Anda di halaman 1dari 7

GC-MS

Rut Septiani Kristi


Farmasi fisik/II

I. GC-MS
GCMS (Gas Chromatografy Mass Spectrometry) atau juga dikenal kromatografi gas spektrometri
massa merupakan metode yang mengkombinasikan kromatografi gas (GC) dan spektrometri
massa (MS) untuk mengindentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel.

II. Cara kerja


a) Prinsip Kerja Instrumen GC MS
Sampel yang diinjeksikan ke dalam Kromatografi Gas akan diubah menjadi fasa uap dan
dialirkan melewati kolom kapiler dengan bantuan gas pembawa. Pemisahan senyawa campuran
menjadi senyawa tunggal terjadi berdasarkan perbedaan sifat kimia dan waktu yang diperlukan
bersifat spesifik untuk masing-masing senyawa. Pendeteksian berlangsung di dalam Spektroskopi
Massa dengan mekanisme penembakan senyawa oleh elektron menjadi molekul terionisasi dan
pencatatan pola fragmentasi yang terbentuk dibandingkan dengan pola fragmentasi senyawa
standard yang diindikasikan dengan prosentase Similarity Index (SI).

b) Prosedur Penggunaan Instrumen GC MS


Pilih metode yang sesuai dengan sampel yang akan dianalisa, setelah instrument siap sampel diinjek
sebanyak volume yang telah ditentukan. Ketika waktu analisa berakhir, puncak yang dihasilkan pada
kromatogram akan dicocokkan dengan senyawa yang ada pada library sehingga dapat diketahui
kandungan senyawa di dalam sampel.

c) Aplikasi
Mendeteksi unknown compounds dan komposisi senyawa dalam suatu sampel
III. GC-MS pada ekstrak
a. Naga Merah (Dewi Sartika , Sutikno, Neti Yuliana, dan Syarifah Rohana Maghfiroh)
Penulis jurnal “IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIMIKROBA ALAMI PANGAN PADA EKSTRAK KULIT
BUAH NAGA MERAH DENGAN MENGGUNAKAN GC-MS” mengekstraksi kulit buah naga
merah dilakukan dengan metode maserasi dan menggunakan pelarut etanol 96%. Kompo-
nen Ekstrak kulit buah naga merah dibaca dengan menggunakan GC-MS. Alat pem- bacaan
yang digunakan adalah Gas Chro- matograph (Agilent Technologies 5973 N) dan Detector
o
5873 I; Capillary Column (Innowax) dengan dimensi 60 m length, 0.2 mm wide, 290 C
temperature detector; tem- perature program of 90oC (150 minutes)- 290oC (20
minutes); 0.25 mm film thick- ness; 2900C injector temperature; carriage gas Helium 1
ml/min; 1 uL Split (ratio 50:1) injection volume; ethanol solvent.
b. Bawang Putih (Iesje Lukistyowati dan Kurniasih)
Penulis jurnal “KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS (Cyprinus carpio L) YANG DIBERI PAKAN
EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DAN DI INFEKSI Aeromonas hydrophila”
mengadakan penelitian dengan hasil mengekstrak bawang putih dengan cara dikupas dan
dicuci bersih ditimbang sebanyak 100 g, kemudian diblender dengan menambahkan 200 ml
etanol 70% hingga halus, kemudian dituang ke dalam beaker glass ditutup dengan plastik
dan didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk campuran etanol-bawang putih. Setelah
terbentuk filtrat kemudian diambil sebanyak ± 10 ml untuk kemudian diuji menggunakan
GC-MS (Lagnado,2001). Pengamatan komponen sulfida pada ekstrak bawang putih
dilakukan dengan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) QP2010S SHIMADZU. Hasil
ekstrak etanol bawang putih berupa filtrat dimasukkan ke dalam kolom Rtx-5Ms dengan
panjang 30 meter, ID 0,25 mm, dengan gas pembawa helium dan pengionan dengan EI.
c. Temu Giring (Aftri Nur Maulida)
Penulis skripsi “UJI EFEKTIVITAS KRIM EKSTRAK TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val.)
SEBAGAI TABIR SURYA SECARA IN VITRO “ Rimpang temu giring dicuci bersih dan dipotong
kecil-kecil, kemudian dikeringkan hingga menjadi simplisia kering. Setelah itu, simplisia
kering dihaluskan menggunakan blender kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 50
mesh sampai diperoleh serbuk halus. 3.3.2 Prosedur Ekstraksi Temugiring Sampel yang telah
dihaluskan (diblender) masing-masing sebanyak 100 g dibungkus dengan kertas saring dan
dimasukkan dalam tabung soxhlet. Sampel 26 diekstraksi dengan 400 mL n-heksana sampai
ekstratannya jernih. Ampas sisa ekstraksi diangin-anginkan sampai kering. Kemudian ampas
diekstraksi lagi menggunakan 400 mL pelarut metanol sampai ekstraktannya jernih. Hasil
Ekstrak dipekatkan menggunakan vakum evaporator sehingga didapat ekstrak kering.
Ekstrak selanjutnya diidentifikasi dan diuji aktivitasnya sebagai bahan tabir suya dan diuji
FTIR dan GCMS untuk mengetahui senyawa yang berperan aktif sebagai tabir surya.
d. Daun Ketapang (Alia A. Gani , Mukarlina ,Elvi Rusmiyanto PW)
Penulis jurnal “PROFIL GC-MS DAN POTENSI BIOHERBISIDA EKSTRAK METANOL DAUN
KETAPANG (TERMINALIA CATAPPA L.) TERHADAP GULMA MAMAN UNGU (CLEOME
RUTIDOSPERMA D.C.)” Senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak daun T. catappa
diidentifikasi dengan menggunakan GCMS. Metode analisis GC-MS yaitu melalui pembacaan
spektra pada GC dan MS. Preparasi ekstrak dilakukan dengan menggunakan n-Heksan.
Sampel sebanyak 1μL diinjeksikan dalam GC-MS yang dioperasikan menggunakan kolom
kaca panjang 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 μm dengan gas pembawa, yaitu
Helium. Suhu kolom yang digunakan sebesar 70oC dan suhu injeksi sebesar 310oC. Profil
kromatogram GC dan spektra MS menunjukkan banyaknya senyawa yang dapat
diidentifikasi. Penentuan senyawa berdasarkan indeks kemiripan dan pola fragementasi
senyawa (Hostettmann & Wolfender, 2004).
e. Daun Sirsak (Ni Putu Rahayu Artini, Sri Wahjuni, dan Wahyu Dwijani Sulihingtyas)
Penulis jurnal “EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
PADA PENURUNAN KADAR ASAM URAT TIKUS WISTAR” mengekstrak eempat ekstrak,
yaitu ekstrak PE, CHCl3, n-butanol, dan air yang diperoleh diuji aktivitas antioksidannya
dengan tahap-tahap sebagai berikut: sebanyak 0,0800 gram ekstrak diencerkan dengan
metanol pada labu ukur 10 mL sehingga kadarnya menjadi 8000 ppm. Kristal DPPH
ditimbang seberat 0,0004 gram lalu dilarutkan dalam metanol dengan menggunakan labu
ukur 10 mL sehingga kadarnya 0,004% (b/v). Pencatatan dilakukan terhadap absorbansi
pada panjang gelombang 497 nm, 517 nm, dan 537 nm. Sejumlah 1 mL sampel dan 2 mL
larutan DPPH 0,004% dicampurkan dan dikocok sampai homogen, lalu dituangkan dalam
kuvet. Pada menit ke-5 dan ke-60 setelah reaksi berlangsung, dilakukan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 497 nm, 517 nm, dan 537 nm. Ekstrak yang
menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi kemudian difraksinasi menggunakan
kromatografi kolom. Fase gerak yang digunakan adalah eluen yang sesuai berdasarkan hasil
KLT. Pengembangan ini dilakukan dalam ruangan tertutup dan dihentikan setelah fase gerak
mencapai garis batas yang telah ditentukan. Plat KLT diambil dari bejana kromatografi dan
dikeringkan di udara terbuka. Sebagai penampak noda dapat digunakan radiasi ultraviolet
pada panjang gelombang 254 nm atau 366 nm. Noda yang terbentuk diamati dan dihitung
harga Rfnya. Fase gerak yang memberikan jumlah noda paling banyak dan pemisahan yang
bagus, selanjutnya dipilih sebagai eluen dalam analisis kromatografi kolom.
Pemisahan dengan teknik kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan
fase geraknya menggunakan eluen terbaik dari hasil KLT. Pemisahan diawali dengan
pembuatan kolom, dimana silika gel 60 ditambah sedikit eluen sehingga menjadi bubur.
Eluen dimasukkan ke dalam kolom dengan kran kolom, lalu bubur sedikit demi sedikit
dimasukkan ke dalam kolom, eluen tetap dialirkan kira-kira 4 jam. Kemudian kran ditutup
dan dibiarkan selama 24 jam untuk menyempurnakan pemampatan. Setelah 24 jam, ekstrak
dilarutkan dalam eluen, kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati sambil kran
dibuka dengan kecepatan alir 1 mL/ menit. Setiap 3 mL eluat ditampung dalam satu botol
penampung fraksi. Elusi dihentikan setelah diperkirakan semua komponen keluar dari
kolom. Setiap botol dilihat pola nodanya pada plat KLT. Eluat yang memiliki pola pemisahan
noda yang sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi yang
diperoleh diuji aktivitas antioksidannya. Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan paling
tinggi akan diuji kemurniannya dan diidentifikasi dengan GCMS.
f. Daun salam (Any Fitriani, Yanti Hamdiyati, dan Ria Engriyani)
Penulis jurnal “AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (SYZYGIUM
POLYANTHUM (WIGHT) WALP.) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR CANDIDA ALBICANS
SECARA IN VITRO” Pada sampel ekstrak etanol daun S. polyanthum dilakukan identifikasi
senyawa kimia dengan GCMS untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam
ekstrak tersebut. Sampel yang akan dianalisis disiapkan, ekstrak daun S. polyanthum berupa
pasta sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 2 mL etanol Absolut (Analyst) kemudian
dimasukkan ke dalam botol gelap. Selanjutnya dianalisis dengan GCMS.
g. Daun Gambir (Nanang Yunarto, Berna Elya , Laurentia Konadi)
Penulis jurnal “POTENSI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK DAUN GAMBIR (UNCARIA GAMBIR
ROXB.) SEBAGAI ANTIHIPERLIPIDEMIA “ Analisa residu pelarut bertujuan untuk mengukur
residu pelarut etil asetat yang terdapat dalam fraksi etil asetat ekstrak daun gambir. Analisa
menggunakan Gass Chromatography±Mass Spectrometry atau GC-MS, hal ini dikarenakan
etil asetat merupakan pelarut yang mudah menguap. United States Pharmacopeia (USP)
memasukkan pelarut etil asetat ke dalam kelas toksisitas 3 (Class 3) yang berarti golongan
pelarut dengan toksisitas kecil hingga tidak toksik, namun pemeriksaan residu etil asetat
tetap dilakukan untuk memastikan bahwa fraksi yang diperoleh mememuhi persyaratan
yang ditetapkan. Berdasarkan hasil kromatografi gas, fraksi yang diperiksa residu etil
asetatnya adalah 0%. Hal ini membuktikan jika fraksi yang dihasilkan sudah tidak ada
kandungan residu etil asetat, sehingga memenuhi persyaratan dan aman untuk digunakan.
Batas maksimal residu etil asetat yang diijinkan sebagai pelarut adalah 0,5%.
h. Daun Sirih (Anak Agung Sagung Kendran, Ketut Tono Pasek Gelgel, Ni Wayan Linda Pertiwi
, Made Suma Anthara, Anak Agung Gde Oka Dharmayuda,Luh Dewi Anggreni)
Penulis jurnal “TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH PADA TIKUS PUTIH PENDERITA
DIABETES MELITUS” Berdasarkan analisis menggunakan metode Gas Cromatography-Mass
Spectophotometry (GCMS) dari ekstrak etanol, senyawa dengan kadar yang paling tinggi
pada sirih merah adalah Phenol, 2-methoxy-4-(2-Propenyl) dengan kadar 41.44%. Tetapi, zat
ini belum diketahui fungsi spesifiknya, diperkirakan phenol bersifat sebagai antiseptik.
Senyawa phenol dalam sirih merah meliputi alkaloid, flavonoid, polifenolat, dan tannin
(Yulia, 2011; Akiyama et al., 2001).
i. Bunga Cempaka Putih (I Gusti Agung Gede Bawa)
Penulis jurnal “AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIJAMUR SENYAWA ATSIRI BUNGA
CEMPAKA PUTIH (Michelia alba)” Minyak hasil ekstraksi dianalisis dengan GC-MS. Spektrum
massa yang diperoleh dibandingkan dengan spektrum pembanding yang telah terprogram
pada alat GC-MS.
j. Daun Pecut Kuda (Mochammad Dany Rizaldy dan Nurul Hidajati)
Penulis jurnal “ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN TANAMAN PECUT KUDA (STACHYTARPHETA JAMAICENSIS)” Menurut data library
GC-MS WILEY7.LIB di Jurusan Kimia Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa senyawa
isolat puncak ke-1 memiliki tingkat kemiripan menurut Similarity index sebesar 95% dengan
senyawa 2,4-di-tert-butil-fenol.
k. Daun Puring (Risma Jamilatul Inayah and Nurul Hidajati)
Penulis jurnal “UJI TOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI DARI EKSTRAK DAUN PURING
(Codiaeum varigatum L. BI.) TERHADAP Artemia salina”Kemurnian isolat diuji secara
kromatografi lapis tipis (KLT) dengan eluen yang sesuai. Timbulnya satu noda pada berbagai
campuran eluen menunjukkan bahwa fraksi tersebut telah mengandung satu senyawa dan
relatif murni secara KLT. Kemudian direkristalisasi, selanjutnya dilanjutkan dengan uji
fitokimia pada isolat yang didapatkan. Kemudian isolat yang didapatkan, diuji titik leleh dan
diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.
l. Rimpang Tanaman Paku Ekor Tupai (Mahadir Muhammad AK, Sumiati Side, Taty Sulastri)
Penulis jurnal “IDENTIFIKASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK N-HEKSANA DARI
RIMPANG TANAMAN PAKU EKOR TUPAI DRYNARIA QUERCIFOLIA LINN” Identifikasi lebih
lanjut dilakukan dengan menggunakan spektroskopi GCMS. Pengujian alat spektroskopi GC-
MS bertujuan untuk mengidentifikasi bobot molekul dan struktur senyawa dari isolat yang
diperoleh. Hasil spektroskopi GC-MS menunjukkan beberapa komponen senyawa yang
terkandung dalam fraksi 31 disertai pola potongan fragmentasi dalam bentuk bobot
molekul. Hasil GCMS teridentifikasi secara langsung pada data library GC-MS. Berdasarkan
data library pada GC-MS, senyawa tersebut teridentifikasi sebagai senyawa golongan steroid
yakni (3β, 22E, 24S)-5,22-diena-3-ol ergosta atau 24-Epibrassicasterol. Identifikasi sebagai
senyawa golongan steroid yakni (3β, 22E, 24S)-5,22-diena-3-ol ergosta atau 24-
Epibrassicasterol menunjukkan bobot molekul fragmen.
m. Seledri (Tjandra Anggraeni, Ahmad Ridwan, Liah Kodariah)
Penulis jurnal “EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens) SEBAGAI ANTIATHEROGENIK
PADA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI HIPERLIPIDEMIA“ Ekstraksi tanaman
seledri dilakukan dengan menggunakan metode maserasi atau perendaman. Proses
ekstraksi menggunakan pelarut etanol 95%. Pasta di keringkan dengan freeze dry dan
dilakukan analisis GCMS untuk mengetahui komponen senyawa aktif. Tanaman seledri yang
akan diekstraksi terlebih dahulu dikeringkan selama 4-6 hari dan di giling hingga menjadi
tepung atau serbuk. Sebanyak 1 kg tanaman seledri direndam (meserasi) pada 3 liter etanol
95% selama 72 jam pada suhu ruang untuk melarutkan komponen bioaktif pada tanamanan
seledri. Setelah 72 jam larutan dikoleksi. Setelah penyaringan selesai, dilakukan evaporasi
untuk menghilangkan etanol hasil maserasi maka diperoleh hasil ekstraksi kasar dan
selanjutnya simpan di penangas pada suhu 5 0C dan dapat disimpan dalam freezer.
n. Buah Mengkudu (Sogandi, Rabima)
Penulis jurnal “IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK BUAH MENGKUDU (MORINDA
CITRIFOLIA L.) DAN POTENSINYA SEBAGAI ANTIOKSIDAN” Senyawa bioaktif dari fraksi buah
mengkudu yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diidentifikasi menggunakan GCMS
(Agilent Technologies 7890). Jenis kolom yang digunakan adalah HP Ultra 2. Capilarry
Coloumn (30 m x 0.20 mm LD, 0.11 pm film thickness) dengan kondisi temperatur kolom
250°C, helium sebagai gas pembawa memiliki laju alir 30 cm/detik, rasio 1/30, temperatur
sumber ion 230°C, dan suhu ion permukaan adalah 28o°C.
o. Biji Kelor (Fredy Saudale ,Early Boelan)
Penulis jurnal “AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK POLAR DAN NON POLAR BIJI KELOR
(Moringa oleifera) ASAL PULAU TIMOR NTT” Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS
dapat dilihat bahwa ekstrak nheksana biji kelor mengandung 5 komponen senyawa kimia
yang ditunjukkan dengan adanya 5 puncak pada kromatogram . Terlihat bahwa senyawa
pada puncak ke-2 (Rt 22,590 menit) dan 3 (Rt 24,472 menit) dengan persen area masing-
masing adalah 12,69% dan 85,79% merupakan komponen yang paling dominan.Spektra
massa pada puncak 2 dari kromatografi gas mempunyai ion molekuler dengan nilai m/e =
264 pada waktu retensi 22,592 menit. Spektra dari senyawa ini mempunyai puncak dasar
55,05 dengan persen area 12,69%. Berdasarkan berat molekul dan waktu retensi
spektramassa senyawa tersebut memiiki rumusmolekul C18H34O2 dengan berat molekul
sebesar 282 gram/mol dan diduga bahwa senyawa tersebut adalah asam-9-oktadekanoat .
Dugaan ini didukung oleh indeks bias kemiripan dimana spektra massa senyawa puncak 2
pada kromatogram memiliki indeks kemiripan sebesar 93% dengan asam-9-oktadekanoat
yang diduga merupakan asam oleat dalam bentuk cis.

IV. Skema alat GC-MS

Anda mungkin juga menyukai