Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Hijau


Salah satu sumber alternatif protein tinggi yang dapat mengurangi
prevalensi kekurangan protein di Indonesia adalah kacang-kacangan
(leguminosa). Kacang-kacangan merupakan protein nabati yang harganya lebih
murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging,
unggas, telur ataupun susu. Di antara kacang-kacangan tersebut, kacang hijau
merupakan salah satu kacang-kacangan yang cukup penting karena kacang hijau
merupakan kacang-kacangan yang digemari dan sering dikonsumsi di masyarakat
(Andrestian & Husnul, 2015).
Menurut ilmu botani, taksonomi tanaman kacang hijau dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Papilionaceae
Genus : Phaseolus
Species : Phaseolus radiatus L.
(Marpaung, 2020)
Kacang hijau merupakan tanaman palawija anggota dari leguminosa,
famili Fabaceae, yang banyak tumbuh baik di daerah tropis (Roslim, 2015).
Tanaman jenis kacang-kacangan saat ini sudah banyak dimanfaatkan di seluruh
dunia, karena merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang sangat
potensial. Kacang adalah jenis tanaman yang berasal dari suku polong-polongan
yang merupakan jenis tanaman budidaya dan palawija terkenal luas di daerah
tropis (Ratnasari et al., 2021).

II-1
Gambar 2.1 Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)
Kacang hijau merupakan unsur nabati yang memiliki kandungan zat besi
paling tinggi diantara jenis kacang-kacangan lain. Kacang hijau juga mengandung
zat-zat gizi yang diperlukan dalam proses pembentukan sel darah merah. Hal ini
dapat mengatasi terjadinya penurunan kadar Hemoglobin pada anemia defisiensi
zat besi. Sehingga dengan mengonsumsi kacang hijau dapat menekan angka
penderita anemia di Indonesia (Santoso et al., 2018).
Kacang hijau mempunyai manfaat yang dibutuhkan manusia antara lain
dapat melancarkan buang air kecil, mengatasi disentri, menyuburkan rambut,
menyembuhkan bisul, menghilangkan biang keringat, memperkuat daya tahan
tubuh, menurunkan kolesterol, mengutakan tulang, melancarkan pencernaan
mengurangi resiko kanker, sumber protein nabati, mengendalikan berat badan,
mengurangi resiko anemia, mencegah tekanan darah tinggi, menyehatkan
otak, mengurangi resiko diabetes, bermanfaat untuk ibu hamil dan ibu
menyusui, serta mencegah penyakit jantung (Ratnasari et al., 2021). Adapun
kandungan gizi bahan baku biji kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kacang Hijau per 100 gram

Kandungan Gizi Jumlah (gram)


Karbohidrat 83,50
Protein 4,50
Lemak 1,00

II-2
Fosfor 0,10
Kalsium 0,05
Zat Besi 0,001
Sumber: (Ratnasari et al., 2021)
Kacang hijau sebagai sumber protein nabati dan karbohidrat sangat
berguna bagi pemenuhan gizi. Adapun kandungan protein pada biji kacang hijau
dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Kandungan Protein pada Biji Kacang Hijau
Jenis Protein Jumlah (gram)
Isoleusin 6,95%
Leucin 12,90%
Lysin 7,94%
Methionin 0,84%
Phenylalanin 7,07%
Valin 4,50%
Thereonin 6,23%
Sumber: (Yusuf, 2014)

2.2 Santan
Santan Kelapa atau Coconut Milk merupakan satu produk dari biji kelapa
(Cocos nucifera L.) yang banyak kegunaannya. Santan Kelapa dihasilkan dari
perahan isi kelapa yaitu cairan yang berwarna putih serta mengandungi banyak zat
makanan (Damanik et al, 2020). Santan dapat diperoleh secara sederhana dari
parutan daging kelapa yang diperas dengan tangan, sementara untuk skala industri
atau komersial menggunakan tekanan pada mesin press atau hidrolik (Patil &
Soottawat, 2018).

II-3
Gambar 2.2 Santan Kelapa (Coconut Milk)
Santan merupakan bahan pangan yang mengandung air, lemak, dan protein
yang cukup tinggi sehinggga mudah rusak dan berbau tengik. Santan sangat
berpotensi dalam industri makanan dan minuman sebagai sumber gizi, penambah
aroma, dan cita rasa serta perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan (Ariningsih
et al., 2020).
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang berwarna putih
susu yang dapat distabilisasi secara ilmiah oleh protein (globulin dan albumin)
dan fosfolipid (Kumolontang, 2015). Adapun komposisi santan kelapa secara
umum dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Komposisi Santan Kelapa
Komposisi Kadar (%)
Lemak 88,3
Protein 6,1
Karbohidrat 5,6
Sumber: (Srihari et al., 2010)
Santan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan
zat gizi lainnya. Adapun kandungan gizi pada santan kelapa peras tanpa air dapat
dilihat pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Kandungan Gizi Santan Kelapa Peras Tanpa Air
Kandungan Kadar Satuan
Energi 324 kkal
Fosfor 45 mg

II-4
Kalsium 14 mg
Karbohidrat 5,6 gram
Lemak 34,3 gram
Protein 4,2 gram
Vitamin B1 0,02 mg
Vitamin C 2 mg
Zat Besi 2 mg
Sumber: (Kumolontang, 2015)
Santan memiliki banyak manfaat karena mengandung asam lemak jenuh
(asam laurat). Santan berpotensi untuk menggantikan susu sapi karena tidak
mengandung laktosa. Kandungan lemak pada santan termasuk golongan lemak
nabati yang tidak mengandung kolesterol sebagaimana yang ditemukan pada
lemak hewani dalam susu sapi. Adapun lemak yang terkandung pada santan
terbagi atas lemak jenuh, lemak tak jenuh ganda, lemak omega 3, lemak omega 6,
dan lemak tak jenuh tunggal (Kumolontang, 2015).

2.3 Sukrosa
Gula merupakan komponen penting bagi setiap industri makanan dan
minuman. Selain untuk memenuhi nutrisi dasar bagi tubuh, gula juga berperan
penting dalam menentukan tekstur dan cita rasa. Terdapat banyak jenis gula yang
diterapkan pada industri makanan dan minuman, diantaranya yaitu glukosa,
laktosa, fruktosa, dan sukrosa. Gula dalam bentuk glukosa sangat berpengaruh
untuk kinerja otak dan otot. Namun, konsumsi gula tidak boleh lebih dari 10%
kebutuhan energi harian. Konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan
obesitas, penyakit jantung (kardiovaskular), dan penyakit lainnya. Gula dalam
bentuk laktosa tidak direkomendasikan bagi orang yang mengalami intoleransi
laktosa (Rybicka & Anna, 2021).
Sukrosa (C12H22O11) merupakan senyawa disakarida yang terbentuk
melalui proses fotosintesis pada tumbuhan. Sukrosa berpotensi untuk
diaplikasikan pada industri makanan dan minuman. Sukrosa berperan sebagai
pemberi rasa manis, bahan pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, dan dapat menurunkan aktifitas air dari bahan pangan. Sukrosa

II-5
berbentuk kristal, tidak berwarna, dan transparan. Sifatnya mudah larut dalam air
dan dipengaruhi oleh zat lain yang terlarut dalam air serta sifat zat tersebut.
Semakin tinggi suhu dan jumlah garam terlarut dalam air maka semakin tinggi
pula jumlah sukrosa yang dapat larut (Atmaja, 2015).

Gambar 2.3 Sukrosa

2.4 Susu Bubuk Kacang Hijau


Susu merupakan salah satu bahan pangan dengan nilai gizi dan nilai
biologis yang tinggi karena mengandung protein, asam lemak esensial, asam
amino essensial, vitamin, dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia
(Maharani, 2020). Berdasarkan sumber proteinnya susu dibedakan atas dua jenis
yaitu susu nabati dan susu hewani.
Susu nabati merupakan produk susu yang diperolah dari hasil ektraksi
bahan pangan nabati seperti kacang-kacangan, jagung, beras, dll. Susu nabati
dinilai dapat menggantikan susu sapi (susu hewani) bagi orang yang alergi
terhadap susu sapi (lactose intolerance), vegetarian, dan orang yang tubuhnya
tidak dapat mencerna protein hewani (Mutiaraningtyas & Kuswardinah, 2018).
Menurut (Erna, 2019) susu nabati memiliki syarat yaitu bebas dari bau dan rasa
langu, bebas antitripsin, dan memiliki kestabilan yang tinggi (tidak menggumpal).
Susu merupakan bahan pangan yang sangat bermanfaat bagi tubuh karena
memiliki nutrisi yang seimbang sehingga selalu dikonsumsi sejak zaman dahulu.
Namun, karena sifatnya yang mudah rusak, susu cair kini diproses menjadi
produk susu yang lebih stabil seperti susu bubuk, keju, yoghurt, dan mentega.

II-6
Susu bubuk (susu kering) merupakan salah satu produk industri susu yang sangat
berpotensi untuk dikembangkan. Susu bubuk diproduksi dengan prinsip
menghilangkan kadar air yang ada dalam susu dengan beberapa tahapan proses.
Produksi susu bubuk dilakukan dengan tujuan agar memiliki waktu simpan yang
lebih lama dan dapat disimpan dalam suhu kamar. Selain itu, susu bubuk memiliki
nilai jual yang tinggi dan lebih efisien dalam proses pengangkutan karena
kebutuhan volumenya lebih sedikit dibanding susu cair. Susu bubuk merupakan
produk susu yang paling banyak diaplikasikan dalam berbagai industri, seperti
industri es krim, cokelat, dan kembang gula (Yildirim & Seda, 2017).
Susu bubuk kacang hijau merupakan salah satu bentuk dari produk susu
nabati dalam bentuk bubuk. Susu bubuk dengan bahan baku kacang hijau
memiliki kandungan gizi yang bagus dengan 20-25% protein dan 1,2% lemak
sehingga sangat baik dikonsumsi bagi semua kalangan. Produk susu bubuk
kacang hijau memiliki keunggulan dalam masa simpan, pengemasan, pengepakan,
transportasi, dan biaya produksi (Pradana et al., 2014).

Gambar 2.4 Susu Bubuk Kacang Hijau


Susu bubuk kacang hijau merupakan produk susu bubuk yang sangat
bagus untuk dijadikan minuman kesehatan. Adapun kualitas susu bubuk kacang
hijau dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 Kualitas Susu Bubuk Kacang Hijau
Parameter Kadar (%)
Kadar Air 3,61
Lemak 0,68

II-7
Protein 7,80
Rendemen 23,17
Daya Larut 95,67
Sumber: (Pradana et al., 2014)

2.5 Metode Pembuatan Susu Bubuk Kacang Hijau


Proses pembuatan susu kacang hijau hampir sama dengan pembuatan susu
kacang-kacangan lain. Hanya saja ekstraksi kacang hijau tidak memerlukan
perlakuan khusus seperti pada pembuatan susu kedelai untuk mengurangi bau
langu karena rendahnya senyawa antigizi. Kacang hijau mengandung kadar
antigizi yang tidak berarti sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus pada saat
pengolahan. Kadar asam fitat kacang hijau adalah 12,0 mg/g, lebih rendah dari
kedelai yaitu 36,4 mg/g. Persyaratan mutu susu kacang hijau belum ada, oleh
karena itu persyaratan mutu susu kacang hijau mengacu pada persyaratan mutu
SNI susu kedelai dengan SNI 01-3830-1995 (Andrestian & Husnul, 2015).
Adapun proses pembuatan susu bubuk secara umum dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5 Flowsheet Proses Pembuatan Susu Bubuk


(Yildirim & Seda, 2017)
Susu bubuk kacang hijau dalam skala industri yang dirancang
mengaplikasikan teknik Spray Drying. Adapun tahapan proses pembuatan susu
bubuk kacang hijau secara spesifik adalah sebagai berikut:
1. Proses Pretreatment Bahan Baku (Kacang Hijau)
Preteatment merupakan proses awal yang dilakukan terhadap bahan baku.
Proses ini dimulai dengan sortasi yang bertujuan untuk memisahkan
kotoran yang ada pada kacang hijau agar diperoleh kacang hijau dengan
kualitas terbaik. Kemudian dilakukan proses perendaman menggunakan air

II-8
mendidih dan didiamkan selama 14 jam hingga air mengalami penurunan
suhu. Selanjutnya kacang hijau digiling agar memperluas area permukaan
bahan untuk mengoptimalkan ektraksi kacang hijau. Ditambahkan bahan
penstabil seperti kalsium laktat dan CMC sebanyak 600 ppm agar sistem
emulsi susu kacang hijau stabil (Agustina & Yusuf., 2010).

2. Proses Pencampuran (Homogenisasi)


Pencampuran ini merupakan proses penyeragaman bahan baku dengan
bahan pendukung seperti gula yang dimasukkan ke dalam tangki
berpengaduk dengan suhu tertentu. Proses ini berperan dalam inaktivasi
enzim lipase agar susu tidak berbau tengik. Homogenasi merupakan proses
pemecahan butiran lemak dari ukuran 5 mikron menjadi 2 mikron. Proses
ini terjadi karena adanya tekanan tinggi dari pompa pada alat
homogenizer. Susu yang telah dihomogenisasi selanjutnya ditampung dan
dialirkan menuju tangki pemanas (pasteurizer) melewati Plate Heat
Exchanger. Suhu keluaran alat ini yaitu 80-85℃ dan mengalir menuju
tangki pasteurisasi (Koswara, 2009).

3. Proses Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan dengan suhu di
bawah titik didih air (100℃). Proses ini bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme parasit, memperpanjang masa simpan produk,
memberikan cita rasa dengan menonaktifkan enzim fosfatase dan katalase
agar susu tidak mudah rusak (Arini, 2017). Namun, pasteurisasi tidak
dapat membunuh bakteri non patogen seperti bakteri pembusuk. Sehingga
diperlukan proses pendinginan dan pengeringan setelah pasteurisasi (Sabil,
2015). Berdasarkan SNI 01-3951-1995, susu pasteurisasi merupakan susu
yang telah mengalami proses pemanasan pada suhu 72℃ minimal 15 detik
atau pemanasan pada suhu 63-66℃ selama 30 menit dan kemudian
langsung didinginkan hingga mencapai suhu 10℃. Setelah itu diberikan
perlakuan aseptik dan disimpan dengan suhu maksimal 4,4℃ (Wulandari
et al., 2017).

II-9
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode pada suhu
dan waktu tertentu. Adapun metode pasteurisasi secara umum yaitu:
1) High Temperature Short Time (HTST)
Metode ini merupakan proses pasteurisasi dengan suhu tinggi
(71,7-75℃) dan waktu singkat (15-16 detik) menggunakan alat
Plate Heat Exchanger.
2) Low Temperature Long Time (LTLT)
Metode ini merupakan proses pasteurisasi dengan suhu yang relatif
rendah (61℃) dan waktu yang lama (30 menit).
3) Ultra High Temperature (UHT)
Suatu metode pemanasan yang dilakukan dengan tekanan tinggi
untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya
pembakaran susu pada alat pemanas. Metode ini dilakukan selama
0,5 detik dan dengan suhu yang sangat tinggi (131℃)
Pasteurisasi dapat menghancurkan 90-99% bakteri pada susu. Proses ini
dapat merusak Vitamin C dan memperkecil unsur lemak. Pasteurisasi juga
berdampak pada berkurangnya laktosa kasein sehingga dapat
mempertahankan kandungan gizi dan sifat sensorik produk (Sabil, 2015).

4. Proses Pengeringan
Pengeringan (Drying) merupakan proses mengurangi atau
menghilangkan kadar air suatu bahan. Pengeringan merupakan unit pokok
yang diterapkan pada industri kimia, farmasi, tekstil, kertas, makanan dan
minuman. Adapun pada industri makanan dan minuman khususnya
industri pembuatan susu bubuk, proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan pengering semprot (Spray Dryer). Prinsip pengeringan
dengan teknik ini adalah dengan mengubah umpan cair menjadi suatu
padatan dengan menyemprotkan cairan tersebut ke dalam lingkungan
udara panas.

II-10
Proses pengeringan pada industri susu bubuk diawali dengan
proses penguapan pada evaporator. Selama proses evaporasi, air dalam
susu dihilangkan dengan proses perebusan susu pada tekanan tertentu dan
suhu rendah sehingga air tersebut menguap. Pada evaporator, susu yang
sudah dipanaskan akan direbus dalam keadaan vakum pada suhu 80℃
hingga diperoleh konsentrasinya 45-55% berat kering. Keluaran dari
evaporator merupakan susu pekat yang kemudian diumpankan ke Spray
Dryer. Alat ini terdiri dari ruang pengering besar yang berisi aliran panas.
Pada alat ini, terjadi proses pengurangan kadar air yang masih terkandung
pada susu pekat sehingga membentuk bubuk halus atau serbuk dengan
kadar air sekitar 3,5-6% (Yildirim & Seda, 2017).

II-11

Anda mungkin juga menyukai