Anda di halaman 1dari 23

BLOK BEDAH DENTAL 1

“DEFINISI KISTA,KLASIFIKASI,PATOLOGIS,GEJALA KLINIS DAN


PRINSIP PERAWATAN ”

Disusun oleh kelompok 1 (kelas A):

1. ADINDA KHOIRUM FATMA 201811001


2. ADINDA RAHMADIRNA DWI A 201811002
3. ADINDA SEKARSARI 201811003
4. AGIE ARISYI NAIRADYA 201811004
5. AGNERDHA LOVELYHIRAN H 201811005
6. AHMAD TSAQIF 201811006
7. ALDILA NUR AZIZAH PUTRI 201811007
8. ALDILA ROSANTI 201811008

Dosen Fasilitator : Dr. Maria G. Ernawati H, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Definisi kista, klasifikasi, pathogenesis,gejala klinis dan prinsip perawatan”

Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunannya.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, Amin.

Wassalamualaikumsalam wr.wb.

Jakarta Selatan, 24 Mei 2021

Penyusun

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................4

1.2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................4

1.3. TUJUAN PENULISAN.............................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

2.1. Kista Rahang Odontogenik .....................................................................................5

2.2. Kista Rahang Non Odontogenik..............................................................................9

2.3. Kista Non Epitelium................................................................................................12

2.4. Kista Jaringan Lunak Rongga Mulut....................................................................15

BAB III....................................................................................................................................22

RINGKASAN.........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kista didefinisikan sebagai suatu rongga yang berisi cairan, semi cairan, ataupun gas yang
diliputi oleh jaringan membran epitel. Penyebab timbulnya kista kadang tidak diketahui,
namun biasanya merupakan akibat dari proses inflamasi, trauma, ataupun karena cacat
embriogenik. Tetapi pada umumnya, sebagian besar kista odontogen terjadi akibat adanya
proliferasi dari sisa epitel pada saat perkembangan gigi.

Kista merupakan salah satu kelainan dalam rongga mulut yang sering dijumpai oleh
dokter gigi. Kista rongga mulut merupakan suatu rongga patologis yang dilapisi oleh epitel
yang terdiri atas epitel dental ataupun epitel nondental serta berisi cairan atau setengah cairan.
Kista dapat ditemukan di dalam jaringan lunak atau di antara tulang atau dapat pula berada di
atas permukaan tulang.1 Menurut Kramer, kista adalah sebuah rongga patologis yang berisi
cairan, semi cair atau materi seperti gas yang bukan berasal dari penumpukan pus. Sering
terjadi, tetapi tidak mutlak dan juga dibatasi dengan epithelium.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kista odontogenic?
2. Apa yang dimaksud dengan kista non odontogenic ?
3. Apa yang dimaksud dengan kista non epithelial ?
4. Apa yang dimaksud dengan kista jaringan lunak rongga mulut ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah agar mahasiswa/I dapat mengetahui dan
memahami mengenai definisi kista,klasifikasi,pathogenesis,gejala klinis dan prinsip
perawatan dari kista odontogenic, kista non odontogenic,kista non epitelium,dan kista
jaringan lunak ronga mulut.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kista Rahang Odontogenik

Kista odontogenic adalah kista yang epitel dinding berasal dari sisa-sisa organ
pembentukan gigi (odontogenic) yang mampu berproliferasi dan potensial menjadi tumor.
Kista tulang yang dibatasi oleh epitel hanya terlihat pada kista yang ada di rahang.
Pembentukan gigi adalah proses kompleks yang melibatkan jaringan ikat dan epitel. Tiga
jaringan utama terlibat dalam odontogenesis termasuk organ enamel, folikel gigi, dan papilla
gigi. Organ enamel merupakan struktur epitel yang berasal dari ektoderm oral. Folikel gigi
dan papilla gigi dianggap ektomenkim karena sebagian berasal dari sel krista saraf. 1

2.1.1 Klasifikasi
1. Kista Keratosis Odontogenic

Keratocyst odontogenic tumor (KCOT) adalah tumor jinak odontogenik yang berasal dari
jaringan epitel. Dua varian dari keratocyst odontogenik sudah dikenal; kista sporadis dan
kista sindrom yang berhubungan dengan sindrom karsinoma sel basal nevoid. Kedua varian
keratokista odontogenik tersebut diyakini berasal dari sisa-sisa lamina gigi. 1

a. Pathogenesis

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa ada dua sumber epitel tempat asal kista
keratosis odontogenik, yaitu pertama, lamina dentis pada rahang atas maupun rahang bawah
atau sisa-sisanya sebelum pembentukan gigi sempurna dan kedua adalah proliferasi sel basal
dari epitel mukosa mulut yang menutupinya2

b. Gejala Klinis

Bila terdapat di rahang bawah akan mengalami perluasan ke bagian tubuh serta ramus
mandibula. Kista keratosis odontogenik cenderung menjadi besar dan umumnya multilokular.
Dapat ditemukan pada semua usia dari bayi sampai orang dewasa. Sekitar 60% kasus kista ini
ditemukan antara usia 10-40 tahun, dengan puncak insidensinya adalah antara usia 20-30
tahun, meski ada juga yang mengatakan insidensi tertingginya terjadi pada usia 50-70 tahun.2

5
c. Perawatan

Perawatan kista odontogenik, keratokista odontogenik dapat diobati dengan enukleasi dan
kuretase dan idealnya dibuang dalam satu bagian, yang memerlukan akses dan pencahayaan
yang dapat diterima (Gambar 29-9). MacIntosh pernah menganjurkan reseksi keratokista
odontogenik dengan margin linier 5-mm sebagai metode pengobatan utama yang disukai dan
melaporkan pada 37 pasien dengan 43 lesi yang menekankan kemanjuran dan hasil yang
lebih baik dari reseksi di atas semua tindakan terapeutik lainnya1

Gambar 2.1. A, Lapisan kista yang sangat tipis ditemukan saat melakukan enukleasi dan kuretase odontogenik
tersebut keratokista1

2. Kista Odontogenik Kelenjar

Kista odontogenik kelenjar (kista sialo-odontogenik) adalah kista rahang yang langka
,kelenjar atau saliva yang tampaknya menunjukkan pluripotensialitas epitel odontogenik
karena sel kuboid / kolumnar, produksi musin, dan silia dicatat dalam kista ini. Kista
odontogenik kelenjar paling sering terjadi pada orang dewasa paruh baya. 1

Kebanyakan kista odontogenik kelenjar diobati dengan enukleasi dan kuretase. Tingkat
kekambuhan sekitar 30% dan, oleh karena itu, merekomendasikan reseksi1

Gambar 2.2. menjalani enukleasi dan kuretase kista serta pencabutan gigi rahang bawah anterior 1

6
3. Kista Dentigerous

Kista dentigerous terjadi terkait dengan gigi yang tidak erupsi, paling sering, molar ketiga
rahang bawah. Asosiasi umum lainnya adalah dengan molar ketiga rahang atas, gigi taring
rahang atas, dan gigi premolar dua rahang bawah. Bisa juga terjadi di sekitar gigi
supernumerary dan berhubungan dengan odontoma; Namun, kista ini jarang berhubungan
dengan gigi sulung. Banyak kista dentigerous adalah lesi kecil tanpa gejala, meskipun
beberapa dapat tumbuh hingga ukuran yang cukup besar, menyebabkan ekspansi tulang yang
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit sampai terjadi infeksi sekunder. 1

a. Pathogenesis

Patogenesis kista dentigerous dapat dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu tahap awal
ditandai dengan kista yang belum merusak tulang sehingga tulang di atasnya masih utuh dan
teraba keras, tahap sensasi bola pingpong yang ditandai dengan sudah mulainya terjadi
desakan kista yang semakin besar pada tulang, tahap krepitasi dimana pada tahap ini sudah
terjadi fragmentasi dari tulang diatasnya akibat desakan kista sehingga pada saat palpasi akan
teraba adanya krepitasi, dan yang terakhir, yaitu tahap fluktuasi dimana pada tahap ini hanya
ada bila kista telah mengerosi tulang secara sempurna3

b. Gejala Klinis

Banyak pasien pertama kali mengetahui kista karena pembengkakan yang membesar secara
perlahan-lahan. Terkadang kista dentigerous bisa nyeri, terutama jika terjadi infeksi sekunder.
Seward (cited. Cawson) pada tahun 1964 telah memperlihatkan secara radiologi bahwa lesi
yang berdiameter 4-5 cm bisa berkembang dalam waktu 3-4 tahun. Kista yang membesar
dapat menyebabkan gejala seperti ekspansi tulang, cacat wajah, dan migrasi gigi secara
patologis.4

c. Perawatan

Perawatan kista dentigerous dengan enukleasi kista dan pencabutan gigi terkait, seringkali
tanpa biopsi insisi sebelumnya .Kista yang lebih besar yang dirawat di ruang operasi mungkin
harus menjalani diagnosis bagian beku dan perawatan yang tepat yang mungkin ditentukan
oleh diagnosis lain. Kuretase rongga kista biasanya dianjurkan pada saat pengangkatan kista
jika kista yang lebih agresif. 1

7
Gambar 2.3. A, Kista dentigerous dirawat dengan enukleasi dan kuretase kista dan pencabutan gigi 1

4. Kista Erupsi

Kista erupsi merupakan kista yang dinding epitelnya mempunyai hubungan dengan
mahkota gigi susu atau kadang-kadang gigi tetap yang sedang erupsi. Kista terbentuk dalam
gusi di atas mahkota gigi yang sedang erupsi karena terjadi akumulasi cairan jaringan atau
darah di dalam suatu ruang folikular yang membesar di sekitar mahkota gigi yang erupsi.
Kista ini dapat unilateral atau bilateral, satu atau multipel, dan congenital, dan jarang
menyebabkan pergeseran gigi. 2

a. Pathogenesis

Etiologi dari kista erupsi belum diketahui secara pasti. Menurut aguilo et al, dari 36 kasus
ditemukan karies dini, trauma, infeksi dan kekurangan ruang untuk erupsi yang mungkin
menjadi penyebab kista erupsi.5

b. Gejala klinis

Secara klinis pada kista erupsi akan terlihat pembengkakan pada gingiva dengan warna
yang kebiruan dilapisi oleh selapis tipis mukosa. Pada pemeriksaan histopatologis kista erupsi
memiliki gambaran histopatologis yang sama dengan kista dentigerous.6

c. Perawatan

Tidak ada penanganan khusus untuk kista erupsi karena berasal dari gigi yang akan
erupsi. Kista erupsi tidak perlu diobati dan kebanyakan kista tersebut dapat hilang dengan
sendirinya. Intervensi bedah diperlukan jika terasa nyeri, terjadi perdarahan, terinfeksi, atau
mengganggu estetika.6

8
Perawatan konvensional bagi kista erupsi adalah marsupialisasi, yang mengangkat
jaringan yang menutupi gigi yang tidak erupsi. Perawatan pilihan lain adalah insisi sederhana
untuk membuka gigi yang tertutup dan mengeluarkan6

5. Kista Gingiva

Merupakan kista yang jarang ditemukan dan dianggap merupakan bagian kista
periodontal lateral pada jaringan lunak. Berasal dari sisa-sisa lamina dentis pada gingiva.
Kadang-kadang epitel permukaan atau epitel crevicular gingiva merupakan asal dari kista ini.
Lokasi tipikal pada gingiva atau mukosa alveolar regio kaninus premolar bawah. Umumnya
ditemukan pada usia pertengahan atau dewasa2 Kista ini tidak menimbulkan gejala dan
jarang membesar melebihi diameter 10 mm. Bila membesar dapat menyebabkan penonjolan
tulang kortikal menampakkan bayangan biru translusen.2

2.2. Kista Rahang Non Odontogenik

Dinding kista berasal dari sumber-sumber selain organ oembentukan gigi. Kelompok ini
meliputi lesi-lesi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai kista fisural yang dianggal
berasal dari epitel yang membatasi proses embrionik pembentukan wajah.1

2.2.1. Klasifikasi
1. Lesi Globulomaxillary

Lesi globulomaxillary awalnya didefinisikan sebagai kista globulomaxillary dan dianggap


sebagai kista fissural yang disebabkan oleh sisa-sisa epitel yang tertinggal pada fusi proses
rahang atas dengan proses globular. Biasanya ditemukan pada dekade kedua atau ketiga.
Dalam deskripsi klasik, lesi muncul sebagai radiolusen berbentuk buah pir di rahang atas
antara gigi seri lateral dan kaninus. Gigi terkait secara klasik penting, dan lesi dilapisi oleh
epitel kistik dengan epitel globular atau bersilia.1

Gambar 2.4. Kista globulomaxillary di antara lateral dan kaninus rahang atas.

9
Akar gigi mungkin menyimpang oleh lesi, dan biopsi adalah biasanya diperlukan untuk
memastikan diagnosis dan memungkinkan perawatan bedah yang sesuai untuk dilakukan.
Perawatan biasanya terdiri dari enukleasi dan kuretase1

2. Kista Nasolabial

Kista nasolabial diyakini sebagai mitra jaringan lunak dari kista globulomaksiler. Sekali
lagi, itu diyakini terbentuk pada garis fusi proses globulomaxillary. Demikian pula, lesi ini
memang ada, tetapi asal aslinya masih diragukan. Bisa jadi berasal dari sisa-sisa yang
membentuk duktus nasolakrimalis. Kista ini memanifestasikan dirinya sebagai jaringan lunak
yang membengkak di aspek lateral bibir atas, cukup tinggi di sulkus (Gambar 2.4). Lapisan
kista biasanya berbentuk kolom semu dengan banyak sel goblet. Pengobatannya adalah eksisi
local.1

Gambar 2.5 A, Kista nasolabial yang menyebabkan pembengkakan pada sulkus bukal di area insisivus lateral.
B, Kista enukleasi, yaitu terbatas pada jaringan lunak tanpa ekstensi tulang. Histologi menunjukkan epitel
skuamosa dengan sel goblet.1

a. Patogenesis

Beberapa menyatakan bahwa itu adalah kista fisura yang timbul dari epitel yang
bertumpu pada garis fusi proses globular, proses nasal lateral, dan proses maksilaris. Yang
lain menyatakan bahwa itu sebenarnya adalah penggabungan proses-proses mesenkim dan
bukan fusi itu sendiri, jadi tidak ada jebakan epitel di celah naso-optik. Mereka menyatakan
bahwa lokasi kista nasoalveolar sangat mendukung perkembangannya dari saluran hidung
embrio yang awalnya terletak di permukaan.9

b. Gejala Klinis

Secara Klinis, pasien mengalami pembengkakan yang berdekatan dengan hidung dengan
kepenuhan pada fosa kaninus dan dasar hidung. Pembengkakan menyebabkan obliterasi
lipatan nasolabial dan elevasi alae hidung. Ini adalah pembengkakan yang berfluktuasi dan

10
paling baik teraba secara bimanual dengan satu jari di dasar hidung dan satu jari di sulkus
labial. Kista nasolabial unilateral tanpa prevalensi kejadian samping, tetapi kasus bilateral
juga telah dilaporkan. Itu dilapisi oleh epitel kolumnar semu bersilia atau tidak bersilia
dengan sel piala. Ini paling sering terlihat pada orang dewasa, dengan prevalensi puncak pada
dekade keempat dan kelima kehidupan. Temuan penting lainnya termasuk insiden yang lebih
besar pada wanita (4: 1) dan kemungkinan prevalensi yang lebih besar di antara orang kulit
hitam.10

c. Perawatan

Kista harus diangkat melalui pembedahan dengan pendekatan intraoral. Perawatan harus
diambil saat memisahkan lapisan kistik dari mukosa hidung. Eksisi total kista bersifat kuratif,
dan perawatan harus dilakukan agar kista tidak pecah. Operasi pengangkatan dilakukan
dengan sayatan sublabial di sulkus bukal. Jika mukosa hidung pecah, perbaikan tidak
diperlukan. Reepitelisasi terjadi dengan pengepakan yang lembut dari ruang depan.11

3. Kista Mandibula Median

Kista mandibula median adalah kista langka yang ditemukan di garis tengah rahang
bawah. Awalnya dianggap terbentuk di garis fusi dari setiap setengah lengkung mandibula.
Sekali lagi, teori embriologi di balik lesi ini tidak lagi dianggap masuk akal, dan diyakini
bahwa lesi yang ditemukan di mandibula anterior mewakili beberapa jenis kista atau tumor
odontogenik lainnya.1

4. Kista Duktus Nasopalatinus

Merupakan lesi non-odontogenik yang biasanya terjadi di maksila. Kista ini biasanya
terjadi pada laki-laki. Kista ini berasal dari sisa epitel ductus nasopalatinus. Meskipun
demikian, tanpa stimulasi, kista ini tidak mampu berkembang. Hal yang dilaporkan dapat
menyebabkan kista ini berkembang adalah trauma atau infeksi dari ductus nasopalatinus.
Predileksi tempat kista ini adalah pada posterior midline palatum, kanal insisif ductus
nasopalatinum dan papilla palatina.1

A. Pathogenesis

Kista duktus nasopalatinus diduga timbul dari saluran nasopalatinus di kanal tajam, tetapi
faktor etiologi yang berhubungan dengan pembentukan dan patogenesis mereka sebagian
besar spekulatif. Pada manusia, sisa-sisa organ penciuman primitif ini dapat ditemukan di

11
kanal insisivus dalam bentuk duktus epitel, kabel epitel, sandaran epitel, atau kombinasi
keduanya. Istirahat epitel mungkin menunjukkan degenerasi sentral. Frekuensi terjadinya
paten duktus nasopalatina antara rongga hidung dan rongga mulut pada manusia tidak pasti,
karena berbagai penulis telah melaporkan temuan yang berbeda. Tidak satupun dari ini ada
saluran paten kontinyu atau kabel epitel. Mereka sama sekali tidak menemukan pembukaan
mulut paten dari saluran nasopalatina, meskipun sembilan lubang hidung paten telah
diidentifikasi. Enam belas janin memiliki bagian duktus nasopalatina dengan lumina sentral
dan tiga di antaranya memiliki gambaran yang menunjukkan degenerasi kistik.8

B. Gejala Klinis

Kista nasopalatina umumnya tanpa keluhan dan gejala sehingga baru terdiagnosis pada
saat penderita melakukan pemeriksaan rutin radiologi. Kista yang besar mungkin
menunjukan gejala nyeri akibat saraf nasopalatina atau karena infeksi sekunder. Gejala lain
pembengkakan pada palatum anterior atau bibir atas, keluarnya cairan pada lesi, gatal, ulkus
bila terjadi infeksi lokal atau fistel. Kista nasopalatina umumnya terdapat pada garis tengah,
sepihak tanpa predileksi sisi sebelah mana yang terkena. Kista yang besar dapat terjadi karena
proses berkelanjutan kista secara fluktuasi dan ekspansi pada mukosa labial alveolar dan
anterior palatum durum8

C. Perawatan

Perawatan, jika diperlukan bersifat bedah dan terdiri dari kuretase lokal. Ini hampir pasti
membutuhkan pengorbanan pembuluh nasopalatina dan saraf, yang menghasilkan area kecil
anestesi di atas langit-langit anterior di belakang gigi seri atas1

2.3. Kista Non Epitelial


2.3.1 Klasifikasi
1. Stafne / Kista Tulang Statis

Radiolusensi klasik ini ditemukan di rahang bawah sebagai temuan insidental pada
radiografi survei seperti ortopantomogram dan oblik lateral. Lesi kecil dan halus ditemukan
di bawah gigi molar kedua dan ketiga dan di bawah saluran gigi inferior. Lesi tidak bergejala
dan bukan merupakan kista sejati. Ini adalah invaginasi dari aspek medial mandibula yang
biasanya mengandung jaringan saliva, meskipun jaringan limfoid telah dilaporkan. Kasus
yang kadang-kadang dilaporkan adalah lesi tipe Stafne yang terjadi lebih anterior di
mandibula. Dalam kasus yang sulit, penilaian radiografi dapat dilakukan dengan pemindaian
12
koronal computed tomography (CT) halus untuk menentukan anatomi tulang dan sinyal
jaringan lunak di dalam rongga atau dengan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI).
Biopsi dan eksplorasi tidak diindikasikan.12

2. Kista Tulang Aneurisma

Lesi seperti kista yang dilapisi non-epitel ini kadang-kadang terjadi di rahang. Lebih
sering terjadi di rahang bawah daripada rahang atas. Etiologinya tidak diketahui, tetapi pada
dasarnya ini adalah malformasi vaskular yang muncul dari lesi sebelumnya yang tidak terkait.
Secara radiografik bisa jadi lesi uni atau multilokular dengan garis luar yang tidak teratur dan
kadang terjadi perpindahan akar gigi. Secara histopatologi, lesi mengandung banyak sel
raksasa dan tidak dapat dibedakan dari granuloma sel raksasa pusat. Ciri ini telah
memunculkan gagasan bahwa kista tulang aneurisma adalah variasi vaskular dari granuloma
sel raksasa pusat. Pengobatannya adalah dengan kuret meskipun lesi bisa kambuh. Reseksi
dan krioterapi adjuvan telah diusulkan untuk lesi besar atau rekuren.12

Gambaran klinis Sebagian besar pasien berusia antara 10 dan 20 tahun dan tampaknya
tidak ada kecenderungan kuat untuk kedua jenis kelamin. Manifestasi utama biasanya berupa
pembengkakan tanpa rasa sakit dan area radiolusen, yang mungkin seperti balon atau kadang-
kadang menunjukkan adanya trabekulasi atau lokulasi.12

Gambar 2.6 cacat sumsum tulang osteoporosis yang memperngaruhi tempat yang khas

Kista tulang aneurisma adalah lesi langka yang biasanya merespons kuretase sederhana
dengan risiko kekambuhan yang kecil. Seluler yang ekstrem, aktivitas mitosis, dan seringnya
kehadiran banyak sel raksasa dapat menyebabkan kebingungan dengan sarkoma. Sangat
penting bahwa kesalahan ini tidak boleh dilakukan dan pasien, sebagai konsekuensinya,
menjalani perawatan radikal yang tidak perlu dan mungkin berbahaya.13

13
3. Kista Tulang Soliter

Kista tulang soliter sebagian besar terlihat pada remaja dan jarang terjadi setelah usia 25
tahun. Mereka membentuk pembengkakan tanpa rasa sakit atau merupakan temuan radiografi
kebetulan. Lesi lebih sering ditemukan pada tulang panjang, tetapi ketika rahang terkena,
mereka ditemukan hampir secara eksklusif di rahang bawah. Secara radiografik, rongga-
rongga ini membentuk area radiolusen bulat yang umumnya cenderung berbentuk kurang
tegas dibandingkan kista odontogenik dan memiliki dua ciri yang tidak biasa. Pertama, area
radiolusen biasanya jauh lebih besar dari ukuran pembengkakan yang ditunjukkan. Kedua,
rongga melengkung ke atas di antara akar gigi dan sebagai akibatnya dapat dilihat pertama
kali pada radiograf sayap-gigitan.13

Gambar 2.7 kista tulang soliter. Penampilan khas menunjukkan radiolusensi yang cukup
jelas tetapi tidak kortikasi yang menjalar ke atas di antara akar gigi.13

Gambar 2.8 Tampak miring miring menunjukkan lesi radiolusen luas membulat yang
memanjang dari premolar pertama ke sudut. Kista ini lebih luas dari biasanya dan menunjukkan
variabilitas presentasi kista tulang soliter. 13

a. Patologi
Kista tulang soliter dulu dikenal sebagai kista tulang 'hemoragik' atau 'traumatis' dan
didalilkan sebagai akibat dari cedera dan perdarahan di dalam tulang rahang. Ini kemudian
seharusnya diikuti oleh kegagalan pengorganisasian bekuan darah dan perbaikan tulang.
Namun, hanya ada sedikit bukti yang mendukung teori ini. Rongga tulang yang berisi darah

14
terbentuk di rahang sebagai akibat dari enukleasi kista sejati, tetapi kista tulang soliter tidak
muncul sebagai akibatnya. Lebih lanjut, bentuk pengobatan yang umum adalah membuka
kista tulang soliter untuk memungkinkan pendarahan masuk ke dalam rongga. Penyembuhan
normal kemudian menyusul. Tampaknya hampir tidak mungkin perdarahan intrabony dapat
menyebabkan dan menyembuhkan lesi ini. Spekulasi yang sia-sia tentang lesi ini seharusnya
tidak mengaburkan fakta bahwa penyebabnya masih belum diketahui. Rongga tersebut
memiliki dinding tulang yang kasar. Bisa terdapat lapisan jaringan ikat tipis atau hanya
beberapa sel darah merah, pigmen darah atau sel raksasa yang menempel pada permukaan
tulang. Seringkali tidak ada isi kista tetapi terkadang ada sedikit cairan. 'Kista' tidak memiliki
lapisan epitel.13

b. Perawatan
Kista tulang soliter tidak terlihat pada pasien lanjut usia dan pada mereka yang menolak
operasi, sehingga terlihat jelas bahwa lesi ini sembuh secara spontan. Namun, mungkin perlu
untuk membuka rongga, jika hanya untuk memastikan diagnosis. Ciri khas kurangnya cairan
kista dan dinding tulang yang tidak bergaris biasanya cukup untuk memberikan diagnosis,
tetapi jika memungkinkan, untuk menghilangkan lapisan jaringan ikat untuk pemeriksaan
histologis. Pembukaan rongga diikuti dengan penyembuhan, kemungkinan akibat perdarahan.
Regresi alami, jika diizinkan, tampak memungkinkan dan perubahan reparatif telah terlihat
pada spesimen yang dipotong. Kista yang mirip dengan kista tulang soliter dapat berkembang
pada displasia florid sementosseous dan menyebabkan lebih banyak ekspansi daripada kista
tulang soliter yang khas.13

2.4 Kista Jaringan Lunak Rongga Mulut


2.4.1 Klasifikasi
1. Dermoid dan Epidermoid Cyst

Istilah kista dermoid telah digunakan untuk menggambarkan tiga kista berlapis epitel
skuamosa yang terkait secara histologis, yaitu kista dermoid, kista epidermoid, dan kista
teratoid. Perbedaan penting antara kista dermoid dan kista epidermoid adalah adanya
pelengkap dermal seperti kelenjar sebaceous dan folikel rambut di dalam dinding yang
pertama dan tidak adanya fitur-fitur ini di yang terakhir Di dalam kista teratoid terdapat
struktur dinding kista yang berasal dari ketiga lapisan germinal, seperti jaringan saraf, saluran
cerna, dan saluran pernapasan. Kista epidermoid yang berkembang harus dibedakan dari kista
keratin yang lebih umum pada kulit yang didapat dan mungkin timbul sebagai akibat dari

15
perubahan kistik pada folikel rambut, seperti pada kasus kista infundibular. Dalam tinjauan
sejumlah besar kista dermoid, hanya 7% terjadi di kepala dan leher, dengan daerah alis lateral
periorbital menjadi lokasi yang paling umum. Dasar mulut adalah tempat paling umum
kedua; itu merupakan 12% dari semua kista dermoid kepala dan leher, diikuti oleh lidah.
Dalam tinjauan terhadap 49 kasus kista dermoid pediatrik di kepala dan leher, Prayor dan
rekan di Mayo Clinic Menemukan bahwa 60% terjadi periorbital, 18% di leher, 10% di
kepala (terutama kulit kepala dan dahi), 6 % di hidung, dan 4% di telinga. Kista epidermoid
jarang terjadi dan jauh lebih jarang ditemui di kepala dan leher dibandingkan kista dermoid;
kebanyakan terjadi selama masa bayi.14

a. Patogenesis
Kista berkembang paling sering pada anak-anak dan dewasa muda (Gambar 2.6). Mereka
sering muncul saat lahir dan dikenali jika ukurannya cukup besar. Gambaran klinis yang
paling umum dari kista dermoid dan epidermoid leher adalah massa yang tumbuh suprahyoid
di garis tengah. Massa itu lembut, mudah bergerak, dan tidak melekat pada kulit di atasnya.
Tidak seperti kista duktus tiroglosus, dermoid tidak berhubungan erat dengan tulang hyoid
dan karenanya tidak bergerak pada penonjolan lidah. Ukuran kista berkisar dari beberapa
milimeter hingga 12 cm. Peningkatan ukuran yang cepat kadang-kadang dapat terjadi sebagai
akibat dari pembentukan sinus, peningkatan deskuamasi keratin, dan sekresi sebum selama
masa pubertas dan kehamilan.14

Dermoid pada leher biasanya timbul dari dasar mulut. Mereka yang muncul di inferior
otot mylohyoid menyebabkan pembengkakan submental yang menonjol (Gambar 2.7),
sedangkan kista yang berkembang antara otot geniohyoid dan mylohyoid di ruang sublingual
hanya mengakibatkan pembengkakan eksternal kecil. Kadang-kadang kista berpindah ke
lateral ke dalam ruang submandibular. Kista epidermoid mengalami redaman cairan pada CT
scan dan hipointens pada citra dengan pembobotan T1 dan hiperintens pada citra pembobotan
T2, mengikuti intensitas sinyal cairan. Kedua kista dermoid dan epidermoid dilapisi dengan
epitel skuamosa berlapis dengan keratin dan / atau rongga berisi bahan sebasea. Namun,
dalam kista dermoid sejati, dinding jaringan ikat menunjukkan pelengkap dermal yang
bervariasi, termasuk kelenjar sebaceous, folikel rambut, dan kelenjar keringat.14

16
Gambar 2.9 A, Seorang gadis berusia 5 tahun datang dengan lesi midline dasar mulut. B, Gambar
scan scan tomografi aksial, dan sagital. C,menunjukkan lesi hipodens berbatas tegas. D,
fotomikrograf daya rendah yang menunjukkan lapisan epitel skuamosa bertingkat dari kista
dermoid. E, fotomikrograf berkekuatan tinggi mengungkapkan fokus sebaceous di dalam lesi.14

Gambar 2.10 Kista dermoid dasar mulut pada orang dewasa menyebabkan pembengkakan
submental yang menonjol.14

b. Gejala Klinis
Gejala dapat berupa benjolan kecil, seringkali tidak nyeri, di midline leher (di mana kulit
di atas benjolan dapat dengan mudah digerakkan). Benjolan itu mungkin berwarna kulit, atau
mungkin memiliki semburat kekuningan. Gejala kista dermoid mungkin terlihat seperti massa
leher atau masalah medis lainnya.14

c. Perawatan
Eksisi bedah lengkap adalah pengobatan pilihan. Kista yang terjadi di atas otot
geniohyoid dapat diangkat melalui pendekatan intraoral. Kista di bawah otot tersebut dan di
bawah otot mylohyoid memerlukan pendekatan ekstraoral. Menurut Prayor dan koleganya, di

17
antara 49 pasien anak hanya 1 pasien yang mengalami kekambuhan saat tindak lanjut.
Transformasi ganas menjadi karsinoma sel skuamosa jarang dilaporkan.

2. Thyroglossal Duct Cyst

Kelenjar tiroid berkembang sebagai hasil median dari dasar faring primitif selama minggu
ketiga kehidupan janin. Tiroid primordium berasal dari tingkat foramen cecum, yang pada
orang dewasa terletak di persimpangan dua pertiga anterior dan sepertiga posterior lidah.
Tiroid primitif turun melalui mesoderm lidah dan dasar mulut dan akhirnya melewati anterior
ke tulang hyoid yang sedang berkembang dan tulang rawan laring (Gambar 2.8). Kelenjar
primitif mencapai posisi terakhirnya di bagian anterior leher pada minggu ketujuh
kehamilan.14

3.

Gambar 2.11 A, Tiroid primitif muncul sebagai divertikulum epitel setinggi foramen sekum, di
midline faring. B, Garis merah putus-putus menunjukkan jalur migrasi kelenjar tiroid ke posisi akhirnya. 14

a. Patogenesis
Selama migrasi, kelenjar tiroid dihubungkan ke lidah oleh struktur tubular sempit, duktus
tiroid. Duktus ini biasanya berinvolusi pada minggu kehamilan kedelapan hingga kesepuluh.
Ujung superior kanal menetap sebagai foramen sekum lidah sementara ujung inferior menjadi
lobus piramidal kelenjar tiroid. Jika ada bagian dari duktus tiroglosus yang menetap,
perubahan kistik dapat terjadi sebagai akibat sekresi dari lapisan epitel. Infeksi dan
peradangan berulang dapat menyebabkan kejadian tersebut.14

b. Gejala Klinis
Mayoritas TGDC terletak di midline atau sedikit di luar midline. Mereka selalu berada
dalam jarak 2 cm dari garis tengah. Dariyang berada di lokasi paramedian, sebagian besar
akan terjadi di sebelah kiri. Kista biasanya bermanifestasi sebagai massa fluktuasi tanpa rasa
sakit yang membesar pada pasien anak atau dewasa muda. Ukuran kista berkisar antara 0,5
sampai 6 cm, tetapi kebanyakan antara 1,5 dan 3 cm. Beberapa kasus mungkin muncul

18
dengan gejala terkait infeksi. Ini dapat membaik dengan pengobatan antibiotik, tetapi sering
kambuh setelah menyelesaikan kursus antibiotik.14

Sekitar 80% kista terjadi pada atau di bawah level tulang hyoid. 20% sisanya terletak di
atas tulang itu (Gambar 2.9). Dalam kedua kasus, kista biasanya mengenai tulang hyoid
(Gambar 2.10). Jarang TGDC dapat bermanifestasi sebagai massa di dasar mulut atau lidah.
Ciri khas lesi bergerak ke atas pada tonjolan lidah, cerminan dari asal duktus di foramen
cecum. Nyeri, pembesaran tiba-tiba, suara serak, gangguan jalan napas, atau limfadenopati
serviks dapat menunjukkan perubahan keganasan.14

c. Perawatan
Eksisi bedah total adalah pengobatan pilihan. Reseksi parsial dari TGDC hampir selalu
menyebabkan kekambuhan. Operasi yang direkomendasikan disebut prosedur Sistrunk.
Operasi ini melibatkan eksisi en bloc dari seluruh saluran duktus tiroglosus ke foramen
sekum, serta 1 sampai 2 cm pusat tulang hyoid. Ketika prosedur ini digunakan, tingkat
kekambuhan jarang melebihi 4% sampai 6%. Ketika bagian tengah tulang hyoid tidak
diangkat, tingkat kekambuhan dapat diharapkan sebesar 25% atau lebih. Insisi dan drainase
TGDC tidak dianjurkan.14

Gambar 2.12 A, kista duktus tiroglosus terletak di bawah tulang hyoid dan (B) di atas tulang
hyoid.14

Gambar 2.13 Potongan sagital pada mayat yang menunjukkan kista duktus tiroglosus yang
berhubungan erat dengan tulang hyoid.14

19
4. Branchial Cleft Cyst

Empat celah faring yang memisahkan lengkungan cabang dapat dikenali pada embrio
berumur 5 minggu (Gambar 26). Bagian punggung celah pertama menembus mesoderm yang
mendasari dan menimbulkan meatus auditorius eksternal. Proliferasi aktif jaringan
mesodermal lengkung kedua menyebabkannya tumpang tindih dengan lengkung ketiga dan
lengkung empat. Akhirnya, itu menyatu dengan punggungan epikardial. Celah kedua, ketiga,
dan keempat kehilangan kontak dengan bagian luar dan untuk sementara membentuk sinus
berlapis ektoderm, sinus serviks (lihat Gambar 2.11). Dengan perkembangan lebih lanjut,
sinus ini menghilang seluruhnya.14

Gambar 2.15 A, Representasi skematis dari perkembangan celah dan kantong faring. Lengkungan
kedua tumbuh di atas lengkungan ketiga dan keempat. B, Sisa dari celah faring kedua, ketiga, dan
keempat membentuk sinus serviks.14

a. Patogenesis
Anomali celah cabang diyakini berkembang sebagai akibat dari obliterasi sinus serviks
yang tidak lengkap atau dari sisa epitel celah cabang. Kelainan pada celah cabang biasanya
berupa kista, sinus, dan fistula. Mereka terjadi terutama di sisi lateral leher di sepanjang batas
anterior otot sternokleidomastoid (SCM), tetapi juga dapat ditemukan di dalam atau di sekitar
kelenjar parotis dan telinga luar. Abnormalitas jarang bilateral dan kadang-kadang mungkin
bersifat keluarga. Lesi biasanya ada sebagai fenomena yang terisolasi tetapi kadang-kadang
dapat dikaitkan dengan cacat lain seperti patent ductus arteriosus, atresia saluran air mata,
kelainan pendengaran, dan malformasi daun telinga.14

Branchial Cleft Cyst pertama terjadi di kelenjar parotis sebagai kista limfoepitel. Kondisi
tersebut menyebabkan 5% dari semua cacat celah cabang dan paling sering terlihat pada
wanita paruh baya. Kista yang timbul dari celah cabang ketiga dan keempat sangat jarang

20
terjadi, dengan hanya sedikit kasus yang dilaporkan. Mereka terjadi di ruang serviks
posterior, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda. Sebagian besar (95%) kelainan
Branchial Cleft Cyst dari celah kedua, terutama sebagai kista.14

b. Gejala Klinis
Kista paling sering terletak di ruang submandibular. Namun, karena hubungan anatomis
dari celah cabang kedua dan sinus serviks, hal ini dapat terjadi di mana saja di sepanjang
garis dari fosa tonsil orofaringeal ke daerah supraklavikula leher. Kista ini biasanya muncul
sebagai massa berfluktuasi tanpa rasa sakit di bagian lateral leher yang berdekatan dengan
batas anteromedial otot SCM, di sudut mandibula. Massa membesar perlahan dari waktu ke
waktu dan mungkin menjadi lunak dan nyeri jika terinfeksi untuk kedua kalinya. Pada pasien
muda, riwayat peradangan berulang di daerah sudut mandibula sangat sugestif dari kista ini.
(Gambar 2.12).14

Gambar 2.14 Kista celah cabang muncul sebagai massa di daerah submandibula, berdekatan dengan batas
anterior dan medial dari otot sternokleidomastoid. 14

c. Perawatan
Eksisi bedah lengkap diindikasikan karena frekuensi infeksi sekunder. Dalam kasus di
mana ada peradangan yang signifikan, pembedahan mungkin ditunda sampai teratasi. Pasien
yang terus memiliki sisa celah cabang yang persisten, dengan episode infeksi setelah
percobaan eksisi berulang kali, dapat mengambil manfaat dari diseksi fungsional leher.
Tingkat kekambuhan 2,7% telah dilaporkan dalam tinjauan besar kasus. Tingkat kekambuhan
yang lebih tinggi ditemukan pada kasus dengan riwayat infeksi atau intervensi bedah
sebelumnya.14

21
BAB III

KESIMPULAN

Kista adalah suatu rongga patologis yang dilapisi oleh epitel yang terdiri atas epitel dental
ataupun epitel nondental serta berisi cairan atau setengah cairan. Ada berbagai macam jenis
kista dianataranya kista odontogenic, kista non odontogenic,kista non epitelium dan kista
jaringan lunak rongga mulut.

Kista odontogenic ialah kista yang berasal dari benih gigi. Yang termasuk kedalam kista
odontogenic diantaranya kista keratosis odontogenic,glandular odontogenic cyst,kista
dentigerous,kista erupsi dan kista gingiva. Pada umumnya kista ini tidak menimbulkan gejala
klinis,kecuali pada saat terdorong atau mendorong tulang. Tetapi kista dapat membesar dan
menyebabkan cacat wajah dan migrasi gigi.

Kista non epitelial terbagi menjadi 3, yang pertama yaitu stafne atau kista tulang statis yang
memiliki ciri lesi tidak bergejala dan bukan merupakan kista sejati, yang kedua kista tulang aneurisma
yang lebih sering terjadi di rahang bawah dan belum diketahui etiologinya, dan yang terakhir kista
soliter, jarang terjadi setelah umur 25 tahun dan sering ditemukan pada tulang panjang.

Kemudian kista jaringan lunak rongga mulut juga terbagi menjadi 3, yang pertama yaitu Dermoid
dan Epidermoid Cyst yang dibedakan dengan adanya pelengkap dermal didalam dinding pertama,
yang kedua Thyroglossal Duct Cyst yang mayoritas terletak pada midline atau sedikit di luar midline,
dan yang terakhir adalah Branchial Cleft Cyst yang merupakan akibat dari obliterasi sinus serviks
yang tidak lengkap.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Miloro, Michael; Ghali GE; Larsen, Peter E; White, Peter D. Peterson’s principles of
oral and maxillofacial surgery. 3rd edition. USA: People’s Medical Publishing
House.2011
2. Sudiono J. Kista odontogenik : Pertumbuhan, perkembangan dan komplikasi. Jakarta:
EGC; 2010: hal 1-6

3. Azhar S, Goereti M, Soteji P. Enukleasi kista dentigerous pada coronoid mandibular


sinistra dibawah anestesi umum. MKGK. 2015: 99-103.
4. Mark R, Stern D. Oral and Maxillofacial Pathology: A Rationale for Diagnosis and
Treatment. 2nd ed. Chicago: Quintessence Publishing Co. 2012: 616
5. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry 4th ed. Canberra: Mosby.
2013.
6. Danudiningrat CP. Kista odontogen dan nonodontogen. Surabaya: Airlangga
University Press. 2006.

7. Nugraha A. Pola distribusi kasus kista odontogenik pada instalasi gigi dan mulut
rumah sakit kota surabaya periode 2010-2012. Perpustakaan Unair: Surabaya. 2013
8. Shear,M. Speight, PM. Cysts of the oral and maxillofacial regions. 4th edition.
Oxford:Blackwell Munksgaard. 2007
9. Danudiningrat CP. Kista odontogen dan nonodontogen. Surabaya: Airlangga
University Press. 2006: 11-30, 35-42, 68
10. Kajla P, Lata J, Agrawal R. Nasolabial Cyst. Jurnal Maxillofacial. Oral Surg. 2014;
13(2);227-230
11. Fonseca, Raymond J. Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. St. Louis, Missouri:
Elsevier. 2018. 372-381

12. Andersson, Lars., Kahnberg, Karl-Erik., and Pogrel, M. Anthony. Oral and
Maxillofacial Surgery. Wiley-Blackwell, UK. 2010.
13. Cawson. R. A & Odell. E. W. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine. 8th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2008.
14. Fonseca, Raymond J. Oral and maxillofacial surgery. 3rd edition. St. Louis, Missouri:
Elsevier; 2018. Hal 377-383, 484

23

Anda mungkin juga menyukai