Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningitis Ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf. Kebanyakan
penyakit ini menyerang pada anak-anak. Banyak yang tidak mengetahui sesungguhnya kedua
penyakit ini berbeda meskipun sebenarnya mirip.

Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius
karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan
otak.
Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Data WHO
menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun,
lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Di
Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per
100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus
meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per
100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun
untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental
17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.
Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi
dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.
Di Hokkaido Jepang sepanjang tahun 1994-1995 terdapat 12 kasus acute onset brain
dysfunction yang secara klinis didiagnosis sebagai ensefalitis atau ensefalopati. Tidak ada
satupun dari ke 12 kasus ini yang memiliki riwayat penyakit kronis yang dapat memicu
komplikasi infeksi virus Influenza. Togashi melanjutkan penelitiannya selama kurun 1995 -2002
dan mendapatkan 89 penderita Influenza-associated acute encephalopathy (51 laki-laki, 38
perempuan). Usia rata-rata penderita 3,8 tahun (rentang usia 9 bulan – 12 tahun) ; 78,7% terjadi
pada usia 9 bulan hingga 5 tahun. Penyebab terbanyak adalah virus Influenza tipe A subtipe
H3N2. Insidens tertinggi acute onset brain dysfunction memiliki pola yang sama dengan insidens
tertinggi virus Influenza yang diisolasi dari pasien di Sapporo City General Hospital dan kasus
Influenza Like Illnesses yang dilaporkan di Hokkaido.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta didapatkan sebuah hasil bahwa
dari 95 penderita ensefalitis karena infeksi virus. Dalam penelitian yang menggunakan metode
yang spesifik dan sensitive yaitu ELISA diketemukan hanya 9 spesimen yang positif artinya
ensefalitis disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis. Angka kematian untuk ensefalitis masih
tinggi, berkisar antara 35-50%. Penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala
sisa yang melibatkan sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik,
epilepsi, penglihatan atau pendengaran bahkan sampai sistem kardiovaskuler

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?


2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
3. Bagaimana perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
4. Bagaimana evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
1.3  Tujuan

1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis


2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis        

1.4  Manfaat
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis
ensefalitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 MENINGITIS
2.1.1 Definisi
Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal
cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya
seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza
dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

 2.1.2 Etiologi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang
sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria
meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah
penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media,
pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi
meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan
meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS
dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya
peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari
bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan
otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus
biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan
saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan
herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami
nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien
dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan
berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.Pada
meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai
berikut diantaranya adalah :

1. Otitis media
2. Pneumonia
3. Sinusitis
4. Sickle cell anemia
5. Fraktur cranial, trauma otak
6. Operasi spinal
7. Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh
seperti AIDS.

2. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan
terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium.

2.1.3  Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala meningitis secara umum:

1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter,


kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi
dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa
kering
5. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
6. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
7. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau
kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru
berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash,
gangguan sensasi.

2.1.4 Patofisiologi
 
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
         Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan
otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi
biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan
syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada
pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial..

1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein


meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein
normal, kultur biasanya negative.

         Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala
klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada
nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga
akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
         Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa
infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
         Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai
normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan
kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum
glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
         Glukosa serum: meningkat (meningitis) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri) Elektrolit
darah: Abnormal ESR/LED: meningkat pada meningitis
         MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
         Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau
mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
         Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial
         Arteriografi karotis : Letak abses

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi
pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal,
hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi
okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis,
albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari
meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga
tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologis
a.  Obat anti inflamasi :
1)  Meningitis tuberkulosa :

1. Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24  jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 ½ tahun.
2. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3
bulan.

2)  Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :


a)  Sefalosporin generasi ke 3
b)  ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c)  Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3)  Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a)  Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b)  Sefalosforin generasi ke 3.
b.  Pengobatan simtomatis :
1)  Diazepam  IV : 0.2  –  0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4  –  0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2)  Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3)  Turunkan panas :
a)  Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b)  Kompres air PAM atau es
c.  Pengobatan suportif :
1)  Cairan intravena.
2)  Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
Perawatan
a.  Pada waktu kejang
1)  Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2)  Hisap lender
3)  Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4)  Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b.  Bila penderita tidak sadar lama.
1)  Beri makanan melalui sonda.
2)  Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin.
3)  Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
c.  Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
      Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d.  Pemantauan ketat.
1)  Tekanan darah
2)  Respirasi
3)  Nadi
4)  Produksi air kemih
5)  Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
2.2 ENSEFALITIS
2.2.1 Definisi 
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen (Muttaqin, 2008).
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari
penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.

2.2.2 Etiologi
1. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan
M.tuberculosa.
2. Ensefalitis Siphylis
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum
akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
3.  Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
b. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
3. Ensefalitis Karena Parasit
a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam
keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam
akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam
pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk
kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.
Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
4. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis
5. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis.
Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear,
yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

2.2.3 Manifestasi Klinis


            Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias
Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun
tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:

1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia


2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di
muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala :
kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
2.2.4 Patofisiologi
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Biakan:
1. Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. 
2. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. 
3. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif 
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.
5. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.
IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
6. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
7. Pungsi lumbal  Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
8. EEG/ Electroencephalography

2.      CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema
diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada
lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.

2.2.6 Komplikasi 
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak
pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan
selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita
dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun
sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP),
komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan
kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental
dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
2.2.7 Penatalaksanaan
Isolasi
Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
Terapi antimikroba :        

1. Ensefalitis supurativa
1. Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2. Cloramphenicol 4 x 1g/24  jam intra vena selama 10 hari.
3. Ensefalitis syphilis
1. Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari 
2. Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x
500mg oral selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :  


1.      Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari 
2.      Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari 
3.      Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
4.      Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
2.      Ensefalitis virus

1. Pengobatan simptomatis: 

- Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg 


- Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-varicella:
- Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg
peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
3.      Ensefalitis karena parasit
1. Malaria serebral 

-  Kinin  10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.
2.      Toxoplasmosis
-  Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
-  Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
-  Spiramisin 3 x 500 mg/hari

3.      Amebiasis
-  Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
4.      Ensefalitis karena fungus
-  Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
-  Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
5.      Riketsiosis serebri
-  Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari 
-  Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak :
a)  Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
b)  Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan.
c)  Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan
edema otak

2.3 Perbedaan Ensefalitis dengan Meningitis


Encephalitis Meningitis
Kesadaran ↓ Kesadaran relatif masih baik
Demam ↓ Demam ↑
Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Meningitis dan Esefalitis


1. Anamnese
a.    Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b.   Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c.    Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari ,
sakit kepala.           
d.   Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
e.    Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain.
Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
f.    Imunisasi:
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

3.2 Pemeriksaan Fisik


         B1 (Breathing)  : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan
intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih,
1994).
         B2 (Blood)        : Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang
parasimpatis ke jantung.
         B3 (Brain)          : Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
         B4 (Bladder)    : Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
         B5 (Bowel)        : Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
         B6 (Bone)        : Kelemahan

3.3  Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.


2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus
3. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan
umum.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson
7. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.4  Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan : Nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil : Skala nyeri menjadi > 4                     
Intervensi Rasional
Mandiri
    Letakkan kantung es pada kepala, pakaian Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan
dingin di atas mata, berikan posisi yang resepsi sensori yang selanjutnya akan
nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan menurunkan nyeri.
rentang gerak aktif atau pasif dan masase otot
leher.
    Dukung untuk menemukan posisi yang Menurunkan iritasi meningeal, resultan

nyaman(kepala agak tinggi). ketidaknyamanan lebih lanjut.


    Berikan latihan rentang gerak aktif/ pasif. Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot.
    Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher Meningkatkan relaksasi otot dan
atau pinggul. menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman
Kolaborasi Mungkin diperlukan untuk menghilangkan
    Berikan anal getik, asetaminofen, codein nyeri yang berat

iagnosa 2 : gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah/
menghentikan darah arteri
Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat
Kriteri hasil : Kesadaran kompos mentis  
Intervensi Rasional
Mandiri  Perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya resiko herniasi
1. Tirah baring dengan posisi kepala datar.
batang otak yang memerlukan tindakan
medis dengan segera
    Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah Aktivitas seperti ini akan meningkatkan
mengejan. tekanan intratorak dan intraabdomen yang
dapat men9ingkatkan TIK.
Kolaborasi.  Peningkatanaliran vena dari kepal akna
    Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat. menurunkan TIK
    Berikan cairan iv (larutan hipertonik, Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
elektrolit ). vaskuler dan TIK.
    Berikan obat : steroid, clorpomasin, Menurunkan permeabilitas kapiler untuk
asetaminofen membatasi edema serebral, mengatasi
kelainan postur tubuh atau menggigil
yang dapat meningkatkan TIK,
menurunkan konsumsi oksigen dan resiko
kejang
Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/local.
Tujuan             : Mengurangi risiko cidera akibat kejang
Kriteria hasil : Tidak ditemukan cidera selama kejang
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pertahankan penghalang tempat tidur tetap Melindungi pasien bila terjadi kejang
terpasang dan pasang jalan nafas buatan
2. Tirah baring selama fase akut Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika
terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
Kolaborasi
    Berikan obat : venitoin, diazepam, Merupakan indikasi untuk penanganan
venobarbital. dan pencegahan kejang

Diagnosa 4 : Resiko tinggi gangguan nutrisi berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan sulit makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5 x 24 jam.
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kkebutuhan, terdapat kemampuan menelan, berat
badan meningkat, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Observasi tekstur dan turgor kulit. Mengetahui status nutris klien.
Lakukan oral higiene. Kebersihan mulut merangsang nafsu
makan.
Observasi asupan dan keluaran. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
Observasi posisi dan keberhasilan sonde. Untuk menghindari resiko
infeksi/iritasi.
Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang
mengunyah, menelan dan refluks batuk. akan diberikan pada klien.
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk Dengan mengkaji faktor-faktor tersebut
dan adanya sekret. dapat menentukan kemampuan menelan
klien dan mencegah resiko aspirasi.
Auskultasi bising usus, amati penurunan atau Bising usus menentukan respon
hiperaktivitas bising usus. pemberian makan atau terjadinya
komplikasi, misalnya pada ileus.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengevaluasi efektivitas dari
asupan makanan.
Berikan makanan dengan cara meninggikan Menurunkan resiko regurgitasi atau
kepala. aspirasi.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka Membantu dalam melatih kembali
mulut secara manual dengan menekan ringan sensorik dan meningkatkan kontrol
di atas bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan. muskular.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang Memberikan stimulasi sensorik
tidak terganggu. (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan maskan.
Berikan makan per oral setengan cair dan Makanan lunak/cair mudah untuk
makanan lunak ketika klien dapat menelan dikendalikan di dalam mulut dan
air. menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk Menguatkan otot fasial dan otot
minum. menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
iagnosa 5 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan.
Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal
Kriteria Hasil : Klien tidak merasa lemah
Intervensi Rasional
Bantu latihan rentang gerak. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal akstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis
Berikan perawatan kulit, masase dengan Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit,
pelembab. dan menurunkan resiko terjadinya
ekskoriasi kulit
Berikan matras udara atau air, perhatikan Menyeimbangkan tekanan jaringan,
kesejajaran tubuh secara fumgsional. meningkatkan sirkulasi dan membantu
meningkatkan arus balik vena untuk
menurunkan resiko terjadinya trauma
jaringan.
Berikan program latihan dan penggunaan alat Proses penyembuhan yang lambat
mobilisasi. seringkali menyertai trauma kepala dan
pemulihan secara fisik merupakan bagian
yang amat penting dari suatu program
pemulihan tersebut.

Diagnosa 6 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson.
Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori
Kriteria : Klien dapat mengontrol emosi dirinya
Intervensi Rasional
Mandiri  Menurunkan ansietas, respons emosi yang
berlebihan/bingung yang berhubungan dengan
1. Hilangkan suara bising yang berlebihan.
sensorik yang berlebihan
    Validasi persepsi pasien dan berikan umpan Membantu pasien untuk memisahkan pada
balik. realitas dari perubahan persepsi
    Beri kesempatan untuk berkomunikasi dan Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan
beraktivitas. perubahan kemampuan/pola respons yang
memanjang
Kolaborasi ahli fisioterapi Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan
    Terapi okupasi, wicara dan kognitif. rencana penatalaksanaan terintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi
kemampuan/ketidakmampuan secara individu
yang unik dengan berfokus pada fungsi fisik,
kognitif, dan keterampilan perceptual

Diagnosa 7 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.


Tujuan : suhu tubuh kembali normal.
Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C
Intervensi Rasional
Mandiri
1.Pengeluaran panas secara konduksi
1. Berikan kompres hangat
2. Pengeluaran panas secara evaporasi
2. Anjurkan klien untuk menggunakan
3.Menentukan keberhasilan tindakan
baju yang tipis.
3. Observasi Suhu tubuh klien

Kolaborasi dengan dokter


    Berikan obat penurun panas. Membantu menurunkan suhu tubuh

3.5 Evaluasi

1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4.  Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5.  Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.

KESIMPULAN

         Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme,luka fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis adalah
peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
         Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan
khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun hampir sama,
terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA

Lwang, Donna. Keperawatan Pediatrik. Penerbit: Buku Kedokteran


Manjoer Arif. 2000. Kapita Selecta, Jilid III. Penerbit: Mendra Aescylapius Fakultas Kedokteran
UI: Jakarta
Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Salemba Medika: Jakarta
Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2. Jakarta: Percetakan Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai