Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PURA MANGKUNEGARAN

Oleh :

KELOMPOK 1 :

1. Abbilah Ero Mahdhani (M0320001)

2. Beta Nur Khasanah (M0320017)

3. Fadhia Azahara Dilia (M0320031)

4. Luthfiah Salma Auliyaa (M0320045)

5. Nur Jannah Setyaningsih (M0320059)

6. Srituti Setya Wanty (M0320077)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya
penulis mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pura Mangkunegaran”. Penulisan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah ini
disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan, informasi, dan memahami hubungan dari
Pura Mangkunegaran dengan wawasan nusantara. Di kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah memberikan dukungan dalam proses pembuatan makalah
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini telah disusun dengan sebaik-baiknya.
Meski begitu, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam materi maupun
cara penulisan. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dari pembaca guna kesempurnaan makalah.

Surakarta, 19 November 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
1.3. Tujuan.................................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................5
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................................................7
3.1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data...................................................................................7
3.2. Metode Analisis Data.........................................................................................................................7
BAB IV DISKUSI DAN PEMBAHASAN...................................................................................................8
4.1. Definisi dan Konsep Wawasan Nusantara.........................................................................................8
4.2. Landasan Hukum Wawasan Nusantara..............................................................................................8
4.3. Tujuan Wawasan Nusantara...............................................................................................................8
4.4. Inti Ajaran Wawasan Nusantara.........................................................................................................9
4.5. Unsur Dasar Wawasan Nusantara......................................................................................................9
4.6. Implementasi Wawasan Nusantara.....................................................................................................9
BAB V PENUTUP......................................................................................................................................10
5.1 Kesimpulan........................................................................................................................................10
5.2 Saran..................................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaannya. Kebudayaan


yang beragam di berbagai daerah juga merupakan keindahan dari Negara Indonesia itu
sendiri. Kebudayaan tersebut dapat beupa kebudayaan asli dari nenek moyang ataupun
kebudayaan baru hasil perkembangan zaman. Misalnya pada saat kehadiran bangsa Belanda
sebagai penguasa di pulau Jawa yang cukup lama menyebabkan adanya penggabungan
antara dua kebudayaan, yaitu Eropa dan Jawa yang tentunya berbeda etnis maupun kultur
sosialnya. Faktor tersebut didukung dengan sikap pribumi yang selektif dalam menerima
kebudayaan baru, yaitu dengan memilih jalan tengah untuk meniru budaya Barat tanpa
menghilangkan budaya sendiri.
Salah satu kebudayaan baru selain makanan dan pakaian adalah pada material
culture yang berupa benda atau seni bangunan. Dari proses akulturasi budaya Eropa dengan
Jawa tersebut, bangunan Indis memiliki ciri dan gaya tersendiri yang menjadi penengah
antara bangunan Eropa dengan tetap terdapat unsur jawanya. Pengaruh budaya Eropa dalam
bangunan tempat tinggal di Jawa terlihat pada pemakaian bahan bangunannya, bentuk
bangunan, maupun ornamen atau benda-benda di dalam ruangan. Selain itu, biasanya
kedudukan pemilik bangunan tersebut ditunjukkan dengan hiasan ukiran pada ruangan
rumah tersebut. Ciri dari pengaruh budaya indis adalah pada bangunan biasanya bertingkat
tinggi di atas permukaan tanah dengan lantai yang berubin. Begitu pula pada pintu dan
jendelanya, pada pintu dan jendelanya biasanya diberi hiasan-hiasan dengan depan rumah
yang dibuat telunduk dan terdapat kursi di luarnya.
Dari berbagai kota di Indonesia dengan beragam kebudayaannya, Kota Surakarta
merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak bangunan dari Kebudayaan
Indis. Salah satunya adalah bangunan Pura Mangkunegaran yang masih berdiri kokoh di
jantung kota Surakarta. Pura Mangkunegaran adalah sebuah bangunan kerajaan Jawa yang
sangat berpengaruh pada peradaban dan perkembangan dinamika masyarakat Surakarta
hingga saat ini. Bangunan Pura Mangkunegaran ini selain beberapa sudut yang menyerap
kebudayaan Eropa, tetapi juga ornamen dan perabotan yang berada di dalamnya yang
sebagian besar berasal dari budaya negara Belanda, Inggris, dan Perancis. Meskipun banyak
berasal dari budaya Eropa, tetapi identik bangunan Jawa juga masih melekat.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan melihat latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah itu Pura Mangkunegaran?
2. Bagaimana arsitektur dari bangunan Pura Mangkunegaran?
3. Apakah fungsi dari bangunan-bangunan di Pura Mangkunegaran?
4. Bagaimana hubungan Pura Mangkunegaran dengan Wawasan Nusantara?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bangunan Pura Mangkunegaran.
2. Untuk mengetahui bagaimana arsitektur dari bangunan Pura Mangkunegaran.
3. Untuk mengetahui fungsi dari setiap bangunan-bangunan Pura Mangkunegaran.
4. Untuk mengetahui dan memahami hubungan antara Pura Mangkunegaran dengan
konsep Wawasan Nusantara.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kata “Kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budayaan dapat diartikan:
“hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dalam ilmu antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002).
Gazalba (1979:72) mendefinisikan kebudayaan sebagai cara berpikir dan cara merasa
(kebudayaan bathiniah) yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok
manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. M. Abdul Karim
(2009:25-34) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan kata benda abstrak hasil
penambahan „ke‟ dan akhiran „an‟ dari kata budaya yang memiliki pengertian yang sama
dengan kultur dalam artian sebagai usaha otak manusia atau akal budi. C. Kluckhohn dan
Djoko Soekiman (2014:29) berpendapat jika kebudayaan memiliki tujuh unsur didalamnya
yang dimiliki semua bangsa di dunia, yaitu:
1) Bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah, senjata, alat transportasi, alat
produksi, dan sebagainya).
3) Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, dan
sebagainya).
4) Sistem kemasyarakatan (contohnya: organisasi politik, sistem kekerabatan, sistem hukum,
sistem perkawinan, dan sebagainya).
5) Kesenian (seni rupa, seni sastra, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
6) Ilmu pengetahuan.
7) Religi
Salah satu kebudayaan yang ada di Syrakarta adalah Pura Mangkunegaran. Pura
adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabawa (manifestasi-
NYA) dan Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur). Di samping dipergunakan istilah Pura
untuk menyebut tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan juga istilah Kahyangan
atau Parhyangan. Pura juga digunakan sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur. Hal
ini didasari oleh keyakinan dalam agama Hindu yang berpokok pangkal terhadap konsepsi
Ketuhanan dengan berbagai manifestasi atau prabhawa-Nya dan konsepsi Atman manunggal
dengan Brahman menyebabkan timbulnya pemujaan pada roh suci leluhur. Oleh karena itu
adapura yang diSungsung oleh seluruh lapisan masyarakat dan ada pula yang di Sungsung
oleh keluarga atau klen tertentu saja(Heriyanti, 2019).
Pura Mangkunegaran merupakan sebuah kerajaan Jawa yang sangat berpengaruh
bagi peradaban dan perkembangan dinamika masyarakat Surakarta hingga saat ini.
Peninggalan yang berupa bangunan-bangunan fasilitas untuk publik, merupakan faktor yang
berpengaruh bagi arah pembangunan dan perkembangan kota Surakarta pada masa kini.
Revitalisasi pada bangunanbangunan fasilitas publik Pura Mangkunegaran menempati posisi
yang sangat penting dan menentukan dalam meningkatkan daya saing bangsa Indonesia
yang berbasis pada kearifan lokal, yang akan mengangkat citra Indonesia di dalam dunia
yang semakin menuntut globalisasi di segala bidang(Setiawan, 2009).

5
BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data


Sumber data dalam makalah ini menggunakan data sekunder yaitu data diperoleh
dengan menggunakan studi pustaka, yaitu jurnal serta pencarian sumber-sumber secara
online yang relevan melalui internet. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
sebagai berikut.
1. Melakukan studi pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan wawasan untuk
penulis mengenai lingkup kegiatan dan informasi mengenai obyek yang akan
dibahas.
2. Menggunakan data referensi yang digunakan sebagai acuan, yang kemudian dari data
tersebut dapat dikembangkan untuk mencari suatu kesatuan materi guna
memunculkan kesimpulan dan saran.

3.1 Metode Analisis Data


Dengan metode pengumpulan seperti yang telah disebutkan di atas, peneliti
mendapatkan sebuah data mentah yang kemudian diolah dengan cara analisis
pembandingan dari penetapan batas sampel data pembanding dengan data yang akan
diteliti. Dengan mengacu pada variabel penelitian tersebut yang merupakan faktor-
faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

6
BAB IV

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Pura Mangkunegaran atau Istana Mangkunegaran merupakan sebuah kerajaan Jawa yang
sangat berpengaruh bagi peradaban dan perkembangan dinamika masyarakat Surakarta hingga
saat ini (Setiawan, 2009). Berlokasi di Jalan Ronggowarsito No. 83, Kabupaten Banjarsari,
Surakarta, Pura Mangkunegaran mulai dibangun pada tahun 1757 oleh Mangkunegara I dengan
mengikuti model keraton. Pura ini dibangun setelah Perjanjian Salatiga yang mengawali
pendirian Praja Mangkunegara. Pura Mangkunegaran berdiri di atas tanah seluas 93.997 m 2 dan
kompleksnya dibatasi dinding-dinding tembok dengan tiga pintu masuk yang semuanya ditandai
dengan pintu gerbang peringgitan dan daerah dalem (rumah belakang) (Pebrianti dkk).

4.1. Sejarah Berdirinya Pura Mangkunegaran


Konflik internal perebutan kekuasaan para keturunan Mataram ditambah dengan
politik adu domba yang dilancarkan oleh Belanda (VOC saat itu) membuat pemberontakan
semakin bergejolak dan siasat Belanda untuk menyusupi kekuasaan di Jawa berjalan
mulus. Semenjak Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 17 Februari 1755,
kekuasaan Mataram dibagi menjadi dua kubu. Sultan Pakubuwono III menduduki wilayah
Surakarta, sedangkan Sultan Hamengkubwono I yang sebelmnya berkedudukan sebagai
Pangeran Mangkubumi memerintah wilayah Yogyakarta. Selain itu, dalam perjanjian juga
disebutkan bahwa seluruh kegiatan politik kerajaan dipantau dan dikendalikan oleh
Belanda.
Salah satu keturunan Mataram, Raden Mas Said, menentang keterlibatan Belanda
dan memberontak. Beliau menghendaki wilayah Mataram untuk dijadikan negeri yang
terbebas dari pengaruh Belanda. Untuk meredakan pemberontakan Raden Mas Said,
diadakan pPerjanjian Salatiga pada tanggah 17 Maret 1957. Dalam perjanjian ini,
Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta harus merelakan setengah dari wilayah
kekuasaannya untuk Raden Mas Said. Raden Mas Said kemudian mendirikan sebuah praja
yang dinamai Mangkunegaran. Raden Mas Said kemudian menjadi Adipati pertama
dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I. Lengkapnya,
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha
Sudibyaningprang.
Secara administrasi, kekuasaan Raden Mas Said disebut Kadipaten dengan gelar
Adipati dan kedudukannya lebih rendah dibanding Kasunanan dan Kesultanan. Meskipun
begitu, Mangkunegaran memiliki otonomi yang luad san pasukan kerajan yang tangguh,
karena tidak adanya campur tangan Belnda. dan ketika Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, Pura Mangkunegaran mengakui kepemimpinan epublik dan menggabungkan
diri dengan NKRI.

4.2. Bangunan-bangunan Pada Pura Mangkunegaran


Pada Pura Mangkunegaran, terdapat hirarki ruang dimana bangunan semakin ke
dalam semakin pribadi dan tidak dapat dimasuki sembarang orang. Dengan urutan daerah
Pamedan (umum), daerah Pendapa Ageng (semi umum), dan daerah Dalem Ageng
(pribadi) (Pebrianti dkk).
1. Pamadean
Pamadean merupakan lapangan luas di bagian depan Pura Mangkunegaran yang pada
zaman dahulu merupakan lapangan tempat berlatih para prajurit pasukan
Mangkunegaran. Kini, Pemadean digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk
pertunjukkan kolosal Matah Ati.
2. Pendapa Agung
Pendapa Agung terletak paling depan yang merupakan daerah umum. Dibangun pada
masa Mangkunegara II tahun 1796-1835, lalu diperluas oleh Mangkunegara IV pada
tahun 1853-1881. Pendopo Agung disangga dengan enpat saka guru yang dibuat dari
satu batang pohon dan tiang-tiang pendukung. Terdapat tiga set gamelan di dalam

9
pendapa, gamelan tersebut adalah gamelan Kyai Seton, gamelan Kanyut Mesem, dan
gamelan Lipur Sari, yang masing-masing dimainkan pada saat-saat tertentu. Gamelan
Kyai Seton yang telah berumur 3 abad ditabuh sebagai simbol kehormatan. Gamelan
Kanyut Mesem yang merupakan gamelan tertua dengan umur 4,5 abad peninggalan
Kerajaan Demak. Gamelan ini ditabuh setuap Sabtu Pon dan berfungsi untuk mengiringi
tari pusaka dan sakral. Sedangkan gamelan Lipur Sari ditabuh sepiat hari Rabu untuk
mengiringi anak-anak yang berlatih rasi dan sinden. Di depan pendapa, terdapat kolam
yang di tengahnya terdapat patung Cupid (Dewa Asmara) yang tengah merangkul
brung yang sayapnya mengembang. Di sebelah utara pendapa, terdapat jalan yang
memisahkan pendapa dengan Pringgitan, membujur dari barat ke timur, dinamakan
paretan.

Gambar 3.1. Pendapa Ageng

3. Pringgitan
Pringgitan dibangun pada masa pemerintahan Mangkunegara II yang berfungsi sebagai
tempat untuk menerima tamu resmi. Letak Pringitan berfungsi sebagai pembatas daerah
umum (Pendapa) dengan daerah pribadi (Dalem Ageng).

Gambar 3.2. Pringgitan

4. Dalem Ageng
Dalem Ageng memiliki luas 1000 m2 yang semula merupakan ruang tidur pengantin
kerajaan. Namun, kini dijadikan museum. Di dalamnya, terdapat banyak koleksi
keraton, seperti tenpat persemayaman Dewi Sri berlapis tenun sutera, perhiasan dan
benda bersejarah dari zaman Majapahit, senjata raja, pakaian keraton, medali,
perlengkapan wayang, dan berbagai benda seni bernilai tingi.

i
Gambar 3.3. Pintu Utama Dalem Ageng

5. Balewarni
Balewarni terletak di samping kanan Dalem Ageng. Balewarni berfungsi sebagai tempat
tinggal permaisuri dan putri-putri yang belum dewasa.

Gamber 3.4. Depan Balewarni

6. Balepeni
Balepeni terletak di samping kiri Dalem Ageng dan digunakan sebagai tempat tinggal
Mangunegara serta untuk menjalankan kegiatan sehari-hari.

Gambar 3.5. Depan Palepeni

7. Pracimayasa
Pracimayasa terletak di sisi barat
area dalam, berada di depan Bale Warni
dan taman. Secarafisik,
Pracimayasa sebagai pembatas
daerah Kartipura dengan daerah Dalem Ageng, terletak di daerah private. Bangunan ini
dirancang oleh Ir. Thomas Karsten pada masa Mangkunegara VII untuk menyambut
calon mertua dan calon permaisuri, Gusti Ratu Timur dari Kesultanan Yogyakarta.

i
Gambar 3.6. Dalam Pracimayasa
8. Mandrapura
Mandrapura terletak di sebelah barat Pendapa Ageng dan berfungsi sebagai tempat
kegiatan administrasi yang mengurus segala administrasi istana yang bersifat ke dalam.
9. Hamongpraja
Hamongpraja merupakan bangunan berbentuk memanjang dengan selasar atau emperan
di bagian depan. Bangunan ini digunakan sebagai kantor untuk mengurus hal-hal yang
berhubungan ke luar istana.

Gambar 3.6. Hamongpraja

3.3. Hubungan Pura Mangkunegaran dengan Wawasan Nusantara


Pura Mangkunegaran merupakan pecahan dari saalah satu kerajaan islam terbesar di
Nusantara, yaitu kerajaan Mataram. Banyak peninggalan berupa barang berharga, karya
seni bernilai tinggi, hingga manuskrip tua yang masih tersimpan dengan baik. Peninggalan-
peninggalah tersebut dapat dikaji dan dipelajari untuk menambah pengetahuan mengenai
sejarah Nusantara yang diharapkan dapat memperluas pemahaman dan sudut pandang
generasi penerus terhadap bangsa Indonesia.

i
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adanya Perjanjian Giyanti yang ditandatangi pada 17 Februari 1755, kekuasaan
Mataram dibagi menjadi dua kubu. Sultan Pakubuwono III menduduki wilayah
Surakarta, sedangkan Sultan Hamengkubuwono I memerintah wilayah Yogyakarta.
Namun, karena dalam perjanjian menyatakan bahwa seluruh kegiatan politik kerajaan
dipantau dan dikendalikan oleh Belanda, salah satu keturunan Mataram yaitu Raden Mas
said menentang isi dari Perjanjian Giyanti dan melakukan pemberontakan. Sehingga,
untuk meredakan pemberontakan tersebut, diadakan Perjanjian Salatiga pada tanggal 17
Maret 1957. Dari perjanjian Salatiga, dibangun Pura Mangkunegara pada tahun 1757.
Pura mangkunegara dibangun oleh Mangkunegara I setelah adanya perjanjian Salatiga.
Pura Mangkunegara merupakan sebuah kerajaan Jawa yang sangat berpengaruh bagi
peradaban dan perkembangan dinamika masyarakat Solo hingga saat ini.
Terdapat sembilan bangunan pada Pura Mangkunegara, seperti Pamadean yang
merupakan lapangan luas di bagian depan Pura Mangkunegara. Pada zaman dahuu
digunakan untuk latihan para prajurit. Bangunan yang kedua yaitu Pendapa Agung yang
terletak paling depan dan merupakan daerah umum. Selanjutnya bangunan Pringitan yang
berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu resmi. Ada juga bangunan Dalem Agung
yang merupakan ruang tidur pengantin kerjaan. Lalu ada Balewarni yang digunakan
untuk tempat tinggal Permaisuri dan putri-putri yang belum dewasa. Bangunan yang
keenam yaitu Balepeniyang dijadikan sebagai tempat tinggal Mangunegara serta untuk
menjalankan kegiatan sehari-hari. Kemudian ada Pracimayasa untuk menyambut calon
mertua dan calon permaisuri, Gusti Ratu Timur dari Kesultanan Yogyakarta. Bangunan
yang ke delapan yaitu Mandrapura yang berfungi sebagai tempat kegiatan administrasi
yang mengurus segala administrasi istana yang bersifat ke dalam. Terakhir yaitu
bangunan Hamongpraja yang merupakan bangunan berbentuk memanjang dengan selasar
atau emperan di bagian depan. Bangunan ini berfungsi sebagai kantor untuk mengurus
hal-hal yang berhubungan keluar istana.

5.2 Saran
Pura Mangkunegara merupakan peninggalan bersejarah yang sangat berharga.
Dengan adanya Pura Mangkunegara menjadikan bukti bahwa Indonesia kaya akan
budaya dan sejarahnya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia sudah
seharusnya menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Pura Mangkunegara sebaiknya
dirawat dan dijaga dengan baik supaya generasi-generasi Indonesia selanjutnya memiliki
wawasan nusantara tentang sejarah yang ada di Indonesia, dan kita harus ingat dengan
semboyan yang dikatakan oleh Ir. Soekarno yaitu “Jasmerah” atau yang artinya jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gazalba, S. 1979. Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka Antara.

Heriyanti, K. 2019. Pura Sebagai Bentuk Penerapan Konsep Ketuhanan Saguna Brahma. Jurnal
Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 1(1): 56-62.

http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-pura-fungsi.htm

Karim, M. A. 2009. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Book
Publisher.

Kluckhohn, C. dan Soekiman, D. 2014. Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni sampai
Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Setiawan, A. P. 2009. Revitalisasi Bangunan Fasilitas Publik Pura Mangkunegaran Surakarta


(Deskripsi dalam Tinjauan Historis dan Eksistensi Bangunan Masa Kini ).
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil), 3: 67-72.

Pebrianti, E., Yunianto, T., dan Pelu, M. Akulturasi Kebudayaan Eropa Jawa Pada Arsitektur
Pura Mangkunegaran Sebagai Pengembangan Materi Sejarah Kebudayaan. Ringkasan
Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan.
Universitas Sebelas Maret.

http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-pura-fungsi.htm

https://www.aroengbinang.com/2018/03/pura-mangkunegaran-solo.html

https://terminaltechno.blog.uns.ac.id/2009/06/16/8/

https://wisatasolo.id/sejarah-singkat-berdirinya-pura-mangkunegaran/

11
15

Anda mungkin juga menyukai