Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ach Naufal Firdaus

Kelas/NIM : 18A Farmasi/18040001

Mata Kuliah : Praktikum Biofarmasetika

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini melakukan pengujian absorbsi secara in vitro yang bertujuan
agar mahasiswa dapat memahami pengaruh ph terhadap absorpsi obat melalui saluran
pencernaan secara in vitro. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan. Tikus
putih biasa digunakan dalam percobaan laboratorium karena mudah dikembang biakkan dan
mudah dalam perawatannya, hewan ini juga memiliki struktur anatomi fisiologi yang hampir
sama dengan manusia. Sehingga hasil uji yang dicobakan pada tikus putih yang menyangkut
struktur fisiologi anatomi dapat diaplikasikan pada manusia.

Pada penyiapan usus halus tikus bagian illeum perlu disiapkan tikus putih jantan yang
harus berpuasa selama 20 24 jam, tetapi masih diberi minum. Tujuan dari tikus dipuasakan agar
tidak ada faktor makanan yang mengganggu saat dilakukan percobaan. Tikus dibunuh dengan
eter sebagai obat bius yang diberikan melalui pernapasan. Bedah perut tikus di sepanjang lines
mediana dan keluarkan usus tikus, Usus dibagi menjadi 2 yang sama panjang lalu bersihkan
Ujung anal lalu diikat dengan benang kemudian dengan menggunakan batang gelas berdiameter
2 mm, balikan usus shingga bagian luar ada didalam, Rendam usus tikus yang telah dibalik
dalam larutan NaCl 0.9% yang bersifat isotonis agar tidak kering dan rusak. Usus harus dibalik
karena percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar absorpsi obat oleh filia bagian dalam
usus pada perbedaan pH yang diatur sesuai pH lambung dan pH usus secara in vitro. Selain itu
mukosa usus adalah bagian yang lipofil, sehingga diharapkan nantinya akan dapat diukur
seberapa besar kadar zat aktif obat yang bersifat lipofil yang dapat diabsorpsi oleh mukosa usus.

Percobaan absorpsi obat pertama Isi waterbath dengan air kran dan atur alat pada suhu
37 ° C agar menyerupai suhu didalam tubuh tikus. Gunakan 2 (tabung) Crane dan wilson,
Pasang dua usus tikus yang sudah dibalik yang panjangnya sama pada kanula bagian tengah dari
masing-masing dua tabung, Ikat masing-masing kedua ujung usus tikus dengan hati-hati jangan
sampai usus putus atau bocor, setelah dipastikan cairan serosal masuk dan usus tidak bocor,
letakkan kanula pada tabung Crane dan Wilson yang sebelumnya telah diisi cairan mukosal
yaitu CUB dan CLB yang mengardung asam salisilat sebanyak 100 ml dan telah terpasang di
waterbath bersuhu 37 ° C. Aliri kanula pinggir dengan oksigen melalui selang silikon pada
kecepatan gelembung agar sama antara tabung 1 dan 2. (100 gelembung permenit). Pantau usus
agar selama percobaan terendam cairan mukosa. masukkan cairan ke dalam kanula tengah dan
masukkan cairanaya serosal masuk ke dalam usus dan isi usus tidak bocor dan volume catat
cairati serosal yang bisa masuk, Ambil sampel dari kanula tengah (cairan serosal) sebanyak 1,5
ml. pada menit ke 5, 10, 20, dan 30, Ambil sampel dari kanula tengah (cairan serosal) sebanyak
1,5 ml. pada menit ke 5, 10, 20, dan 30, Setiap pengambilan sampel, ganti cairan serosal dengan
jumlah volume yang sama (1,5 mL) Pipet sebanyak 1,0 mL sampel dan masukkan ke dalam
tabung reaksi sampel kemudian ditambah dengan 2 ml larutan sengsulfat 5% dan 2 ml barium
hidroksida 0,3 N. Larutan dikocok dan dipusingkan (sentrifuge) selama 5 menit. Ambil bagian
yang jernih, Bagian yang jernih yang terukur absorban sampel pada panjang gelombang
maksimum Bagian yang jernih yang terukur absoran sampel pada panjang gelombang
maksimum, Catat hasil percobaan mengikuti format tabel Hasil percobaan absorpsi asam salisilat
per oral secara in vitro.

Hasil absorbansi dimasukkan kedalam perhitungan untuk mencari konsentrasinya. Nilai


absorbansinya dimasukkan kedalam persamaan regresi linier dari kurva baku. Dari data
pengamatan terlihat bahwa data yang didapatkan tersebut menyimpang dari yang seharusnya,
misalnya seperti, hasil absorbansi yang dihasilkan sangat aneh, nilai absorbansinya menurun
pada pertambahan waktu. Seharusnya semakin lama, maka absorbansinya semakin tinggi,
karena seharusnya semakin banyak obat yang terabsorpsi. suatu obat yang bersifat asam akan
terabsorpsi optimum di pH asam (lambung) dan obat yang bersifat basa terabsorpsi optimum di
pH basa(usus).

KESIMPULAN

Pada absorpsi obat melalui saluran pencernaan secara in vitro dengan interval waktu
yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan konsentrasi yang berbeda-beda dengan konsentrasi
tertinggi. Absorbsi obat dipengaruhi oleh derajat ionisasinya pada waktu zat tersebut berhadapan
dengan membran sel lebih permiable terhadap bentuk obat yang tidak terionkan daripada bentuk
terionkan.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmasetika Fakultas Farmasi UGM, Buku Petunjuk Praktikum Biofarmasetika,
Fakultas Farmasi UGM, 2010.
Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L. Karig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,Edisi
ketiga, Terjemahan : S. Suyatmi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Martin. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Diterjemahkan
oleh Yoshita. UII Press. Yogyakarta.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi
kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187

Anda mungkin juga menyukai