Organisasi atau jemaat macam ini menarik datang
orang-orang yang tidak puas, para penjilat dan
orang-orang putus asa karena tidak menemukan
pekerjaan di tempat lain.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(5) BUDAYA YANG MERACUNI
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Para pemimpin menciptakan “sistem tertutup”


sehingga tiap saran dan ide kreatif dari luar sudah
dicurigai dari awal.
 Hak-hak individu dan martabat staf diserahkan
kepada kelompok elit yang berkuasa. Orang
diharapkan mengerjakan apa yang diberitahukan
kepada mereka—tidak kurang, tidak lebih!
 Ketakutan, kecemasan menjadi faktor dominan yang
memotivasi orang dalam bekerja/melayani.
 Pertikaian kepentingan dan konflik terbuka dianggap
sebagai hal yang normal.
MACAM-MACAM BUDAYA GEREJA:
(5) BUDAYA YANG MERACUNI
Samuel R. Chand, Chp 2.

 Pemimpin memberi tanggung jawab namun tidak memberi


wewenang kepada orang untuk melaksanakan tugasnya.
 Kreativitas dan mengambil risiko sudah lama hilang, bahkan
dianggap mengancam status pimpinan yang dipandang
paling tahu segalanya. Dalam organisasi begini, yang sakit
dihargai; namun yang sehat malah dihukum.
 Pelanggaran-pelanggaran etis, finansial atau seksual terjadi
namun staf diharapkan tutup mata. Pemimpin sering
“menengok ke belakang” takut-takut kalau dipergoki.
 Organisasi begini kehabisan orang-orang baik dan hanya
menarik datang orang-orang yang naif dan benar-benar
putus asa.
BUDAYA KLAN (KAUM, SUKU, MARGA)
Kim S. Cameron & Robert E. Quinn

 Gereja fokus pada pemeliharaan internal jemaat dengan fleksibilitas,


kepedulian dan perhatian pada orang dan kepekaan pada anggota-
anggotanya.
 Gereja adalah tempat kerja dan pelayanan yang sangat bersahabat di
mana orang-orang bergaul karib satu sama lain.
 Jemaat menjadi seperti ‘keluarga luas’ (extended family).
 Pemimpin atau kepala organisasi dipahami sebagai para mentor, dan
dapat pula sebagai figur orang tua.
 Organisasi jemaat bersatu karena loyalitas atau tradisi.
 Komitmen tinggi.
 Organisasi menekankan keuntungan jangka panjang dari
pengembangan sumber daya manusia dan memandang kohesi (ikatan
antar anggota) dan semangat juang sebagai hal yang amat penting.
 Sukses didefinisikan sebagai kepekaan kepada anggota-anggota dan
kepedulian pada orang-orang.
 Organisasi menghargai kerja tim, partisipasi dan konsensus.
BUDAYA ADHOCRACY (AMAT FLEKSIBEL)
Kim S. Cameron & Robert E. Quinn

 Jemaat fokus pada memposisikan dirinya secara eksternal dengan


derajat fleksibilitas dan individualitas yang tinggi.
 Ini adalah tempat kerja dan pelayanan yang dinamis, menekankan
kewirausahaan (entrepreneurial) dan kreativitas.
 Orang mau mempertaruhkan kepalanya dan bersedia mengambil risiko-
risiko.
 Para pemimpin dipandang sebagai para inovator dan pengambil risiko.
 Lem yang mempersatukan organisasi adalah komitmen kepada
eksperimen dan inovasi.
 Tekanan diberikan kepada menjadi yang terdepan.
 Tekanan jangka panjang organisasi adalah pertumbuhan dan
memperoleh sumber-sumber daya baru.
 Sukses dimaknai sebagai memperoleh produk-produk dan layanan-
layanan yang unik dan baru; serta menjadi pemimpin dalam soal produk
atau layanan yang diberikan.
 Organisasi mendorong inisiatif dan kebebasan individu.
BUDAYA HIERARKHIS
Kim S. Cameron & Robert E. Quinn

 Jemaat fokus pada pemeliharaan internal dengan kebutuhan besar


akan stabilitas dan kontrol.
 Tempat kerja atau pelayanan adalah tempat yang sangat rapi
tersusun dan terstruktur.
 Prosedur-prosedur (SOP) mengatur apa yang orang lakukan.
 Para pemimpin membanggakan dirinya sebagai koordinator dan
organisator yang baik, yang menekankan efisiensi.
 Menjaga organisasi berjalan lancar adalah hal yang paling penting.
 Aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan formal mempersatukan
organisasi.
 Sukses didefinisikan oleh pemberian produk atau layanan yang
dapat diandalkan kualitasnya, jadwal yang berjalan lancar dan
ongkos yang rendah (efisien).
 Pengelolaan staf dan pegawai diatur oleh pekerjaan-pekerjaan
pelayanan yang sudah pasti dan dapat diprediksi.
BUDAYA PASAR (MARKET)
Kim S. Cameron & Robert E. Quinn

 Jemaat fokus pada memposisikan diri secara eksternal dengan


penekanan pada kompetisi dan pembuatan keputusan yang cepat.
 Organisasi yang berorientasi kepada hasil.
 Perhatian utamanya ialah menyelesaikan pekerjaan (getting the job
done).
 Orang-orangnya sangat kompetitif dan berorientasi kepada tujuan.
 Para pemimpin adalah pengemudi yang cepat, para produser dan para
kompetitor. Mereka tegas dan menuntut.
 Lem yang mengikat organisasi adalah tekanan kepada memenangkan.
 Reputasi dan sukses adalah perhatian bersama.
 Fokus jangka panjang adalah aksi-aksi kompetitif dan pencapaian tujuan-
tujuan dan target-target yang dapat diukur.
 Sukses didefinisikan dalam makna penetrasi dan penguasaan pasar.
Harga yang kompetitif dan kepemimpinan pasar adalah penting.
 Gaya organisasi adalah mendorong daya saing atau keunggulan.

Anda mungkin juga menyukai