Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Tuberkulosis


1. Definisi Tuberkulosis
Menurut Hood Alsagaf (1995), Tuberkulosis atau TB adalah
penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium Tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke
dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
Menurut PPTI dalam Wahid dan Imam (2013), Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Kuman ini dapat menyerang semua bagian tubuh manusia,
dan ada yang paling sering terkena adalah organ paru (90%).
2. Etiologi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium Tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman
berbentuk batang dengan panjang 1- 4 mm dan tebal 0,3 – 0,6 mm.
Struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman
ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di
dalam lemari es) karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit
kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernafasan yang
vital. Basil Mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran
nafas (droplet infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer
(ghon). Kemudian, di kelenjar getah bening terjadilah primer kompleks
yang disebut tuberculosis primer. Dalam sebagian besar kasus, bagian
yang terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan. Peradangan terjadi

6
7

basil Mycobacterium pada usia 1 – 3 tahun. Sedangkan, post primer


tuberculosis (reinfection) adalah peradangan yang terjadi pada jaringan
paru yang disebabkan oleh penularan ulang. (Muhamad Ardiansyah,
2012).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Andra dan Yessie (2017), tuberkulosis sering dijuluki
“The Great Imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
sepeti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul
tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala repiratorik, meliputi:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi
karena pecahya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karema ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
8

4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.

b. Gejala sistemik, meliputi:


1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas
serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya
gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia.
Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurusan BB,
berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya
mungkin non produktif, tetapi dapat berkembang ke ara pembentukan
sputum mukopurulen dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia,
seperti perilaku tiada biasa, perubahan status mental, demam, anoreksia
dan penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam
keadaan dorman.
4. Patofisiologi
Port de’ entri kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi
9

droppet yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel yang berasal


dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak
membunuh organisme terebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleg makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses
dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epilteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari. (Iwan, 2007 dikutip dari Wahid dan Suprapto,
2013).
5. Komplikasi
Menurut Muhammad Ardiansyah, (2012) komplikasi dibagi
menjadi 2 golongan, komplikasi dini dan komplikasi lanjut:
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis,
2) Efusi Pleura,
3) Empiema,
4) Laringitis, dan
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi jalan nafas,
10

2) Kor Pulmonale,
3) Amiloidosis,
4) Karsinoma Paru, dan
5) Sindrom gagal napas.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Andra dan Yessie, (2017) pemeriksaan diagnostik TB
paru yaitu:
Tes Diagnostik yang dilalkukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Interprestasi Hasil
1) Sputum:
 Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada
tahap aktif, penting untuk menetapkan
diagnosa pasti dan melalukan uji kepekaan
terhadap obat.
 Ziehl-Neelsen BTA Positif.
2) Tes Kulit (PPD, Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau
Mantoux, Vollmer) lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk
menunjukkan keaktivan penyakit.
3) Foto Thoraks Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada
area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumukasi udara, area
cavitas, area fibrosa dan penyimpangan
struktur mediastinal.
4) Histologi atau kultur Hasil positif dapat menunjukkan serangan
jaringan (termasuk ekstrapulmonal.
bilasan lambung,
urine, cairan
serebrospinal, biopsi
kulit)
5) Biopsi jarum pada Positif untuk gralunoma TB, adanya giant
11

Jenis Pemeriksaan Interprestasi Hasil


jaringan paru cell menunjukkan nekrosis.
6) Darah:
 LED Indikator stabilitas biologik penderita, repon
terhadap pengobatan dan predeksi tingkat
penyembuhan. Sering meningkat pada
proses aktif.
 Limfosit Menggambarkan status imunitas penderita
(normal atau supresi).
 Elektrolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi
cairan pada TB paru kronis luas.
 Analisa Gas Hasil bervariasi tergantung lokasi dan
Darah beratnya kerusakan paru.
7) Tes faal paru Penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara residu
dan kapasitas paru total, penurunan saturasi
oksigen sebagai akibat dari infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.

7. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) penatalaksaan tuberkosis paru dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita.
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita TB paru BTA aktif.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit atau
puskesmas atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan
siswa-siswi pesantren.
12

3) Vaksinasi BCG, reaksi positif terjadi jika setelah mendapat


vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
4) Kemoprokfilaksis, yaitu dengan menggunkan INH 5 mg/kg BB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi
populasi bakteri yang masih sedikit.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis keada masyarakat di tingkat puskesmas maupun
rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru, selain untuk
mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi
kuman terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.
c. Penemuan Penderita
1) Penatalaksana terapi : asupan nutrisi adekuat/mencukupi
2) Kemoterapi, yang mencakup pemberian:
- Isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang
tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18-24 bulan dan
dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari melalui oral.
- Kombinasi antara NH, rifampicin, dan pyrazinamid yang
diberikan selama 6 bulan.
- Obat tambahan, antara lain Streptomycin (diberikan
intramuskuler) dan Ethambutol.
- Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat anti-TB
untuk mengurangi respons peradangan, misalnya pada
meningitis.
3) Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Tindakan ini
dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak.
4) Pencegahan dilakukan dengan menghindair kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi basil TB serta mempertahankan
asupan nutrisi yang memadai. Pemberian imunisasi BCG juga
13

diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi


basil TB virulen.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Tuberkulosis Paru


Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis
paru menurut Andra dan Yessi, (2017) antara lain:
1. Pengkajian
a. Identifikassi Diri Klien:
 Nama
 Jenis Kelamin
 Umur
 Tempat / Tanggal Lahir
 Alamat
 Pekerjaan
b. Riwayat Kesehatan
 Kesehatan Sekarang
- Keadaan pernafasan <nafas pendek>
- Nyeri dada
- Batuk dan
- Sputum
 Kesehatan Dahulu
Jenis ganguuan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan
pembedahan.
 Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi
dan TB
c. Gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya:
 Demam
 Menggigil
 Lemah
14

 Keringat dingin malam merupaak gejala yang berkaitan dengan TB


d. Status Perkembangan, misalnya:
 Ibu yang melahirkan bayi prematur perlu ditanyakan apakah
sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah
usia kehamilan cukup
 Pada usia lanjut perlu dintanya apakah ada perubahan pola
pernafasan, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas sewaktu
berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama
e. Data Pola Pemeliharaan Kesehatan, misalnya:
 Tentang pekerjaan
 Obat yang tersedia di rumah
 Pola tidru-istirahat dan stress
f. Pola Keterlambatan atau Pola Kekerabatan, misalnya:
 Adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan
keluarganya, serta
 Apakah ganguuan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap
peran sebagai istri/suami dan dalam melakukan hubungan seksual
g. Pola Aktivitas / Istirahat
 Gejala :
- Kelelahan umum dan kelemahan
- Nafas pendek karena kerja
- Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil
dan atau berkeringat, mimpi buruk
 Tanda :
- Takikardia, takipnea / dispnea pada kerja
- Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)
h. Pola Integritas Ego
 Gejala :
- Adanya / faktor stress lama
- Masalah keuangan, rumah
15

- Perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan


- Populasi budaya / etnik
 Tanda :
- Menyangkal (khususnya tahap dini)
- Anietas, ketakutan, mudah terangsang
i. Makanan / Cairan
 Gejala :
- Kehilangan nafsu makan
- Tidak dapat mencerna
- Penurunan BB
 Tanda :
- Tugor kulit, buruk, kering/ kulit bersisik
- Kehilangan otot / hilang lemak subkutan
j. Nyeri / Kenyamanan
 Gejala :
- Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
 Tanda :
- Perilaku distraksi, gelisah
k. Pernafasan
 Gejala :
- Batuk produktif atau tidak produktif
- Nafas pendek
- Riwayat TB / terpajan pada individu terinfeksi
 Tanda :
- Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleura)
- Poerkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi nafas menurun /
tidak ada secara bilateral / unilateral. Bunyi nafas tubler dan
atau bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas
16

aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels


pusttussic)
- Karakteristik sputum adalah hijau / purulen, mukoid kuning
atau bercak darah
- Deviasi trakeas (penyebaran bronkogenik)
- Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyataperubahan
mental (tahap lanjut)
l. Keamanan
 Gejala :
- Adanya kondisi penekanan imun,contoh : AIDS, kanker
 Tanda :
- Demam rendah atau sakit pana akut
m. Interaksi Sosial
 Gejala :
- Perasaan isolasi / penolakkan karena penyakit menular
- Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan
kapasitas fisik utuk melaksanakan peran
n. Penyuluhan dan Pembelajaran
 Gejala :
- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk
- Gegal untuk membaik / kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi
o. Pertimbangan
 DRG menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari
p. Rencana Pemulangan
 Memerlukan bantuan dengan / gangguan dalam terapi obat dan
bantuan perawatan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah
q. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen dada
17

 Usap basil tahan asam BTA


 Kultur sputum
 Tes kulit Tuberkulin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret darah
yang dibuktikan dengan frekuensi pernafasan dan bunyi nafas dan lain-
lain.
Hasil yang diharapkan :
 Mempertahankan halan nafas klien
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
 Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan
bersihan jalan nafas
 Berpatisipas dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan / situasi
Intervensi Keperawatan
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Kaji fungsi Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan
pernafasan, contoh atelektasis. Ronkhi, mengi menunjukkan
bunyi nafas, akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk
kecepatan irama membersihkan jalan nafas yang dapat
dan kedalaman dan menimbulkan penggunaan otot aksesori
penggunaan otot pernafasan dan peningkatan kerja
aksesori pernafasan.
2. Catat kemampuan Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal.
untuk / Sputum berdarah kental atau berdarah
mengeluarkan cerah diakibatkan kerusakan kavitas paru
mukosa / batuk atau luka bronkial yang dapat menentukan
efektif. Catat evaluasi / intervensi lanjut.
karakter, jumlah,
sputum, adanya
18

Tindakan Rasional
hemoptisis.
3. Berikan pasien Posisi membantu memaksimlkan ekspansi
posisi semi /fowler paru dan menurunkan upaya pernafasan.
tinggi. Bantu Ventilasi maksimal membuka area
pasien utnuk batuk ateletaksis dan peningkatan gerakan sekret
dan latihan nafas ke dalam jalan nafas besar untuk di
dalam. keluarkan.
4. Bersihkan sekret Mencegah obstruksi / aspirasi.
dari mulut dan Penghisapan dapat dilakukan bila pasien
trankea: tidak mampu untuk mengeluarkan sekret.
penghisapan sesuai
keperluan
5. Pertahankan Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
masukan cairan mengekuarkan sekret, membuatnya mudah
sedikitnya 2500 untuk dikeluarkan.
ml/hari kecuali
kontraindikasi
Kolaborasi
6. Lembabkan udara / Mencegah pengeringan membran murkosa,
oksigen inspirasi membantu pengenceran sekret.
7. Beri obat-obatan
sesuai indikasi
 Agen mukolitik, Agen mukolitik menurunkan kekentalan
contoh dan perlengketan sekret paru untuk
asetilsistein memudahkan pemberishan.
(mucomyst)
 Bronkodilator Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen
contohnya percabangan trakeobronkial sehingga
okstrifilin menurunkan tahanan terhdap aliran udara.
(holedyl) :
19

Tindakan Rasional
teofilin
 Kortikosteroid Berguna pada adanya keterlibatan luas
(prednison) dengan hipoksemia dan bial respon
inflamasi mengancam hidup.
8. Membantu intubasi Intubasi diperlukan pada kasus jarang
darurat bronkogenik TB edema laring atau
pendarahan paru akut.

b. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd batuk,


anorexia.
Hasil yang diharapkan :
 Menujukkan BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai Lab
normal danbebas tanda malnutrisi.
 Melakukan periaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan / atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi Keperawatan
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Catat status nutrisi Berguna dalam mendefinisikan derajat /
pasien pada luasnya masalah dan pilihan intervensi
penerimaan, catat yang tepat.
turgor kulit, BB
dan derjat
kekurangan BB,
integritas mukosa
oral, kemampuan /
ketidakmampuan
menelan, adanya
tonus usus riwayat
mual atau diare.
2. Pastikan pola diet Membantu dalam mengidentifikasi
20

biasa pasien yang kebutuhan / kekuatan khusus.


disukai / tidak Pertimbangkan keinhinan individu dapat
disukai pasien memperbaiki masukan diet.
3. Awasi masukan / Berguna dalam mengukur keefektifan
pengeluarab dan nutri dan dukungan cairan.
BB sevara periodik
Kolaborasi
4. Rujukan ke ahli Memberikan bantuan dalam perencanaan
diet untuk diet dengan nutrisi adekuat untuk
menentukan kebutuhan metabolik dan diet.
komposisi diet
5. Konsul dengan Dapat membantu menurunkan insiden
terapi pernafasan mual dan muntah sehubungan dengan obat
untuk jadwal atau efek pengobatan pernafasan pada
pengobatan 1-2 perut yang penuh.
jam sebelum /
setelah makan

C. Pengobatan
Menurut Septi, (2011) bagi penderita TBC, ada hal penting yang harus
diperhatikan dan juga harus dilakukan, yaitu teratur minum obat sampai
benar-benar sembuh, biasanya berkisar antara 6-8 bulan. Bila tidak, maka akan
menyebabkan beberapa hal berikut ini :
1. Kuman akan kebal sehingga lebih sulit diobati;
2. Kuman berkembang lebih banyak dan menyerang organ lain;
3. Membutuhkn\an waktu lebih lama untuk sembuh;
4. Biaya pengobatan semakin mahal;
5. Masa produktif yang hilang semakin banyak;
Obat – obatan yang diberikan pada penderita TBCadalah sebagai berikut :
1. Streptomisin;
2. Rifampisin;
21

3. INH;
4. Etambutol;
5. Pirazinamid
Adapun prinsip pengobatan TBC yang harus dilakukan ialah
sebagaimanauraian berikut ini:
1. Obat harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat
dalam jumah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan;
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = directly observation
treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
3. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahao, yaitu tahap awal intensif dan
tahap lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat 3 atau 4 obat sekaligus
setiap hari selama 1 - 2 bulan dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah kekebalan obat;
 Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat,biasanya
pasien yang menulat menjadi tidak menular dalam kurun waktu 1-2
bulan.
b. Tahap lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat obat lebih sedikit, 2 macam
saja namun dalam waktu yang lebih lama, biasanya sampai 4
bulan;
 Obat dapat diberikan setiap hari maupun beberapa kali dalam satu
minggu;
 Tahap lanjutan penting adalah untuk mencegah penyakit kambuh.
Prinsip dasar pengobatan TBC untuk anak-anak adalah minimal 3 macam
obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan, yaitu tablet rifampisin, INH,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari dan lalu dilanjutkan 4 bulan dengan
rifampisin dan INH. Beberapa contoh panduan pengobatan yang kini dipakai
adalah sebagaimana disampaikan dalam penjelasan berikut ini :
22

1. Kategori I yang diberikan pada :


a. Pasien baru TBC paru BTA positif;
b. Pasien TBCparu BTA negatif dengan gambaran foto thoraks sesuai
TB;
c. Pasien TBC di luar paru.
Pada pasien yang masuk kategori 1 dalam 2 bulan pertama mendapat
tablet rifampisin, INH, pirazinamid, dan etambutol setiap hari. Lalu,
dilanjutkan 4 bulan dengan rifampisin dan INK, baik setiap hari maupun 3
kali semingggu.
2. Kategori 2 yang diberikan pada :
a. Pasien yang sudah sembuh lalu kambuh lagi;
b. Pasien gagal, yang tidak sembuh diobati;
c. Pasien dengan pengobatan setelah sembuh berhenti berobat.
Pada pasien yang masuk kategori ini, dalam bulan pertama mendapat
tablet rifampisin, INH, pirazinamid, dan etambutol setiap hari disertai
suntikan streptomisin. Lalu, dilanjutkan dengan tablet rifampisin, INH,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari selama 1 bulan dan dilanjutkan 5
bulan lagi dengan rifampisin dan INH 3 kali dalam seminggu.

D. Jenis dan Dosis OAT


1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10
mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant
(persisten) yang tidak dapat dibuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB
23

diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3 kali


seminggu.
3. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis
yang sama. Penderita berumur sampai 69 tahun dosisnya 0,75 gr/hari,
sedangkann untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg BB.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit kulit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Couse (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima
komponen.
Adanya komitemn politis berupa dukungan pengambilan keputusan dalam
penanggulangan TB. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut
Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. Kesinambungan
24

ketersediaan paduan OAT jangka pendek cukup pencatatan dan pelaporan


yang baku.
Berdasarkan berbagai pertimbangan,WHO merekomendasikan panduan
obat anti tuberkulosis harus sesuai denan kategori penyakit yaitu kategori yang
didasarkan atas kasus yang dijelaskan diatas. Sehingga penderita TB dapatlah
dibagi dalam 4 kategori yaitu kategori I-IV.
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan
yang seperti meningitis, TB milier, peritonitis, pleuritis masif atau
bilateral, spondilitis dengan ganguuan neurologik, penderita dengan dahak
negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih.
Tahap intensif terdiri dari Isonasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap
hari selama 2bulan (2HRZE). kemudian diteruskan dengan tahap lanjtan
yang terdiri dari Isonasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan 3 kali dalam
seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif;
b. Penderita TBC paru BTA negatid rontgen positif yang sakit berat dan
c. Penderita TBC ekstra paru berat
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif. Tahap
intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isonasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) dan
suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan
Isonasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap
hari. Setelah itu diteruslan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu diperhatiakn bahwa
suntikan sterptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
obat ini diberikan untuk :
a. Penerita kambuh (relaps)
b. Penderita gagal (failure)
25

c. Penderita dengan pengobatan setelah lali (after default).


3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan
kasus TB di luar paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanutan terdiri dari HR selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
a. Penderita baru BTA negatif dan rontgent positif sakit ringan;
b. Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
4. Kategori IV : OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan
obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Anda mungkin juga menyukai