Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya sehingga makalah
ini ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah “ Asuhan keperawatan kolelitiasis”

Dalam pembuatan makalah, kami berharap teman teman dapat memahami dan
menambah pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun
demi menyempurnakan makalah ini.

Demikian, kami ucapkan terimakasih.

Mojokerto, 23 Februari 2020

(Penulis)

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...……1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….....2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………3
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...3
C. Tujuan……………………………………………………………………………….4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Kolelitiasis…………………………………………………………………5
B. Klasifikasi Kolelitiasis………………………………………………………………5
C. Etiologi Kolelitiasis…………………………………………………………………7
D. Patofisiologi Kolelitiasis…………………………………………………………….8
E. Pathway Kolelitiasis………………………………………………………………...9
F. Manifestasi klinis Kolelitiasis……………………………………………………...10
G. Pemeriksaan diagnostik Kolelitiasis……………………………………………….11
H. Pelaksanaan pada Kolelitiasis……………………………………………………...12
I. Komplikasi pada Kolelitiasis………………………………………………………14
J. Konsep Asuhan keperawatan Kolelitiasis…………………………………………15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………...21
B. Saran……………………………………………………………………………….21

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk
dalamkandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2001). Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah
kesehatan yang penting di Negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan
perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan
ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau
saat operasi untuk tujuan yang lain.
Batu empedu umumnya di temukan di dalam kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi
batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada
beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer didalam saluran
empedu intra- atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Pada sekitar
80% dari kasus, kolestrol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya
batu-batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang
batu-batu ini murni dari satu komponen saja.
B. Rumusan Masalah
A. Apa definisi Kolelitiasis?
B. Apa saja klasifikasi kolelitiasis?
C. Apa etiologi Kolelitiasis ?
D. Apa patofisiologi Kolelitiasis ?
E. Bagaimana pathway Kolelitiasis?
F. Bagaimana manifestasi klinis Kolelitiasis?
G. Apa saja pemeriksaan diagnostik Kolelitiasis?
H. Apa saja pelaksanaan pada Kolelitiasis?
I. Apa komplikasi pada Kolelitiasis?
J. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Kolelitiasis?

C. Tujuan

3
1. Untuk mengetahui apa definisi Kolelitiasis.
2. Untuk mengetahu apa saja klasifikasi pada koelitiasis
3. Untuk mengetahui etiologi Kolelitiasis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi Kolelitiasis.
5. Untuk mengetahui pathway Kolelitiasis.
6. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis Kolelitiasis.
7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik Kolelitiasis.
8. Untuk mengetahui pelaksanaan pada Kolelitiasis.
9. Untuk mengetahui apa komplikasi pada Kolelitiasis.
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Kolelitiasis.

BAB II

4
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah Kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabugan beberpaa unsure yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang di temukan di dalam
kandung empedu disebut Kolelitiasis,sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011)
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, &
fosfolipid ( Price & Wilson, 2005)
Kolelitiasis adalah batu terbentuk oleh cholesterol, kalsium,
bilirubinat, atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada komposisi
empedu ( Marlyn E Doenges, 2000)
B. Klasifikasi
Gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
 Supersaturasi kolesterol
 Hipomotilitas kandung empedu
 Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

2. Batu pigmen

5
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
 Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila
terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat.
Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang
tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran
empedu dalam empedu yang terinfeksi.
 Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu
pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

C. Etiologi

6
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fospolid (lestin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin. Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan
di luar empedu.
Menurut Mansjoer ( 2006 ) terdapat beberapa factor yang
menyebabkan Kolelitiasis yaitu, jenis kelamin, umur, berat badan, makanan,
factor genetic, aktifitas fisik dan infeksi.
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, ini di karenakan hormone estrogen berpengaruh
terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu,
penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat
meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas
pengosongan kandung empedu.
b. Umur
Orang dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis.
c. Berat badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis, dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI)
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan
kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Faktor genetik
Orang dengan riwayat keluarga mempunyai Kolelitiasis memiliki resiko
besar terkena.

f. Aktifitas fisik
7
Kurang beraktifitas berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu,
mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih
sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, di bandingkan
sebagai penyebabnya batu empedu.
D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi 3 tahap, (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi (2) nukleasi atau pembentukan inti batu dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali
batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu.
Empedu di pertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, di kelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin.
Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, Kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000)

E. Pathway

8
Serois hepatis Infeksi bakteri Gangguan
metabolisme

Penurunan
Bilirubin tak Perubahan
pembentukan
terkonjugasi komposisi empedu
misel
status bilier Konsentrasi
Kalsium kolesterol melebihi
bilirubinat Kalsium palmiat Sekresi emepedu kemampuan empedu
dan stearat jenih kolesterol mengikatnya
Batu pigmen
hitam
Pembentukan ↓Garam empedu
Batu kolesterol
Kristal kolesterol
BATU EMPEDU/
KOLELITIASIS

Oklusi dan obstruksi


dari batu

Ikterus
Obstruksi duktus sistikus Obstruksi
dan duktus billaris
getah empedu Diserap oleh darah
ke duodenum

Respon
Gangguan gastrointestinal Kolik bilier sistemik
inflamasi
Mual, muntah ,anorexia
Nyeri
↑Suhu tubuh
epigastrum
Intake nutrisi dan cairan
tidak adekuat
MK: Nyeri MK:
akut Hipertermi
MK: Resiko MK: Resiko
ketidakseimbanga ketidakseimb
n nutrisi kurang angan
dari kebutuhan volume
tubuh cairan

F. Manifestasi Klinis

9
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan
atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya
disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan
dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi di
bawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Disertai gejala
gatal-gatal di kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urineberwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”
4. Defesiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorpsi vitaminA,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi
vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa.

G. Pemeriksaan Diagnostik
10
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat
dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisiasi. Prosedur ini akan memberikan hal yang paling akurat jika pasien
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada
dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan pada
gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
2. Radiografi ( Kolesistografi)
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat di lakukan untuk mendeteksi batu
empedu, dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002)
3. Sonogram
Sonogram ini dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal. (Williams, 2003)
4. ERCP ( Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat saat laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus kemudian bahan kontras disuntikan
ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu duktus dan
memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ( Smeltzer,
SC dan Bare,BG 2002)

 Pemeriksaan Laboratorium
11
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protombine serum time
5. Kenaikan bilirubintotal, transaminase ( normal <0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000-15.000 (normal: 5000-
10000)
8. Peningkatan serum amylase, bila pancreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (Normal: 17 – 115 unit/100ml)

H. Pelaksanaan
Pada Kolelitiasis ini dibedakan menjadi 2, yaitu penatalaksanaan bedah dan
non bedah. Ada juga yang membagi nerdasarkan ada dan tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
asimptomatik.
a) Penatalaksanaan non bedah
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infuse, penghisapan
nasogastrik, analgesic dan antibiotic. Intervensi harus ditunda
sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap dapat
dilaksanakan kecuali jika kondisi pasien memburuk. (Smeltzer, SC
dan Bare, BG 2002)
Manajemen terapi:
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori,tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok
5. Pemberian antibiotic sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Disolusi medis

12
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih di pilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan dimasukkan dengan suatu alat
khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
4. Litotripsi gelombang elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang di arahkan pada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus koledukus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi bebrapa sejumlah fragmen.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dank e dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk kedalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agal lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga presedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.

b) Penatalaksanaan bedah
13
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan koletiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2 % pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesisketomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90%
kolesistektomi dilakukan secara laparokopi. 80-90% batu empedu
di inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian disbanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi
normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut.

I. Komplikasi
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolestitis
6. Peradangan pancreas (pancreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

J. Asuhan Keperawatan
14
A. Pengkajian
1. Identitas
Berisi identitas pasin dan penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien saat
pengkajian. Biasanya keluhannya adalah nyeri abdomen pada
kuadrat kanan atas dan mual muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal yang
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yait posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan time (T)
yaitu sejak kapan merasakan nyeri/gatal tersebut.
Biasanya klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke
punggung, dan bertambah berat setelah makan disertai mual dan
muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Dikaji, apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit ini tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan
gaya hidup yang tidak sehat. Tapi klien dengan riwayat keluarga
kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar terkena.

3. Pemeriksaan umum
15
a. Keadaan umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan:
1. Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2. Auskultasi : peristaltic (+)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+) region kuadran kanan
atas, hepar-lien tidak teraba, massa (-)\
5. System endokrin

Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.


Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.

4. Pemeriksaan pola
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, berkeringat
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen, terba massa pada kuadran atas,
urine pekat, gelap, feses warna tanah liat, steatorea
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak
dan makanan pembentuk lemak. Regurgitas berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus dyspepsia
Tanda : kegemukan, adanya pnurunan BB
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat atas abdomen, dapat menyebab ke
punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan
dengan makan, nyeri mulai iba tiba dan biasanya memuncak dalam
30 menit

16
Tanda : nyeri lepas, oto tegang atau kaku bila kuadran kanan
atas di tekan; tanda Murphy positif
f. Pernafasan
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan
ditandai nafas pendek dan dangkal
g. Keamanan
Ikterik, dengan kulitberkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan (kekurangan Vitamin K)
Analisa Data

NO SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM


1. DO:-Mengeluh nyeri Obstruksi duktus Nyeri
DS:-Meringis sistikus
-Gelisah
Kolik bilier

Nyeri
epigastrum
2. DO: Gangguan Defisit nutrisi
-Nyeri abdomen gastrointestinal
-Nafsu makan menurun
DS:- Mual, muntah,
anorexia

Intake nutrisi
tidak adekuat
3. DO:- Respon sistemik Hipertermia
DS:-Suhu di atas nilai normal inflamasi
-Takikardi
Suhu tubuh
meningkat

17
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (obstruksi
duktus sistikus) ditandai dengan meringis dan gelisah(D.0077)
2. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan ditandai dengan mual, muntah dan anorexia.
(D.0032)
3. Hipertermia berhubungan dengan infeksi pada kandung empedu di
tandai dengan suhu tubuh meningkat. (D.0130)
C. Intervensi

NO DIAGNOSAKEPERAWATA KRITERIA HASIL INTERVENSI


N
1. Nyeri akut berhubungan -Keluhan nyeri Observasi
dengan agen pencedera menurun 1. Catat lokasi, karakteristik,
fisiologis (obstruksi duktus -Meringis menurun durasi, frekuensi, kualitas,
sistikus) ditandai dengan -Gelisah menurun intensitas nyeri
meringis dan gelisah (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
(D.0077) 3. Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1.Beri teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2.Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
1.Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Kolaborasi
1.Pemberian analgetik jika
perlu (l.08238)

2. Resiko Defisit Nutrisi -Frekuensi makan Observasi


berhubungan dengan meningkat 1.Identifikasi status nutrisi

18
ketidakmampuan mencerna -Nafsu makan 2.Identifikasi kebutuhan
makanan ditandai dengan mual, meningkat kalori dan jenis nutrient
muntah dan anorexia. (L.03030) Edukasi
(D.0032) 1.Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
1.Pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
2.Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori ddan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
(l.03119)
3. Hipertermia berhubungan -Suhu tubuh normal Observasi
dengan infeksi pada kandung -Takikardi menurun 1.Identifikasi penyebab
empedu di tandai dengan suhu (L.14134) hipertermia
tubuh meningkat. (D.0130) 2.Monitor Suhu tubuh
3.Monitor haluaran urine\
Terapeutik
1.Lakukan pendinginan
eksternal
2.Hindari pemberian
antipiretik/aspirin
3.Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1.Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1.Pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
(l.15506)

4. Evaluasi
1. Nyeri menurun

19
2. Nutrisi terpenuhi
3. Suhu tubuh normal

BAB III
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
Kolelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran
kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsure yang mmebentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Asuhan keperawatan
yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan kolelitiasis ini sehingga dapat membantu
klien untuk dapat memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan
klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami sarankan mahasiwa keperawatan untuk
lebih aktif dalam memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka kesakitan
penyakit kolelitiasis. Dengan tindakan preventif yang dapat di lakukan bersama oleh
semua pihak, maka komplikasi dari kolelitiasis akan berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

21
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise

Dr. H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2: 2009;
Buku kedokteran EGC

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

Doenges.E.,marilyn., dkk.2002.Rencana asuhan Keperawatan ed.3. Jakarta. EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai