Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu indikator mengevaluasi keberhasilan kesehatan ibu melalui
penurunan angka kematian ibu, perdarahan menyumbang angka terbanyak
kematian karena atonia uteri akibat terjadinya retensi urine sehingga terjadi
distensi kandung kemih dan menghambat uterus berkontraksi dengan baik
karena uterus terdorong ke atas dan ke samping (Marmi 2012).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2019 memperkirakan lebih


dari 1.585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di
Amerika Utara, perbandingan perkiraan wanita meninggal akibat
kehamilan/persalinan yaitu 1:1.336, dibanyak negara Afrika 1:8, sedangkan
di Asia Tenggara hanya 1:12. Lebih dari 50% kematian di negara
berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta
biaya yang relatif rendah. Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia
menurut data survey nasional tahun 2018 adalah 1.921.000 dari 6.039.000
persalinan atau sekitar 22,8 % (WHO, 2019).

Data RISKESDAS (2018) menunjukkan kelahiran sectio caesarea sebesar


9,8% dengan provinsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di
Sulawesi Tenggara (3,3%), sedangkan di Kalimantan Selatan yaitu (5,7%).
Berdasarkan hasil rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu
Zalecha Martapura, didapatkan pada tahun 2018 ibu yang melahirkan secara
sectio caesarea sebanyak 1980 orang, tahun 2019 sebanyak 1584 orang dan
tahun 2020 sebanyak 2038 orang. Namun hanya sekitar 0,7% atau sekitar 10
orang telah dilakukan bladder training pasca sectio caesarea dalam setiap
tahunnya.(Rekam Medik RSUD Ratu Zalecha Martapura, 2020)

1
2

Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan melalui sayatan pada


dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin kurang dari
1.000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2012).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau
suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Llewelyn, D,
2012).

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang


menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Tindakan pembedahan atau operasi dapat
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering
adalah nyeri. Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan
kontinuitas jaringan tubuh. Sehingga untuk menjaga homeostasis, tubuh
melakukan mekanisme yang bertujuan sebagai pemulihan pada jaringan
tubuh yang mengalami perlukaan. Pada proses pemulihan inilah terjadi
reaksi kimia dalam tubuh sehingga nyeri dirasakan oleh pasien. Oleh karena
itu, setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri (Jong,
2012). Anestesi dalam tindakan bedah banyak macamnya salah satunya
adalah anestesi spinal dan anestesi umum. Menurut Potter & Perry (2015)
dampak dari prosedur bedah yang dilakukan anestesi mempengaruhi
pengeluaran urine dan kemih itu sendiri.

Anestesi dapat mempengaruhi kesadaran pasien termasuk tentang kebutuhan


berkemih sehingga berdampak pada pengeluaran urine, oleh karena itu
selama prosedur pembedahan pasien dilakukan kateterisasi urine (Potter &
Perry, 2015,). Kateterisasi urine adalah pemasangan kateter melalui uretra
ke kandung kemih. Kateterisasi urine dilakukan untuk membantu pasien
yang tidak mampu berkemih secara mandiri, sehingga harus memenuhi
kebutuhan berkemih (Wirahayu, 2015). Kateterisasi juga dilakukan pada
pasien yang mengalami obstruksi pada saluran kemih. Adanya obstruksi
3

pada saluran kemih akan menimbulkan masalah yang kemungkinan muncul


(Smeltzer & Bare, 2013).

Perawatan utama yang dapat dilakukan Pada pasien Post Sectio Caesarea
adalah balance cairan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Balance cairan
harus selalu dimonitor karena pada pasien Post Sectio Caesarea banyak
kehilangan cairan darah sehingga intake dan outputnya diharapkan tetap
seimbang untuk menghindari dehidrasi dan mengurangi resiko terjadinya
infeksi pada pasien (Maria, 2015).

Ketidakmampuan mengontrol pengeluaran urin atau inkontinensia urine


jarang dikeluhkan oleh pasien karena dianggap sesuatu yang biasa, malu
atau tabu untuk diceritakan pada orang lain maupun pada dokter, dianggap
sesuatu yang wajar tidak perlu diobati. Inkontinensia urin bukanlah
penyakit, melainkan merupakan gejala dari suatu penyakit atau masalah
kesehatan lain yang mendasarinya (Syah, 2014).

Kandung kemih yang normal dapat menampung jumlah urin mencapai ±


1200–1500 cc (Smeltzert & Bare, 2013). Jumlah urin di dalam kandung
kemih tergantung urin yang dihasilkan, lebih sering urin diproduksi, lebih
sering orang berkemih (Nursalam & Baticaca, 2013).

Pada ibu post sectio caesarea sangat dianjurkan untuk melakukan bladder
training dan kegel exercise untuk membantu mempercepat pemulihan
kandung kemih dan pembedahan (Rizki, 2013).

Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih


kembali kandung kemih kepola berkemih normal dengan menstimulasi
pengeluaran urine. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan
pada ibu yang telah mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia
urine dan retensio urine. Padahal sesungguhnya bladder training dapat
4

mulai dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi, sehingga dapat


mencegah intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang justru
meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Bladder training adalah
kegiatan melatih kandung kamih untuk mengembalikan pola normal
berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urine.
Program latihan dalam bladder training meliputi penyuluhan, upaya
berkemih terjadwal dan memberi umpan balik positif. Tujuan dari bladder
training melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan
mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih
secara spontan (Bobak, 2012).

Bladder training sangat berperan penting dalam melatih kandung kemih


yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan otot spingter kandung
kemih agar bertujuan maksimal. Desakan inkontinensia atau kombinasi
keduanya atau yang disebut inkontinensia campuran. Pelatihan kandung
kemih yang mengharuskan klien menunda berkemih, melawan atau
menghambat sensasi urgensi dan berkemih sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan dan bukan sesuai dengan desakan untuk berkemih. Bladder
training bertujuan untuk memperpanjang interval antara urinasi klien,
menstabilkan kandung kemih dan menghilangkan urgensi (Suharyanto,
2013).

Kegel exercise merupakan latihan otot kadung kemih yang saat ini marak
dikembangkan sebagai salah satu intervensi dalam mengatasi masalah-
masalah yang berkaitan dengan kandung kemih. Kegel exercise adalah
latihan otot kandung kemih dengan cara mengencangkan dan
merelaksasikan otot sehingga otot kandung kemih menjadi kuat. (Stang,
2012). Tujuan mendasar dilakukannya kegel exercise adalah untuk
meningkatkan kekuatan otot dasar panggul, selain latihan faktor lain yang
mempengaruhi kekuatan otot adalah hubungan cross sectional otot,
hubungan antara panjang dan tegangan otot pada waktu kontraksi,
5

rekruitmen motor unit, tipe kontaksi otot, jenis serabut otot, ketersediaan
energi dalam aliran darah serta kecepatan kontaksi dan motivasi pasien
dalam melakukan latihan. (Lestari, 2011)

Kondisi yang sering terjadi apabila bladder training dan kegel exercise
tidak segera dilakukan pada ibu post sectio caesarea adalah resiko infeksi,
trauma uretra, dan menurunnya rangsangan berkemih. Menurunnya
rangsangan berkemih dalam waktu lama dapat mengakibatkan kandung
kemih tidak meregang dan berkontraksi secara teratur dan kehilangan
tonusnya. Apabila hal ini terjadi dan kateter dilepas, maka otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengontrol
pengeluaran urinnya (Smelzter & Bare, 2013). Tindakan bladder training
dan kegel exercise menjadi suatu tindakan yang penting karena apabila
terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama,
dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).
Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung
kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah
bayi lahir. (Bobak, 2012).

Bladder training dan kegel exercise merupakan faktor yang utama dalam
mempercepat pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah
sectio caesarea. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari latihan bladder
training periode dini pasca bedah. Bladder training dan kegel exercise
sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena
tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan
otot – otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu,
juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Mengkombinasikan
bladder training dan kegel exercise, sangat efektif untuk mencegah
inkontinensia urine (Carpenito, 2013).
6

Beberapa penelitian yang terkait dengan bladder training adalah penelitian


yang dilakukan oleh Betti (2016) dengan judul "Efektifitas bladder training
secara dini pada pasien yang terpasang dower kateter terhadap kejadian
inkontinensia urine di ruang Umar dan ruang Khotijah RS Roemani
Semarang" diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan tidak ada pengaruh
pelaksanaan bladder training secara dini pada pasien yang terpasang dower
kateter terhadap kejadian inkontinensia urine . Sedangkan penelitian yang
dilakukan Wulan (2013) dengan judul "Pengaruh pemberian bladder
training sebelum pelepasan dower kateter terhadap terjadinya inkontinensia
urine pada pasien di IRNA C Sanglah Denpasar didapatkan nilai p 0,04 atau
nilai p <0,05 dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian bladder training
sebelum pelepasan dower kateter terhadap terjadinya inkontinensia pada
pasien IRNA C Sanglah Denpasar”.

Melania (2013) mencoba mencari intervensi lain untuk mencegah terjadinya


inkontinensia urine yaitu dengan kegel exercise. Melania (2013)
menemukan fakta bahwa ada perbedaan penurunan inkontinensia urine
sebelum dan sesudah diberikan intervensi kegel exercise pada ibu post
partum pervaginam. Senam Kegel adalah gerakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kekuatan otot-otot dasar panggul . Arsyad et al (2012) dalam
penelitiannya tentang hubungan senam kegel terhadap stress inkontinensia
menemukan bahwa, senam kegel berpengaruh terhadap penurunan kejadian
stress inkontinensia urine post partum pada wanita primigravida.

Bladder training sangat efektif untuk mengatasi gangguan fungsi eliminasi


pada pasien post operasi sectio caesarea. Bladder training adalah tindakan
pengikatan atau klem kateter yang dilakukan selama dua jam atau sampai
pasien merasakan kandung kemih telah penuh dan ingin segera berkemih.
Kegel Exercise adalah gerakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kekuatan otot-otot dasar panggul. Inkontinensia urine dapat diatasi dengan
kegel exercise.
7

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Ratu
Zalecha Martapura pada tanggal 26 Mei 2021 peneliti mendapatkan
informasi dari sepuluh orang ibu yang bersalin dengan sectio caesarea
mengatakan bahwa belum pernah dilakukan bladder training dan kegel
exercise pasca sectio caesarea.

Berdasarkan uraian diatas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian


tentang Efektifitas Bladder Training Dan Kegel Exercise Terhadap Fungsi
Eliminasi Pasca Kateterisasi Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik rumusan
masalah “Sejauh Mana Efektifitas Bladder Training Dan Kegel Exercise
Terhadap Fungsi Eliminasi Pasca Kateterisasi Pada Pasien Post Operasi
Sectio Caesarea Di RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisa
Efektifitas Bladder Training Dan Kegel Exercise Terhadap Fungsi
Eliminasi Pasca Kateterisasi pada pasien post operasi sectio
caesarea di RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021.

1.3.2 Tujuan khusus


1.3.2.1 Mengidentifikasi fungsi eliminasi pada pasien post operasi
sectio caesarea sebelum perlakuan Bladder Training di
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021.
8

1.3.2.2 Mengidentifikasi fungsi eliminasi pada pasien post operasi


sectio caesarea setelah perlakuan Bladder Training di
RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021.

1.3.2.3 Mengidentifikasi fungsi eliminasi pasca kateterisasi pada


pasien post operasi sectio caesarea sebelum perlakuan
Kegel Exercise di RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun
2021.

1.3.2.4 Mengidentifikasi fungsi eliminasi pasca kateterisasi pada


pasien post operasi sectio caesarea setelah perlakuan Kegel
Exercise di RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2021.

1.3.2.5 Menganalisa perbedaan efektifitas Bladder Training dan


Kegel Exercise terhadap fungsi eliminasi pasca kateterisasi
pada pasien post operasi sectio caesarea di RSUD Ratu
Zalecha Martapura Tahun 2021.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi
perawat/bidan tentang penatalaksanaan serta manfaat Bladder
Training dan Kegel Exercise terhadap fungsi eliminasi pasien pasca
sectio caesarea.

1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu
pengetahuan terutama keperawatan maternitas sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang manfaat Bladder
Training dan Kegel Exercise pada pasien pasca sectio caesarea.
9

1.4.2 Bagi Peneliti selanjutnya


Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang manfaat bladder
training dan kegel exercise terhadap fungsi eliminasi pasien pasca
sectio caesarea.

1.5 Penelitian Terkait


Tabel 1.1
Penelitian Terkait
No Nama Tahun Judul Metode Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian
1 Fitrotun 2017 Perbedaan Quasy penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
Navisah Efektivitas Experimen yang signifikan antara waktu eliminasi BAK
Mobilisasi pertama pada ibu post section caesarea dengan
Dini Dan diperoleh nilai ρ-value 0,032 karena nilai ρ <
Bladder 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
Training efektivitas antara mobilisasi dini dan bladder
Terhadap training terhadap waktu eliminasi BAK pertama
Waktu pada ibu post sectio caesarea di RSUD Dr. H.
Eliminasi Soewondo Kendal
BAK Pertama
Pada Ibu Post
Sectio
Caesarea Di
RSUD DR. H.
Soewondo
Kendal
2 Catur 2016 Efektivitas quasy penelitian ini menunjukkan adanya selisih rerata
Dwi Delay eksperimen waktu BAK pada responden yang dilakukan
Mulyani Urination delay urination dengan keagle exercise maupun
Dengan responden yang dilakukan delay urination di
Keagle RSUD Ambarawa, dengan diperoleh nilai ρ-
Exercise value 0,002 karena nilai ρ < 0,05 dapat
Terhadap disimpulkan bahwa latihan delay urination
Respon dengan keagle exercise lebih efektif daripada
Berkemih latihan delay urination. Rekomendasi hasil
Pasca penelitian ini disarankan dapat dijadikan sebagai
Kateterisasi salah satu intervensi keperawatan pada pasien
Urine Di gangguan berkemih yang terpasang kateter
RSUD
Ambarawa
3 Indah 2017 Pengaruh quasy rata-rata kemampuan berkemih (pretest)
Wulanin Bladder experiment kelompok kontrol pre test sebesar 530,08 ml
gsih Training dan post test sebesar 596,63 ml. Rata-rata
Terhadap kemampuan berkemih (pretest) kelompok
Kemampuan perlakuan pre test sebesar 632,26 ml dan post
Ibu test sebesar 836,71 ml. Hasil independent T test
Postpartum diperoleh ρ value sebesar 0,000 < 0,05
Sectio
10

Caesarea
Dalam
Berkemih Di
Rsud Kajen
Kabupaten
Pekalongan
4 Yani 2018 Pengaruh true Hasil penelitian menunjukkan penurunan
Erniyawa Kegel exsperimen inkontinensia urin. Peningkatan fungsi ereksi,
ti Exercise dan kualitas hidup. Ujistatistik
Terhadap MANOVAmemperoleh hasil p=0,000 pada
Inkontinensia inkontinensia urin, p=0,009 pada disfungsi
Urin, ereksi, dan p=0.024 pada kualitas hidup.
Disfungsi Inkontinensia urin pada kelompok perlakuan
Ereksi, Dan menunjukkan perbaikan pada keluarnya urin
Kualitas pada saat menggunakan kamar mandi, batuk
Hidup Pada atau bersin, dan tidak perlu lari ke kamar mandi
Klien Post karena dorongan untuk BAK
TURP Di RS
Muhammadiy
ah Lamongan
5 Sriboonr 2011 Effectiveness quasy The weights of pad were decreased by 2.6 + 0.8,
eung of Pelvic Floor experiment 2.3 + 1.3, and 3.1 + 1.3 grams for group 1, 2, and
Muscle 3, respectively. There was no statistical
Training in significant difference among the three groups.
Incontinent The pelvic floor muscle strength was increased
Women at by 18.4 + 2.7, 13.9 + 2.9, and 17.3 + 3.0 cmH2
Maharaj O for group 1, 2, and 3, respectively, with
Nakorn statistical significant difference among groups (p
Chiang Mai < 0.00). The increased muscle strength in group
Hospital: A 2 was significant less than the other two groups
Randomized (p < 0.00). Treatment Satisfaction showed the
Controlled leakage was improved with non-significant
Trial difference between groups (p > 0.05). No
complications were seen in any of the groups
6 Wahyu 2011 The Influence quasy The mean volume of the residual urine in the
Hidayati of Bladder experiment treatment group was less (M= 54,00 ml; SD=
Training 144,22 ml) if compared with the residual urine
Initiation on volume in the control group (M= 101,71 ml;
Residual SD=42,55 ml). The mean differences of bladder
Urine in the training both in the treatment and the control
Stroke groups which was analyzed with t-test
Patients with independent, there wes no differences between
Urine Catheter residual urine volume in both groups (p= 0,84).
Perbedaan Penelitian
Variabel dependen dan independen, waktu dan tempat penelitian serta metode penelitian. Dimana penelitian
variabel pada penelitian ini adalah efektifitas Bladder Training dan Kegel Exercise dengan fungsi eliminasi
pasca kateterisasi pada pasien post operasi sectio caesarea. Serta penelitian ini dilakukan pada tahun 2021, dan
dilakukan di RSUD Ratu Zalecha Martapura
11

Anda mungkin juga menyukai