Anda di halaman 1dari 88

PENGUJIAN KARAKTER MATERIAL KOMPOSIT

POLYPROPYLENE HIGH IMPACT (PPHI)


BERPENGUAT SERAT NANAS 20% MENGGUNAKAN
METODE INJECTION MOLDING

SKRIPSI

Oleh:
MUHAMMAD RIZKY JHON ALFANO
12-2016-005

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK MESIN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Proposal Tugas Akhir ini dengan judul “PENGUJIAN KARAKTERISASI
MATERIAL KOMPOSIT POLYPROPYLENE HIGH IMPACT (PPHI)
BERPENGUAT SERAT ALAM 20% MENGGUNAKAN METODE
INJECTION MOLDING”. Laporan Proposal Tugas Akhir ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana program strata 1 Jurusan
Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional.
Dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Proposal Tugas Akhir ini telah
banyak pihak-pihak yang sangat membantu, maka dari itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu, Bapak, serta Keluarga yang selalu mendukung baik dukungan
moril maupun materil.

2. Ibu Nuha Desi Anggraeni S.T,. M.T selaku dosen pembimbing I yang
telah banyak sekali membantu, membimbing dan mengarahkan dalam
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Proposal Tugas Akhir.

3. Bpk Alfan Ekajati Latief S.T,. M.T selaku dosen pembimbing II yang
telah banyak sekali membantu, membimbing dan mengarahkan dalam
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Proposal Tugas Akhir.

4. Liman Hartawan, S.T., M.T. selaku penguji I yang telah memberi


banyak kritik, masukan dan saran untuk penyusunan Laporan Tugas
Akhir.
ii

5. M. Pramuda S, S.T., M.T. selaku penguji II yang telah memberi


banyak kritik, masukan dan saran untuk penyusunan Laporan Tugas
Akhir.

6. Ahmad Dzildan Fairuz ,Wibowo pria fahla, Lutfi Darusman, dan


Taufik Dwi Aprilianto sebagai rekan satu tim yang banyak sekali
membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

7. Mas Arip dan Pak tedi yang banyak sekali membantu dalam
pelaksanaan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa HMM dan M’16 yang selalu mendukung dan


menyemangati.

9. M. Yusuf Firdaus yang telah membantu dan membimbing dalam


pelaksanaan dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini.

Penulis sadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Tugas


Akhir ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kritik dan saran senantiasa diharapkan agar lebih baik lagi. Semoga laporan ini
dapat memberikan informasi bagi pembacanya dan bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bandung, September 2020

Penulis
iii

ABSTRAK

Material komposit merupakan material yang tersusun atas campuran antara


dua atau lebih material yang berbeda dengan masing-masing sifat kimia dan sifat
fisiknya sehinga diperoleh sifat material yang lebih baik dari material penyusunnya.
Serat nanas merupakan salah satu jenis serat alam yang banyak tumbuh di Indonesia
dan memiliki sifat mekanik yang baik. Namun penggunaan serat ini sebagai bahan
penguat dari Polypropylene High Impact (PPHI) yang banyak digunakan dalam
industri otomotif sebagai matriks dalam komposit untuk aplikasi di bidang otomotif
yang belum banyak dipelajari. Metode Komposit Hand Lay-Up merupakan salah satu
metode komposit yang dapat digunakan untuk proses pembuatan cetakan. Proses
Hand Lay-Up adalah proses laminasi serat secara manual, dimana merupakan metode
yang sudah dibuat sebelumnya dan penelitian ini membandingkan dengan proses
Injection Molding. Proses Injection Molding merupakan salah satu proses
pembentukan plastik yang banyak dilakukan. Penelitian ini menjelaskan studi untuk
optimasi proses parameter yang membandingkan pada pembuatan spesimen material
komposit dengan metode proses Hand Lay-Up dan proses Injection Molding, yang
merupakan berbahan campuran dari Polypropylene High Impact (PPHI) serta serat
alam.

Kata Kunci: Komposit, Polypropylene High Impact (PPHI), Hand Lay-Up, Injection
Molding, serat alam (nanas).
iv

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBARvii

DAFTAR TABEL xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Ruang Lingkup Kajian 3

1.6 Metodologi 3

1.7 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN FUSTAKA 5

2.1 Injection molding 5

2.2 Polypropilane 5

2.2.1 Sifat Polypropylene 6

2.2.2 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Polypropylene 6

2.2.3 Matrik (Polypropylene High Impact / PPHI) 7

2.4 Serat Nanas 9

2.5 Komposit 11

2.5.1 Penguat (Reinforcement) 12

2.5.2 Matriks 13

2.6 Fraksi Volume 16


v

2.7 Uji Tarik 14

2.8 Uji Bending 15

2.9 Uji Impak 17

2.10 Hasil Penelitian Sebelumnya 18

2.11 Kadar Air 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21

3.1 Diagram Alir 21

3.2 Alat dan Bahan 22

3.2.1 Alat 22

3.2.2 Bahan 22

3.3 Preparasi Serat Alam 25

3.4 Proses Pembuatan Komposit Polypropylene High Impact (PPHI)


Berpenguat Serat Alam 25

3.5 Proses Pengujian Komposit Polypropylene High Impact (PPHI) Berpenguat


Serat Alam 28

3.5.1 Pengujian Uji Tarik 28

3.5.2 Pengujian Uji Bending 29

3.5.3 Pengujian Uji Impak 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32

4.1 Uji Bending 32

4.1.1 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 120) 32

4.1.2 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 170) 34

4.1.3 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 200) 36

4.1.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Bending 37


vi

4.2 Uji Tarik 39

4.2.1 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 120) 40

4.2.2 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 170) 42

4.2.3 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 200) 43

4.2.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Tarik 45

4.3 Uji Impak 47

4.3.1 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 120) 48

4.3.2 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 170) 50

4.3.3 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 200) 52

4.3.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Bending 54

4.4 Perbandingan Serat Nanas Fraksi volume 10% dan Fraksi Volume 20% 56

4.4.1 Perbandingan Uji Impak 56

4.4.2 Perbandingan Uji Tarik 57

4.4.3 Perbandingan Uji Bending 58

4.5 Perbandingan Serat Nanas dan Rami Fraksi volume 20% 60

4.5.1 Perbandingan Uji Impak 60

4.5.2 Perbandingan Uji Tarik 61

4.5.3 Perbandingan Uji Bending 62

4.6 Perbandingan Metode Injection Molding dengan Metode Hand Lay Up 63

4.6.1 Perbandingan Uji Impak Serat Nanas 63

4.6.2 Perbandingan Uji Tarik Serat Nanas 64

4.6.3 Perbandingan Uji Bending Serat Nanas65

4.7 Spesimen Uji dengan menggunakan PPHI 67


vii

BAB V PENUTUP 69

5.1 Kesimpulan 69

5.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71
viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Nanas dan Serat Nanas.....................................................11

Gambar 2.2 Ilustrasi Reinforcement....................................................................12

Gambar 2.3 Hasil Spesimen Pada Saat Uji Bending...........................................18

Gambar 2.4 Hasil Spesimen Pada Saat Uji Bending...........................................18

Gambar 2.5 Spesimen Pada Saat Uji Tarik..........................................................18

Gambar 2.6 Proses Mengatur Temperatur...........................................................19

Gambar 3.1 Diagram Alir....................................................................................21

Gambar 3.2 Tahapan Proses pembuatan Serat Nanas...............................................25

Gambar 3.3 Injection Molding dan Cetakan Spesimen.............................................26

Gambar 3.4 setting Termokopel.............................................................................26

Gambar 3.5 Serat Nanas dan PPHI Ketika Dimasukan .....................................27

Gambar 3.6 Proses Injeksi...................................................................................27

Gambar 3.7 Spesimen Uji Bending, Spesimen Uji Impak, Spesimen Uji Tarik. 28

Gambar 3.8 Geometri Spesimen Uji Tarik (dalam mm) ASTM D 3039.............28

Gambar 3.9 Geometri Spesimen Uji Bending (dalam mm) ASTM D 695..........29

Gambar 3.10 Geometri Spesimen Uji Impact (dalam mm) ASTM D 6110........30

Gambar 4.1 Spesimen Komposit Uji Bending.....................................................32

Gambar 4.2 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas Mesh 120............32

Gambar 4.3 Komposit Serat Nanas Mesh 120.....................................................33

Gambar 4.4 Spesimen 1 Uji Bending komposit serat nanas mesh 120...............34
ix

Gambar 4.5 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas mesh 170............34

Gambar 4.6 Komposit Serat Nanas Mesh 170.....................................................35

Gambar 4.7 Spesimen 3 komposit serat nanas mesh 170....................................35

Gambar 4.8 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas Mesh 200............36

Gambar 4.9 Komposit Serat Nanas Mesh 200.....................................................36

Gambar 4.10 Spesimen 2 Uji Bending komposit serat nanas mesh 170..............37

Gambar 4.11 Perbandingan Hasil Serat Nanas Uji Bending.................................38

Gambar 4.12 Nilai Rata-Rata Komposit Uji Bending Serat Nanas......................39

Gambar 4.13 Spesimen Komposit Uji Tarik.........................................................40

Gambar 4.14 Hasil Spesimen Uji Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 120..........40

Gambar 4.15 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 120................41

Gambar 4.16 Spesimen 5 Uji Tarik komposit Serat Nanas Mesh 120.................41

Gambar 4.17 Hasil Spesimen Uji Tarik Komposit Serat Nanas mesh 170..........42

Gambar 4.18 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 170................42

Gambar 4.19 Spesimen 3 Uji Bending komposit serat nanas mesh 170..............43

Gambar 4.20 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 200................43

Gambar 4.21 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 200................44

Gambar 4.22 Spesimen 5 Uji Bending komposit serat nanas mesh 200..............44

Gambar 4.23 Perbandingan Hasil Uji Tarik Serat Nanas Fraksi Volume 20%....45

Gambar 4.24 Nilai Rata-Rata Hasil Uji Tarik Serat Nanas .................................46

Gambar 4.25 Spesimen Komposit Uji Impak.......................................................47

Gambar 4.26 Prinsip Pengujian Impak.................................................................48

Gambar 4.27 Hasil Spesimen Uji Impak Komposit Serat Nanas mesh 120.........48
x

Gambar 4.28 Komposit Serat Nanas Mesh 120....................................................49

Gambar 4.29 Spesimen 2 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 120...............50

Gambar 4.30 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 120...............50

Gambar 4.31 Hasil Spesimen Uji Komposit Serat Nanas Mesh 170....................50

Gambar 4.32 Komposit Serat Nanas Mesh 170....................................................51

Gambar 4.33 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 170...............52

Gambar 4.34 Hasil Spesimen Uji Komposit Serat Nanas Mesh 200....................52

Gambar 4.35 Komposit Serat Nanas Mesh 200....................................................53

Gambar 4.36 Spesimen 2 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200...............53

Gambar 4.37 Spesimen 4 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200...............53

Gambar 4.38 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200 ..............54

Gambar 4.39 Perbandingan Hasil Impak Serat Nanas..........................................55

Gambar 4.40 Perbandingan Rata-Rata Hasil Uji Impak Serat Nanas...................56

Gambar 4.41 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%,15% dan

20 % Uji Impak..............................................................................57

Gambar 4.42 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%,15% dan

20 % Uji Tarik................................................................................58

Gambar 4.43 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%,15% dan

20 % Uji Bending...........................................................................59

Gambar 4.44 Perbandingan Rata-Rata Uji Impak Serat Nanas dan Serat Rami

Fraksi Volume 20%........................................................................60

Gambar 4.45 Perbandingan Rata-Rata Uji Tarik Serat Nanas dan Serat Rami

Fraksi Volume 20%........................................................................61


xi

Gambar 4.46 Perbandingan Rata-Rata Uji Bending Serat Nanas dan Serat Rami

Fraksi Volume 20%........................................................................62

Gambar 4.47 Perbandingan Uji Impak Metode Hand Lay-Up 10% dan Metode

Injection Molding 20%...................................................................63

Gambar 4.48 Perbandingan Uji Bending Metode Hand Lay-Up 10% dan Metode

Injection Molding 20%...................................................................64

Gambar 4.49 Perbandingan Uji Tarik Metode Hand Lay-Up 10% dan Metode

Injection Molding 20%...................................................................65

Gambar 4.50 Spesimen Uji Tarik metode Hand Lay-Up Fraksi volume 10%.......66

Gambar 4.51 Spesimen Uji Bending metode Hand Lay-Up Fraksi volume 10%..66

Gambar 4.52 Spesimen Uji Impak metode Hand Lay-Up Fraksi volume 10%.....67

Gambar 4.53 Hasil Pengujian Spesimen Uji dengan menggunakan bahan PPHI..67

Gambar 4.54 Spesimen Uji Tarik dengan Menggunakan Bahan PPHI.................68

Gambar 4.55 Spesimen Uji Impak dengan Menggunakan Bahan PPHI................68

Gambar 4.56 Spesimen Uji Bending dengan Menggunakan Bahan PPHI.............68


xii

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Temperatur leleh proses termoplastik....................................................7

Tabel 2.2 Karakteristik polypropylene high impact...............................................7

Tabel 2.3 Perbandingan Beberapa Sifat Dari Serat Alam dan Sintetik.................9

Tabel 2.4 Bagian Sifat Fisik Daun Nanas…………………………………….....10

Tabel 3.1 Alat dan Bahan untuk Proses Pembuatan Spesimen.............................23

Tabel 4.1 Hasil Bending Komposit Serat Nanas Mesh 120..................................33

Tabel 4.2 Hasil Bending Komposit Serat Nanas Mesh 170..................................34

Tabel 4.3 Hasil Bending Komposit Serata Nanas Mesh 200................................36

Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Bending Komposit Serat Nanas ..........................37

Tabel 4.5 Hasil Perbandingan Rata-Rata Bending Komposit Serat Nanas..........39

Tabel 4.6 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 120......................................40

Tabel 4.7 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 170......................................42

Tabel 4.8 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 200............................................43

Tabel 4.9 Hasil Perbandingan Uji Tarik Komposit Serat Nanas..........................45

Tabel 4.10 Nilai Rata-Rata Hasil Uji Tarik Komposit Serat Nanas......................46

Tabel 4.11 Hasil Impak komposit serat nanas mesh 120.......................................48

Tabel 4.12 Hasil Impak komposit serat nanas mesh 170.......................................51

Tabel 4.13 Hasil Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200....................................52

Tabel 4.14 Perbandingan Hasil Impak Komposit Serat Nanas..............................54


xiii

Tabel 4.15 Nilai Rata-Rata Hasil Impak Komposit Serat Nanas...........................55

Tabel 4.16 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%,15% dan 20% (Impak

Nanas).................................................................................................56

Tabel 4.17 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%,15% dan 20% (Tarik

Nanas).................................................................................................57

Tabel 4.18 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%,15% dan 20%

(Bending Nanas).................................................................................59

Tabel 4.19 Perbandingan Uji Impak Injection Molding Serat Nanas dan Rami Fraksi

Volume 20%.......................................................................................60

Tabel 4.20 Perbandingan Uji Tarik Injection Molding Serat Nanas dan Rami Fraksi

Volume 20%.......................................................................................61

Tabel 4.21 Perbandingan Uji Bending Injection Molding Serat Nanas dan Rami

Fraksi Volume 20%............................................................................62

Tabel 4.22 Perbandingan Uji Impak Metode Hand Lay-up 10% dan Metode Injection

Molding 20%......................................................................................63

Tabel 4.23 Perbandingan Uji bending Metode Hand Lay-up 10% dan Metode

Injection Molding 20%.......................................................................64

Tabel 4.24 Perbandingan Uji Tarik Metode Hand Lay-up 10% dan Metode Injection

Molding 20%......................................................................................65

Tabel 4.25 Hasil Pengujian Spesimen Uji PPHI....................................................67


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komposit pada dunia industri merupakan campuran antara polimer (bahan


makromolekul dengan ukuran besar yang diturunkan dari minyak bumi ataupun
bahan alam lainnya seperti karet dan serat). Dapat dikatakan bahwa komposit adalah
gabungan antara bahan matrik atau pengikat yang diperkuat. Bahan material terdiri
dari dua bahan penyusun, yaitu bahan utama sebagai pengikat dan bahan pendukung
sebagai penguat. Bahan penguat dapat dibentuk serat, partikel, serpihan atau dapat
berbentuk yang lain (Surdia, 1992).

Dewasa ini, terjadi pertumbuhan yang sangat pesat pada penggunaan produk
pelastik di industri manufaktur karena sangat berguna dan memiliki nilai ekonmis
yang tinggi. Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan khususnya
untuk pemanfaatan dan pengolahan polimer, sehingga dapat dihasilkan produk plastik
dengan kuantitas yang cukup tinggi dan kualitas yang baik. Salah satu teknik yang
cukup efektif dan banyak dipergunakan untuk pengolahan bahan thermoplastic adalah
injection molding. (Anif, 2007).

Polipropilena high impact (PPHI) merupakan salah satu polimer yang umum
digunakan dalam industri otomotif Indonesia. Ketahanan terhadap beban impak yang
tinggi menjadikan PPHI sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pengikat pada komposit polimer berpenguat serat hayati. Studi mengenai
pemanfaatan PPHI sebagai bahan pengikat pada komposit polimer berpenguat serat
hayati masih belum banyak dipelajari. Oleh karena itu, dilakukan studi sifat tarik dan
sifat impak dari komposit PPHI berpenguat serat nanas , dimana PPHI dimanfaatkan
sebagai bahan pengikat dan serat nanas berfungsi sebagai bahan penguat dengan
berbagai fraksi volume.( Mardiyati, 2017 ).

Institut Teknologi Nasional


2

Serat alam (natural fibre) adalah jenis-jenis serat sebagai bahan baku
industri tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal
usulnya, serat alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu serat
yang berasal dari binatang (animal fibre), bahan tambang (mineral fibre) dan
tumbuhan (vegetable fibre). Serat alam yang berasal dari binatang, antara lain wool,
sutera, cashmere, ilama dan camel hair. Serat yang berasal dari bahan baku tambang,
misal serat asbes. Sedang serat yang berasal dari tumbuhan dapat dikelompokkan lagi
sesuai dengan asal serat diambil. Serat yang diambil dari biji (seed fibres), misal serat
cotton dan kapok. Serat yang diambil dari batang (bast fibres), misal serat jute, flax,
hemp, dan rami. Serat yang diambil dari daun (leaf fibres), misal abaca, henequen,
sisal, daun nanas dan lidah mertua. (Pratikno Hidayat, 2008).

Dalam memproduksi material komposit terdapat beberapa metode yang


digunakan, namun metode yang sering digunakan ialah metode Hand Lay-Up.
Tingkat kemudahan atau kesederhanaan pembuatan komposit dengan metode tersebut
menjadi alasan untuk dipilihnya sebagai metode pembuatan komposit. Namun
disamping kemudahan dalam proses pembuatannya, komposit hasil metode ini
terkadang terdapat bagian yang berongga akibat udara yang terperangkap diantara
matriks dan serat yang dapat mempengaruhi kekuatan komposit tersebut. (Mokhamad
Azissyukhron, 2018).

Dari penelitian metode Hand Lay-Up disimpulkan bahwa metode Hand Lay-
Up kurang baik untuk di terapkan, sehingga banyak terjadi cacat pada specimen yang
sudah jadi. (Rifki Rabbi Radliya, 2020).

Untuk memaksimalkan hasil dari metode Hand Lay-Up ini, bisa diperbaiki
menggunkan metode “Injection Molding” dengan metode tersebut sudah
memperlihatkan bahwa mesin yang mempunyai tekanan lebih tinggi untuk
menghilangkan/meminimalisir terjadinya void dan porositas pada specimen uji
tersebut. (Rifki Rabbi Radliya, 2020).

1.2 Rumusan masalah

Institut Teknologi Nasional


3

1. Bagaimana proses pembuatan spesimen menggunakan metode injection


molding dengan bahan polypropylene high impact dan Serat Alam ?
2. Bagaimana pengaruh fraksi volume material komposit dengan bahan
polypropylene high impact, serat nanas ?
3. Bagaimana hasil perbandingan proses pembuatan spesimen fraksi volume
10% dan fraksi volume 20%?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh dari fraksi volume material komposit dengan
bahan polypropylene high impact, serat nanas.
2. Mengetahui hasil proses perbandingan serat nanas dengan metode injection
molding.
3. Memahami hasil perbandingan fraksi volume 10% dan fraksi volume 20%.
4. Memahami karakteristik sifat mekanik material komposit.
1.4 Batasan Masalah
1. Proses pembuatan menggunakan metode Injection Molding.
2. Fraksi volume material komposit hanya dengan 20%
3. Berbahan Polypropylane High Impact serta Serat Nanas
4. Pengujian sifat mekanik berupa Uji Tarik, Uji Bending dan Uji Impak.
1.5 Ruang Lingkup Kajian
1. Melakukan simulasi pembuatan spesimen yang telah dibuat sebelumnya
dengan metode injection molding.
2. Fraksi volume serat nanas hanya dengan 20%
3. Susunan serat pada komposit dengan ukuran mesh 120, 170 dan 200.
1.6 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi dari jurnal
yang telah dipublikasikan baik dari buku maupun Internet. Studi pustaka ini
diharapkan dapat membantu menyelesaikan penelitian ini.

Institut Teknologi Nasional


4

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup kajian,
metodologi dan sistematikan penulisan.

BAB II berisikan tentang teori dasar dan ulasan yang mendukung penelitian.

BAB III berisikan tentang rancangan prosedur penelitian yang akan dilakukan.

BAB IV berisikan tentang penganalisaan dari hasil pengamatan yang diperoleh untuk
mendapatkan kesimpulan yang tepat terhadap penelitian.

BAB V berisi tentang kesimpulan meyeluruh dari hasil pengolahan data dan beberapa
saran untuk kesempurnaan hasil penelitian.

Institut Teknologi Nasional


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Injection molding

Injection molding adalah proses pembentukan plastic dengan cara


melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikkan ke dalam sebuah cetakan
(mold). Menurut Bryce (1998) injection molding seperti operasi pada jarum suntik,
dimana lelehan plastik disuntikkan kedalam mold (cetakan) yang tertutup rapat yang
berada didalam mesin sehingga lelehan tersebut memenuhi ruang yang berada pada
mold sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Proses injection molding merupakan proses yang paling banyak digunakan


dalam memproduksi produk plastik. Proses injeksi dilakukan dengan memasukan
bahan baku berupa butiran-butiran plastik melalui hopper dan plastik akan di
panaskan dalam barrel. Setelah plastik meleleh dengan temperatur tertentu, maka
plastik tersebut didorong keluar dari dalam tabung melalui nozzle untuk diinjeksikan
kedalam cetakan (mold). Selanjutnya benda cetak dibiarkan membeku dan mendingin
beberapa saat di dalam cetakan sebelum cetakan dilepas dan dibuka untuk
mengeluarkan benda cetak. dan selanjutnya diinjeksikan ke dalam cetakan atau mold.

Pada proses injection molding banyak faktor yang mempengaruhi hasil


produk, seperti yaitu: bentuk cetakan, temperatur proses, besarnya tekanan dan waktu
pendinginan. (Indra Mawardi, 2015)

2.2 Polypropilane

Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam


polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal dari
monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Kristalinitas
merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan
antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur.
Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersususn

Institut Teknologi Nasional


6

membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk
daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur). (cowd MA, 1991)

Kerapuhan polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan


penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat
adhesi yang baik.(Gachter, 1990).

2.2.1 Sifat Polypropylene


Polypropylene (PP) memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tidak berwarna
2. Tahan panas
3. Dapat larut dalam senyawa organik
4. Mempunyai daya renggang tinggi
5. Tidak beracun
6. Tahan terhadap bahan kimia
2.2.2 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Polypropylene
1. Sifat Fisik Polypropylene
Polypropylene mempunyai sifat-sifat fisik meliputi:
a). Memiliki massa jenis rendah
b). Memiliki sifat tembus cahaya
c). Dapat terbakar
d). Bersifat kenyal, tidak mudah robek, dan tahan terhadap kelembaban
e). Memiliki sifat isolator yang baik
2. Sifat Mekanik Polypropylene
a). Kekuatan (strength)
Bibandingkan dengan polimer lain polypropylene kekuatan tarik, kekuatan
lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah
terutama pada suhu rendah.
b). Kekenyalan (elasticity)
Kebanyakan polypropylene merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas
tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan

Institut Teknologi Nasional


7

polietilena berdensitas tinggi, modulus youngnya juga menengah. Melalui


penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel,
bahkan di suhu yang rendah.
c). Ketangguhan (toughness)
Polipropilena mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical
resistance) yang tinggi tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya
rendah. Polipropilena dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi
ultra violet dari sinar matahari.
d). Kekakuaan (stiffness)
Apabila dibandingkan dengan PE (polyethylene), Polypropylene lebih kaku
serta tidak mudah sobek.
Tabel 2.1 Temperatur leleh proses termoplastik (Mujiarto, 2015)

Processing Temperature Rate

Material °C °F
ABS 180 - 240 356 - 464
Acetal 185 - 225 365 - 437
Acrylic 180 - 250 356 - 482
Nylon 260 - 290 500 - 554
Poly Carbonat 280 - 310 536 - 590
LDPE 160 - 240 320 - 464
PP 200 - 300 392 - 572
PS 180 - 260 356 - 500
PVC 160 - 180 320 - 365

2.2.3 Matrik (Polypropylene High Impact / PPHI)


Polipropilena (PP) adalah polimer yang terbentuk dari struktur satuan
(monomer) propilena, dan digolongkan dalam polimer termoplastik atau disebut
plastik saja. Plastik merupakan bahan yang mudah diubah bentuk dengan perlakuan

Institut Teknologi Nasional


8

panas. Sifat dari plastik adalah massa jenis atau densitasnya rendah, tembus cahaya,
tidak korosif, dapat didaur ulang, harganya relatif murah, kurang dapat
menghantarkan listrik dan penghantar panasnya kurang baik. Monomer propilena
diperoleh dari proses fraksinasi minyak mentah (crude oil) yang merupakan salah
satu hasil aktifitas barang tambang dalam negeri, sehingga harganya relatif murah.

Tabel 2.2 Karakteristik polypropylene high impact

2.3 Serat Alam

Serat adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang


membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
serat alam dan serat sintetis. Serat sintetis umumnya berasal dari bahan petrokimia
dan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Sedangkan, serat alam merupakan
serat yang banyak diperoleh di alam. Serat alam banyak diproduksi oleh tumbuh-
tumbuhan seperti bambu, pelepah pisang, nanas, kelapa, aren atau ijuk dll.

Serat merupakan bahan tambahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki


sifat komposit. Serat memiliki peranan yang penting dalam komposit karena
menentukan kinerja komposit secara keseluruan (Balaguru dan Shah, 1992; Li,
2002a,b). kinerja antara muka (Interface) antara serat dan matrik sangat ditentukan

Institut Teknologi Nasional


9

oleh kerja serat, karena istilah lain untuk mempresentasikan antar muka adalah zona
transisi antara muka, ZTA (Interfacial Transition Zona).

Kualitas dan sifat dari serat tergangtung dari beberapa factor seperti ukuran,
kematangan (umur) dan proses atau metode yang digunakan untuk mengekstrak serat.
Sifat-sifat seperti densitas, electrical resistivity, kekuatan Tarik dan intial modulus
sangat berkaitan dengan struktur internal dan kandungan kimia dari serat. (Mohanty
dkk, 2011).

Tabel 2.3 Perbandingan Beberapa Sifat Dari Serat Alam dan Sintetik (Surdia dan Saito, 2005).

Tensile Young's Elongation at


Jenis Density Diameter
Strenght Modulus Break
Serat
(g/cm3) (µm) (MPa) (GPa) (%)
1,3-
Jute 20-200 393-773 13-26,5 7-8
1,45
Flax 1,5 - 345-1100 27,6 2,7-3,2
Hemp - - 690 - 1,6
Rami 1,5 - 400-938 61,4-128 1,2-3,8
Nanas 1,45 50-200 468-649 9,4-22 3-7
PALF - 20-80 413-1627 34,5-82,51 1,6
Cotton 1,5-1,6 - 287-800 5,5-12,6 7-8
Coir 1,15 100-450 131-175 4-6 15-40
E-Glass 2,5 - 2000-3500 70 2,5
S-Glass 2,5 - 4570 86 2,8
Aramid 1,4 - 3000-3150 63-67 3,3-3,7
Carbon 1,7 - 4000 230-240 1,4-1,8

2.4 Serat Nanas


Serat daun nanas (pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman
nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyai nama lain, yaitu Ananas Cosmosus,
(termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman
semusim. Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke Indonesia
oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599.

Institut Teknologi Nasional


10

Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan


warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari
spesies atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm
dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18 sampai 0,27 cm. Di
samping species atau varietas nanas, jarak tanam dan intensitas sinar matahari akan
mempengaruhi terhadap pertumbuhan panjang daun dan sifat atau karateristik dari
serat yang dihasilkan. Intensitas sinar matahari yang tidak terlalu banyak (sebagian
terlindung) pada umumnya akan menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip
sutera (strong, fine and silky fibre) (Kirby, 1963, Doraiswarmy et al., 1993). Terdapat
lebih dari 50 varietas tanaman nanas didunia, beberapa varietas tanaman nanas yang
telah dibudidayakan di Indonesia antara lain Cayenne, Spanish/Spanyol, Abacaxi dan
Queen. Tabel 1 memperlihatkan sifat fisik beberapa jenis varietas lain tanaman nanas
yang sudah banyak dikembangkan (Doraiswarmy et al., 1993).

Tabel 2.4 Bagian Sifat Fisik Daun Nanas


(sumber : Pratikno Hidayat, 2008 “ Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas Alternatife Bahan Baku
Tekstil.”)

  Physical Characteristics
Varietas Nanas Length Width Thickness
  (cm) (cm) (cm)
Assam local 75 4.7 0.21
Cayenalisa 55 4 0.21
Kallara Local 56 3.3 0.22
Kew 73 5.2 0.25
Mauritius 55 5.3 0.18
Pulimath Local 68 3.4 0.27
Smooth Cayenne 58 4.7 0.21
Valera Moranda 65 3.9 0.23

Daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan
bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat
(bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat (gummy
substances) yang terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak mempunyai tulang

Institut Teknologi Nasional


11

daun, adanya serat-serat dalam daun nanas tersebut akan memperkuat daun nanas saat
pertumbuhannya. Dari berat daun nanas hijau yang masih segar akan dihasilkan
kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5% serat serat daun nanas.

Gambar 2.1 Tanaman Nanas dan Serat Nanas


2.5 Komposit
Material komposit adalah material yang terbuat dari dua bahan atau lebih
yang tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik selagi membentuk
komponen tunggal sehingga dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat
mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Komposit
bersifat heterogen dalam skala makroskopik. Bahan penyusun komposit tersebut
masing-masing memiliki sifat yang berbeda dan ketika digabungkan dalam komposisi
tertentu terbentuk sifat-sifat baru yang disesuaikan dengan keinginan (Krevelen,
1994).

Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda (Jones,
1975). Kelebihan material komposit jika dibandingkan dengan logam adalah
memiliki sifat mekanik yang baik, tidak mudah korosi, bahan baku mudah diperoleh
dengan harga yang lebih murah dan memiliki massa jenis yang lebih rendah
dibanding logam. Serat alam adalah serat yang berasal dari alam seperti serat rami,
serat nanas, serat kelapa dan lain-lain. (Chandrabakty, 2011)

Institut Teknologi Nasional


12

Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang


digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterimaoleh
matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai
beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan
modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Vlack L.
H., 1995).

Pentingnya komposit matriks polimer yang diperkuat serat alami berasal dari
peningkatan substansial dalam kekuatan dan modulus, yang menawarkan
kemungkinan penggunaan komposit ini dalam aplikasi praktis. Kekuatan tarik bahan
komposit lebih sensitif terhadap sifat antarfasial serat-matriks, sedangkan modulus
tergantung pada sifat serat. Untuk meningkatkan kekuatan tarik, antarmuka yang
kuat, konsentrasi stres rendah dan orientasi serat diperlukan, sedangkan konsentrasi
serat, pembasahan serat dalam fase matriks dan serat tinggi (Mubarak A Khan, 2015).

2.5.1 Penguat (Reinforcement)


Reinforcement (penguat) adalah salah satu bagian utama dari
komposit yang berperan untuk menahan beban yang diterima oleh material
komposit sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung
dari penguat yang digunakan. Bahan penguat biasanya kaku dan tangguh.
Bahan penguat yang umum digunakan adalah jenis partikel, serat serat
alam, serat karbon, serat gelas dan keramik. Ilustrasi penguat
(reinforcement) seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2. Ilustrasi reinforcement

Institut Teknologi Nasional


13

Jenis-jenis material komposit berdasarkan penguatnya dibagi menjadi 3


yaitu:
a. Komposit serat merupakan komposit yang terdiri dari serat dan bahan
dasar yang difabrikasi, misalnya serat dan resin sebagai perekat.
b. Komposit berlapis (laminated composite) merupakan jenis komposit
yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabungkan menjadi satu dan
setiap lapisannya memiliki karakteristik khusus. Contohnya polywood,
laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan
kelengkapannya.
c. Komposit partikel (particulate composite) merupakan komposit yang
menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi
secara merata dalam matriks. Komposit yang terdiri dari partikel dan
matriks seperti butiran (batu dan pasir). Partikel seharusnya berukuran kecil
dan terdistribusi merata agar dapat menghasilkan kekuatan lebih seragam
(Van Vlack, 1985).
2.5.2 Matriks
Matriks dalam struktur komposit berasal dari bahan polimer atau
logam. Syarat pokok matriks yang digunakan dalam komposit adalah harus
bisa meneruskan beban, sehingga serat bisa melekat pada matriks dan
kompatibel antara serat dan matriks. Matriks dalam susunan komposit
bertugas melindungi dan mengikat serat agar bekerja dengan baik. Matriks
juga bergungsi sebagai pelapis serat. Umumnya matriks terbuat dari bahan-
bahan lunak dan liat. Pemilihan bahan matriks dan serat memainkan
peranan penting dalam menentukan sifat mekanik dan sifat komposit.
Gabungan matriks dan serat menghasilkan komposit yang mempunyai
kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi (Gibson, 1994).
Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi
volume terbesar. Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Mentransfer tegangan ke serat secara merata.
2. Melindungi serat dari gesekan mekanik.

Institut Teknologi Nasional


14

3. Memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.


4. Melindungi dari lingkungan yang merugikan.
5. Tetap stabil setelah proses manufaktur.
2.6 Fraksi Volume
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik mekanik dari
komposit yaitu perbandingan serat dan matriknya. Umumnya perbandingan ini dapat
ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume serat (υf) atau fraksi berat serat (wf). Namun
formulasi kekuatan komposit lebih banyak menggunakan fraksi volume serat.
Menurut Gibson(1994), fraksi volume serat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:

………………………………………………………………......….(2.1)

Dimana:
ρ = Densitas (gr/cm3)
m= Massa serat (gram)
v = Volume (cm3)
2.7 Uji Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland,
1985). Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan
cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang
diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat- sifat mekanik tarik
(kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjang (Δl) yang terjadi
akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel ujidisebut deformasi. Regangan
merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula.
Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan.. Tegangan tarik σ, adalah

gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan luas penampang yaitu:

σ= ………………………………………………………………………….(2.2)

Institut Teknologi Nasional


15

Dimana:
F = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (N)

= Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2 )

σ = Enginering Stress (N/m2 )


Satuan yang dipakai adalah dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per
meter kuadrat (MKS). Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang (Δl) sampel
dibagi dengan panjang awal (l):

……………………………………....…………………………………..(2.2)

Dimana:
ε = Enginering Strain

= Panjang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m)

= panjang sesaat putus spesimen (m)

Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui tegangan, regangan, moduluselastisitas


bahan dengan cara menarikspesimen sampai putus. Pengujian tarikdilakukan dengan
mesin uji tarik.
2.8 Uji Bending
Uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian
kekuatan lengkung (bending) pada suatu bahan atau material. Pada umumnya alat uji
bending memiliki beberapa bagian utama, seperti: rangka, alat tekan, point bending
dan alat ukur.
Pengukuran tegangan yang terjadi pada spesimen uji bending dapat dilakukan melalui
perhitungan berikut:

……………………………………………………………………….(2.3)

Kekuatan bending (Mpa)

M = Momen lentur dipenampang spesimen

Institut Teknologi Nasional


16

c = Jarak dari sumbu ke titik yang dituju

Inersia Penampang

Untuk melakukan uji bending ada factor dan aspek yang harus dipertimbangkan dan
dimengerti yaitu :
a. Tekanan (p)
Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan
luasan benda yang dikenai gaya. Besarnya tekanan yang terjadi
dipengaruhi oleh dimensi benda yang di uji. Dimensi mempengaruhi
tekanan yang terjadi karena semakin besar dimensi benda uji yang
digunakan maka semakin besar pula gaya yang terjadi. Selain itu alat
penekan juga mempengaruhi besarnya tekanan yang terjadi. Alat
penekan yang digunakan menggunakan sistem hidrolik. Hal lain yang
mempengaruhi besar tekanan adalah luas penampang dari torak yang
digunakan.
b. Benda uji
Benda uji adalah suatu benda yang di uji kekuatan
lengkungnya dengan menggunakan alat uji bending. Jenis material
benda uji yang digunakan sebagai benda uji sangatlah berpengaruh
dalam pengujian bending. Karena tiap jenis material memiliki
kekuatan lengkung yang berbeda-beda, yang nantinya berpengaruh
terhadap hasil uji bending itu sendiri.
c. Point Bending
Point bending adalah suatu sistem atau cara dalam melakukan
pengujian lengkung (bending). Point bending ini memiliki 2 tipe,
yaitu: three point bending dan four point bending. Perbedaan dari
kedua cara pengujian ini hanya terletak dari bentuk dan jumlah point
yang digunakan, three point bending menggunakan 2 point pada
bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan 1 point pada
bagian atas yang berfungsi sebagai penekan sedangkan four point

Institut Teknologi Nasional


17

bending menggunakan 2 point pada bagian bawah yang berfungsi


sebagai tumpuan dan 2 point (penekan) pada bagian atas yang
berfungsi sebagai penekan.
d. Rangka
Rangka berfungsi sebagai penahan kekuatan balik dari gaya
tekan yang dihasilkan oleh alat penekan pada saat proses pengujian.
Selain itu rangka juga berfungsi sebagai dudukan komponen-
komponen lain, sehingga ukuran dari rangka haruslah lebih besar dari
komponen-komponen tersebut.
e. Alat Ukur
Alat ukur befungsi sebagai pembaca data hasil pengukuran
pada saat pengujian berlangsung. Angka-angka yang di tunjukkan oleh
alat ukur nantinya diolah lagi dalam perhitungan untuk mendapatkan
data yang inginkan. Pada umunya alat ukur yang digunakan adalah alat
pengukur tekanan.

2.9 Uji Impak


Menurut Dieter, George E (1988) uji impak digunakan dalam menentukan
kecenderungan material untuk rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya.
Hasil uji impak juga tidak dapat membaca secara langsung kondisi perpatahan batang
uji, sebab tidak dapat mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang
terjadi pada batang uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada
persetujuan secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya.
Nilai harga impact pada suatu spesimen adalah energy yang diserap tiap satuan luas
penampang lintang spesimen uji. Persamaanya sebagai berikut (Callister, 2003):

……………………………………………………….(2.4)

Dimana:

Harga impak

Institut Teknologi Nasional


18

E = Energi impak (J)

A = Luas penampang )

g = Percepatan grafitasi ( )

h1 = Tinggi pusat spesimen sebelum pemukulan (m)


h2 = Tinggi pusat spesimen setelah pemukulan (m)

2.10 Hasil Penelitian Sebelumnya


Dalam hasil penelitian yang sebelumnya untuk spesimen yang dibuat dalam
uji tarik, uji impak, dan uji bending yaitu spesimen tersebut mengalami porositas dan
ada sisa void dikarenakan pada saat pencetakan spesimen dengan menggunakan
injection molding masih ada ruang di spesimen tersebut. untuk gambar hasil spesimen
ada dibawah ini.

Gambar 2.3 Hasil Spesimen Pada Saat Uji Bending

Gambar 2.4 Hasil Spesimen Pada Saat Uji Impak

Institut Teknologi Nasional


19

Gambar 2.5 Spesimen Pada Saat Uji Tarik

Temperatur yang dioprasikan pada injection molding hand-press untuk


spesimen komposit menggunakan material PPHI dan serat nanas yaitu 250 0 supaya
tidak terjadi penguapan yang tidak di inginkan dan pencampuran nya harus cepat .

Gambar 2.6 Proses Mengatur Temperatur

2.11 Kadar Air


Kadar air adalah sejumlah air yang terkandung di dalam suatu benda, seperti
tanah (yang disebut juga kelembaban tanah), bebatuan, bahan pertanian, dan
sebagainya. Kadar air digunakan secara luas dalam bidang ilmiah dan teknik dan
diekspresikan dalam rasio, dari 0 (kering total) hingga nilai jenuh air di mana semua
pori terisi air. Nilainya bisa secara volumetrik ataupun gravimetrik (massa), basis
basah maupun basis kering.
Kandungan air (moisture) dari serat alam sangat menentukan kekuatan ikatan
antar selulosa dan ketahanan serat terhadap lingkungan. Jumlah kandungan air yang
terlalu besar akan mengurangi daya ikat antar selulosa dan lignin penyusun serat.

Institut Teknologi Nasional


20

Sedangkan kadar air yang kurang akan menimbulkan serat menjadi rapuh dan tidak
fleksibel. Oleh karena perlu adanya kontrol kadar air serat, sehingga diperoleh kadar
air serat paling optimum.
Selain itu kandungan air sangat mempengaruhi daya ikat (adhesi) antara serat
dan resin. Jadi jika serat dengan kadar air tinggi diaplikasikan dengan resin polimer,
maka ikatan interfasial menjadi lemah. Hal ini disebabkan kandungan air bisa
mengisi daerah antar serat dan resin, sehingga menyebabkan ikatan ini menjadi licin.
Jadi dengan pengurangan kadar air diharapkan akan diperoleh kekuatan optimal dari
serat cantula. Pengurangan kadar air ini biasanya menggunakan pemanasan pada suhu
dan waktu tertentu. Sebab pemakaian suhu yang terlalu tinggi (atau tidak terkontrol)
akan menimbulkan kerusakan pada serat.
H. Li, dkk (1998) menjelaskan bahwa dengan adanya 2 jenis material atau
lebih pembentuk bahan, maka akan ada perbedaan yang berdampak terhadap
performanya bila ada pengaruh lingkungan, seperti halnya pemanasan dan
pendinginan. Hal ini sesuai dengan penelitian R.C. Wetherhold dkk (1998) yang
menjelaskan bahwa perlakuan termal yang dilakukan pada suhu tinggi akan
menurunkan kekuatan sisa komposit lebih cepat dibanding pada suhu yang lebih
rendah. Selain itu F. Chmelík dan P. Lukáč (2000) menjelaskan bahwa tegangan
komposit internal akibat perbedaan tegangan termal serat dan matrik dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

dengan
Ef = modulus young serat,
Em = modulus young matrik
v = fraksi volume serat ,
 = perbedaan koefisien pertambahan panjang antara matrik dan serat,
T= perubahan suhu.
Berdasarkan rumus dan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi suhu yang digunakan akan meningkatkan pula kemungkinan kerusakan ikatan antara

Institut Teknologi Nasional


21

serat (selulose) dan matrik (lignin). Waktu pemanasan merupakan faktor penting bagi
kekuatan serat. Lamanya pemanasan ini sangat menentukan penurunan kadar air dalam
serat. Sehingga dengan mengatur lama pemanasan, akan diperoleh kadar air yang paling
optimum untuk kekuatan serat yang paling tinggi.

Institut Teknologi Nasional


22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir

Mulai

Studi Literatur

Persiapkan Alat dan Bahan

Siapkan Serat

Siapkan Injection Molding


Serat Nanas

Mesh
120 170 200
Siapkan Cetakan
Fraksi
Volume 20%

Proses Pembuatan Spesimen


Material Komposit

Proses Pengujian

Uji Tarik Uji Impak Uji Bending

Hasil Pembahasan dan Analisa

Kesimpulan dan Saran

Selsai

Gambar 3.1 Diagram alir

Institut Teknologi Nasional


23

Berikut adalah penjelasan dari diagram ulir ini antara lain:


1. Studi Pustaka dan Survei Lapangan menjadi langkah awal yang dilakukan
untuk mencari informasi dan referensi-referensi yang berkaitan dengan
studi penelitian ini,
2. Persiapan Alat dan Bahan. Untuk alat dan bahan ini akan mendukung
dalam proses pembuatan spesimen uji .
3. Setelah alat dan bahan yang dibutuhkan sudah ada . Maka akan dilakukan
proses pembuatan spesimen Uji,
4. Hasil dan Pembahasan, setelah melakukan proses pembuatan spesimen Uji
akan dilihat dari fisik material polimer komposit tersebut dengan mengacu
pada standarniya.
5. Mengetahui hasil kekuatan dari spesimen tersebut dengan metode
pengujian yaitu uji tarik, uji bending dan uji impak yang dilakukan pada
penelitian ini.
6. Kesimpulan, menyimpulkan hasil penelitian dengan menjawab tujuan dari
penelitian ini.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Ada beberapa alat yang mendukung proses pembuatan spesimen uji
seperti : Injection Molding, Cetakan berbahan Aluminium seri 7075, mesin
shaker, mesh 120 170 dan 200, timbangan digital, cutter, blender dan
mesin oven.
3.2.1 Bahan
- Berikut bahan yang digunkan untuk pembuatan komposit:
Polypropylene High Impact (PPHI) dan Serat Alam (serat nanas).
- Berikut adalah gambar alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini:

Institut Teknologi Nasional


24

Tabel 3.1 Alat dan Bahan untuk Proses Pembuatan Spesimen


NO GAMBAR KETERANGAN
1. Cetakan Spesimen Uji Tarik, Uji
Bending, dan Uji Impak berbahan
Aluminium Seri 7075 yang dibuat
menggunakan mesin CNC MCV 300
(milling)
2. Injection Molding, yang terdiri dari
komponen Heater, Thermocuople ,
Nozzle, Tuas, dan Per Pegas.

3. Meshing 120, 170, dan 200, adalah


mesing yang digunakan untuk
menyaring Serat Nanas yang akan
digunakan untuk membuat komposit
Polypropylene High Impact dengan
berpenguat Serat Alam.
4. Blender disini berfungsi untuk
menghaluskan Serat Nanas yang sudah
di potong-potong dan di oven ,
fungsinya untuk mempermudah proses
meshing .

5. Oven digunakan untuk mengeringkan


serat, agar serat tersebut mudah untuk
di proses blender dan meshing.

Institut Teknologi Nasional


25

6. Gunting digunakan untuk memotong


serat yang awalnya panjang, dipotong
menjadi ukuran ± 3mm dan
mempermudah pada saat proses
blender.
7. Timbangan Digital digunakan untuk
menimbang PPHI dan Serat yang akan
diproses sesuai dengan perhitungan
yang sudah ditentukan.

8. Polypropylene High Impact yaitu


sebagai bahan dasar dari pembuatan
Komposit.

9. Serat Nanas adalah bagian penguat


dari pembuatan komposit ini.

3.3 Preparasi Serat Alam

serat nanas dipotong sepanjang ± 3mm lalu di keringkan menggunakan oven


dengan temperatur 200°C selama 5 jam kemudian di blender hingga halus sampai
memiliki ukuran yang kecil sesuai dengan mesh yang dipakai yaitu 120 170 dan 200.

Makin besar angka ukuran mesh maka makin halus bahan yang dihasilkan atau
terloloskan. Berikut gambar dibawah ini adalah tahapan proses pembuatan Preparasi
Serat Nanas.

Institut Teknologi Nasional


26

Gambar 3.2 Tahapan Proses pembuatan Serat Nanas

3.4 Proses Pembuatan Komposit Polypropylene High Impact (PPHI) Berpenguat


Serat Alam

Serat Alam (serat nanas) berukuran mesh 120 170 dan 200 akan dicampurkan
dengan Polypropylene High Impact (PPHI) dengan sesuai fraksi volume sebesar 20
%. Kemudian setelah dicampurkan lalu dimasukkan ke dalam hopper unit injection
molding yang telah di atur dengan temperatur 230°C sampai dengan 300°C. setelah
PPHI dan serat alam sudah meleleh dan menyatu lalu diaduk sampai rata kemudian
lakukan proses pressure pada tuas maka siapkan cetakan yang telah di panaskan
dalam temperatur 100°C dan letakkan ke ujung nozzle sesuai dengan spesimen yang
dibuat.

Berikut gambar dibawah ini adalah proses tahapan proses pembuatan spesimen

 Injection Molding

Institut Teknologi Nasional


27

Gambar 3.3 Injection Molding dan Cetakan Spesimen

Pertama tama siapkan alat injection molding beserta cetakan spesimennya

 Setting Termokopel

Gambar 3.4 setting Termokopel

Kedua nyalakan termokopel dan atur temperatur 250°C kedua termokopel


di injection molding dan atur temperatur 100°C di spesimen cetakan

 Treatment PPHI dan Serat

Institut Teknologi Nasional


28

Gambar 3.5 Serat Nanas dan PPHI Ketika Dimasukan

Ketiga setelah temperatur termokopel injection molding sudah sampai


sesuai yang diatur maka masukan pphi dan serat nanas

 Injection Proses

Gambar 3.6 Proses Injeksi

Keempat ketika pphi dan serat nanas sudah meleleh aduk kedua bahan
sampai rata agar tidak terjadinya homogen. Kalau sudah rata kedua bahan
tersebut lalu injeksikan ke cetakan spesimen.

 Hasil Spesimen

Institut Teknologi Nasional


29

Gambar 3.7 Spesimen Uji Bending, Spesimen Uji Impak, Spesimen Uji Tarik

Untuk yang terakhir adalah hasil spesimen yang di injeksikan yaitu


spesimen uji tarik , uji bending dan uji impak

3.5 Proses Pengujian Komposit Polypropylene High Impact (PPHI) Berpenguat


Serat Alam

3.5.1 Pengujian Uji Tarik

Pembuatan spesimen uji tarik sesuai dengan standar ASTM D3039

Gambar 3.8 Geometri Spesimen Uji Tarik (dalam mm) ASTM D 3039

Pengujian Tarik dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan Tarik dari


bahan komposit. Berikut adalah langkah-langkahnya dibawah ini:

1. Menyiapkan alat dan bahan spesimen komposit PPHI berpengaruh serat


alam, spesimen uji komposit PPHI berpengaruh serat alam yang telah
dikondisikan.

Institut Teknologi Nasional


30

2. Mengkalibrasi alat uji


3. Mengkofigurasi alat uji sesuai dengan jenis sampel uji
4. Memasukan data yang di perlukan kedalam computer mesin uji, data yang
dimasukan diantaranya ketebalan, lebar, panjang, massa spesimen uji
komposit, nama sampel, dan informasi spesimen uji
5. Memasukan spesimen ke cross head yang dapat menjepit bagian atas dan
bawah spesimen, posisi spesimen dapat dikuatkan dengan menggunakan
obeng khusus.
6. Menekan tombol start untuk memulai pengujian secara otomatis.
7. Amati Spesimen uji hingga patah.
8. Mengeluarkan spesimen yang telah rusak/patah.

3.5.2 Pengujian Uji Bending

Pembuatan spesimen uji bending sesuai dengan standar ASTM D 695.

Gambar 3.9 Geometri Spesimen Uji Bending (dalam mm) ASTM D 695

Uji bending adalah suatu proses pengujian material dengan cara


ditekan untuk mendapatkan hasil berupa data tentang kekuatan lengkung
suatu material. Berikut adalah langkah-langkahnya dibawah ini:
1. Menyiapkan peralatan yang akan di perlukan.
2. Nyalakan mesin bending.
3. Turunkan pencekam mesin bending agar material dapat masuk ke
dalam pencekam mesin bending.

Institut Teknologi Nasional


31

4. Masukan material pada pencekam mesin bending, ukur sisi kanan dan
kiri pencekam sesuai yang telah ditentukan.
5. Lalu turunkan kembali pencekam perlahan sampai ujung pencekam
menyentuh material, agar material tidak lepas pada saat proses
pembendingan/penekukan.
6. Pada mesin setting jarum penunjuk angka hingga nol, dan gunakan
spesifikasi beban sesuai yang telah di tentukan.
7. Mulai memutar handle pada mesin hingga jarum pada mesin bergerak
8. setelah jarum pada mesin bergerak catat hasil dari uji bending tersebut.
9. Lakukan langkah yang sama untuk masing-masing material.
3.5.3 Pengujian Uji Impak

Pembuatan specimen uji impact sesuai dengan standar ASTM D 6110

Gambar 3.10 Geometri Spesimen Uji Impact (dalam mm) ASTM D 6110

Pada uji impak dilakukan untuk mengetahui beban kejut atau beban
secara tiba-tiba dan ketahan benda terhadap patah. Berikut adalah langkah-
langkahnya dibawah ini:
1. Mengukur dimensi dari skin yaitu tebal, lebar dna panjangnya, kemudian
memberikan nomor spesimen pada spesimen yang akan di uji.
2. Mengangkat beban palu.
3. Meletekan spesimen pada batang uji atau tumpuan dengan bantuan
penjepit.

Institut Teknologi Nasional


32

4. Melepas palu atau bandul dengan cara menekan tombol dan menarik
handelnya.
5. Palu atau bandul akan jatuh dan memukul spesimen secara otomatis.
6. Catat energi serap yang ditunjukan oleh jarum pada alat uji impak.
7. Hitung harga impak.

BAB IV

Institut Teknologi Nasional


33

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Bending

Pengujian bending dilakukan dengan spesimen yang sesuai dengan standar ASTM
D 695. Spesimen uji bending adalah benda uji serat nanas dengan laminasi
Polypropylene High Impact (PPHI) dengan tiga ukuran mesh yaitu 120, 170 dan 200
mesh serta fraksi volume 20%.

Gambar 4.1 Spesimen Komposit Uji Bending

4.1.1 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 120)

Gambar 4.2 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas Mesh 120

Dibawah ini Tabel 4.1 yang memperlihatkan hasil pengujian bending


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 120.

Institut Teknologi Nasional


34

Tabel 4.1 Hasil Bending Komposit Serat Nanas Mesh 120

Bending streght (Mpa)


No
nanas mesh 120
1 3.817
2 1.938
3 2.561
4 1.503
5 2.004

Gambar 4.3 Komposit Serat Nanas Mesh 120

Pada mesh 120, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling tinggi yaitu spesimen 1 . Dikarenakan tidak terdapat porositas yang
menyebabkan hasil kekuatan bending yang maksimal.

Institut Teknologi Nasional


35

Gambar 4.4 Spesimen 1 Uji Bending komposit serat nanas mesh 120

4.1.2 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 170)

Gambar 4.5 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas mesh 170

Dibawah ini Tabel 4.2 yang memperlihatkan hasil pengujian bending


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 170

Tabel 4.2 Hasil Bending Komposit Serat Nanas Mesh 170

Bending streght (Mpa)


No
nanas mesh 170
1 10.979
2 1.512
3 11.202
4 6.999
5 4.537

Institut Teknologi Nasional


36

uji bending serat nanas fraksi volume 20 %


12

Bending streght (Mpa) 10

0
1 2 3 4 5
Mesh 170

Gambar 4.6 Komposit Serat Nanas Mesh 170

Pada mesh 170, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling tinggi yaitu spesimen 3 . Dikarenakan tidak terdapat porositas yang
menyebabkan hasil kekuatan Bending yang maksimal dan beban
lenturnya sangat tinggi .

Gambar 4.7 Spesimen 3 komposit serat nanas mesh 170

Institut Teknologi Nasional


37

4.1.3 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas (Mesh 200)

Gambar 4.8 Hasil Pengujian Bending Komposit Serat Nanas Mesh 200

Dibawah ini Tabel 4.3 yang memperlihatkan hasil pengujian bending


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 200

Tabel 4.3 Hasil Bending Komposit Serata Nanas Mesh 200

Bending streght (Mpa)


No
nanas mesh 200
1 8.539
2 8.757
3 7.743
4 7.939
5 7.357

Gambar 4.9 Komposit Serat Nanas Mesh 200

Institut Teknologi Nasional


38

Pada mesh 170, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling tinggi yaitu spesimen 2 . Dikarenakan tidak terdapat porositas yang
menyebabkan hasil kekuatan bending yang maksimal dan beban
lenturnya .

Gambar 4.10 Spesimen 2 Uji Bending komposit serat nanas mesh 170

4.1.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Bending

 Serat Nanas

Dibawah ini Tabel 4.4 yang memperlihatkan hasil pengujian bending


spesimen komposit PPHI Serat Nanas pada mesh 120 170 200.

Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Bending Komposit Serat Nanas

Bending streght (Mpa)


No
nanas mesh 120 nanas mesh 170 nanas mesh 200
1 3.817 10.979 8.539
2 1.938 1.512 8.757
3 2.561 11.202 7.743
4 1.503 6.999 7.939
5 2.004 4.537 7.357

Institut Teknologi Nasional


39

Gambar 4.11 Perbandingan Hasil Serat Nanas Uji Bending

Kegagalan pada komposit PPHI dan serat nanas dengan fraksi volume
20% bahawa semakin besar ukuran mesh yang dipakai maka data yang
didapatkan sebaliknya semakin besar. Pada penelitian ini dengan
analisa data yang sudah didapatkan adalah disebabkan karena tidak
tercampur rata antara PPHI dengan serat pada proses pengadukan,
sehingga PPHI dan serat tidak saling menyatu . Hal ini disebabkan
karena ketika proses pembuatan komposit material akan ada
kecenderungan terjadi penjenuhan serat pada titik tertentu sehingga
menyebabkan distribusi serat diseluruh luas permukaan tidak merata.
Untuk Komposit Propylene High Impact (PPHI) dengan Serat Nanas
Bisa dilihat dengan data yang sudah diperoleh bahwa Serat Nanas
mesh 200 kekuatan lengkungnya lebih tinggi dibanding dengan serat
nanas mesh 170 dan 200.

Pada Uji Bending komposit serat Nanas ini, data yang sudah diperoleh
bahwa pada mesh 200 nilai rata-rata yang didapatkan besar
dibandingkan dengan mesh 120 dan mesh 170. Dimana dari lima
spesimen pada masing-masing mesh data rata-rata yang telah dibagi

Institut Teknologi Nasional


40

dengan standar defiasi yaitu mesh 120 (2,365 Mpa), mesh 170 (7,046
Mpa) dan mesh 200 (8,067 Mpa).

Tabel 4.5 Hasil Perbandingan Rata-Rata Bending Komposit Serat Nanas

bending streght
nilai rata rata (Mpa)
mesh 120 2.365
mesh 170 7.046
mesh 200 8.067

Gambar 4.12 Nilai Rata-Rata Komposit Uji Bending Serat Nanas

4.2 Uji Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan metode charpy yang telah di tentukan di ASTM
D 3039. Spesimen uji tarik adalah benda uji serat nanas dengan laminasi
Polypropylene High Impact (PPHI) dengan tiga ukuran mesh yaitu 120, 170 dan 200
mesh serta fraksi volume 20%.

Institut Teknologi Nasional


41

Gambar 4.13 Spesimen Komposit Uji Tarik

4.2.1 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 120)

Gambar 4.14 Hasil Spesimen Uji Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 120

Dibawah ini Tabel 4.6 yang memperlihatkan hasil pengujian Tarik


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 120.

Tabel 4.6 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 120

Tarik serat nanas mesh 120


no tensile streght yield streght
(Mpa) (Mpa)
1 21.42 16.866
2 19.71 16.459
3 20.135 17.706
4 18.068 15.031
5 28.03 19.007

Institut Teknologi Nasional


42

Gambar 4.15 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 120

Pada mesh 120, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling tinggi yaitu spesimen 5 . Dikarenakan terdapat tegangan dan
regangan yang menyebabkan hasil kekuatan tarik yang maksimal Tetapi
masih terdapat sedikit porositas disebabkan pada proses pembuatan
spesimen temperatur lingkungan sangat berpengaruh.

Gambar 4.16 Spesimen 5 Uji Tarik komposit serat nanas mesh 120

Institut Teknologi Nasional


43

4.2.2 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 170)

Gambar 4.17 Hasil Spesimen Uji Tarik Komposit Serat Nanas mesh 170

Dibawah ini Tabel 4.7 yang memperlihatkan hasil pengujian Tarik


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 170.

Tabel 4.7 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 170

Tarik serat nanas mesh 170


no tensile streght
yield streght (Mpa)
(Mpa)
1 22.456 14.869
2 26.535 15.677
3 5.141 4.468
4 27.633 16.272
5 25.574 16.609

Gambar 4.18 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 170

Pada mesh 170, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling kecil yaitu spesimen 3 dibanding spesimen lainya . Dikarenakan

Institut Teknologi Nasional


44

terdapat spesimen yang tidak homogen disebabkan proses pembuatan


antara pencampuran pphi dan serat nanas.

Gambar 4.19 Spesimen 3 Uji Bending komposit serat nanas mesh 170

4.2.3 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas (Mesh 200)

Gambar 4.20 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 200

Dibawah ini Tabel 4.8 yang memperlihatkan hasil pengujian Tarik


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 200.

Tabel 4.8 Hasil Tarik Komposit Serat Nanas Mesh 200

Tarik serat nanas mesh 200


No tensile streght yield streght
(Mpa) (Mpa)
1 13.227 11.958
2 16.035 14.712
3 13.965 13.7

Institut Teknologi Nasional


45

4 23.997 15.664
5 27.19 17.358

Gambar 4.21 Hasil Pengujian Tarik Komposit Serat Nanas mesh 200

Pada mesh 120, dari data yang diperoleh perbandingan nilai yang didapat
paling tinggi yaitu spesimen 5 . Dikarenakan terdapat tegangan dan
regangan yang menyebabkan hasil kekuatan tarik yang maksimal Tetapi
masih terdapat sedikit porositas disebabkan pada proses pembuatan
spesimen temperatur lingkungan sangat berpengaruh.

Gambar 4.22 Spesimen 5 Uji Bending komposit serat nanas mesh 200

Institut Teknologi Nasional


46

4.2.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Tarik

 Serat Nanas

Dibawah ini Tabel 4.9 yang memperlihatkan hasil pengujian tarik


spesimen komposit PPHI Serat Nanas pada mesh 120 170 200.

Tabel 4.9 Hasil Perbandingan Uji Tarik Komposit Serat Nanas

Tarik serat Tarik serat nanas Tarik serat


nanas mesh 120 mesh 170 nanas mesh 200
no
tensile streght tensile streght tensile streght
(Mpa) (Mpa) (Mpa)
1 21.42 22.456 13.227
2 19.71 26.535 16.035
3 20.135 5.141 13.965
4 18.068 27.633 23.997
5 28.03 25.574 27.19

Gambar 4.23 Perbandingan Hasil Uji Tarik Serat Nanas Fraksi Volume 20%

Pada pengujian komposit Uji Tarik ini terbukti bahwa spesimen pada
mesh 120 rata-rata nilai yang didapatan kan besar pada serat nanas jadi
semakin besar tegangan maka semakin kuat kompositnya, namun masih
terdapat porositas yang menyebabkan nilai yang didapatkan belum
maksimal karena ketidakhomogenan.

Institut Teknologi Nasional


47

Ketidakhomogenan adalah tidak tercampurnya antara 2 bahan material


sehingga kedua bahan tersebut tidak merata dikarenakan proses
pengadukan tidak tercampur rata antara dua bahan tersebut. Pada proses
pembuatan spesimen pengaruh temperatur lingkungan sangatlah
berpengaruh besar terhadap cetakan (mold) Sehingga besar kemungkinan
terjadinya porositas karena pendinginan cepat berpengaruh pada spesimen
tersebut.

Pada Uji Tarik komposit serat Nanas ini, data yang sudah diperoleh
bahwa pada mesh 120 nilai rata-rata yang didapatkan besar dibandingkan
dengan mesh 170 dan mesh 200. Dimana dari lima spesimen pada masing-
masing mesh data rata-rata yang telah dibagi dengan standar defiasi yaitu
mesh 120 (21,473 Mpa), mesh 170 (21,468 Mpa) dan mesh 200 (1,883
Mpa).

Tabel 4.10 Nilai Rata-Rata Hasil Uji Tarik Komposit Serat Nanas

nilai rata rata tensile streght (Mpa)


mesh 120 21.473
mesh 170 21.468
mesh 200 18.883

Gambar 4.24 Nilai Rata-Rata Hasil Uji Tarik Serat Nanas

Institut Teknologi Nasional


48

4.3 Uji Impak

Pengujian impak dilakukan dengan spesimen yang sesuai dengan standart ASTM
D 6110. Spesimen uji Impak adalah benda uji serat serat nanas dengan laminasi
Polypropylene High Impact(PPHI) dengan tiga ukuran mesh yaitu 120 , 170 dan 200
mesh serta fraksi volume 20% dan dapat dilihat pada Gambar 4.24 dibawah ini:

Gambar 4.25 Spesimen Komposit Uji Impak

Besar impak adalah angka yang menunjukan besarnya energi untuk mematahkan
spesimen dan energi impak material pada komposit dapat di hitung menggunakan
metode charpie persamaan 4.1.

𝐻𝐼 = .............................................................................................................. (4.1)

Dimana : HI = Harga Impak ( )

E = Energi Impak (J)

A = Luas Penampang ( )

Untuk menghitung Energi Impak dengan persamaan,

𝐸 = 𝑊×𝑅×(cos𝛽−cos𝛼).....................................................................................(4.2)

Dimana : E = Energi Impak(J)

Institut Teknologi Nasional


49

W = Massa Pendulum (Kg m/s2)

R = panjang lengan pendulum

β = Sudut Naik

α = Sudut Turun

Gambar 4.26 Prinsip Pengujian Impak

Pengujian Impak dilakukan di Laboratorium Logam Teknik Metalurgi Fisik


Unjani Bandung dengan menggunakan mesin GOTECH TESTING MACHINES INC.
MODEL GT-7045.

4.3.1 Hasil Pengujian Impak Komposit Serat Nanas (Mesh 120)

Gambar 4.27 Hasil Spesimen Uji Impak Komposit Serat Nanas mesh 120

Institut Teknologi Nasional


50

Dibawah ini Tabel 4.11 yang memperlihatkan hasil pengujian impak


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 120.

Tabel 4.11 Hasil Impak komposit serat nanas mesh 120

no
nanas mesh HI (KJ/m²)
120
1 136
2 9.083
3 117.68
4 123.34
5 42.83

Gambar 4.28 Komposit Serat Nanas Mesh 120

Pada mesh 120, dari data yang diperoleh perbandingan spesimen 2


dan spesimen 5 nilai yang didapat terlalu jauh dibanding spesimen
lainya. Dikarenakan terdapat porositas yang menyebabkan hasil
impak yang belum maksimal.

Institut Teknologi Nasional


51

Gambar 4.29 Spesimen 2 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 120

Gambar 4.30 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 120

4.3.2 Hasil Pengujian Impak Komposit Serat Nanas (Mesh 170)

Gambar 4.31 Hasil Spesimen Uji Komposit Serat Nanas Mesh 170

Institut Teknologi Nasional


52

Dibawah ini Tabel 4.12 yang memperlihat hasil pengujian impak


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 170.

Tabel 4.12 Hasil Impak komposit serat nanas mesh 170

no
nanas mesh HI (KJ/m²)
170
1 128.58
2 137.75
3 152.08
4 141.58
5 56.58

Gambar 4.32 Komposit Serat Nanas Mesh 170

Pada mesh 170, dari data yang diperoleh pada spesimen 5 terdapat
nilai kekuatan impak yang sangat kecil dikarenakan kesalahan pada
proses pembuatan dan terdapat juga porositas yang menyebabkan nilai
impak yang belum maksimal.

Institut Teknologi Nasional


53

Gambar 4.33 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 170

4.3.3 Hasil Pengujian Impak Komposit Serat Nanas (Mesh 200)

Gambar 4.34 Hasil Spesimen Uji Komposit Serat Nanas Mesh 200

Dibawah ini Tabel 4.13 yang memperlihat hasil pengujian impak


spesimen komposit PPHI serat nanas pada mesh 200 .

Tabel 4.13 Hasil Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200

no
nanas mesh HI (KJ/m²)
200
1 144.83
2 23.83
3 151.25
4 70.77
5 63.6

Institut Teknologi Nasional


54

Gambar 4.35 Komposit Serat Nanas Mesh 200

Pada mesh 200, dari data yang diperoleh terdapat kekuatan impak
yang kecil pada spesimen kedua, keempat, kelima dikarenakan pada
proses pembuatan yang kurang terliti. Terdapat juga porositas yang
menyebabkan nilai harga impak yang belum maksimal.

Gambar 4.36 Spesimen 2 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200

Gambar 4.37 Spesimen 4 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200

Institut Teknologi Nasional


55

Gambar 4.38 Spesimen 5 Uji Impak Komposit Serat Nanas Mesh 200

4.3.4 Perbandingan Serat Nanas Komposit Uji Impak

 Serat Nanas

Dibawah ini Tabel 4.14 yang memperlihatkan hasil pengujian impak


spesimen komposit PPHI Serat Nanas pada mesh 120 170 200

Tabel 4.14 Perbandingan Hasil Impak Komposit Serat Nanas

Kekuatan Impak (KJ/m2)


No
nanas mesh 120 nanas mesh 170 nanas mesh 200
1 136 128.58 144.83
2 9.083 137.75 23.83
3 117.68 152.08 151.25
4 123.34 141.58 70.77
5 42.83 56.58 63.6

Institut Teknologi Nasional


56

Gambar 4.39 Perbandingan Hasil Impak Serat Nanas

Untuk Komposit Propylene High Impact (PPHI) dengan Serat Alam


Bisa dilihat dengan data yang diperoleh bahwa Serat Nanas mesh yang
lebih unggul yaitu mesh 200 dikarenakan harga impak sangat tinggi.

Pada Uji impak komposit serat Nanas ini, data yang sudah diperoleh
bahwa pada mesh 170 nilai rata-rata yang didapatkan besar
dibandingkan dengan mesh 120 dan mesh 200. Dimana dari lima
spesimen pada masing-masing mesh data rata-rata yang telah dibagi
dengan standar defiasi yaitu mesh 120 (85.7866 Mpa), mesh 170
(123.314 Mpa) dan mesh 200 (90.856 Mpa).

Tabel 4.15 Nilai Rata-Rata Hasil Impak Komposit Serat Nanas

Kekuatan Impak
no nilai rata rata (KJ/m2)
1 mesh 120 85.79
2 mesh 170 123.31
3 mesh 200 90.86

Institut Teknologi Nasional


57

Gambar 4.40 Perbandingan Rata-Rata Hasil Uji Impak Serat Nanas

4.4 Perbandingan Serat Nanas Fraksi volume 10%,15% dan 20%

4.4.1 Perbandingan Uji Impak


o Serat Nanas

Berikut adalah data perbandingan uji impak fraksi volume 10%,15%


dan 20% dengan metode injection molding

Tabel 4.16 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%, 15, dan
20% (Impak Nanas)

Kekuatan Impak (KJ/m2)


mesh
fraksi volume 10% fraksi volume 15% fraksi volume 20%
120 28.33 64.42 85.79
170 31.08 40.68 123.31
200 40.42 72.05 90.86

Institut Teknologi Nasional


58

Gambar 4.41 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%, 15% dan
20 % Uji Impak

Untuk perbandingan pengujian uji bending fraksi volume


10%,15% dan 20% dimana data yang sudahdi peroleh bahwa
spesimen uji bending fraksi volume 20% lebih baik karena memiliki
kekuatan impak yang sangat tinggi dibandingkan dengan fraksi
volume 10% dan 15%. Spesimen yang sudah di uji dalam fraksi
volume 10% dan 15% mengalami porositas yang lebih besar yang
disebabkan hasil spesimen kurang maksimal.

4.4.2 Perbandingan Uji Tarik


o Serat Nanas

Berikut adalah data perbandingan uji tarik fraksi volume 10%,15%


dan 20% dengan metode injection molding

Tabel 4.17 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%, 15, dan
20% (Tarik Nanas)

Institut Teknologi Nasional


59

fraksi volume 10% fraksi volume 15% fraksi volume 20%


mesh
tensile streght (MPa) tensile streght (MPa) tensile streght (MPa)
120 7.37 24.58 21.47
170 6.44 25.18 21.47
200 9.89 22.83 18.88

Gambar 4.42 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%, 15% dan
20 % Uji Tarik

Untuk perbandingan pengujian uji Tarik fraksi volume


10%,15% dan 20% dimana data yang sudah di peroleh bahwa
spesimen uji bending fraksi volume 15% lebih baik karena memiliki
kekuatan Tarik yang sangat tinggi dibandingkan dengan fraksi
volume 10% dan 20%. Spesimen yang sudah di uji dalam fraksi
volume 10% dan 20% mengalami porositas dan ketidakhomogenan
yang menyebakan hasil spesimen kurang maksimal.

Perbandingan Uji Bending

o Serat Nanas

Institut Teknologi Nasional


60

Berikut adalah data perbandingan uji bending fraksi volume


10%,15% dan 20% dengan metode injection molding

Tabel 4.18 Perbandingan Injection Molding fraksi volume 10%, 15, dan
20% (Bending Nanas)

Bending streght (Mpa)


mesh
fraksi volume 10% fraksi volume 15% fraksi volume 20%
120 2.35 3.10 2.37
170 3.81 2.99 7.05
200 2.13 1.57 8.07

Gambar 4.43 Perbandingan Serat Nanas Rata-Rata Fraksi Volume 10%,15, dan
20 % Uji Bending

Untuk perbandingan pengujian uji bending fraksi volume


10%,15% dan 20% dimana data yang sudahdi peroleh bahwa
spesimen uji bending fraksi volume 20% lebih baik karena memiliki
kekuatan lentur yang sangat tinggi dibandingkan dengan fraksi
volume 10% dan 15%. Spesimen yang sudah di uji dalam fraksi

Institut Teknologi Nasional


61

volume 10% dan 15% mengalami porositas dan ketidakhomogenan


yang menyebakan hasil spesimen kurang maksimal.

4.5 Perbandingan Serat Nanas dan Rami Fraksi volume 20%

4.5.1. Perbandingan Uji Impak


o Serat Nanas Serat Nanas dan Rami Fraksi Volume 20%

Berikut adalah data perbandingan uji impak serat nanas fraksi volume
20% dan serat rami fraksi volume 20% dengan metode injection
molding

Tabel 4.19 Perbandingan Uji Impak Injection Molding Serat Nanas dan
Rami Fraksi Volume 20%

bending streght (MPa)


mesh
serat nanas 20 % serat rami 20%
120 85.79 13.95
170 123.31 85.15
200 90.86 68.7

Institut Teknologi Nasional


62

Gambar 4.44 Perbandingan Rata-Rata Uji Impak Serat Nanas dan Serat Rami
Fraksi Volume 20%

4.5.2. Perbandingan Uji Tarik


o Serat Nanas dan Rami Fraksi Volume 20%

Berikut adalah data perbandingan uji tarik serat nanas fraksi volume
20% dan serat rami fraksi volume 20% dengan metode injection
molding

Tabel 4.20 Perbandingan Uji Tarik Injection Molding Serat Nanas dan
Rami Fraksi Volume 20%

Tensile streght (MPa)


mesh serat nanas serat rami
20 % 20%
120 21.473 25.89
170 21.468 24.17
200 18.883 25.89

Gambar 4.45 Perbandingan Rata-Rata Uji Tarik Serat Nanas dan Serat Rami
Fraksi Volume 20%

Institut Teknologi Nasional


63

4.5.3. Perbandingan Uji Bending


o Serat Nanas dan Rami Fraksi Volume 20%

Berikut adalah data perbandingan uji bending serat nanas fraksi


volume 20% dan serat rami fraksi volume 20% dengan metode
injection molding .

Tabel 4.21 Perbandingan Uji Bending Injection Molding Serat Nanas dan
Rami Fraksi Volume 20%.

bending streght (MPa)


mesh
serat nanas 20 % serat rami 20%
120 2.365 2.15
170 7.046 2.68
200 8.067 3.12

Gambar 4.46 Perbandingan Rata-Rata Uji Bending Serat Nanas dan Serat
Rami Fraksi Volume 20%

Institut Teknologi Nasional


64

4.6 Perbandingan Metode Injection Molding dengan Metode Hand Lay Up

4.6.1. Perbandingan Uji Impak Serat Nanas

Berikut adalah data perbandingan uji impak Metode Injection


Molding fraksi volume 20% dengan Hand Lay-Up fraksi volume 10%
pada serat nanas

Tabel 4.22 Perbandingan Uji Impak Metode Hand Lay-up 10% dan
Metode Injection Molding 20%

Kekuatan Impak (KJ/m²)


Mesh
Hand Lay-up 10% Injection Molding 20%
120 8.16 85.79
170 38.34 123.31
200 16.92 90.86

Gambar 4.47 Perbandingan Uji Impak Metode Hand Lay-Up 10% dan
Metode Injection Molding 20%

Institut Teknologi Nasional


65

4.6.2. Perbandingan Uji Bending Serat Nanas

Berikut adalah data perbandingan uji bending Metode Injection


Molding fraksi volume 20% dengan Hand Lay-Up fraksi volume 10%
pada serat nanas

Tabel 4.23 Perbandingan Uji bending Metode Hand Lay-up 10% dan
Metode Injection Molding 20%

Bending Strenght (MPa)


Mesh Hand Lay-Up 10% Injection Molding 20%
120 6.1 2.36
170 3.51 7.05
200 5.21 8.07

Gambar 4.48 Perbandingan Uji Bending Metode Hand Lay-Up 10% dan
Metode Injection Molding 20%

Institut Teknologi Nasional


66

4.6.3. Perbandingan Uji Tarik Serat Nanas

Berikut adalah data perbandingan uji bending Metode Injection


Molding fraksi volume 20% dengan Hand Lay-Up fraksi volume 10%
pada serat nanas.

Tabel 4.24 Perbandingan Uji Tarik Metode Hand Lay-up 10% dan Metode
Injection Molding 20%

Tensile Strenght (Mpa)


Mesh Hand Lay-Up 10% Injection Molding 20%
120 15.18 21.473
170 5.88 21.468
200 9.89 18.883

Gambar 4.49 Perbandingan Uji Tarik Metode Hand Lay-Up 10% dan
Metode Injection Molding 20%

Institut Teknologi Nasional


67

Untuk perbandingan pengujian spesimen uji tarik, uji impak, dan uji
bending dengan metode Hand Lay-Up fraksi volume 10% dan metode
Injection Molding fraksi volume 20% dalam hasil perbandingan kedua
metoda tersebut bahwa metode injection molding lebih baik dari pada
metode hand Lay-Up. Dari spesimen yang telah dibuatpun metode
Hand Lay-Up banyak terjadi ketidakhomogenan dan void yang
menyebabkan data yang belum maksimal.

Gambar 4.50 Spesimen Uji Tarik metode Hand Lay-Up Fraksi volume
10%

Gambar 4.51 Spesimen Uji Bending metode Hand Lay-Up Fraksi volume
10%

Institut Teknologi Nasional


68

Gambar 4.52 Spesimen Uji Impak metode Hand Lay-Up Fraksi volume
10%

4.7 Spesimen Uji dengan menggunakan PPHI

dalam spesimen uji tarik, uji impak , dan uji bending dibuat dengan
menggunakan bahan PPHI tanpa campuran dari serat nanas. Berikut Tabel 4.25
adalah hasil data pengujian uji tarik, uji bending, dan uji impak.

Tabel 4.25 Hasil Pengujian Spesimen Uji PPHI

uji tarik uji bending uji impak


bahan
Tensile streght (Mpa) bending streght (Mpa) kekuatan impak (KJ/m2)
pphi 21.22 3.68 8.17

Institut Teknologi Nasional


69

Gambar 4.53 Hasil Pengujian Spesimen Uji dengan menggunakan bahan


PPHI

Dari hasil data pengujian uji tarik, uji bending, dan uji impak dengan
menggunakan bahan PPHI. bahwa spesimen yang telah dibuat memiliki bentuk
yang tidak sempurna dikarenakan terjadinya void yang ada di dalam spesimen
tersebut. Berikut gambar dibawah ini adalah hasil spesimen uji dengan
menggunakan bahan PPHI

Gambar 4.54 Spesimen Uji Tarik dengan Menggunakan Bahan PPHI

Institut Teknologi Nasional


70

Gambar 4.55 Spesimen Uji Impak dengan Menggunakan Bahan PPHI

Gambar 4.56 Spesimen Uji Bending dengan Menggunakan Bahan PPHI

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan analisa pengujian serta pembahasan data yang di
peroleh, dapat disimpulkan :

 Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Komposit Uji Impak pada Serat
Nanas dengan Fraksi volume 20% memakai mesh 120 170 dan 200. Pada
Serat Nanas nilai tertinggi yaitu pada mesh 200 dengan data harga impak
85,79 KJ/m².
 Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Komposit Uji Bending pada
Serat Nanas dengan Fraksi volume 20% memakai mesh 120 170 dan 200.

Institut Teknologi Nasional


71

Pada serat nanas nilai yang tertinggi yaitu pada Mesh 200 dengan data
bending strength 8,06 MPa.
 Dari Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Komposit Uji Tarik pada Serat
Nanas dengan Fraksi volume 20% memakai mesh 120 170 dan 200. Pada
serat nanas nilai yang tertinggi yaitu pada Mesh 120 dengan data tensile
strength 21,473 MPa. .
 Pada penelitian ini temperatur udara sangat berpengaruh dengan temperatur
yang ada di injection molding dikarenkan pada saat proses pengadukan
campuran antara pphi dan serat nanas.
 Pada spesimen masih terdapat ketidakhomogenan akibat pencampuran yang
kurang sempurna, sehingga pada saat pembuatan perlu dilakukan pengadukan
yang lebih baik agar spesimen tercampur lebih sempurna.

5.2 Saran
 Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan memperbaharui cetakan
atau mengubah cetakan agar supaya tidak terjadinya porositas

Institut Teknologi Nasional


72

DAFTAR PUSTAKA

Nasmi Herlina Sari 2018 “Kekuatan Mekanik Komposit Diperkuat Serat Alam
Selulosa.”

Rodiawan, Firlya Rosa, Shudi 2016 “ Analisa Sifat-sifat Serat Alam Sebagai Penguat
Komposit Ditinjau dari Kekuatan Mekanik. “

H Dawam Abdullah dan Hermawan Judawisastra ISSN 1410-8720 “ Identifikasi


Morfologi dan Kekuatan Tarik Polimer Serat.”

Institut Teknologi Nasional


73

Mardiyati, Nurdesri Srahputri, Steven, Rochim Suratman 2017 “ Sifat tarik dan sifat
impak komposit polypropylene high impact berpengaruh serat rami acak yang
dibuat dengan metode injection molding.”

Pratikno Hidayat, 2008 “ Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas Alternatife


Bahan Baku Tekstil.”

Teguh Sulistyo Hadi, Sarjito Jokosisworo, 2016 “ Analisa Teknis Penggunaan Serat
Daun Nanas Sebagai Alternative Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal
Ditinjau dari Kekuatan Tarik, Bending, dan Impak.”

Jarot Darmawan 2018 “ Pengaruh Variasi Suhu Terhadap Cacat Short Shot pada
Produk Injection Molding Berbahan Polypropylene (PP).”

Khaeru Roziqin, Hartono Yudo, Ariwibawa Budi Santosa 2017 “ Analisa Teknis
Kekuatan Mekanis Material Komposit Berpenguat Serat Asiwung Raja (Typha
Angustipholia) Sebagai Alternatif Bahan Komposit Untuk Komponen Kapal
Ditinjau dari Kekuatan Tekuk dan Impak. “

N. Montanes, L. Quiles-Carrillo, S. Ferrandiz, O. Fenollar, T. Boronat 2019 “ Effects


of Lignocellulosic Fillers from Waste Thyme on Melt Flow Behavior and
Processability of Wood Plastic Composites (WPC) with Biobased Poly.”

B. KC, J. Tjong, S. A. Jaffer, M. Sain 2017 “ Thermal and Dimensional Stability of


Injection Molded Sisal Glass Fiber Hybird PP Biocomposites.”

Ronal F. Gibson 1994 “ Principles of composite material mechanics.”

Rifki Rabbi Radliya, 2020 “Proses Pembuatan Spesimen Uji Berbahan Komposit
Polimer Polypropylene High Impact (PPHI) Berpenguat Serat Alam
Menggunakan Metode Hand Lay-Up”

Wildhan Ramdhani, 2020 “Proses Pembuatan Alat Injection Molding Hand Press
Dan Cetakan Untuk Plastik Komposit”

Institut Teknologi Nasional


74

Li, H., Li, J.B., Wang, Z.G., Chen, C.R. and Wang, D.Z., January 1998, Depence of
Thermal Residual Stress on Temperature in a SiC Particle-Reinforced 6061 Al
Alloy,Metalurgical and Material Transactions A, Vol. 29A

Wetherhold, Robert C., Westfall, Leonard J., 1998, Thermal Cycling of Tungsten-
FiberReinforced Superalloy Composites, Journal of Material Science, Vol. 23,
713-717.

Dody Ariawan, Wijang Wisnu, 2004 “ PENENTUAN KEKUATAN OPTIMUM


SERAT AGAVE CANTULA DENGAN MENGGUNAKAN PERLAKUAN
TERMAL”

Sharfun N Arju, AM Afsar, Mubarak A Khan and Dipak K Das, 2015, “Effects of
jute fabric structures on the performance of jute-reinforced polypropylene
composites”.

Institut Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai