Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM ANALITIK DASAR

PERCOBAAN VI
OKSIDASI DENGAN KALIUM BIKROMAT

Oleh :

Nama : Fadhia Azahara Dilia

No.Mhs : M0320031

Hari/Tgl. Praktikum : Selasa, 4 Mei 2021

Asisten Pembimbing : Vinda Rahayu Nur Hapsari (M0317075)

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNUVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini sebagai berikut.

1. Dapat menentukan kandungan ferri dalam sampel dengan kalium bikromat.

2. Dapat menetukan COD pada limbah cair tahu.

II. DASAR TEORI

Kalium Bikromat (K2Cr2O7) merupakan kristal berbentuk monoklin berwarna orange.


K2Cr2O7 sebagai bahan utama untuk memproduksi kromat seperti Cr2O3. Dalam industri kimia,
kalium bikromat digunakan sebagai agen pengoksidasi. Selain itu, K2Cr2O7 adalah salah satu
reagen yang digunakan untuk meguji Chemical Oxygen Demand (COD) dari tubuh air.
Pengasaman kalium bikromat dapat berupa oksidasi etanol dengan perubahan warna. Pemurnian
kalium bikromat dapat digunakan pemanasan (Liu dkk., 2017). Kepadatan kalium bikromat
dipelajari dalam pelarut air-organik yang digunakan dalam pembersihan, industri, dan fotografi.
Nilai positif dari bikromat menunjukan adanya interaksi kelarutan yang kuat antara ion-ionnya
(Divit dkk., 2017).
Berbagai senyawa bahan organik yang tercemar dapat diukur dalam dua parameter
sederhana, yaitu Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).
BOD adalah standar tes untuk menguji konsentrasi mikroba yang membutuhkan oksigen untuk
mendegradasi bahan organik selama periode waktu tertentu, biasanya 5 hari tetapi dapat
diperpanjang menjadi 30 hari (Samudro dan Mangkoedihardjo, 2010). Chemical Oxygen Demand
(COD) dianggap sebagai parameter kualitas air yang penting untuk mewakili derajat pencemaran
organik dan secara ketatdikendalikan oleh badan pengatur lingkungan. COD didefinisikan sebagai
ukuran ekuivalen oksigen dari organikkandungan materi sampel rentan terhadap oksidasi dengan
kuatoksidan kimiawi kalium permanganat (KMnO4) atau potas sium dikromat (K2Cr2O7) (Li dkk.,
2017).
Sangat penting untuk mendeteksi nilai COD karena menandakan adanya pencemaran
organik pada air. Sampai sekarang, berbagai metode elektrokimia dilaporkan untuk pendeteksian
tersebut COD karena sensitivitasnya tinggi, waktu analisis singkat, rendah biaya, dan kenyamanan
penanganan (Cheng dkk., 2011).

III. METODE

A. Bahan

1. FeCl3

2. H2SO4

3. H2PO3

4. ZnCl2

5. Indikator difenilamin

6. K2Cr2O7

7. Sampel limbah tahu

8. Akuades

9. Indiaktor MO
10. Ferri ammonium sulfat (FAS)

B. Alat

1. Buret

2. Statif

3. Klem

4. Erlenmeyer

5. Pipet tetes

6. Gelas ukur

7. Gelas beaker

8. Corong kaca

9. Labu ukur

10. Pipet volume

11. Glasfin

12. Hotplate

C. Gambar Alat

Gambar 1. Buret Gambar 2. Statif Gambar 3. Klem

Gambar 4. Erlenmeyer Gambar 5. Pipet Tetes Gambar 6. Gelas Ukur

Gambar 7. Gelas Beaker Gambar 8. Corong Kaca Gambar 9. Labu Ukur


Gambar 10. Pipet Volume Gambar 11. Glasfirn Gambar 12. Hot Plate

IV. CARA KERJA

A. Penentuan Ion Ferri

Langkah pertama dengan dimasukkan 5 mL garam ferri FeCl3 pada erlenmeyer ,


kemudian ditambahkan H2SO4 4 N sebanyak 1 mL. Lalu ditambahakan 5 tetes H3PO4 4 N dan
ditambahkan 5 tetes ZnCl2 0,1 N. lalu ditambahkan indikator fidenil amin sebanyak 2 tetes.
Selanjutnya dilakukan titrasi dengan K2Cr2O7 0,5 N pada buret dan diamati kemudian dicatat
volume K2Cr2O7 yang digunakan. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

B. Standarisasi Ferri Ammonium Sulfat

Langkah pertama dengan dimasukkan 1 mL K2Cr2O7 0,1 N pada erlenmeyer , kemudian


ditambahkan 10 mL akuades. Lalu ditambahakan 1 mL H2SO4 4 N dan ditambahkan indikator
metil orange sebanyak 2 tetes . Selanjutnya dilakukan titrasi dengan ferri ammonium sulfat pada
buret dan diamati kemudian dicatat volume ferri ammonium sulfa yang digunakan. Titrasi
dilakukan sebanyak 2 kali.

C. Penentuan Kadar COD Limbah Tahu Cair

1. Limbah Tahu

Langkah pertama dengan dimasukkan 10 mL sampel limbah tahu pada erlenmeyer , Lalu
ditambahakan 1 mL H2SO4 4 N dan ditambahkan 1 mL K2Cr2O7 0,1 N kemududai dipanaskan
dan ditambahkan 10 mL akuades. Selanjutnya ditambahkan indikator metil orange sebanyak 2
tetes . Selanjutnya dilakukan titrasi dengan ferri ammonium sulfat pada buret dan diamati
kemudian dicatat volume ferri ammonium sulfa yang digunakan. Titrasi dilakukan sebanyak 2
kali.

2. Blanko

Langkah pertama dengan dimasukkan 1 mL K2Cr2O7 0,1 N pada erlenmeyer. Lalu


ditambahakan 1 mL H2SO4 4 N dan dipanaskan. Kemudian ditambahkan 10 mL akuades. dan
ditambahkan indikator metil orange sebanyak 2 tetes . Selanjutnya dilakukan titrasi dengan ferri
ammonium sulfat pada buret dan diamati kemudian dicatat volume ferri ammonium sulfa yang
digunakan. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

V. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil percobaan

Tabel 1. Data Hasil Percobaan


No Perlakuan Pengamatan

1 Penentuan Ion Ferri V1 K2Cr2O7 : 0,19 mL

V2 K2Cr2O7 : 0,20 mL

Perubahan warna : hitam menjadi


violet.

2 Penentuan Kadar COD Limbah Tahu Air

a. Limbah tahu air V1 FAS : 0,12 mL

V2 FAS: 0,12 mL

Perubahan warna : orange


menjadi merah muda.

V1 FAS: 0,65 mL
b. Blanko
V2 FAS: 0.65 mL

Perubahan warna : orange


menjadi merah muda.

3 Standarisasi Ferri Amonium Sulfat (FAS) V1 FAS: 0,6 mL

V2 FAS: 0,7 mL

Perubahan warna : orange


menjadi merah muda.

B. Pembahasan

Percobaan oksidasi dengan kalium bikromat ini bertujuan untuk menentukan kandungan
ferri dalam sampel dengan kalium bikromat dan menetukan COD pada limbah cair tahu.
Percobaan ini menggunakan prinsip titrasi bikromatometri. Titrasi bikromatometri merupakan
metode titrasi yang didasarkan pada prinsip reaksi redoks dan menggunakan larutan standar
kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator. Kalium disini berperan sebagai larutan standar
primer karena larutannya cenderung stabil, kemurniannya tinggi, dan tidak higroskopis. Oleh
karena itu, dalam penggunaannya tidak perlu distandarisasi. Untuk membuat larutan standar
kalium bikromat cukup dilakukan dengan menimbang
zat tersebut secara tepat kemudian dilarutkan hingga volume tertentu.
Percobaan pertama yaitu untuk menentukan kandungan ferri dalam sampel dengan kalium
bikromat. Mula-mula K2Cr2O7 diencerkan terlebih dahulu. Percobaan ini dilakukan dengan titrasi
bikromatometri dimana K2Cr2O7 berperan sebagai titran dan FeCl3 sebagai titer . Garam ferri
FeCl3 ditambahkan dengan H2SO4 dan H3PO4, tujuannya agar memberi suasana asam pada larutan
karena pada suasana asam krom akan tereduksi menjadi garam krom (Cr3+) yang berwarna hijau.
Penambahan H2SO4 dan H3PO4 juga berfungsi untuk mempercepat reaksi karena reaksi dengan
K2Cr2O7 berjalan lambat pada suasana netral. Setelah itu ditambahkan ZnCl2 untuk mereduksi ion
Fe3+ menjadi Fe2+ pada larutan sampel. Lalu ditambahkan juga indikator difenilamin. Difenilamin
merupakan indikator reaksi redoks sebagai penanda titik akhir titrasi dengan perubahan warna
menjadi ungu atau violet. Indikator difenilamin harus dijalankan bersama dengan H3PO4 untuk
mengubah ion Fe3+ yang terbentuk menjadi kompleks [Fe(PO4)2]3- , sehingga diperoleh perubahan
warna yang tajam saat mencapai titik akhir titrasi. Setelah dilakukan penambahan-penambahan
tersebut, larutan sampel kemudian dititrasi dengan K2Cr2O7. Terjadi perubahan warna dari hitam
menjadi violet yang menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi dan titrasi harus dihentikan.
Reaksi yang terjadi :
Reduksi : Cr2O72- (aq) + 14H+ (aq) + 6e- → 2Cr3+(aq) + 7H2O(l)
Oksidasi : 6Fe2+(aq) → 6Fe3+(aq) + 6e-
Cr2O72- (aq) + 6Fe2+(aq) + 14H+ (aq) → 2Cr3+(aq) + 6Fe3+(aq) + 7H2O(l)
Pada percobaan ini titrasi dilakukan secara duplo atau dua kali, volume K2Cr2O7 yang digunakan
sebesar 0,19 ml dan 0,20 ml sehingga volume rata-ratanya 0,195 ml. dalam perhitungan diperoleh
kadar Fe3+ sebanyak 20,72%.
Percobaan kedua yaitu menetukan COD pada limbah cair tahu. Chemical Oxygen Demand
(COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat
dalam limbah cair menggunakan oksidator K2Cr2O7. Percobaan ini menggunakan prinsip titrasi
bikromatometri. Percobaan ini meliputi penentuan COD pada limbah cair tahu, pembuatan blanko,
dan standarisasi larutan ferri ammonium sulfat (FAS). Larutan ferri ammonium sulfat (FAS)
merupakan larutan standar sekunder, sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu. Standarisasi
FAS dilakukan dengan titrasi larutan K2Cr2O7 menggunakan FAS itu sendiri. Digunakan larutan
K2Cr2O7 karena larutan tersebut mudah direduksi. Larutan K2Cr2O7 ditambahkan dengan H2SO4
untuk memberi suasana asam pada larutan dan untuk mempercepat reaksi. Kemudian ditambah
dengan indikator metil orange untuk mengetahui saat titrasi telah mencapai titik akhir. Larutan
kemudian dititrasi dengan FAS. Terjadi perubahan warna dari orange menjadi merah muda,
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi dan titrasi harus dihentikan. Reaksi yang terjadi :
Cr2O72- (aq) + 6Fe2+(aq) + 14H+(aq) → 2Cr3+(aq) + 6Fe3+(aq) + 7H2O(l)
Pada standarisasi larutan ferri ammonium sulfat (FAS), volume FAS yang dibutuhkan sebesar 0,6
dan 0,7 ml sehingga volume rata-ratanya sebesar 0,65 ml. Dari perhitungan diperoleh nilai
konsentrasi FAS sebesar 0,154 N. konsentrasi FAS ini selanjutnya akan digunakan untuk
menghitung kadar COD.
Pada penentuan COD pada limbah cair tahu, K2Cr2O7 berperan sebagai titran dan sampel
limbah tahu sebagai titer. Sampel limbah tahu ditambah dengan H2SO4 untuk memberikan suasana
asam pada larutan dan berperan sebagai katalis. Ditambahkan juga larutan K2Cr2O7 dan
dipanaskan. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi. Lalu ditambahkan akuades dan
indikator metil orange. Penambahan akuades berfungsi untuk mengencerkan larutan yang pekat
agar mudah untuk mengamati titik akhir titrasi. Setelah penambahan indikator MO, warna larutan
menjadi orange. Larutan sampel kemudian dititrasi dengan ferri ammonium sulfat (FAS). Terjadi
perubahan warna dari orange menjadi merah muda menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi
dan titrasi harus dihentikan. Reaksi yang terjadi :
CxHyO3(aq) + Cr2O72- (aq) + H+ (aq) → CO2(g) + Cr3+(aq) + H2O(l)
Titrasi dilakukan secara duplo atau 2 kali, volume FAS yang dibutuhkan pda penentuan COD
pada limbah cair tahu sebesar 0,12 ml dan 0,12 ml sehingga volume rata-ratanya 0,12 ml.
Untuk penentuan kadar COD juga diperlukan titrasi pada larutan blanko yang berfungsi
sebagai pengkalibrasi dan pembanding bagi larutan sampel. Larutan blanko dibuat dengan titrasi
antara larutan K2Cr2O7 yang dicampur dengan H2SO4, akuades, dan indikator MO dengan larutan
standar FAS. Titrasi dihentikan saat warna larutan berubah dari orange menjadi merah muda.
Titrasi dilakukan secara duplo atau 2 kali, volume FAS yang dibutuhkan untuk titrasi sebesar 0,65
ml dan 0,65 ml sehingga volume rata-ratanya 0,65 ml.
Setelah semua data diperoleh, berupa konsentrasi FAS, volume titran pada sampel, dan
volume titran pada blanko, dilakukan perhitungan kadar COD. Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh kadar COD pada limbah cair tahu sebesar 65,296 ppm. Menurut PP No 82 tahun 2001,
kadar COD pada batas normal sebesar 25 ppm. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa pada limbah
tahu cair yang diuji ini berbahaya bagi lingkungan karena kadar COD nya melebihi batas normal.
Oleh karena itu, penting untuk ditindaklanjuti agar tidak berdampak lebih parah lagi bagi
lingkungan.
Kesalahan-kesalahan dari percobaan ini diantaranya ketidaktelitian dalam
penggunaan alat-alat laboratorium. Kemudian dalam melakukan percobaan kurang tepat
pada prosedur percobaan, serta penggunaan dari reagen yang berlebih akan mengakibatkan
perbedaan hasil percobaan. Selain itu juga kesalahan dalam perhitungan dari hasil data
yang didapat.
VI. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :


1. Penentuan kadar ion ferri (Fe3+) dalam sampel dapat dilakukan dengan titrasi bikromatometri
dengan larutan standar kalium bikromat (K2Cr2O7) dan diperoleh kadar ion ferri sebesar 20,72%.
2. Penentuan kadar COD dalam limbah cair tahu dapat dilakukan dengan dengan titrasi
bikromatometri dan diperoleh kadar COD sebesar 65,296 ppm.

VII.DAFTAR PUSTAKA

Cheng, Q., Wu, C., Chen, J., Zhou, Y., dan Wu, K. 2011. Electrochemical Tuning the Activity
of Nickel Nanoparticle and Application in Sensitive Detection of Chemical Oxygen
Demand. The Journal of Physical Chemistry C, 115 (46) : 22845–22850.
Dixit, A., Sahu, P., Singh, V.R., dan Dhruw, V. 2017. Physicochemical Study of Pottasium
Dichromate (K2Cr2O7) in 10% Sucrose Water at Different Temperature. Journal of
Analytical and Pharmaceutical Research, 5 (3) : 1-4.
Liu, H., Gua, S., Peng, J., Yu, D., Zhang, L., dan Dai, L. 2017. Preparation of Pottasium
Dichromate Crystals from Chromite Concentrate by Microwave Assisted Leaching.
Crystals, 7 (312) : 1-11.
Li, J., Luo, G., He, L., Xu, J., dan Lyu, J. 2017. Analytical Approaches for Determining
Chemical Oxygen Demand in Water Bodies: A Review. Critical Reviews in Analytical
Chemistry, 16(24)1-20.
Samudro, G., dan Mangkoedihardjo, S. 2010. Review on BOD, COD and BOD/COD Ratio: A
Triangle Zone For Toxic, Biodegradable and Stable Levels. International Journal
of Academic Research, 2 (4) : 235-239.

VIII. LAMPIRAN

a. Sitasi Jurnal

b. Perhitungan

Pengesahan

Surakarta, 26 April 2021

Mengetahui

Asisten Pembimbing Praktikan

Vinda Rahayu Nur Hapsari Fadhia Azahara Dilia

M0317075 M0320031

Anda mungkin juga menyukai