22 Mustolehudin
Mustolehudin
Peneliti Balai Litbang Agama Semarang
Email : tole_dilla@yahoo.co.id
Diterima redaksi tanggal 17 Oktober 2014, diseleksi 4 November 2014, dan direvisi 8 Desember 2014
Abstract Abstrak
mampu bertahan. Selain berfungsi sebagai alat perekat kerukunan. Fokus penelitian
sarana bentuk kebaktian kepada Tuhan, ini secara spesifik mengkaji tentang tradisi
tradisi ini juga berfungsi sebagai perekat haul dan sedekah bumi di Kabupaten
sosial bagi pelaku tradisi (masyarakat) Gresik. Masalah yang diangkat dalam
setempat. penelitian ini adalah: bagaimana proses
konstruksi sosial tradisi haul dan sedekah
Awal mulanya tradisi haul
bumi membentuk kerukunan umat
dicetuskan oleh Sunan Prapen. Tradisi
beragama di Kabupaten Gresik?
yang tumbuh dan berkembang sejak masa
Sunan Prapen itu, oleh masyarakat Gresik Manfaat yang dapat diperoleh dari
dilestarikan hingga sekarang. Tradisi penelitian ini adalah secara teoritik, dapat
tersebut dilakukan untuk memberi menambah kajian tentang kerukunan
penghormatan kepada para leluhur antarumat beragama yang bersumber
dan para wali, atas jerih payah mereka dari budaya lokal. Adapun secara praktis,
melakukan perubahan sosial keagamaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi
di Gresik. bahan masukan bagi pemerintah pusat
Tradisi yang dirawat oleh dan daerah, terutama bagi pimpinan di
masyarakat Gresik tersebut, di satu lingkungan Kementerian Agama dalam
sisi merupakan kekayaan budaya Jawa merumuskan kebijakan dalam bidang
yang tidak ternilai, dan sisi lain budaya kerukunan beragama.
lokal tersebut memiliki potensi untuk
membangun kerukunan di tengah-tengah
masyarakat. Tradisi masyarakat pesisir Kerangka Teori
sebagian besar adalah berbasis pada
pesantren. Secara historis hal ini dapat Teori yang digunakan dalam
diketahui dari penyebaran agama Islam penelitian ini adalah teori kebudayaan
yang dilakukan oleh para wali. Para wali dan teori magi. Teori ini digunakan untuk
dalam melakukan dakwah kebanyakan mengetahui proses sosial masyarakat
dengan menggunakan budaya lokal. Gresik, khususnya terkait dengan
Tradisi haul dan sedekah bumi sejak tradisi haul dan tradisi sedekah bumi.
dicetuskan Sunan Prapen mengalami Kebudayaan sebagaimana dijelaskan
perkembangan dan pergeseran. Pada Ahimsa-Putera dalam Nur Syam (2005:
masyarakat Gresik bagian utara ciri 13) merupakan produk dari aktifitas nalar
keislaman begitu menonjol dalam manusia. Manusia merupakan makhluk
menjaga tradisi, sebaliknya pada wilayah yang memiliki nalar dan berbeda
Gresik bagian selatan aspek-aspek Islam dengan hewan yang bertindak menurut
kejawen masih kental dalam tradisi instingnya. Dengan akalnya manusia
tersebut. dapat berkarya dan menghasilkan
peradaban. Kebudayaan seperti dijelaskan
Penelitian tentang budaya lokal Geertz (1992: 3) merupakan struktur sosial
(local wisdom) telah banyak dilakukan atau kepribadian. Konsep kebudayaan
oleh para ahli dalam perspektif yang
berarti suatu pola makna-makna yang
berbeda-beda. Akan tetapi, penelitian
diteruskan secara historis yang terwujud
yang memfokuskan pada aspek tradisi
dalam simbol-simbol, suatu sistem
keislaman dan tradisi Islam kejawen
konsep-konsep yang diwariskan yang
belum banyak dilakukan. Penelitian
terungkap dalam bentuk simbolis yang
yang dilakukan (Nur Syam, 2005: vi, Mat
dengannya manusia berkomunikasi,
Solikhin, 2013: 259; Ismail, 2013: 157),
melestarikan, dan memperkembangkan
menunjukkan bahwa budaya lokal yang
pengetahuan mereka tentang kehidupan
terdapat di pesisiran dan pedalaman di
dan sikap-sikap terhadap kehidupan.
Jawa memiliki fungsi strategis sebagai
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 3
24 Mustolehudin
Durkheim dalam Turner (2013: Dalam hal ini, berkaitan dengan tradisi
1158) mengemukakan bahwa budaya haul atau sedekah bumi yang dilakukan
merupakan bentuk ritual kolektif dan masyarakat Jawa, khususnya masyarakat
merupakan emosi bersama yang bertujuan Gresik bahwa penghormatan berupa doa-
menuju kepada yang sakral. Mengenai hal doa, ziarah kubur (nyekar) kepada para
ini Geertz (2013: xii) menjelaskan bahwa wali dan leluhur akan sampai kepada
kebudayaan merupakan suatu sistem mereka.
sosial. Sebagai kajian antropologis, agama
tidak bisa diartikan sama saja dengan Masyarakat Jawa dalam melakukan
pengakuan formal tentang hubungan ritual magis akan berhubungan dengan
manusia dengan konsep tentang sesuatu selametan. Selametan menurut Geertz,
yang disucikan. (1983: 13-14) merupakan upacara
keagamaan yang melambangkan kepada
Berbeda dengan Geertz, Ricklefs kesatuan mistis dan sosial. Selametan
(2013: 101) mengungkapkan bahwa dalam masyarakat Jawa dilakukan
kebudayaan seperti budaya Islam tidaklah untuk memenuhi hajat manusia yang
murni, melainkan telah bercampur dikuduskan. Upacara selametan
dengan kebudayaan Arab, India, Persia, dilakukan untuk memperingati kelahiran,
Sumatera, dan Jawa demikian seterusnya kematian, sihir, kematian, pindah rumah,
sesuai dengan di mana budaya itu mimpi buruk, panen, ganti nama, sakit,
disemaikan. Ini berarti bahwa kebudayaan memohon kepada arwah penjaga desa,
Islam bersifat “kebudayaan rakyat”, bersih desa, khitanan dan lain-lain selalu
bukan “kebudayaan keraton”, dan bahwa diawali dengan selametan. Selametan
kebudayaan itu pada umumnya selalu adalah pengungkapan ringkas beberapa
mengenai hidup keagamaan, hidup nilai-nilai utama Jawa yang saling
kemasyarakatan, dan hidup kenegaraan. berhubungan dan saling memperkuat
(Newberry, 2013 : 62).
Berhubungan dengan budaya
keagamaan yang hidup pada masyarakat
Jawa terutama budaya Islam, sejatinya
Metode Penelitian
telah terjadi akulturasi dengan budaya
sebelumnya yakni budaya Hindu- Penelitian ini dilakukan di Gresik,
Buddha. Tradisi lokal suatu masyarakat tepatnya di dua desa yang cukup kuat
seperti juga budaya Jawa, dapat dipastikan dalam melestarikan tradisi lokal (local
memiliki hubungan dengan dunia wisdom) yaitu di Kelurahan Lumpur
magi yang berintikan pada mistisisme. dan Desa Setro, Kecamatan Menganti,
Kepercayaan kepada dunia magi (mistik) Kabupaten Gresik. Penelitian ini dilakukan
seperti dijelaskan Tylor dalam (Daniel pada bulan Maret 2014. Penelitian
L Pals, 2001: 38) menyebutkan bahwa ini adalah termasuk dalam kategori
magi didasarkan pada hubungan ide-ide, penelitian kualitatif. Pengumpulan data
suatu kecenderungan yang “terletak pada dalam penelitian ini dilakukan dengan
fundasi sebenarnya dari akal manusia.” dengan teknik observasi, wawancara
Tylor memberi contoh tentang kehidupan dan dokumentasi. Teknik observasi
orang-orang primitif, mereka percaya dimaksudkan untuk memperoleh data-
meskipun dalam jarak yang jauh, mereka data tentang kondisi sosial keagamaan
dapat melukai atau mengobati orang di Gresik. Adapun wawancara dilakukan
lain hanya dengan berbuat melalui kuku untuk mendalami pemahaman atas
jari, seikat rambut, sepotong pakaian, observasi dan persoalan penelitian ini
atau apa pun yang memiliki hubungan melalui tanggapan dari informan yang
dengan orang yang menjadi obyeknya. dipandang repesentatif. Dalam hal ini
wawancara secara mendalam (3-depth ahutang saktei rong laksa..”. yang berarti
interview) dilakukan terhadap tokoh- menunjukkan tahun 1387 M. Kemudian
tokoh agama, dan masyarakat umum di bangsa Cina yang mendarat di kota ini
Gresik. Sedangkan telaah dokumentasi pada abad 15 M menyebutnya dengan
dipergunakan untuk mendukung hasil nama “T se T”sun (kampong kotor) dan
observasi dan wawancara, terutama berganti dengan “T sin T”sun (Gresik
terkait dengan sejarah dan data-data Kota Baru). Gresik dikenal pula dengan
kependudukan Kota Gresik. sebutan Tandes, selanjutnya orang
Portugis memberi nama “Agace”, bangsa
Analisis yang digunakan dalam Belanda menyebut Grisse, dalam Serat
penelitian ini adalah analisis deskriptif. Centhini disebut “Giri-Isa’. Sementara itu
Tujuan analisis ini untuk membuat suatu kata lain dari Gresik berasal dari “Qarr-
gambaran atau lukisan secara sistematis, syaik yang mempunyai arti (tancapkan
faktual dan akurat, mengenai fakta- sesuatu). Kata lain yang menunjukkan
fakta, sifat-sifat serta hubungan antara daerah ini disepadankan dengan kata
fenomena yang diselidiki. Data-data yang Giri-Nata (raja bukit), Gerwarase menurut
diperoleh kemudian dipaparkan dan J.A.B Wisselius, dan Giri-Gisik (tanah
dianalisis dengan teknik deskriptif, yang pesisir) (Mustakim, 2010: 2-4).
merupakan suatu alur kegiatan yang
meliputi: reduksi data, penyajian data, Kedatangan Maulana Malik Ibrahim
dan menarik kesimpulan (Moleong, 2000: beserta rombongannya pada waktu itu,
36). Analisis kualitatif pada umumnya secara tidak langsung telah menancapkan
tidak digunakan sebagai alat mencari tonggak sejarah awal penyebaran Islam
data dalam arti frekuensi akan tetapi melalui jalur perdagangan. Dalam
digunakan untuk menganalisis prores lintasan sejarah yang sangat panjang, kota
sosial yang berlangsung dan makna dari ini menjadi jalur perdagangan nasional
fakta-fakta yang tampak dipermukaan dan internasional. Hal ini ditandai
itu. Dengan demikian analisis kualitatif dengan adanya pelabuhan yang menjadi
digunakan untuk memahami sebuah lalu lintas ekonomi yang pada masa
proses dan fakta dan bukan sekedar untuk lampau menjadi bukti sejarah jaringan
menjelaskan fakta tersebut (Bungin, 2010: penyebaran Islam di Giri. Sejak dahulu
144). kala Gresik merupakan kota pelabuhan
yang terkenal karena letaknya terlindung
di selat Madura, dan membelakangi tanah
Setting Sosial Keagamaan Kota Gresik yang subur dari sungai Bengawan Solo
(Purwadi dan Maharsi, 2005: 173). Sebagai
Menurut Babad Gresik, pada akhir wilayah pesisir Timur yang menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Majapahit dengan perdagangan, Gresik menjadi titik simpul
Raja Prabu Brawijaya, sekitar tahun 1361 lalu lintas bangsa-bangsa Eropa dan Asia
M terdapat serombongan keturunan Tengah. Tome Pires dalam (Zainuddin,
bangsa Arab berjumlah 40 orang yang 2010: 7) menyebutkan sekitar abad 16
dipimpin oleh Maulana Mahfur dan kota ini sudah menjadi pusat transaksi
Maulana Ibrahim berlayar dan singgah di perdagangan. Kapal-kapal dari Maluku,
pantai Jawa Timur. Oleh mereka pesisir Banda, Gujarat, Siam dan Cina sudah
ini dinamakan “Gerwarasi” yang berarti berlayar di pelabuhan ini. Kebesaran
letak tempatku beristirahat (Soekarman, pelabuhan Gresik tidak terlepas dari
1990: 1). Terdapat beberapa versi tentang jasa Prabu Satmata atau lebih dikenal
asal mula nama Gresik. Frasa tersebut Sunan Giri. Sunan Giri adalah tokoh yang
terambil dari candra sengkala “…Hana sangat berjasa dalam mengembangkan
ta kawulaningong saking Gresik warigaluh dan menghidupkan dinamika sosial
dengan berjalan kaki dan pada saat 28) diasosiasikan dengan teori agama
sekarang menggunakan kendaraan, (kepercayaan atau magi) dan Tylor
pernah suatu saat kendaraan bak terbuka menganggap sebagai praktek animisme.
yang digunakan hingga mencapai 100 Sistem kepercayaan agama masyarakat
kendaraan lebih. Berikutnya, pada Kelurahan Lumpur yang memiliki
malam harinya diadakan pembacaan kepercayaan terhadap roh suci (wali) atau
wacan Sindujoyo yaitu macapat untuk dayang desa dapat dikatakan sebagai
mengenang sejarah Sindujoyo yang perwujudan penghormatan kepada para
dibaca dengan macapatan oleh Bapak wali yang telah menancapkan fondamen
Nur Ngaidi. Pada hari berikutnya dasar keimanan mereka kepada Yang
diadakan mujahadah dengan membaca Maha Kuasa. Perubahan sosial dari masa
surah yasin dan tahlil, kadang ke masa di Gresik tidak terlepas dari
dengan khataman al-Quran 30 juz peran para wali yang telah berjasa dalam
yang dibaca seharian, malamnya bidang agama, ekonomi (melalui jalur
diadakan pembacaan Manaqib Syaikh dagang), politik (dibangunnya Kerajaan
Abdul Qadir al-Jailani dan terkadang Giri Kedaton), dan budaya-budaya yang
diisi pengajian. Pernah suatu saat lekat dengan kondisi sosio masyarakat
mengundang H. Rhoma Irama dan Gus Gresik.
Mus (Mustofa Bisri) untuk mengisi
pengajian di acara khaul tersebut.” Melalui praktek tradisi haul
sesungguhnya masyarakat Desa Lumpur
Selain kegiatan di atas, terkadang telah melakukan perubahan sosial
juga ditampilkan pula hadrah atau untuk kemajuan masyarakatnya. Nilai
kasidah, kemudian pencak macam untuk kerukunan yang terdapat dalam tradisi
menyemarakkan tradisi ini. Berbagai acara ini dapat digambarkan dengan terjadinya
tradisi haul di atas, yang dilaksanakan komunikasi antar anggota masyarakat.
oleh semua warga masyarakat Kelurahan Melalui ziarah wali (nyekar) kepada
Lumpur sesungguhnya mempunyai tokoh atau dan yang desa, semua elemen
tujuan yang sangat baik dan mulia. masyarakat terlibat, baik anak-anak,
Dari segi upacara keagamaan dapat remaja, maupun orang tua secara aktif
meningkatkan semangat untuk beribadah mengikuti tradisi ziarah yang merupakan
kepada Allah dan menjauhi atau peninggalan warisan budaya masa lalu
mengurangi hal-hal yang berbau maksiat. yaitu sejak masa kerajaan Giri Kedaton
yang dipimpin oleh Sunan Prapen. Sunan
Kepercayaan kepada yang ghaib Prapen berusaha untuk mengembalikan
sesungguhnya dalam ajaran Islam wibawa pemerintah kerajaan saat
diperbolehkan, tetapi jika percaya kepada itu dengan mengadakan haul untuk
animisme dengan mengkultuskan memperingati Prabu Satmata atau dikenal
tokoh tertentu dalam ajaran Islam dengan Sunan Giri atau Raden Paku.
tidak diperbolehkan. Tradisi haul yang
dilaksanakan secara rutin setiap tahun Demikian pula dalam upacara
oleh masyarakat Kelurahan Lumpur pembacaan kitab suci, mendoakan
dalam pandangan Geertz (1985: 32), arwah dengan membaca surah yasin,
bahwa komunitas masyarakat Kelurahan tahlil, Khotmil Quran (bi al-Ghoib dan
Lumpur telah melakukan solidaritas bi an Nadlor) yang dilakukan secara
sosial. bersama, menjadi simbol kerukunan
intern beragama masyarakat Muslim
Penghormatan kepada roh di Kelurahan Lumpur. Masyarakat
leluhur oleh Frazer dalam Pals (2011: Kelurahan Lumpur yang pada masa lalu
HARMONI September - Desember 2014
Merawat Tradisi Membangun harmoni: Tinjauan Sosiologis Tradisi Haul dan Sedekah Bumi di Gresik 29
cenderung kurang beradab, pada masa karima; 2). Meningkatkan peran serta
sekarang dengan tradisi keagamaan yang dan pemberdayaan masyarakat; 3).
sangat kental semakin harmonis dalam Mewujudkan pemerintah yang baik dan
membangun hubungan dengan sesama berwibawa; 4). Mewujudkan kondisi desa
anggota masyarakatnya. yang aman, tertib, tentram dan damai; 5).
Mewujudkan kondisi desa yang bebas
dari polusi sampah; 6). Meningkatkan
Praktik Hidup Rukun dalam Tradisi pembangunan ekonomi desa dengan
Sedekah Bumi titik berat ekonomi kerakyatan; 7).
Meningkatkan pembangunan sarana dan
Seperti halnya tradisi haul di prasarana desa; 8). Meingkatkan kualitas
Kelurahan Lumpur Gresik, tradisi pelayanan public; 9). Meningkatkan dan
Sedekah Bumi yang dilakukan warga melestarikan nilai-nilai seni dan budaya;
Desa Setro-Menganti diselenggarakan 10). Melaksanakan kegiatan “selamatan
sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang desa/sedekah bumi sebagai warisan
Maha Kuasa atas hasil panen yang mereka nenek moyang masyarakat desa (Sumber:
terima. Sejarah diselenggarakannya Profil Desa Setro).
sedekah bumi tidak diketahui secara pasti,
Sebagaimana telah dijelaskan
kapan tradisi mulai dirayakan. Menurut
dalam visi dan misi Desa Setro, desa
keterangan (Saifur Rahman, 13 Maret
ini memiliki semangat yang kuat untuk
2014) hampir semua desa di Kecamatan
melestarikan tradisi budaya lokal. Tradisi
Menganti melaksanakan tradisi Sedekah
Sedekah Bumi telah dilaksanakan secara
Bumi. Hanya saja pelaksanaan Sedekah
turun temurun oleh masyarakat Desa
Bumi di Desa Setro memiliki kekhasan
Setro. Menurut keterangan sesepuh
yang tidak dimiliki desa lain.
Desa Setro (Wawancara dengan Ahmad
Secara geografi Desa Setro letaknya Junaidi, 12 Maret 2014) bahwa tradisi
cukup strategis karena merupakan Sedekah Bumi telah dilakukan ratusan
daerah perbatasan dengan Kota tahun yang lalu sejak jaman penjajahan
Surabaya. Batas desa ini di sebelah utara Belanda atau sekitar awal abad 19. Hal
berbatasan dengan Desa Pengalangan, ini pun dikuatkan keterangan mantan
sebelah Selatan berbatasan dengan Desa kepala Desa Setro (Wawancara dengan
Randegansari, sebelah Barat berbatasan Bambang Suprayitno, 14 Maret 2014) yang
dengan Desa Sidowungu dan sebelah menjabat selama 14 tahun. Menurutnya,
Timur berbatasan dengan Desa Laban. tradisi sedekah bumi sejak lurah yang
Luas wilayah desa ini adalah 328,325 Ha pertama pada tahun 1939 tradisi ini telah
yang terbagi 64,200 Ha untuk pemukiman dilaksanakan dan dilestarikan sampai
penduduk, 145,258 Ha untuk lahan saat ini.
pertanian, 90,340 Ha berupa tegalan, dan Secara mitologis tradisi sedekah
28,527 lain-lain. (Profil Desa Setro). bumi dilakukan untuk memberi
penghormatan kepada leluhur desa
Sebagai desa budaya, Desa Setro
tersebut. Menurut keterangan sesepuh
memiliki visi misi yang cukup visioner
desa, tradisi ini selain sebagai wujud
yakni ”Mewujudkan masyarakat bersatu
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
membangun desa, kuat berkeyakinan
juga sebagai rasa penghormatan kepada
beragama, sejahtera, aman dan tentram
dayang Gadang kyai Bulu dan Nyai Bulu.
serta melestarikan kearifan budaya lokal.”
Lebih lanjut seperti dijelaskan Ahmad
Sedangkan misi desa ini adalah sebagai
Junaidi dan Suhanandi bahwa nama
berikut: 1). Mewujudkan masyarakat
Sedekah Bumi mula-mula bernama tegal
yang beriman, bertaqwa dan berakhlaqul
desa, ruwahan desa, dan bersih desa. sebagai penghormatan kepada Kyai
Tujuan dari pelaksanaan Sedekah Bumi Bulu. Oleh orang yang kurang waras
adalah untuk memohon keselamatan (sakit ingatan) pohon ini bagian pangkal
desa dari segala malapetaka (Wawancara dibakar, sehingga lama kelamaan
dengan Suhanandi, 13 Maret 2014) pangkalnya menganga dan akhirnya
pohon ini tumbang. Sebagai tetenger
Lebih lanjut Ahmad Junaidi (tanda) awal mula adanya Sedekah Bumi
dan Suhanandi menjelaskan, dahulu di Desa Setro, bekas tanah pohon ini
kala di desa ini mengalami pagebluk, didirikan Madrasah Ibtidaiyah.
terjadi kemarau yang sangat panjang
dan warga desa tidak dapat menanam Prosesi ritul sedekah ini mulai
padi maupun tanaman lainnya. Pada tahun 1966 diselenggarakan di balai desa,
suatu ketika sekelompok penggembala dan sejak tahun 2005 warga masyarakat
kambing (cah angon) memohon kepada mengadakan kreasi dan inovasi dengan
Tuhan agar diturunkan hujan. Ternyata mengarak tumpeng raksasa keliling
doa anak-anak penggembala tadi desa dan berakhir di balai desa. Tradisi
dikabulkan oleh Tuhan dan turun hujan ini biasanya dilaksanakan setelah panen
dengan lebat. Seketika itu anak-anak raya atau sekitar bulan Juli – September.
penggembala kambing (cah angon) tadi Setelah tradisi Sedekah Bumi dilakukan di
berjingkrak-jingkrak sangat gembira. Balai Desa Setro, dapat dipastikan prosesi
Mereka bermain-main air, hujan-hujanan, ritual dilaksanakan pada hari Minggu.
dan saling berpasangan membentuk Sebelum acara inti ritual Sedekah Bumi,
permainan gulat. Mereka saling banting- berbagai tradisi kesenian ditampilkan
membanting, berangkulan, dan diringi untuk mengiringi kemeriahan tradisi ini.
tawa ceria menyambut datangnya hujan. Jenis seni yang kadang tampil adalah
Maka sejak saat itu penduduk Desa Setro wayang, ludruk, orkes dan lain-lain.
mengadakan tegal desa (selamatan desa) Acara ini diadakan pada malam hari
untuk merayakan syukur kepada Tuhan sebelum sedekah atau tepatnya malam
Yang Maha Esa. Sejak saat itu pula tradisi minggu.
gulat okol diabadikan untuk melengkapi
tradisi Sedekah Bumi. Sarana prasarana (ubo rampe)
pelaksanaan Sedekah Bumi disediakan
Sebelum tradisi Sedekah Bumi oleh semua warga masyarakat penduduk
dilaksanakan di Balai Desa Setro, ritual Desa Setro. Sebelum acara perayaan ritual
selamatan awalnya dilakukan di bawah sedekah, malam hari ibu-ibu dan remaja
pohon besar di tengah-tengah desa. putri menyiapkan berbagai masakan,
Nenek moyang desa ini menyebutnya seperti membuat tumpeng (menurut
sebagai Kyai Bulu dan Nyai Bulu. Secara masyarakat desa Setro istilahnya
mitologis, Kyai Bulu dan Nyai Bulu membuat asahan), memasak berbagai
konon ceritanya merupakan orang yang macam hasil bumi (tela pendem) dan
pertama kali melakukan babad desa. buah-buahan untuk di arak pada Minggu
Awal mulanya, penduduk desa pada pagi. Selain itu ibu-ibu juga menyiapkan
saat itu membawa berbagai macam kembang kaulan (sarana untuk ritual
makanan khususnya (tela pendem) hasil tandakan).
bumi dan tumpeng untuk didoakan di
bawah pohon Kyai Bulu dan Nyai Bulu Segala sarana dan prasarana pada
dan selanjutnya dimakan bersama. Pohon prosesi ritual sedekah dibebankan kepada
itu oleh penduduk desa dikeramatkan. semua warga desa yang dikoordinasi oleh
Seperti diceritakan Ahmad Junaidi pohon panitia Desa Setro. Selain iuran warga
ini dibalut dengan kain mori (kain kafan) sebesar Rp. 25.000 per-KK, kegiatan
Sedekah Bumi Desa Setro (SBDS) juga
dibantu oleh berbagai sumber donator dan diberikan kepada tandak. Uang receh
maupun sponsor, baik donator di wilayah tersebut disebar dan diperebutkan oleh
Gresik maupun dari luar wilayah Gresik. warga baik anak-anak, remaja, maupun
Sebagai misal orang Desa Setro yang orang tua. Kaulan ini dilaksanakan
telah sukses di perantauan akan dimintai ketika seseorang sembuh dari penyakit
donator untuk ikut menyemarakkan kemudian nazar akan di “kauli” pada
SBDS. Di antara sponsor yang membantu ritual SBDS atau karena berhasil dalam
tradisi SDBS pada kegiatan tahun 2011 meraih cita-cita. Kembang kaulan yang
yaitu Bupati Gresik, warga desa Setro disediakan panitia jumlahnya sangat
di Tarakan, CV. Cipta Nuansa Pratama, banyak, hal ini dapat diketahui pada
PT. Citra Raya, bapak Suhardjo Trianto laporan keuangan SBDS tahun 2007,
Tarakan-Kalimantan Timur, PT. Tempo, bahwa untuk belanja kembang kaulan
bapak H. M. Soleh (PT. New Era), PT. menghabiskan biaya Rp. 720.000. Setiap
Karya Bakti Metal Asri, bapak H. Winardi warga masyarakat yang melaksanakan
Surabaya, PT. Indofood, PT. Delta Inter haul (hajat), akan mendapat sejumput
Nusa, PT. Indosat, PT. ESIA, PT. Djarum, kembang dan di bawah pulang. Kembang
bapak H. Danu Saputra Surabaya, dan “kaulan” dipercaya masyarakat memiliki
lain-lain. kekuatan supranatural.
yang menuju arah desa Setro dijaga oleh tertentu yang diwajibkan untuk tolong-
panitia yang dibantu pihak kepolisian menolong dan bekerja sama.
Kecamatan Menganti (Wawancara
Dengan demikian prosesi ritual
dengan Jamsari, 15 Maret 2014)
tradisi haul dan sedekah bumi yang
Berdasarkan paparan di atas melibatkan semua elemen masyarakat,
tentang tradisi ritual SBDS baik dilihat mulai dari pembentukan panitia,
dari perspektif selametan maupun dilihat pelaksanaan kegiatan (yang melibatkan
dari konteks kerukunan beragama, semua komponen masyarakat,
maupun kemasyarakatan, tradisi pemerintah, perusahaan yang ada di
SBDS memuat nilai-nilai filosofis. Nilai Gresik), sesungguhnya masyarakat telah
filosofis yang dapat ditangkap adalah melakukan komunikasi sosial yang secara
nilai kebersamaan, nilai kekerabatan, intens dapat membangun kerukunan
nilai sosial, nilai gotong royong, nilai dalam kehidupan masyarakat. Praktik
kerjasama, nilai ekonomi, dan nilai ziarah ke makam wali (nyekar), doa
estetika. bersama, membaca manaqib, tahlil, dan
mujahadah, yang dilakukan secara kolektif
Simbol-simbol dalam upacara oleh masyarakat merupakan simbol-
haul dan Sedekah Bumi seperti telah simbol kerjasama, gotong-royong, saiyeg
dijelaskan di atas, sejatinya menyiratkan saeko praya (bekerja bergerak bersama
kebersamaan yang dibangun oleh kedua untuk mencapai tujuan bersama), guyub
penduduk setempat, yaitu penduduk rukun adalah bentuk nyata kerukunan
Kelurahan Lumpur dan Desa Setro. yang dibangun oleh masyarakat.
Kebersamaan yang disimbolkan dengan
Kepercayaan terhadap leluhur
bentuk tumpeng yang mempunyai makna
Sindujoyo dan Kyai Bulu yang dipercaya
“tumuju ing pengeran” adalah bahwa
masyarakat Kelurahan Lumpur dan Desa
masyarakat secara bersama-sama telah
Setro memiliki kekuatan. Hal tersebut,
melakukan perjalanan spiritual kepada
seperti diungkapkan Ricklefs (2013)
Tuhan. Demikian pula simbol yang
adalah merupakan bentuk keyakinan
diungkapkan dalam bentuk tela pendem sinkretik mistisisme masyarakat kedua
yang bermakna mikul duwur mendem desa tersebut. Masyarakat Kelurahan
jero mempunyai arti bahwa masyarakat Lumpur yang mayoritas Islam
melakukan penghormatan yang begitu tradisional sebagian masyarakatnya
tinggi kepada para wali dan para leluhur masih percaya kepada hal-hal magis.
desa yang telah berjasa melakukan Sementara masyarakat Desa Setro
perubahan di kedua wilayah tersebut. yang masyarakatnya cukup beragam
Seperti diuraikan oleh Geertz (1985) seperti terdapat beberapa pengikut
Muhammadiyah dan sebagian kecil
bahwa Sedekah Bumi, ruwahan, haul,
pengikut LDII serta beberapa beragama
tegal desa, bersih desa merupakan bentuk-
non-Muslim, komunikasi sosial yang
bentuk kepercayaan masyarakat kepada
dibangun masyarakat terlihat sangat baik.
yang gaib. Selametan melambangkan
Hal tersebut tentunya menjadi modal
kesatuan mistis dan sosial masyarakat
masyarakat untuk menjalin kerukunan
yang ikut dalam tradisi tersebut. Handai
antar warganya. Selain itu hubungan
tulan, tetangga, rekan kerja, sanak
yang dijalin dengan pemerintah, baik
keluarga, arwah setempat, nenek moyang
pemerintah desa, kecamatan sampai
yang sudah mati, dayang-dayang desa,
tingkat kabupaten juga terlihat sangat
Tuhan, semuanya hadir dan duduk harmonis. Hal ini dapat dilihat dari peran
bersama dalam jamuan slametan dan pemerintah Kabupaten Gresik yang
terikat ke dalam suatu kelompok sosial
HARMONI September - Desember 2014
Merawat Tradisi Membangun harmoni: Tinjauan Sosiologis Tradisi Haul dan Sedekah Bumi di Gresik 33
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 13 No. 3
34 Mustolehudin
Badan Pusat Statistik. Gresik Dalam Angka 2013. Gresik: Badan Perencanaan Pembangunan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Gresik, 2013.
Denzin, Norman K dan Lincoln, Yvonnna S. Handbook of Qualitatif Research. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: PT Pustaka Jaya,
1983.
------------, Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Geettz, Hildred. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu
Sosial dan FIS – Universitas Indonesia, 1981.
Ismail, Arifuddin. Agama Nelayan Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
------------, Ziarah ke Makam Wali: Fenomena Tradisional di Zaman Modern. Makassar:
Jurnal Al-Qalam Jurnal Penelitian Agama Filosofi dan Sistem Volume 19 Nomor
2 November 2013.
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1975.
Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1990.
Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia 2. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2000.
Mustakim. Gresik dalam Lintasan Lima Zaman: Kajian Sejarah Ekonomi, Politik, Sosial, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Eureka, 2010.
Newberry, Jan. Back Door Java: Negara, Rumah Tangga, dan Kampung di Keluarga Jawa.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KITLV, 2013.
Nur Syam. Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS, 2005.
Pals, Daniel L. Seven Theories of Religion: Dari Animisme E.B. Tylor, Materialisme Karl Marx
hingga Antropologi Budaya C. Geertz. Yogyakarta : Penerbit Qalam, 2001.
Purwadi. Pranata Sosial Jawa. Yogyakarta: Cipta Pustaka, 2007.
Ricklefs, M.C. Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930
sampai sekarang. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Soekarman. Babad Gresik. Surakarta: Museum Radya Pustaka, 1990.
Solikhin, Mat. Kesalehan Sosial Ritual Nyadran. Semarang: Jurnal Dewaruci Jurnal
Dinamika Islam dan Budaya Jawa, edisi 21, Juli-Desember 2013.
Supandhi, Ucok [et.all]. Wacan Sindujoyo Babad Kroman Gresik. Gresik: Pimpinan Cabang
Lesbumi NU, 2005.
Thohir, Mudjahirin. Kekerasan Sosial di Pesisir Utara Jawa: Kajian Berdasarkan Paradigma
Kualitatif. Semarang: Lengkongcilik Press bekerja sama dengan Pusat Penelitian
Sosial Budaya Lembaga Penelitian Undip, 2005.
------------, Metodologi Penelitian Sosial Budaya Berdasarkan Pendekatan Kualitatif. Semarang:
Fasindo Press, 2013.