Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Terbarukan


2.1.1 Pengertian Energi
Energi adalah pusat atau sumber kekuatan yang membantu kinerja dalam
bekerja, tanpa energi sebagai pusat kekuatan proses kinerja dalam bekerja tidak
akan efektif.
Menurut para ahli energi di definisikan sebagai berikut:
1. Energi adalah kemampuan benda untuk melakukan usaha (Mikrajuddin)
2. energi merupakan konsep dasar termodinamika (Michael J. Moran)
3. energi adalah suatu bentuk kekuatan yang dimiliki suatu benda (Pardiyono)
Dari pengertian para ahli tadi dapat disimpulkan bahwa pengertian energi
secara umum adalah kekuatan suatu benda untuk melakukan usaha dalam bekerja.
2.1.1 Pengertian Energi Terbarukan
Energi terbarukan adalah energi yang memiliki sumber yang tidak terbatas
atau berkelanjutan sehingga sumber energi ini tidak akan habis dalam waktu yang
sangat lama karena dapat dipulihkan kembali contohnya seperti bioenergi yang
sumbernya berasal dari makhluk hidup baik itu dari nabati maupun hewani
(Coleman dan Stanturf, 2006; Kleinschmidt, 2007; Williams, 2015).

2.2 Bioenergi
Bioenergi merupakan energi terbarukan yang bersumber dari biomassa
materi organik. Berdasarkan asal sumbernya, bahan baku bioenergi dapat dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
 Tanaman Penghasil Energi (dikhususkan untuk menghasilkan bahan bakar)
 Biomassa (produk samping dari suatu kegiatan usaha).
Selanjutnya, melalui proses/teknologi tertentu, dari bahan baku tersebut dihasilkan
energi primer yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
 Cair (Bahan Bakar Nabati),
 Gas (Biogas) , dan
 Padat (Biobriket).

4
5

Ketiga energi primer ini dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar
(transportasi atau industri) atau dikonversi lagi menjadi energi sekunder yaitu
Listrik Nabati. Bahan baku untuk menghasilkan listrik nabati juga bisa berasal
dari biomassa/sampah kota, yang tanpa proses sebelumnya menghasilkan energi
primer. Bioenergi juga ramah lingkungan karena tidak menambah jumlah karbon
dioksida ke atmosfer – bahan mentahnya berasal dari organisme hidup yang
mendapatkan karbonnya dari atmosfer. Selain itu bahan bakar berbasis bioenergi
umumnya minim kandungan sulfur atau berbagai macam logam berat yang lazim
digunakan sebagai aditif pada bahan bakar berbasis fosil. Secara umum skema
pemanfaatan bioenergi dari bahan baku hingga menghasilkan energi terdapat pada
skema gambar 1.

Gambar 1. Skema Sistem Penyedian dan Pemanfaatan Bioenergi


6

2.3 Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan). Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi
melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol
atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau
esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan
katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air.
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung
oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum
diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi
komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda. Biodiesel terdiri dari
metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon.
Biodiesel bersifat ramah lingkungan dan dapat diperbaharui (renewable)
dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap piston karena
termasuk kelompok minyak yang tidak mengering, mampu mengeliminasi efek
rumah kaca dan kontiunitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodiesel bersifat
ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan minyak diesel/solat, yaitu sulfur, bilangan asap rendah dan angka
cetana antara 57-62, terbakar sempurna dan tidak beracun (Said, 2010). Biodiesel
tidak secara spontan meletup atau menyala dalam keadaan normal karena
mempunyai titik bakar yang tinggi, yaitu 150oC. Hal ini berbeda dengan bahan
bakar diesel minyak bumi yang titik bakarnya hanya 52oC. Sedangkan emisi
biodiesel jauh lebih rendah daripada emisi diesel minyak bumi. Biodiesel
mempunyai karakteristik emisi seperti berikut:
1. Emisi karbon dioksida netto (CO2) berkurang 100%.
2. Emisi sulfur dioksida berkurang 100%.
3. Emisi debu berkurang 40-60%.
4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50%.
5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50%.
6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) berkurang, terutama PAH yang
beracun, seperti : phenanthren berkurang 97%, benzofloroathen berkurang
7

56%, benzapyren berkurang 71%, serta aldehid dan senyawa aromatik


berkurang 13%.
7. Meningkatkan emisi nitro oksida (NOx) sebesar 5-10%, tergantung umur
kendarann dan modifikasi mesin.

2.3.1 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


Beberapa sumber bahan baku biodiesel lain yang potensial untuk
dikembangkan: Jarak Pagar/Jatropha, Nyamplung, Kemiri Sunan, Kelapa, Jagung,
dan lain-lain. Lebih lengkap terlihat pada tabel dibawah.

Tabel 1. Bahan Baku Biodiesel

Salah satu contoh pengembangan biodiesel yang potensial adalah dengan


menggunakan kelapa sawit. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah
satu tanaman penghasil bahan bakar biodiesel. Berdasarkan informasi dari
berbagai sumber, berikut adalah karakteristik dari tanaman kelapa sawit.
Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit yaitu sebagai berikut:
 Kelapa sawit (Araceae) merupakan pohon dengan tinggi di alam mencapai
30 m. Namun dalam pengusahaan perkebunan skala intensif dipertahankan
15—18 m.
 Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus, tidak bercabang, dan diselimuti
pangkal pelepah daun. Batang berbentuk silinder berdiameter > 75 cm.
Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol batang atau
bowl. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih
terbungkus pelepah.
8

 Pertumbuhan batang tergantung pada varietas tanaman, kesuburan lahan,


dan iklim setempat. Umumnya pertumbuhan tinggi batang berkisar 25- 45
cm/tahun. Bahkan, jika kondisi lingkungan sesuai, maka pertumbuhan
tanaman bisa mencapai 100 cm/ tahun.
Produk FAME atau biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi
harus memenuhi standar mutu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Standar mutu tersebut
disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Standar Mutu (Spesifikasi) Biodiesel

2.3.2 Proses Pembuatan Biodiesel


Ada beberapa modifikasi dengan perkembangan teknologi yang dilakukan
guna memproduksi bahan bakar dari minyak nabati sehingga mampu menyamai
karakteristik dan nilai kerja (perfomance) dari bahan bakar diesel fosil. Ada
beberapa macam proses modifikasi yang telah dilakukan untuk meningkatkan
karakteristik dari minyak nabati diantaranya :
1. Pirolisis
Pirolisis merupakan perubahan reaksi secara kimia dengan memanfaatkan
energi panas (thermal energy). Proses ini merupakan reaksi dekomposisi
termal yang berlangsung tanpa adanya oksigen dalam bejana bertekanan.
Biodiesesl (fatty acid methyl ester) yang dihasilkan dari proses secara
pyrolisis memiliki angka cetane yang tinggi, titik tuang yang rendah dan
viskositas yang sangat tinggi, abu residu dan residu karbon yang dihasilkan
dari proses tersebut jauh melebihi nilai diesel fosil sehingga tidak memenuhi
9

standar baku mutu biodiesel. Selain itu, sifat aliran dingin dari minyak
nabatinya juga .
2. Mikroemulsifikasi
Mikroemulsifikasi disebut juga dengan proses penyabunan dengan
menambahkan katalis basa dalam jumlah banyak pada minyak nabati sehingga
terjadi penyabunan, kemudian memisahkan sabun dengan alkil ester/biodiiesel.
Selain itu, mikroemulsi merupakan pembentukan depresi stabil secara
termodinamis dari dua cairan yang biasanya tidak mudah larut. Proses ini
ditunjukkan untuk mengatasi tingginya nilai viskositas minyak nabati sehingga
mendekati viskositas bahan bakar diesel. Proses ini berlangsung dengan
menggunakan satu atau lebih surfaktan dengan penurunan diameter dalam
mikroemulsifikasi berkisar 100-1000 Å. Mikroemulsifikasi ini menggunakan
solvent seperti etanol, 1-butanol, atau metanol. Mikroemulsifikasi minyak nabati
dengan alkohol tidak dapat direkomendasikan untuk jangka panjang terutama
untuk mesin diesel karena biodiesel yang dihasilkan dari proses ini mempunyai
deposit karbon yang tinggi, pembakaran yang tidak sempurna, dan peningkatan
nilai viskositas pada pemberian minyak (lubricating oil) sehingga tidak
memenuhi standar mutu.
3. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan tahap konversi dari asam lemak menjadi metil ester.
Proses ini mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis yang cocok
adalah asam kuat misalnya asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin
penukar anion asam kuat. Tetapi tidak direkomendasikan untuk penggunaan
katalis berkarakter asam kuat karena sifatnya korosif terhadap peralatan. Reaksi
dapat berlangsung lebih sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling
tinggi 120⁰C ), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih (lebih besar dari 10 kali nisbah stoikiometrik) dan air produk ikutan
reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Dengan melalui
kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi reaksi dan metode penyingkiran
air, konversi yang sempurna dari asam-asam lemak menjadi metil ester dapat
dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari asam
lemak menjadi metil ester adalah :
10

RCOOH + CH3OH RCOOH3 + H2O


Asam lemak metanol metil ester air Dalam pembuatan biodiesel dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi, dapat dilakukan dengan menggunakan proses
esterifikasi. Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil
ester. Sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan
bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih
dahulu.
4. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang
mengalami penukaran posisi asam lemak. Transesterifikasi dapat menghasilkan
biodiesel yang lebih baik dari proses mikroemulsifikasi, pencampuran dengan
petrodiesel atau pirolisis. Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel
tidak lain adalah reaksi alkoholis, reaksi ini hampir sama dengan reaksi
hidrolisis tetapi menggunakan alkohol. Reaksi ini bersifat reversible dan
menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan untuk
memicu reaksi pembentukan produk. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi
untuk minyak nabati adalah metanol, namun dapat juga etanol, isopropanol atau
butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol. Bila
kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah,
karena kandungan sabun, ALB dan trigliserida tinggi.
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah :

Proses reaksi transesterifikasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :


a. Trigliserida + CH3OH katalis digliserida + R1COOCH3
b. Digliserida + CH3COOH katalis monogliserida + R2COOCH3
c. Monogliserida + CH3COOH katalis gliserol + R3COOCH3
Reaksi pada proses ini biasanya berjalan dengan lambat namun dapat
dipercepat dengan bantuan suatu katalis. Katalis yang banyak digunakan adalah
11

katalis basa, namun katalis asam juga dapat digunakan terutama pada minyak
nabati yang kadar asam lemak bebasnya tinggi. Katalis basa dinilai lebih baik dari
katalis basa karena katalis basa mampu bereaksi dengan berjalan pada suhu lebih
rendah, bahkan suhu kamar. Adapun katalis basa yang digunakan adalah NaOH,
KOH, karbonat dan antioksida dari Natrium dan Kalsium.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendeman ester yang dihasilkan pada
reaksi transesterifikasi adalah :
1. Suhu reaksi
Reaksi transesterifikasi ini dapat dilakukan dengan berbagai suhu,
tergantung dari jenis trigliserida yang digunakan. Pada umunya jika suhu
semakin tinggi, maka laju reaksi juga akan semakin cepat. Suhu konversi
trigliserida tidak terlalu berpengaruh dalam reaksi ini. Suhu reaksi yang sering
digunakan dalam berbagai penelitian diantara 20-80 ⁰C memberikan konversi
biodiesel sampai 94% kelarutan gliserida dalam alkohol. Dimana suhu reaksi
semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju reaksi
semakin besar. Semakin tinggi suhu reaksi, konversi reaksi semakin tinggi
karena molekul yang bergerak dalam larutan memiliki sejumlah energi potensial
dalam ikatan-ikatan dan sejumlah tambahan energi kinetik yang mana energi
kinetik akan bertumbukan dan menjadi energi potensial. Semakin besar energi
potensial maka semakin mudah molekul melewati keadaan transisi dan reaksi
terjadi semakin cepat.
2. Jenis katalis
Kecepatan reaksi pada proses transesterifikasi dapat dipengaruhi oleh
adanya penggunaan katalis asam atau basa. Katalis basa merupakan katalis yang
paling sering digunakan dalm proses ini. Penggunaan katalis NaOH 1 % (berat)
rasio molar minyak kedelai terhadap metanol 1:6 menghasilkan konversi
biodiesel 93-98% sedangkan menggunakan katalis asam H2SO41% (berat)
menghasilkan konversi 55-60%.
3. Kandungan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5 %. Selain itu, semua bahan yang akan
12

digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis,
sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindat dari kontak
dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
4. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak
Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati dipengaruhi oleh metil ester
yang dihasilkan.Beberapa penelitian menganjurkan penggunaan metanol
berlebih untuk meningkatkan laju pembetukan metil ester sehingga reaksi
bergeser ke arah pembentukan. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak
nabati yang biasa digunakan dalam proses industri adalah 6:1 dengan hasil metil
ester 98%. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke kanan maka diperlukan
alkoho berlebih.
Proses pembuatan biodiesel yang sering digunakan adalah proses esterifikasi
atau transesterifikasi karena hasil dari proses ini menghasilkan biodiesel yang
memilki karakteristik yang sama dengan minyak diesel. Pada perancangan pabrik
biodiesel ini akan menggunakan proses transesterifikasi yaitu dengan mereaksikan
trigliserida dari minyak jarak dengan methanol untuk menghasilkan produk metil
ester dan produk samping berupa gliserol dan dengan menggunakan katalis
NaOH.
Selain itu proses transesterifikasi ini banyak memiliki keuntungan,
diantaranya :
 Dapat menggunakan katalis basa kuat yang lebih murah dan tidak korosif
sedangkan untuk proses esterifikasi menggunakan asam kuat yang bersifat
sangat korosif.
 Produk yang dihasilkan tidak hanya berupa air tapi juga gliserol yang juga
digunakan sebagai bahan baku pada industri lain serta memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
 Waktu reaksi relatif pendek sekitar 30-60 menit sedangkan untuk proses
esterifikasi waktu reaksinya lama berkisar 2 jam.
 Konversi dan yield yang dihasilkan tinggi sedangkan untuk proses
esterifikasi rendah.
13

Gambar 2. Blok Diagram Proses Pembuatan Biodiesel Esterifikasi dan


Transeterifikasi

Proses Produksi Biodiesel sebagai berikut:


1. Persiapan Bahan Baku Minyak Nabati
2. Unit Esterifikasi digunakan untuk mengolah minyak nabati dengan kadar
asam lemak bebas tinggi (angka asam >1) sebelum diolah lebih lanjut di
unit transesterifikasi. Sementara minyak nabati dengan kadar asam lemak
rendah dapat langsung diproses dalam unit transesterifikasi.
3. Unit Transesterifikasi direaksikan metoksida yang berasal dari unit
penyiapan metoksida (pencampuran metanol dengan katalis basa alkali
dengan minyak nabati.
4. Tahap pemisahan fasa antara metil ester dengan gliserol. Sisa metanol
didaur ulang kembali ke dalam reaktor transesterifikasi, sedangkan gliserol
akan menuju ke tangki penyimpanan gliserol, dan produk yang dihasilkan,
metil ester, diolah dalam unit pemurnian.
5. Unit Pemurnian terdiri dari tahap pencucian dengan air, serta tahap
pengeringan dengan sistem recycle-vacuum. Hasil pengolahan ini siap
digunakan sebagai biodiesel.
14

2.4 Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat yang menggunakan bantuan mikroorganisme. Dalam
perkembangannya, produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah
metode fermentasi dan distilasi. Bahan baku yang dapat digunakan pada
pembuatan etanol adalah nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum
manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari buah mete; bahan berpati: tepung-
tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia; bahan
berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami, batang pisang, bagas dan lain-lain (LIPI,
2008).
Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:
1. Etanol 95-96%, disebut dengan “etanol berhidrat”, yang dibagai dalam:
a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritua,
minuman, desinfektan, dan pelarut.
b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.
c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.
2. Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut
dapat digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium
analisis. Etanol ini disebut dengan dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau
anhydrous ethanol (etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang
bebas air atau hanya mengandung air minimal (Prihandana, 2007). Berikut
ini merupakan tabel sifat fisik dari etanol berdasarkan SNI 06-3565-1994:

Tabel 3. Sifat Fisik Etanol


15

2.4.1 Bahan Baku Bioetanol


Bahan baku utama bioetanol berasal dari mollasses dan singkong. Beberapa
sumber bioetanol lain potensial untuk dikembangkan: Singkong, Sagu, Sorgum,
dan lain-lain. Jenis bahan baku yang berbeda, melewati proses yang berbeda pula
untuk menghasilkan bioetanol.
Bahan baku bioetanol dapat diambil dari generasi pertama (pati dan
berbahan dasar gula). Secara umum, bioetanol dapat diekstraksi dari setiap jenis
bahan karbohidrat yang memiliki ciri khas rumus dari (CH 2O) N. Ini dapat dibagi
dalam tiga kelompok utama yaitu:
1. Bahan dengan kandungan glukosa tinggi seperti tebu dan sisa produknya
(molase, bagase), gula bit, tapioka, kentang manis, sorgum manis.
2. Bahan dengan kandungan pati tinggi (starchy materials) diantaranya ubi
kayu, jagung, sorgum biji, sagu, tapioka, maizena, barley, gandum, padi,
dan kentang.
3. Bahan lignoselulosa terdapat di berbagai sumber selulosa dan lignoselulosa
yakni limbah seperti serat kayu, sekam padi, jerami, tongkol jagung serta
limbah domestik berupa sampah organik.
Bahan-bahan Pembantu Pada Proses Pembuatan Bioetanol
1. Ragi (Saccharomyces cerevisiae)
Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi
biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan
media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Saccharomyces cerevisiae
merupakan genus khamir/ragi/yeast yang memiliki kemampuan mengubah
glukosa menjadi alkohol dan CO2 Saccharomyces cerevisiae merupakan
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok
Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8. Beberapa kelebihan
Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme
ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan
terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan
adaptasi.
16

2. Enzim Xylanase
Xylanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan
menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer dari
xilosa dan xilo-oligosakarida. Xylanase dapat diklasifikasikan berdasarkan
substrat yang dihidrolisis, yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan
endoxilanase. Xylanase umumnya merupakan protein kecil, aktif pada suhu
55oC dengan pH 9. Pada suhu 60oC dan pH normal, xylanase lebih stabil
(Richana, 2002).

2.4.2 Proses Pembuatan Bioetanol

Gambar 3. Blok Diagram Proses Pembuatan Bioetanol

Proses Pembuatan Bioetanol


1. Proses Pre-treatment (Delignifikasi)
Perlakuan pendahuluan secara fisika antara lain berupa pencacahan secara
mekanik, penggilingan,dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan
mengurangi kristalinitas selulosa
2. Proses Hidrolisa
Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan
lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan
porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan
mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa
17

turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa,


heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula
sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan
etanol (Osvaldo, 2012).
Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul menjadi dua
bagian dengan penambahan molekul air (H2O), dengan tujuan untuk
mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian
dari molekul memiliki ion hidrogen (H+) dan bagian lain memiliki ion hidroksil
(OH-). Umumnya hidrolisis ini terjadi saat garam dari asam lemah atau basa
lemah (atau keduanya) terlarut di dalam air. Akan tetapi, dalam kondisi normal
hanya beberapa reaksi yang dapat terjadi antara air dengan komponen organik.
Penambahan asam, basa, atau enzim umumnya dilakukan untuk membuat reaksi
hidrolisis dapat terjadi pada kondisi penambahan air tidak memberikan efek
hidrolisis. Asam, basa maupun enzim dalam reaksi hidrolisis disebut sebagai
katalis, yakni zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi (Lowry, 1923).
3. Proses Fermentasi
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari gula
dan molekul organik lain serta tidak memerlukan oksigen atau sistem transfer
elektron. Setelah glukosa diubah menjadi asam piruvat melalui proses glikolisis,
pada beberapa makhluk hidup seperti bakteri, asam piruvat dapat diubah menjadi
produk fermentasi. Proses glikolisis menghasilkan ATP dalam jumlah kecil,
namun jumlah tersebut cukup bagi suplai energi mikroorganisme (Abdurahman,
2006).
4. Proses Destilasi
Distilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan titik didih atau kemudahan menguap (volatilitas). Faktor yang
berpengaruh pada proses distilasi adalah jenis bahan yang didistilasi, temperatur,
volume bahan dan waktu distilasi. Namun faktor yang paling berpengaruh adalah
temperatur Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan
uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki
titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk
unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada
18

teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada
titik didihnya. Proses perpindahan massa merupakan salah satu proses yang cukup
penting (Lestari, 2010).
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar
adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah
100oC (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78o-
100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit
kondensasi, akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume (LIPI,
2008).

2.5 Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan –bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan,
limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah
organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam
biogas adalah Metana dan Karbon Dioksida.
Biogas adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, menghasilkan api
biru di mirip dengan gas LPG. Nilai kalorinya adalah 20 Mega Joule (MJ) per m³
dan membakar dengan efisiensi 60 persen di dalam kompor biogas konvensional.
Komposisi utama biogas terdiri dari 50 sampai 70 persen Metana, 30 sampai
40 persen karbon dioksida 2 (CO ) dan sejumlah gas lainnya. Biogas 20 persen
lebih ringan dari udara dan memiliki temperatur pengapian di kisaran 650° sampai
750° C.
Biogas menyediakan bahan bakar hayati yang bersih berbentuk gas untuk
keperluan memasak dan untuk mengurangi penggunaan LPG serta bahan bakar
konvensional lainnya. Hasil samping dari proses ini adalah residu padat (serat)
dan setengah cair (semacam lumpur). Terminologi “whole digestate” adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan serat dan bahan setengah cair yang
tidak terpisahkan dan dapat digunakan sebagai pupuk.
Ketika pertanian, hewan, kotoran manusia terurai, mereka melepaskan gas
berbau yang disebut metana (biogas) ke udara. Metana menyebabkan kerusakan
lingkungan dalam bentuk polusi udara dan pencemaran air tanah. Namun, metana
19

dapat ditangkap oleh proses penguraian anaerobik yang dilakukan dalam sistem
tertutup.
Penguraian anaerobik adalah proses di mana mikroorganisme mencerna
bahan hayati tanpa melibatkan oksigen dalam prosenya. Metana yang dihasilkan
kemudian ditangkap dan digunakan untuk memasak, pemanas dan pembangkit
listrik. Sedang residu yang dihasilkan adalah biomassa tidak bergas yang dikenal
sebagai digestate. Ini adalah pupuk miskin energi dengan kandungan gizi tinggi
yang sangat berguna. Biasanya, limbah atau kotoran terurai akan melepas dua gas
utama Rumah Kaca yang memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan
pemanasan global yaitu Nitrogen Dioksida dan Metana. Nitrogen dioksida 310
kali lebih kuat dari Karbon Dioksida, sedangkan Metana 21 kali lebih kuat dari
Karbon Dioksida dan 110 kali lebih efektif dalam menjerat panas.
Penggunaan digestate sebagai pupuk mengurangi penggunaan pupuk kimia
dan pupuk kandang dalam pertanian. Salah satu dari banyak manfaat penggunaan
digestat dibandingkan penggunaan pupuk kimia adalah digestate bisa diproduksi
di tempat sehingga menurunkan biaya operasional. Berbeda dengan penggunaan
pupuk kandang sebagai pupuk, para petani telah melaporkan bahwa pertumbuhan
gulma jauh lebih sedikit dibanding dengan pupuk ampas biogas. Pada pupuk
kandang, benih gulma yang tertelan oleh hewan memamah biak diteruskan
melalui sistem pencernaannya ke dalam kotoran. Sedangkan proses penguraian
anaerob biogas menghancurkan benih gulma atau mengurangi kesuburannya.
Ampas biogas juga tidak berbau atau menarik lalat dan nyamuk, bahkan dapat
digunakan untuk menahan serangan rayap.
2.5.1 Bahan Baku Biogas
Bahan baku pembuatan biogas sangat melimpah di sekitar kita. Beragam
jenis limbah kotoran selalu tersedia, terutama di daerah pemukiman dan sentra
peternakan. Bahan baku juga dapat diperoleh dari limbah pertanian, berupa sisa
hasil panen dan tumbuhan-tumbuhan liar. Namun, setiap bahan baku memiliki
nilai tertentu yang mesti Anda tentukan jenisnya, baik berdasarkan nilai ekonomis
maupun kemampuannya dalam menghasilkan biogas. Berikut ini beberapa jenis
bahan baku yang bisa digunakan untuk biogas.
20

1. Limbah peternakan.Kotoran hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing,


dan ayam dapat dibuat bahan baku biogas. Satu ekor sapi 400—500
kilogram dapat menghasilkan 20—29 kilogram kotoran.
2. Limbah pertanian. Sisa hasil panen, seperti padi, gandum, kedelai, kelapa
sawit, dan singkong dapat dijadikan bahan baku biogas. Kemudian, bekas
pemanfaatannya dapat dijadikan kompos untuk kesuburan tanah.
3. Limbah perairan. Tanaman air, seperti eceng gondok, rumput laut, dan alga
memiliki karakteristik baik untuk dijadikan bahan baku biogas. Eceng
gondok sangat tepat dimanfaatkan, karena sering menjadi gulma di daerah
perairan, seperti rawa dan danau.
4. Sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga, pasar, atau industri
dapat juga diolah menjadi biogas. Proses pembuatannya dapat diitegrasikan
dengan produksi kompos sehingga mendaptkan dua keuntungan sekaligus.
5. Limbah manusia yang belum banyak dimanfaatkan, sebenarnya bisa
dijadikan bahan baku biogas. Bahkan, dengan kandungan C/N yang lebih
rendah daripada kotoran ternak menyebabkan limbah kotoran manusia lebih
mudah terfermentasi sehingga lebih cepat menghasilkan biogas.
2.5.2 Proses Pembentukan Biogas
Proses pembentukan biogas ini memerlukan instalasi khusus yang disebut
dengan digester atau bioreaktor anaerobik. Barnett et al menyatakan bahwa
terdapat tiga keuntungan dari instalasi penghasil biogas yaitu:
a. Penggunaan bahan bakar yang lebih efisien
b. Menambah nilai pupuk
c. Menyehatkan lingkungan
Proses perombakan bahan organik pada kotoran sapi secara anaerob yang
terjadi di dalam digester terdiri dari 4 tahap proses yaitu hidrolisis, fermentasi
(asidogenesis), asetogenesis, dan metanogenesis. Pembentukan Biogas melalui
tiga tahap proses yaitu:
a. Tahap Pelarutan/Hidrolisis
Pada tahap ini terjadi penguraian bahan – bahan organik mudah larut yang
terdapat pada kotoran sapi dan pemecahan bahan organik yang kompleks menjadi
sederhana dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk
21

monomer yang larut dalam air). Senyawa kompleks ini, antara lain protein,
karbohidrat, dan lemak, dimana dengan bantuan eksoenzim dari bakteri anaerob,
senyawa ini akan diubah menjadi monomer.
Protein  asam amino, dipecah oleh enzim protease
Selulosa  glukosa, dipecah oleh enzim selulase
Lemak  asam lemak rantai panjang, dipecah oleh enzim lipase
Reaksi selulosa menjadi glukosa adalah sebagai berikut :
(C6H10O5)n + n H2O → n C6H12O6
Selulosa Air Glukosa
b. Pengasaman/Asetogenesis
Pada tahap pengasaman, komponen monomer (gula sederhana) yang
terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula – gula sederhana tadi yaitu
asam asetat, propionate, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan ammonia. Monomer yang dihasilkan dari tahap
hidrolisis akan didegradasi pada tahap ini. Pembentukan asamasam organik
tersebut terjadi dengan bantuan bakteri, seperti Pseudomonas, Eschericia,
Flavobacterium, dan Alcaligenes.
Asam organik rantai pendek yang dihasilkan dari tahap fermentasi dan asam
lemak yang berasal dari hidrolisis lemak akan difermentasi menjadi asam asetat,
H2, dan CO2 oleh bakteri asetogenik. Pada fase ini, mikroorganisme
homoasetogenik akan mengurangi H2 dan CO2 untuk diubah menjadi asam asetat.
Tahap asetogenesis berlangsung pada temperatur 25°C di dalam digester (Price
dan Cheremisinoff, 1981).
Reaksi :
n C6H12O6 → 2n (C2H5OH) + 2n CO2(g) + Kalor
glukosa etanol karbondioksida
2n (C2H5OH)(aq) + n CO2(g) → 2n (CH3COOH)(aq)+n CH4(g)
Etanol karbondioksida asam asetat metana
c. Pembentukan Gas Metan/Metanogenesis
Pada tahap metanogenesis, terjadi pembentukan gas metan. Bakteri
pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat dan
22

komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida. Bakteri yang berperan dalam
proses ini, antara lain Methanococcus, Methanobacillus, Methanobacterium.
Terbentuknya gas metana terjadi karena adanya reaksi dekarboksilasi asetat dan
reduksi CO2.
Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan
secara anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25 oC di dalam
digester.
Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan H2S
(Price dan Cheremisinoff, 1981).
Reaksi :
2n (CH3COOH) → 2n CH4(g) + 2n CO2(g)
asam asetat metana karbondioksida
Secara garis besar hasil degradasi dari proses awal akan berpengaruh
terhadap hasil proses degradasi selanjutnya sehingga hasil akhir produk dapat
ditentukan dari komposisi substrat awal. Skema proses pembentukan biogas dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4. Blok Diagram Proses Pembentukan Biogas


Terdapat bermacam desain reaktor biogas. Konstruksi struktur adalah bagian
utama dari dana investasi. Model pembangkit yang tepat harus dipilih berdasarkan
pertimbangan kegunaan dan persyaratanpersyaratan teknis, seperti lokasi, jarak
antara dapur dan kandang ternak, ketersediaan air dan bahan baku seperti pupuk
23

kandang, sampah dapur, biomasa yang berbentuk helaian dan buangan saniter.
Pembangkit biogas yang tersedia dipasaran berupa bahan polietilena berdensitas
tinggi (HDPE), plastik yang diperkuat serat kaca (FRP), dan coran semen yang
diperkuat (RCC).
Prinsip kerja dari semua tipe reaktor biogas kurang lebih sama, yaitu
menciptakan kondisi anaerobik (kedap udara) dengan mempertimbangkan
kemudahan sistem inlet dan outlet bahan baku dan kecukupan mikroorganisme di
dalam reaktor

2.6 Biobriket
Biobriket adalah arang dengan bentuk tertentu yang dibuat dengan teknik
pengepresan tertentu dan menggunakan bahan perekat tertentu sebagai bahan
pengeras. Biobriket merupakan bahan bakar briket yang dibuat dari arang
biomassa hasil pertanian (bagian tumbuhan), baik berupa bagian yang memang
sengaja dijadikan bahan baku briket maupun sisa atau limbah proses produksi /
pengolahan agroindustri. Biomassa hasil pertanian, khususnya limbah agroindustri
merupakan bahan yang seringkali dianggap kurang atau tidak bernilai ekonomis,
sehingga murah dan bahkan pada taraf tertentu merupakan sumber pencemaran
bagi lingkungan. Dengan demikian pemanfaatannya akan berdampak positif, baik
bagi bisnis maupun bagi kualitas Lingkungan secara keseluruhan.
Biobriket adaiah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber
energi alternative yang mempunyai bentuk tertentu. Beberapa tipe/ bentuk briket
yang umum dikenal, antara lain : bantal ( Oval ), sarang tawon ( honey comb ) ,
silinder (cylinder ), telur (egg) dan Iain-lain.
Pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan
penggerusan,pencampuran bahan baku,pencetakan dan penggilingan pada kondisi
tertentu sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat
kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas
bahan bakar, kemudahan penanganan transportasi serta mengurangi kehilangan
bahan dalam bentuk debu pada proses pcngangkutan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembriketan adalah ukuran dan distribusi partikel, kekerasan
bahan dan sifat elastisitas bahan dan plastisitas bahan (Fachry dkk, 2010).
24

Syarat briket yang baik adaiah briket yang permukaannya halus dan tidak
meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mudah dinyalakan
2. Tidak mengeluarkan asap
3. Emisi gas basil pcmbakaran tidak mengandung racun
4. Kedap air dan hasil pcmbakaran tidak berjamur bila disimpan pada waklu
lama.
5. Menunjukkan upaya laju pcmbakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu
pembakaran) yang baik. (Fachry dkk, 2010)
Seiain itu briket dengan kualitas yang baik diantaranya juga memiliki sifat seperti
tekstur yang halus, tidak mudah pecah, keras, aman bagi manusia dan lingkungan
diantaranya adaiah mudah menyala, waktu nyala cukup lama, asap sedikit dan
cepat hilang serta nilai kalor yang cukup tinggi. Lama tidaknya menyala akan
mempengaruhi kualitas dan eflsiensi pembakaran, semakin lama menyala dengan
nyala api konstan akan semakin baik (Jamilatun, 2008).
2.6.1 Bahan Baku Biobriket
Biobriket disebut juga dengan 'arang batok' atau 'arang tempurung'.
Sebagian orang menggunakan arang tempurung secara langsung untuk
kebutuhan pembakaran. Namun sebenarnya tempurung dibakar secara
langsung, sehingga arang yang dihasilkan ketika dibakar masih menimbulkan
polusi dan secara ekonomi masih relatif rendah/murah.
Jenis arang ada bermacam-macam tergantung dari bahan yang
digunakan untuk membuat arang. Jenis-jenis arang sebagai berikut:
a) Arang kayu
Arang kayu adalah arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang
kayu paling banyak digunakan untuk pekerluan memasak seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Sedangkan penggunaan arang kayu yang lainnya
adalah sebagai penjernih air, penggunaan dalam bidang kesehatan, dan
masih banyak lagi. Bahan kayu yang digunakan untuk dibuat arang kayu
adalah kayu yang masih sehat,
25

b) Arang serbuk gergaji


Arang serbuk gergaji adalah arang yang terbuat dari serbuk gergaji
yang dibakar Serbuk gergaji biasanya mudah didapat ditempat-tempat
penggergajian atau tempat pengrajin kayu. serbuk gergaji adalah bahan sisa
produksi yang jarang dimanfaatkan lagi oleh pemiliknya. Sehingga harganya bisa
terbilang murah. selain dapat untuk bahan bakar, arang serbuk gergaji biasanya
dimanfaatkan untuk campuran pupuk dan dapat diolah menjadi briket
arang.
c) Arang Sekam Padi
Arang sekam padi biasa digunakan sebagai pupuk dan bahan baku
briket arang. Sekam yang digunakan bisa diperoleh ditempat
penggilingan padi. Selain digunakan untuk arang, sekam padi juga sering
dijadikan bekatul untuk pekan ternak. Arang sekam juga bisa digunakan
sebagai campuran pupuk dan media tanam di persemaian. Hal ini karena sekam
padi memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air sebagai cadangan
makanan.
d) Arang serasah
Arang serasah adalah arang yang terbuat dari serasah atau sampah
dedaunan. Bila dibandingkan dengan bahan arang lain, serasah termasuk
bahan yang paling mudah didapat. Arang serasah juga bisa dijadikan briket arang,
karena mudah dihancurkan.
e) Briket arang
Briket arang adalah arang yang terbuat dari arang jenis lain yang
dihaluskan terlebih dahulu kemudian dicetak sesuai kebutuhan dengan
campuran tepung kanji. Tujuan pembuatan briket arang adalah untuk
menambah jangka waktu bakar dan untuk menghemat biaya. Arang yang
sering dijadikan briket arang diantaranya adalah arang sekam, arang serbuk
gergaji, dan arang serasah.
Arang-arang tersebut terlalu kecil untuk digunakan langsung dan akan cepat
habis. Sehingga akan lebih awet jika diubah menjadi briket arang. Untuk
arang tempurung kelapa dapat dijadikan briket arang, tetapi hanya tempurung
26

yang sudah remuk. Sedangkan tempurung yang masih utuh tidak perlu
dijadikan briket arang.
f) Arang tempurung kelapa
Arang tempurung kelapa adalah arang yang berbahan dasar tempurung
kelapa. Pemanfaatan arang tempurung kelapa ini termasuk cukup strategis
sebagai sektor usaha. Hal ini karena jarang masyarakat yang
memanfaatkan tempurung kelapanya. Selain dimanfaatkan dengan dibakar
langsung, tempurung kelapa dapat dijadikan sabagai bahan dasar briket arang.
Tempurung kelapa yang akan dijadikan arang harus dari kelapa yang
sudah tua, karena lebih padat dan kandungan airnya lebih sedikit
dibandingkan dari kelapa yang masih muda. Harga jual arang
tempurung kelapa terbilang cukup tinggi. Karena selain berkualitas tinggi,
untuk mendapatkan tempurung kelapanya juga terbilang sulit dan harganya
cukup mahal.
2.6.2 Proses Pembuatan Biobriket

Gambar 5. Diagram Alir Proses pembentukan Biobriket


Proses Pembentukan Biobriket
1. Pengelompokan Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan briket dikelompokkan
berdasarkan jenisnya (sersah dedaunan, ranting kecil, pecahan dahan, sekam,
serbuk gergaji, dan sebagainya)
2. Pengarangan
Pengarangan atau karbonisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan
unsur-unsur yang terdapat dalam briket yang apabila dibakar akan
membentuk asap dan mengganggu lingkungan,
27

3. Pencampuran dan Penghalusan


Semua arang dari masing-masing jenis bahan di campurkan kemudia
dihaluskan dengan cara di pukul-pukul atau dengan menggunakan alat
sampai hancur. Dalam pembuatan biobriket, serbuk arang harus di
perhatikan kehalusannya. Biasanya ukuran serbuk antara 40-80 mesh.
4. Pembuatan dan Pencampuran Perekat
Arang yang sudah hancur kemudian dicampur dengan sedikit perekat
(tepung tapioca) maka tekanan yang diperlukan akan jauh lebih kecil apabila
dibandingkan dengan biobriket tanpa memakai bahan perekat.
5. Pencetakan
Pencetakan biobriket dilakukan dengan pemberian tekanan menggunakan
alat kempa. Pembarian tekanan pada biobriket dapat mengakibatkan
pemadatan atau pengecilan volume sehingga luas persinggungan atau luas
kontak diperbesar dan memungkinkan terjadinya ikatan antar partikel yang
lebih baik.
6. Pengeringan
Suhu dan waktu pengeringan yang dipergunakan dalam pembuatan briket
tergantung dari kadar jumlah air campuran dan mesin pengering. Suhu
pengeringan yang umum dilakukan adalah sebesar 60oC selama 24 jam.
Tujuan dari pengeringan adalah agar biobriket menjadi kering dan kadar
airnya dapat disesuaikan dengan ketentuan kadar air biobriket yang berlaku.
Pengeringan dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat seperti kiln,
oven atau penjemuran. Biobriket siap pakai.

Anda mungkin juga menyukai