Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Jihan Nadhira Salsabila

NIM : 20184323033

PRODI : DIV Analis Kesehatan

TINGKAT/SEMS : III/V

Identifikasi Mycobacterium kusta/leprae

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2020

Tujuan :

 Mahasiswa dapat menyiapkan peralatan dan reagensia untuk pemeriksaan


Mycobaktrium kusta (lepra).
 Mahasiswa dapat melakukan pengambilan sampel pada penderita tersangka kusta
(lepra)
 Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan pada objek gelas.
 Mahasiswa dapat melakukan pewarnaan sediaan Zielh Nellsen dengan benar.
 Mahasiswa dapat menunjukkan ciri-ciri morfologi bakteri M. kusta (lepra)
 Mahasiswa dapat membedakan setiap bentuk morfologi bakteri dari preparat
pemeriksaan.
 Mahasiswa dapat menentukan dan membuat laporan hasil pemeriksaan
Mycobaktrium kusta (lepra)

Prinsip :

Sampel diwarnai dengan pewarnaan ziehl neelsen kemudian amati menggunakan mikroskop
untuk mendapatkan ciri spesifik dari Mycobacterium kusta/lepra

Dasar Teori :

Mycobakterium Kusta adalah suatu bakteri batang bewarna merah jambu (pink)
ukuran panjang 1 – 8 mic, lebar 0,2 – 0,5 mic kebanyakan berkelompok ada juga tersebar
satu-satu, hidup dlm sel & bersifat tahan asam ( BTA)
Penyakit Kusta adalah penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu lama. Penyakit
ini menyerang saraf tepi, kulit, dan saluran pernapasan bagian atas. Kusta yang juga dikenal
dengan nama lepra atau penyakit Hansen, dapat menjalar ke organ lain, kecuali susunan saraf
pusat.

Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus gejala
kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama
20–30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya adalah:

 Mati rasa di kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan,


tekanan, atau rasa sakit

 Muncul lesi pucat, berwarna lebih terang, dan menebal di kulit

 Muncul luka tapi tidak terasa sakit

 Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut

 Otot melemah, terutama otot kaki dan tangan

 Kehilangan alis dan bulu mata

 Mata menjadi kering dan jarang mengedip

 Mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung

Jika kusta menyerang sistem saraf, maka kehilangan sensasi rasa termasuk rasa sakit
bisa terjadi. Hal ini bisa menyebabkan luka atau cedera yang terdapat di tangan atau kaki
tidak dirasakan oleh penderitanya, akibatnya bisa muncul gejala hilangnya jari tangan atau
jari kaki.

Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi 6 jenis, yaitu:

 Intermediate leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar berwarna pucat atau lebih
cerah dari warna kulit sekitarnya yang kadang sembuh dengan sendirinya

 Tuberculoid leprosy, ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang berukuran
besar, mati rasa, dan disertai dengan pembesaran saraf

 Borderline tuberculoid leprosy, ditandai dengan munculnya lesi yang berukuran lebih
kecil dan lebih banyak dari tuberculoid leprosy
 Mid-borderline leprosy, ditandai dengan banyak lesi kemerahan, yang tersebar secara
acak dan asimetris, mati rasa, serta pembengkakan kelenjar getah bening setempat

 Borderline lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak bisa
berbentuk datar, benjolan, nodul, dan terkadang mati rasa

 Lepromatous leprosy, ditandai dengan lesi yang tersebar dengan simetris, umumnya


lesi yang timbul mengandung banyak bakteri, dan disertai dengan rambut rontok,
gangguan saraf, serta kelemahan anggota gerak

Untuk mendiagnosis kusta atau lepra, dokter akan menanyakan gejala yang dirasakan,
kemudian memeriksa kulit pasien. Dokter akan memeriksa apakah ada lesi di kulit sebagai
gejala kusta atau tidak. Lesi lepra pada kulit biasanya berwarna pucat atau merah
(hipopigmentasi) dan mati rasa.

Untuk memastikan apakah pasien menderita lepra, dokter akan mengambil sampel
kulit dengan cara dikerok (skin smear). Sampel kulit ini kemudian akan dianalisis di
laboratorium untuk mengecek keberadaan bakteri Mycobacterium leprae.

Di daerah endemik lepra, seseorang dapat didiagnosis menderita lepra meskipun


pemeriksaan kerokan kulit menunjukkan hasil negatif. Hal ini mengacu pada klasifikasi
badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) terhadap penyakit kusta,
yaitu:

 Paucibacillary, yaitu terdapat lesi kulit meskipun hasil tes kerokan kulit (smear)
negatif

 Multibacillary, yaitu terdapat lesi kulit dengan hasil tes kerokan kulit (smear) positif

Jika lepra yang diderita sudah cukup parah, kemungkinan dokter akan melakukan tes
pendukung untuk memeriksa apakah bakteri Mycobacterium leprae sudah menyebar ke
organ lain atau belum. Contoh pemeriksaannya adalah:

 Hitung darah lengkap

 Tes fungsi liver atau hati

 Tes kreatinin

 Biopsi saraf
Persiapan Alat :

 kaca objek

 ose bulat

 lampu spiritus

 mikroskop

 pipet tetes

 penjepit

 pot sputum steril

Persiapan Bahan :

a. Sampel
 kerokan kulit
 selaput lendir hidung
 biopsi kulit kuping telinga
 biopsi kulit atau saraf yg tebal.
b. Pewarnaan Ziehl Neelsen.
 karbol fuchsin
 asam alcohol
 methylene blue
c. Biakan tidak ada (kecuali dgn jaringan hidup)

Pengambilan Sampel :

A. Risa serum (reits serum) telinga / kulit ;

1) Bersihkan kuping telinga atau kulit tubuh, di alkohol


2) Jepit kulit antara jari telunjuk dan ibu jari, tekan
3) Skapel steril dibuat insisi lurus sepanjang 5mm dan sedalam 2 mm. hindari terjadi
darah keluar.
4) Letakan objek gelas pada daerah yang diambil serumnya, keringkan kemudian fiksasi.
5) Luka ditekan dan ditutup
6) Skapel di (desinfektan) kemudian di sterilkan

B. Selaput Lendir Hidung ;

1) Ambil sampel dengan swab hidung (posisi disamping penderita.

2) Ulaskan ingus hidung pd objek gelas, keringkan kemudian fiksasi

3) Swab yang telah digunakan sterilkan dalam disenfektan

Pembuatan Reagensia :

Pewarnaan ziehl-Neeisen

a. Ziehl Neeisen A
 Timbang karbol fuchsin
 Masukan kedalam beaker glass
 Larutkan dengan aquadest,aduk
 Masukan kedalam botol diberi label.

b. Ziehl Neeisen B
 Pipet HCL pekat 30 ml
 Pipet alcohol 70% 100 ml
 Gabung keduanya kemudian homogenkan
 Masukan kedalam tabung diberi label.

c. Ziehl Neeisen C

 Timbang methylene blue

 Masukan kedalam beaker glass

 Larutkan dengan aquadest,aduk

 Masukan kedalam botol diberi label.

Prosedur Kerja :

1) Sampel yang diperoleh diapus ke kaca objek


2) Keringkan kemudian fiksasi melewati nyala api sebanyak 3 kali
3) Kaca objek yang telah difiksasi diletakkan di atas rak pewarnaan
4) Karbol fuchsin diteteskan hingga menutupi apusan
5) Pada kondisi tersebut, api dilewatkan berkali-kali di bawah kaca objek hingga keluar
uap
6) Pemanasan dihentikan pada saat uap tersebut keluar dan diamkan selama 5 menit
7) Cuci apusan dengan air mengalir dan kelebihan air dibuang dengan cara memiringkan
kaca objek
8) Larutan asam alcohol 3 % diteteskan hingga warna menjadi pucat dan kemudian
dicuci dengan air mengalir
9) Lakukan pewarnaan dengan methylene blue dan biarkan selama 10-20 detik
10) Cuci dengan air kemudian keringkan
11) Amati dengan mikroskop

Hasil :
Indeks Bakteri

0 0 BTA dalam 100 lapangan pandang, hitung 100 lapangan pandang


+
1 1 -10 BTA dalam 100 lapangan pandang, hitung 100 lapangan pandang
+
2 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang, hitung 100 lapangan pandang
+
3 1-10 dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+
4 10 – 100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+
5 100 -1.000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25 lapangan pandang
+ >1.000 BTA atau lebih dari 5 clumps ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandang, hitung 25
6 lapangan pandang

Pembahasan :

Mycobacterium leprae merupakan bakteri dari kelas Schizomycetes,


ordo Actinomycetales, famili Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium
leprae berbentuk batang dengan bentukan bulat di kedua ujungnya, berukuran panjang 1,5-8
mikron dan diameter 0,2-0,5 mikron. Mycobacterium leprae berwarna merah dengan
pewarnaan Ziehl Nielsen. Mycobacterium leprae tidak dapat dikultur di media manapun.
Mycobacterium leprae utamanya menginfeksi sel makrofag dan sel
schwann. Mycobacterium leprae bereproduksi dengan cara pembelahan biner dan
berlangsung sangat lambat (setiap 12-14 hari). Suhu yang diperlukan untuk bakteri tersebut
bertahan dan proliferasi antara 27-30 C, sehingga insidensi bakteri lebih tinggi pada area
permukaan seperti kulit, saraf perifer, dan saluran napas atas. Mycobacterium leprae dapat
bertahan selama 9 hari di lingkungan.
Patofisiologi lepra, atau juga dikenal dengan kusta atau Morbus Hansen, adalah
melalui infeksi Mycobacterium leprae yang merupakan bakteri basil tahan asam. Lepra dapat
bermanifestasi secara berbeda tergantung pada respon imun masing-masing pasien. Pasien
dengan respon imun seluler yang banyak akan memiliki manifestasi bentuk tuberkuloid.
Sedangkan pasien dengan respon imun seluler minimal akan memiliki manifestasi bentuk
lepromatous.

Bakteri Mycobacterium leprae ditularkan dengan kontak dekat dan lama antara


individu yang rentan dengan pasien yang terinfeksi melalui sekresi nasal atau droplet. Rute
transmisi utama adalah sekresi nasal. Selain itu, transmisi juga dapat terjadi melalui erosi
kulit. Rute transmisi lain seperti darah, transmisi vertikal, ASI dan gigitan serangga, juga
mungkin terjadi walaupun jarang.

Daftar Pustaka :

 https://www.alodokter.com/kusta
 https://www.academia.edu/33015011/LAPORAN_KASUS_MORBUS_HANSEN_L
EPRA_KUSTA
 http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI21_Penyakit-Kusta-
Q.pdf
 https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/lepra/diagnosis
 Modul praktikum bakteriologi 3

Anda mungkin juga menyukai