Anda di halaman 1dari 23

KONDISI NYATA ENTITAS BISNIS

"Tolong jangan salah paham. Sebenarnya enak juga keluar kantor dan kembali ke lapangan.

Selain itu, Medan merupakan perubahan pemandangan yang menyenangkan. Akan tean.

saya khawatir bahwa saya akan dianggap bertanggung jawab oleh plmpinan puncak atas

semua masalah yang terjadi selama kepergian saya ke Medan. Kantor pusat di Jakarta

tidak memahami bahwa Bandung sangat kekurangan staf manajerial yang terlatih, Den

keberadaan saya di Medan, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan sava can

efektif di Bandung."

Pengirim dari informasi di atas adalah Tuan X, seorang eksekutif senior de.

perusahaan Grup XYZ. Penerima informasi tersebut adalah Tuan Y, direktur senior das

anggota pendiri Grup XYZ. Pada awalnya Grup XYZ didirikan pada tahun 1972 sebao

perusahaan produsen es krim di Bekasi. Pabrik ini mampu memasok es krim dari Belas

sampai ke beberapa kota besar di Indonesia. Ide membuat pabrik es krim berasal dar

Tuan A, yang dibantu secara aktif oleh adik laki-lakinya, Tuan Z. Pabrik tersebut segera

sukses karena usaha pemasaran dan distribusi yang kreatif. Pada tahun 1975, grun

tersebut mendirikan pabrik es krim kedua di Medan. Pabrik di Medan itu menjadikan

Grup XYZ sebagai produsen es krim terbesar di Indonesia.

Menjelang tahun 1978, Grup XYZ telah melakukan ekspansi ke dua arah yang

berbeda. Grup tersebut mendirikan pabrik untuk menghasilkan kemasan yang akan

digunakan untuk es krim, sereal, rokok, dan produk-produk lain. Sebagian kecil dari

kapasitas penghasil bahan kemasan yang diperlukan untuk es krim dan sisanya

direncanakan untuk dijual ke luar. Grup tersebut juga mendirikan pabrik es krim lagi

di Jawa Timur. Pada awal tahun 1980-an, pabrik bahan kemasan maupun pabrik es krim

di Jawa Timur dijadwalkan untuk berproduksi. Tuan Z bertanggung jawab atas operasi

di Jawa Timur dan Bekasi, sementara Tuan Y pindah ke Medan untuk mengawasi dai
Percakapan yang digambarkan di atas terjadi pada awal tahun 1980 antara Tuan

A dan Tuan K. Tuan K, seorang insinyur produk susu yang memperoleh keahliannya

melalui pelatihan, telah dipindahkan dari Medan (di mana ia menjabat manajer senior

operasi) untuk membantu instalasi pabrik es krim di Jawa Timur. Tuan K kemudian

melanjutkan dengan menambahkan percakapan berikut ini ke komentarnya yang telan

dilaporkan di atas.

Ketika Anda berada dalam proses menjelaskan kesulitan saya kepada Tuan 2. er

Anda juga akan menanyakan kepadanya mengapa pabrik bahan kemasan belakangan ini

mengirimkan kepada kami bahan kemasan yang kualitasnya begitu buruk. Kami membayar

dengan harga pasar untuk bahan-bahan mereka, tetapi kualitasnya jauh lebih rendah

dibandingkan dengan apa yang dapat kami beli secara lokal dengan harga yang jauh

lebih rendah. Saya memahami bahwa mereka adalah bagian dari grup, tetapi kualitas can

pengiriman mereka yang buruk telah menimbulkan pengaruh yang merugikan terhacap

operasi kami di Medan dan juga di Jawa Timur.

Segera setelah percakapan ini, Tuan A duduk bersama dengan penulis untuk

menjelaskan beberapa masalah yang dihadapi oleh Grup XYZ.

Anda lihat, kami telah menikmati tingkat pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa
tahun terakhir ini. Dalam proses tersebut, kami tidak memiliki cukup waktu untuk memikirkan

mengenai penambahan cabang-cabang organisasi. Hasilnya adalah bahwa kami menemukan

diri kami beroperasi sebagai organisasi fungsional, Kami meminjam spesialis fungsioi

seperti Tuan K ketika dibutuhkan, tetapi kami mengharuskan mereka untuk memiliki

tanggung jawab lini secara interim. Organisasi keluarga telah menghasilkan kegagalan untuk

menggambar bagan yang jelas sehingga karyawan puncak merasa kebingungan mengena

garis komunikasi dan pelaporan serta terlalu banyak wewenang yang masih dipegang olen

anggota keluarga. Transaksi antara pabrik bahan kemasan dan pabrik es krim merupakan

sumber perselisihan yang tak kunjung berakhir dan saya tidak mengetahui apa yang

sebaiknya saya lakukan. Memiliki spesialis fungsional seperti Tuan Katau Tuan H, manajer

penjualan kami, yang ada untuk menganalisis masalah ketika dibutuhkan, menghemat biaya

dibandingkan jika kami memiliki orang-orang semacam itu dalam organisasi kami yang

menjalankan fungsi sama. Secara serupa, saya mengetahui bahwa ketika pabrik banan

kemasan beroperasi, pabrik tersebut akan mampu menghasilkan kualitas yang memenuni

syarat pada harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Sementara itu, kami

harus menemukan suatu cara untuk menyelesaikan perselisihan ini sehingga pabrik bahan

kemasan tidak akan mati sebelum memperoleh peluang untuk menjadi stabil. Kami juga

membutuhkan suatu sistem untuk mengukur kinerja dari berbagai unit guna mengevaluasi

bagaimana unit-unit tersebut beroperasi. Singkatnya, bentuk organisasi yang jelas sangat

diperlukan. Pada kondisi ini, dibutuhkan suatu bentuk reorganisasi.


MELAKUKAN DESENTRALISASI ATAU TIDAK

Masalah yang dijelaskan di atas bukan suatu masalah yang hanya dialami oleh Grup

XYZ. Lebih dari satu perusahaan yang bertumbuh telah menghadapi masalah untuk

melakukan reorganisasi dalam menghadapi pertumbuhan, penciutan, atau perubahan.

Salah satu dimensi dari restrukturisasi organisasi yang telah memperoleh perhatian

yang besar adalah dikotomi sentralisasi/desentralisasi. Dalam kebanyakan situasi, hal ini

dipahami sebagai tingkatan hierarki di mana keputusan dibuat dalam suatu organisasi.

Tujuan dari bab ini adalah untuk membahas mengenai persyaratan keperilakuan

yang diperlukan untuk desentralisasi yang berhasil dalam organisasi. Dua tema utama

dikembangkan dalam bab ini. Pertama, desentralisasi adalah sikap filosofis dan respons

keperilakuan terhadap kebutuhan dari suatu lingkungan. Kedua, desentralisasi yang

efektif memerlukan pembentukan struktur organisasi sesuai yang menghasilkan

anggaran dasar yang menetapkan aturan operasi bagi partisipan dan yang melakukan

tindak lanjut secara periodik dengan ukuran kinerja yang sesuai. Sekelompok pedoman

normatif akan dikembangkan untuk membantu organisasi seperti Grup XYZ untuk

bergerak ke arah desentralisasi.

Beberapa pertanyaan khusus yang dibahas dalam bab ini adalah: Apakah vang

dimaksud dengan desentralisasi dalam konteks organisasi bisnis? Kondisi manakah yang

menciptakan kebutuhan akan desentralisasi? Bagaimana desentralisasi memungkinkan

organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan? Apa saja jenis struktur desentralisasi

yang dapat dipilih? Bagaimana seseorang dapat mengembangkan anggaran dasar yang

sesuai dalam mana sub-unit vang terdesentralisasi akan beroperasi? Dengan cara apakah
kantor pusat mengendalikan operasi dari unit yang terdesentralisasi? Bagaimana

seseorang mengukur kinerja dari unit yang terdesentralisasi?

Sisa bab ini dibagi menjadi enam bagian. Bagian pertama membahas mengenaj

berbagai cara dengan mana istilah desentralisasi digunakan dan menawarkan definisi

dari istilah tersebut. Bagian berikutnya menyajikan model yang menjelaskan kondie

yang mengarah pada kebutuhan akan desentralisasi. Ketiga bagian berikutnya membaha

tiga langkah kunci dalam melakukan desentralisasi-memilih struktur, anggaran dasa

dan ukuran. Kesimpulan utama dan beberapa pedoman yang dapat digunakan olek

organisasi untuk melakukan desentralisasi yang efektif ditawarkan dan diterapkan bad

kasus Grup XYZ dalam bagian terakhir dari bab ini.


ARTI DESENTRALISASI

Istilah desentralisasi digunakan dalam sejumlah besar literator yang beragam. Dengan

demikian, istilah ini memiliki arti berbeda bagi orang yang berbeda. Untuk membatasi

lingkup dari bab ini, desentralisasi dibahas hanya dalam konteks perusahaan bisnis

Meskipun demikian, dalam bab ini, desentralisasi mempunyai beberapa arti. Definisi

yang paling populer dari desentralisasi adalah definisi yang diberikan oleh H. A. Simon.

Suatu organisasi administratif adalah tersentralisasi sejauh keputusan dibuat pada

tingkatan yang relatif tinggi dalam organisasi tersebut; terdesentralisasi sejauh keputusan

itu didelegasikan oleh manajemen puncak kepada tingkatan wewenang eksekutif yang

lebih rendah.

Meskipun secara teori, definisi di atas sangat jelas, dalam praktiknya, definisi ini

sulit untuk diterapkan. Hal ini terutama disebabkan karena konsep mengenai keputusan

yang dapat diidentifikasi merupakan suatu konsep yang samar-samar. Misalnya, mungkin

adalah sulit untuk mengidentifikasi tingkat hierarki khusus di mana keputusan dibuat

karena wewenang formal tidak sesuai dengan kenyataan mengenai siapa yang membuat

keputusan. Sebagaimana ditunjukkan oleh March dan Simon, keputusan tidaklah dibuat.

Keputusan tersebut hanya disaring sampai ke seorang manajer setelah diadaptasi,

diubah, atau dita

menyajikan pandangan yang serupa mengenai keputusan, sementara March dan Olsen

mempertanyakan konsep sentral dari pengambilan keputusan dengan menggolongkan

pembuatan keputusan organisasi sebagai solusi dalam pencarian masalah. Pandangan

yang terkait menyatakan bahwa dalam banyak kasus, kemampuan seseorang untuk

mendefinisikan suatu masalah adalah lebih penting dibandingkan dengan wewenang

pengambilan keputusan formal karena agenda tersebut mengharuskan pilihan solusi.

Akhirnya, penggunaan prosedur operasi standar, rutinitas pencarian, profesionalisası,


sosialisasi, dan hal-hal semacam itu dalam organisasi dapat memengaruhi keputusan

dengan mengendalikan dasar pemikiran atas mana keputusan itu dibuat.

Bahkan jika orang harus menerima lokasi pengambilan keputusan sebagai asper

kunci dari desentralisasi, masih terdapat masalah mengenai keputusan manakah yang

harus didesentralisasikan. Simon dkk. menggunakan istilah "penting" untuk menandai

keputusan yang akan didelegasikan jika perusahaan akan melakukan desentralisasi. Hal

ini tidak terlalu membantu karena dapat dibuat argumentasi bahwa keputusan yang

penting sebaiknya disentralisasikan dan keputusan yang tidak penting didelegasikan.

Derajat pentingnya suatu keputusan juga tidak menjelaskan mengapa keputusan

produksi dan penjualan cenderung didelegasikan ke tingkatan yang lebih rendah dalam

produksi dan penjualan adalah sama pentingnya dengan keputusan keuangan.

keputusan strategis dari keputusan operasi. Keputusan strategis berkaitan dengan

organisasi dibandingkan dengan keputusan keuangan. Padahal jelas bahwa keputusan

Perbedaan yang lebih bermanfaat digunakan oleh A. D. Chandler, yang memisahkan

masalah luas yang bersifat jangka panjang mengenai perolehan dan penggunaan

sumber daya; sementara keputusan operasi berkaitan dengan operasi harian yang

rutin. Akan tetapi, dalam praktiknya, adalah sulit untuk membedakan dengan jelas

antara keputusan strategis dengan keputusan operasi. Pada umumnya, keputusan

strategis mencakup periode waktu yang lebih panjang dan tidak berulang, sementara

kenutusan operasi bersifatjangka pendek dan berulang. Dengan demikian, keputusan

mengenai penyusunan anggaran modal dianggap jenis keputusan yang tidak berulang,
strategis, dan umumnya tersentralisasi. Keputusan mengenai produksi dan penjualan

adalah berulang, dianggap operasi, dan umumnya terdesentralisasi.

Dengan adanya kesulitan tersebut, adalah tidak mengherankan jika survei

Japangan yang dilakukan oleh L. P. Jennergen pada tahun 1981 menunjukkan bahwa

desentralisasi dapat berarti: 1) tingkat hierarki di mana keputusan diambil; 2) pengaruh

relatif dari tingkat hierarki dalam pengambilan keputusan; dan 3) partisipasi dalam

pengambilan keputusan tanpa mengacu kepada tingkatan hierarki. Selain itu, istilah

tersebut juga digunakan untuk mengacu pada pendelegasian wewenang untuk

melakukan tugas khusus. Akuntan cenderung untuk menyetarakan desentralisasi dengan

struktur keuangan tertentu seperti pusat laba. Ekonom berbicara mengenai bentuk

M (multidimensional) sebagai ekuivalensi dari struktur yang terdesentralisasi dan

bentuk U (fungsional) sebagai ekuivalensi dari struktur yang terdesentralisasi. Pada

praktiknya, kebanyakan perusahaan divisional mungkin saja tersentralisasi sementara

organisasi fungsional memberikan wewenang yang cukup besar kepada para manajer

terhadap bidangnya masing-masing. Sebagaimana ditunjukkan oleh kasus Grup XYZ,

penyebaran geografis sama sekali tidak mengurangi operasi perusahaan tersebut yang

sangat tersentralisasi. Dengan demikan, suatu organisasi yang menganggap dirinya

sendiri sangat terdesentralisasi mungkin tampak tersentralisasi ketika dipandang

dengan definisi yang berbeda dari istilah tersebut.

Oleh karena hanya terdapat sedikit kesepakatan mengenai arti dari istilah

desentralisasi, mungkin adalah lebih berguna untuk fokus pada apa yang ingin dicapai

oleh suatu organisasi melalui desentralisasi. Artinya, masalah tersebut sebaiknya adalah

mengenai perilaku apa yang diinginkan oleh organisasi dari manajernya. Oleh karena

Itu, bab ini menggunakan definisi keperilakuan dari desentralisasi sebagai suatu sistem

yang mendorong berbagai manajer dalam suatu hierarki untuk berpikir dan bertindak
secara independen sementara pada saat yang bersamaan merupakan bayian dari tim.

Flosofi manajemen yang mencobauntuk mendorong pemikiran dan tindakan manajerial

Yang independen tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi. Dengan demikian,

untuk pertukaran pasar yang melibatkan pembuatan kontrak yang berulang dalam

ketidakpastian antara beberapa pihak dan didukung oleh investasi dalam aset khusus.

Dengan demikian, hal tersebut menyediakan struktur pengaturan yang leblh sesual,

yang menjelaskan mengapa pertukaran semacam itu dipindahkan dari pasar dan

dilaksanakan dalam hierarki organisasi. Baru-baru ini, pendekatan "ekologi popular

terhadap organisasi juga menggunakan bukti Chandler untuk menyatakan bahwa beut

divisional muncul sebagai respons terhadap perubahan dalam ketersediaan, stabilitas,

dan konsentrasi sumber daya dalam lingkungan.

Tidak seperti karya Anthony mengenai pengendalian manajemen, baik pendekatan

biaya transaksi maupun pendekatan ekologi populasi, memberikan kepada lingkungan

suatu peran utama dalan menjelaskan struktur perusahaan. Perbedaan utama anta

kedua pendekatan ini adalah dalam hal pilihan strategis. Seperti halnya Chandler

Williamson menggunakan strategi sebagai mata rantai yang menghubungkan lingkungan

dengan struktur. Ekologi populasi, yang menggunakan perspektif seleksi alam.

mencerminkan pandangan yang lebih deterministis dan hanya menyisakan sedikit

ruang untuk pilihan strategis. Ekologi populasi juga tidak peduli dengan organisasi

individual melainkan dengan populasi dari bentuk organisasi. Akan tetapi, dalam kedua

pendekatan ini, lingkungan secara langsung atau melalui pilihan strategis mengarah

kepada desentralisasi.

Kesulitan dalam membuat model mengenai dampak lingkungan terhadap

desentralisasi adalah kurangnya kesepakatan mengenai apa yang menyusun lingkungan

organisasi. Terdapat banyak pemikiran yang saling bersaing dan pemikiran baru sedang
berkembang, sehingga apa yang ditulis dalam buku ini dapat menjadi usang dengan

cukup cepat. Berdasarkan pendekatan yang digunakan oleh J. Preffer dan G. R. Salancik,

lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama

adalah "lingkungan tugas," yang mendefinisikan sekelompok hubungan pertukaran

antara organisasi utama dan aktor sosial lainnya. Contohnya adalah pemasok, pelanggan,

kreditor, serikat kerja, dan penyedia sumber daya lainnya. Kelompok lainnya terdiri atas

"komunitas" yang lebih besar yang terdiri atas faktor politik, budaya, dan sosial yang

melegitimasi aktivitas dari organisasi.

Lingkungan tugas biasanya digambarkan melalui tiga dimensi: kelimpahan atau

ketersediaan sumber daya yang langka; saling keterkaitan atau jumlah dan pola dari

hubungan dalam organisasi; dan konsentrasi atau tingkat sampai sejauh mana kekuasaan,

wewenang, dan sumber daya tersebar dalam lingkungan tersebut. Karakteristik ini

menentukan tingkat konflik dan perubahan yang harus dihadapi oleh organisası

utama. "Komunitas" yang lebih besar, yang terdiri atas faktor politik, sosial, dan budaya,

menentukan kebebasan di mana organisasi dapat mengusahakan berbagai tindakan.

Dengan demikian, kelompok respons yang tersedia bagi organisasi ditentukan olen

interaksi dari perubahan, konflik, dan hambatan yang ditimbulkan oleh lingkungannya.

Pada umumnya, semakin tinggi tingkat konflik dan perubahan dalam lingkungan

tugas, semakin besar kebutuhan organisasi untuk mengembangkan kapabitas

pemrosesan informasi khusus, mengembangkan kemampuan untuk memberikan

respons dengan cepat, dan mendorong perilaku yang mau mengambil risiko dan

inovatif dari pihak anggotanya. Metode untuk mencapai tujuan ini harus konsiste

dengan nilai-nilai dari komunitas yang lebih besar sehingga organisasi tersebut tidak
membahayakan legitimasinya, Ditinjau dari perspektif ini, sekarang adalah mungkin

untuk melihat bahwa desentralisasi memungkinkan organisasi yang dihadapkan pada

konflik dan perubahan yang lebih besar untuk mengembangkan informasi khusus,

merespons dengan cepat, dan mendorong pengambilan risiko dan inovasi. Demikian

nula, sebagaimana ditunjukkan oleh J. W. Meyer dan B. Rowan (1977), desentralisasi

dalam masyarakat Barat memiliki fungsi simbolis karena desentralisasi sesuai dengan

nilai-nilai dari komunitas yang lebih besar.

Berbagai macam alasan untuk desentralisasi yang dikutip pada permulaan bagian

ini agar dapat dikaitkan dalam model yang berbasis lingkungan dari jenis yang disajikan

dalam Gambar 18.1.

Gambar 18.1 menunjukkan bahwa karakteristik utama dari lingkungan tugas adalah

kelimpahan sumber daya, saling keterkaitan dari aktor sosial, dan konsentrasi kekuasaan.

Fitur utama komunitas adalah sekelompok nilai dan kepercayaan yang dianutnya.

Lingkungan menentukan konteks dari suatu organisasi. Penyedia sumber daya menentukan

tingkat konflik dan perubahan; serta sistem nilai mendefinisikan sekelompok batasan.

Konteks pada gilirannya akan menentukan perilaku yang dibutuhkan untuk

kelangsungan hidup organisasi. Misalnya, kecepatan respons kemungkinan besar akan

merupakan fungsi dari tingkat konflik dan perubahan dalam lingkungan, sementara cara

pangaturan (demokratis atau otokratis) akan dibentuk oleh preferensi dari komunitas

yang lebih besar. Ditinjau dari perspektif dalam Gambar 18.1, desentralisasi menjadi

suatu respons oleh organisasi untuk mengatasi tuntutan lingkungannya. Respons ini

dapat dimediasikan oleh pilihan strategis sebagaimana dikemukakan oleh Chandler

atau bisa berdampak secara langsung sebagaimana dinyatakan oleh Aldrich dan Mueller.
Gambar 18.1 Modek Respons Lingkungan dari desentralasi

Linkungan Organsasi Organisasi


komponen
lingkungan Ciri-Ciri konteks Respons

Tugas Tersedianya

(Penyedia sumber/

Mitra pertukaran )
MEMILIH STRUKTUR

Untuk menerapkan desentralisasi, organisasi harus memilih struktur yang sesuai,

mengembangkan anggaran dasar, dan mengukur kínerja dari sub-unit yang

terdesentralisasi. Tidak ada satupun struktur yang paling sesuai untuk desentralisasi.

Bagaimana cara untuk memilih satu dari sekian banyak struktur yang dapat meningkatkan

desentralisasi merupakan pokok bahasan dari bagian ini. Pilihan atas struktur

desentralisasi yang sesuai membutuhkan dua keputusan inti: 1) Bagaimana membagi

tugas/keputusan dalam suatu organisasi, dan 2) Sistem akuntabilitas seperti apa yang

sebaiknya diterapkan terhadap sumber daya yang digunakan dalam melaksanakan

berbagai tugas/keputusan.

PEMBAGIAN TUGAS/KEPUTUSAN

Jenis fungsional-divisional dari struktur organisasi mencerminkan dua cara berbeda

untuk membagi tugas/keputusan dalam organisasi. Struktur fungsional membagi

organisasi sepanjang lini fungsi utama seperti produksi, pemasaran, keuangan, dan

seterusnya. Struktur tersebut adalah sesuai untuk mengeksploitasi skala ekonomi karena

orang-orang berspesialisasi dalam fungsi tertentu. Struktur semacam itu terutama

sesuai untuk organisasi yang memerlukan pengembangan keahlian yang mendalam di

bidang teknis dan/atau memiliki produk yang sedikit dan serupa. Produsen komputer

dan perusahaan penerbangan adalah contoh-contoh yang baik dari perusahaan besar

yang diatur secara fungsional.

Struktur divisional biasanya membagi organisasi sepanjang lini produk. Hal ini
terutama sesuai untuk perusahaan dengan banyak produk atau perusahaan yang sangat

terdiversifikasi. Dalam kasus perusahaan dengan banyak produk, penghematan biaya

koordinasi mengimbangi biaya duplikasi fungsional yang diciptakan oleh divisionalisasi.

Di pihak lain, konglomerat yang sangat terdiversifikasi merupakan sekumpulan bisnis

yang beraneka ragam, yang masing-masing mungkin memiliki teknologi pemasaran

dan produksi yang sangat berbeda. Bentuk divisional yang demikian adalah struktur

alamiah untuk organisasi semacam itu.

Komplikasi tambahan dalam membagi tugas/keputusan pada kebanyakan

organisasi besaradalah penyebaran geografis dari unitnya. Geografi menambah masalah

koordinasi, terutama ketika unit tersebut melewati batas negara. Perusahaan sekarang

harus diatur berdasarkan wilayah, di mana setiap wilayah memiliki organisasi fungsional

atau produk yang lebih lanjut. Masalah yang sulit timbul ketika hanya ada beberapa

produk dari banyak produk perusahaan tersebut yang dijual di berbagai wilayah. Dalam

situasi semacam itu, organisasi dihadapkan pada pilihan yang sulit antara menduplikasi

divisi produknya di semua wilayah atau menggunakan divisi geografis untuk seluruh

produknya.

Misalnya, pada tahun 1950-an dan 1960-an, EMI, suatu perusahaan multinasional

Inggris yang besar, menemukan dirinya sedang menghadapi masalah ini. Divisi produk

utamanya adalah pada industri musik dan diwakili dengan baik di seluruh dunia oleh

jaringan entitas anak. Akan tetapi, produk elektroniknya yang lain, seperti kulkas

setrika listrik, dan pemanggang roti, merupakan divisi yang terpisah di Inggris. Divisi-divisi tersebut
mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya melalui entitas

anak divisi musik EMI di seluruh dunia. Masalahnya adalah keahlian pemasaran yang

sangat terspesialisasi dibutuhkan untuk industri musik, sehingga membuat keahlian ini

tidak dapat ditransfer ke produk lain. Hasilnya adalah kegagalan untuk menjual banyak

aroduk domestik yang berhasil ke negara lain. Dengan demikian, geografis menciptakan
kebutuhan akan duplikasi fasilitas atau penciptaan struktur campuran di mana pada

numnya struktur fungsional atau divisional yang sederhana akan mencukupi.

MERENCANAKAN AKUNTABILITAS SUMBER DAYA

Langkah kedua dalam memilih struktur adalah merencanakan sistem yang sesual

untuk akuntabilitas sumber daya pada berbagai sub-unit fungsional, produk, atau

wilayah. Biasanya, struktur akuntabilitas sumber daya mengikuti logika dari distribusi

fisik aktivitas dan keputusan yang dicapai oleh penciptaan sub-unit. Empat jenis unit

akuntansi sumber daya yang dikenal dalam literator terdiri atas: pusat biaya, pusat

pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi.

Oleh karena hubungan antara aktivitas/keputusan dan sumber daya yang

digunakan, maka organisasi fungsional terutama menggunakan pusat pendapatan dan

biaya. Demikian pula, karena divisi pada umumnya menggabungkan pemasaran dan

produksi di bawah seorang manajer, maka divisi-divisi tersebut diatur sebagai pusat

laba atau investasi. Hal ini mungkin yang menyebabkan mengapa istilah divisi, pusat

laba, dan desentralisasi kadang kala digunakan bergantian dalam literator.

Namun, desentralisasi sebaiknya tidak diperlakukan sebagai sinonim divisionalisasi

atau dari pusat laba atau investasi. Pusat laba dan pusat investasi adalah unit ekonomi

dasar dalam bisnis manapun dan manajemen sehingga berkepentingan untuk menilai

kelangsungan hidup ekonomisnya. Dengan demikian, sumber daya yang diidentifikasi

dengan unit tidak berkaitan dengan kemampuan seorang manajer untuk membuat

keputusan mengenai sumber daya tersebut. Hal ini terutama berlaku untuk fasilitas

umum, yang selalu ada tidak peduli seberapa banyak pemisahan aktivitas yang terdapat

dalam struktur organisasi. Demikian pula, pusat laba adalah properti struktural

organisasi. Pusat laba membantu dalam proses desentralisasi dengan mendatangkan

perilaku yang diinginkan dari manajer. Hal ini bararti bahwa pusat laba tidak harus
berkaitan dengan aktivitas fisik. Pusat laba dapat dirancang untuk menjadi lebih dari

sekadar atau hanya sebagai batasan yang ditetapkan oleh yurisdiksi formal, wewenang,

dan kendali forma dari seorang manajer unit. Penciptaan pusat laba "artifisial"

semacam ini harus didasari oleh kemampuan para manajer untuk memengaruhi suatu

aktivitas dan bukan berdasarkan apakah manajer tersebut memiliki kendali formal

terhadapnya. Perilaku, dan bukan bagan organisasi formal, sebaiknya menentukan

struktur akuntabilitas sumber daya yang akan diberlakukan pada berbagai sub-unit

dalam organisasi.

Penting untuk diketahui bahwa kriteria keperilakuan digunakan untuk merancang

struktur organisasi yang diusulkan di sini sering kali diabaikan atau dicampuradukkan

dalam praktik dan teori. Banyak buku teks standar mengenai subjek tersebut biasanya

memberikan peringatan terhadap tindakan yang menganggap manajer bertanggung

lawab untuk apa yang disebut dengan "biaya yang tidak dapat dikendalikan." Biaya yang

tidak dapat dikendalikan ini pada umumnya didefinisikan sebagai biaya yang muncul

dari aktivitas di mana seorang manajer tidak memiliki yurisdiksi langsung atau tanggung

jawab lini. Sementara hal ini mungkin merupakan praktik yang baik, kriteria dalan

buku ini menyarankan bahwa dalam beberapa kasus, pelanggaran terhadap pernyataa

ini dapat menguntungkan karena hal tersebut dapat menghasilkan perilaku va

diinginkan dan bukan perilaku yang disfungsional. Oleh karena struktur organisasi yane

terdesentralisasi dirancang untuk menghasilkan perilaku manajerial yang diinginkan

penciptaan sub-unit fisik dan keuangan harus memfasilitasi tujuan ini. Hal ini bera

bahwa hubungan yang ketat antara akuntabilitas tugas/keputusan dan akuntabilitan

keuangan tidak diperlukan di semua situasi.

Sebelum menyimpulkan bagian ini, adalah tepat úntuk memberikan komentan

terhadap evolusi baru-baru ini dari struktur matriks. Struktur semacam itu adalah umu
dalam banyak perusahaan berteknologi tinggi karena hal itu memungkinkan perusahaan

untuk mempertahankan desentralisasi fungsional dan mengatasi masalah koordinasi

yang diciptakan oleh struktur fungsional. Struktur matriks biasanya melibatkan produksi

dari proyek besar atau sekelompok aktivitas dalam program. Tanggung jawab untuk

melaksanakan proyek atau program tersebut biasanya diberikan kepada seorang

manajer, sementara itu pengendalian atas sumber daya tetap berada di tangan manajer

fungsional.

Dengan demikian, struktur matriks berusaha untuk menggabungkan desentralisasi

fungsional dengan desentralisasi divisional. Dualitas ini juga dicerminkan dalam struktur

keuangan, yang mengakumulasikan biaya berdasarkan departemen fungsional (biasanya

pusat laba) dan berdasarkan proyek serta program. Oleh karena manajer proyek atau

program biasanya diambil dari eselon tiga, maka hal ini cenderung meningkatkan

desentralisasi dengan memberikan lebih banyak wewenang dan pengaruh pada manajer

tingkat yang lebih rendah dalam organisasi.

PENGEMBANGAN ANGGARAN DASAR

Pilihan atas struktur yang sesuai merupakan langkah pertama di jalan yang menuju

pada desentralisasi. Tugas yang sama pentingnya adalah pengembangan anggaran

dasar-yakni, sekelompok aturan dan prinsip operasi yang akan mengatur hubungan

antara sub-unitdengan kantór pusat (KP) dan antara satu sub-unit dengan sub-unit yang

lain. Hubungan antara sub-unit dan kantor pusat memerlukan penggambaran aktivitas

di mana sub-unit memiliki wewenang dan tanggung jawab utama, serta cara di mana

kantor pusat mengharapkan manajer sub-unit melaksanakan aktivitas yang diberikan

kepada unitnya. Hubungan antarunit memerlukan penetapan pedoman untuk mengatur

pertukaran antara satu sub-unit dengan sub-unit yang lain.

PENDELEGASIAN AKTIVITAS
Persyaratan penting dari desentralisasi adalah penentuan aktivitas

didelegasikan kepada sub-unit dan aktivitas yang seharusnya dikendalikan secara selntian

Dalam teori, sistem yang terdesentralisasi penuh akan mendelegasikan seluruh aktivitas

yang dapat dipisahkan kepada sub-unit, dengan hanya sedikit atau tidakada sama sekali peran dari
manajemen sentral. Teori produsen automistis dalam ekonomi pasar dengan

persaingan yang sempurna mendekati model ini. Jika pasar semacam itu ada dalam

praktiknya, yang jarang sekali terjadi, maka peran dari otoritas pusat akan menjadi

sekadar peran dari seorang wasit atau sebuah payung. Kebanyakan bisnis tidak pernah

mendekati tingkat desentralisasi semacam ini. Hal itu disebabkan karena manajemen

pusat dari aktivitas tertentu biasanya lebih efisien dibandingkan pelaksanaan secara

terpisah oleh sub-unit. Misalnya, layanan hukum akan lebih ekonomis jika dilaksanakan

secara sentral dan bukan oleh sub-unit bisnis yang terpisah.

Pemeriksaan lebih lanjut menyarankan enam pedoman yang dapat menjelaska

praktik saat ini dan dapat berguna bagi organisasi yang sedang dalam proses untuk

nelakukan desentralisasi. Keenam pedoman tersebut adalah: 1) pemanfaatan bakat

khusus, 2) skala ekonomi, 3) keseragaman, 4) konsekuensi yang bertahan lama, 5)

kerangka waktu, dan 6) dorongan eksperimentasi.

Kebutuhan untuk memanfaatkan atau memberdayakan bakat khusus dengan

sepenuhnya mungkin menjelaskan mengapa aktivitas seperti hukum, komputer, dan

akuntansi desentralisasi. Dalam ekonomi, konsep “lingkup ekonomi"menangkap gagasan

untuk melakukan ekspansi ke aktivitas yang memanfaatkan kapasitas saat ini dengan

lebih baik. Aktivitas ini biasanya memerlukan karyawan terlatih yang jarang terdapat dan

biasanya tersedia sebagai aset yang "tidak dapat dibagi." Untuk menghindari kurangnya

pemberdayaan karyawan yang terlatih, yang mungkin terjadi jika aktivitas tersebut

diduplikasi, kebanyakan organisasi cenderung untuk mensentralisasikan aktivitas

semacam itu.
Pemikiran lainnya yang dikenal mengenai pemanfaatan kapasitas adalah

gagasan mengenai skala ekonomi. Ketika skala ekonomi tersedia, aktivitas cenderung

dikelompokkan dan disentralisasi guna mengeksploitasinya. Aktivitas seperti manajemen

kas dan pembelian desentralisasi karena tingkat bunga dan harga pembelian yang

lebih baik tersedia ketika organisasi melakukan transaksi dalam kuantitas yang lebih

besar. Sub-unit menggabungkan kas atau kebutuhan pembeliannya serta membiarkan

keduanya dikelola secara sentral karena merupakan keputusan yang bagus dalam situasi

ini. Akan tetapi, skala ekonomi diimbangi oleh peningkatan biaya administratif dari

otoritas sentral yang lebih lambat. Hal ini adalah penyebab utama yang mencegah banyak

aktivitas untuk desentralisasi.

Kebutuhan akan keseragaman korporat dalam aktivitas tertentu merupakan alasan

penting lainnya untuk mensentralisasikan aktivitas tersebut. Sebuah contoh yang baik

adalah negosiasi serikat kerja karena kebijakan upah dan tunjangan untuk seluruh

organisasi harus seragam. Sistem akuntansi yang harus sesuai dengan kebutuhan

pelaporan internal maupun eksternal, cenderung seragam karena alasan yang sama.

Faktor lainnya yang menentukan tingkat desentralisasi adalah apakah keputusan

Inempunyai konsekuensi yang bertahan lama bagi organisasi. Pertimbangan utama dalam

mendelegasikan keputusan adalah sampai sejauh mana organisasi dapat menolerir

kesalahan yang dibuat oleh manajernya. Kebebasan untuk gagal merupakan salah

Satu prasyarat penting bagi desentralisasi yang efektif-khususnya jika organisasi

menginginkan pengambilan risiko oleh pihak manajer sub-unit. Hal ini mungkin

enjelaskan mengapa keputusan operasional dalam bidang produksi dan penjualan

cenderung terdesentralisasi. Kesalahan dalam bidang ini bersifat lokal dan umumnya tidak mempunyai
dampak yang bertahan lama. Keputusan mengenai penyusunan

anggaran modal, di lain pihak, membuat organisasi berkomitmen pada proyek dan

pengeluaran yang, karena ukurannya, memiliki konsekuensi yang bertahan lama dan
material bagi organisasi sehingga keputusan ini menjadi desentralisasi.

Salah satu alasan yang populer untuk desentralisasi adalah kerangka waktu di

sentral yang lamban, yang tidak membuat keputusan secara tepat waktu. Sesungguhnya,

ketika waktu adalah hal yang sangat penting, keputusan tidak dapat didesentralisasi

mana keputusan harus diambil. Hal ini merupakan keluhan populer terhadap birok

karena penundaan yang disebabkan oleh kebutuhan untuk mengomunikasikan d

memproses informasi yang relevan. Sementara teknologi komunikasi modern tel

menghilangkan beberapa dari penundaan komunikasi, masalah pemrosesan masih tetan

ada. Hal ini disebabkan karena komunikasi informasi pada hakikatnya memerlukan

agregasi dan peringkasan di mana "kesimpulan" dan bukan “data" yang dikomunikasikan

Penerima agar dapat beroperasi berdasarkan pada sebagian data dan realitas van

mungkin dimiliki oleh pengirim. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa seorane

penerima mungkin harus kembali untuk memperoleh lebih banyak informasi, sehingga

memperlambat pengambilan keputusan. Dengan demikian, timbul pergeseran ke arah

desentralisasi.

Akhirnya, beberapa organisasi melakukan desentralisasi untuk mendorono

eksperimentasi pada tingkatan lokal. Dengan menciptakan sub-unit yang yang memiliki

keterikatan yang longgar antara satu dengan yang lain, ekseprimen dapat dilakukan

dengan hasil yang terbatas pada sebagian kecil segmen dari organisasi. Dengan cara ini,

dampak yang merugikan dari eksperimen menjadi terbatas, sementara dampak yang

menguntungkan dapat diadposi kemudian oleh bagian lainnya dalam organisasi. Produk

baru, metode produksi baru, dan sumber pembelian baru biasanya diperkenalkan di

kebanyakan organisasi setelah berhasil diterapkan di beberapa bagian organisasi.


MENETAPKAN NORMA KEPERILAKUAN

Anggaran dasar harus mengikuti pembagian aktivitas dengan menyatakan norma

keperilakuan yang diharapkan oleh kantor pusat dari manajer sub-unit dalam

melaksanakan aktivitas ini. Misalnya, sementara unit mungkin bebas untuk membuat

semua keputusan mengenai produk, kantor pusat mungkin mengharapkan agar

keputusan semacam itu didasarkan pada pertimbangan terhadap profitabilitas jangka

panjang. Tersedia beberapa opsi untuk mengomunikasikan norma keperilakuan yang

diinginkan. Norma keperilakuan yang paling penting adalah: sosialisasi, spesiulisası,

standardisasi, dan formalisasi. Semua metode ini menyediakan suatu cara di mana

kantor pusat dapat mengomunikasikan keinginan atau situasi strukturnya sehingga

keputusan dan tindakan yang diambil oleh sub-unit sesuai dengan norma perilaku yang

dapat diterima. Sebelum membicarakan bagaimana metode ini dapat digunakan untuk

menetapkan norma perilaku, adalah penting untuk menyadari bahwa penggunaannya

mengandung bahaya nyata mengubah suatu organisasi dari desentralisasi ke sentralisası.

Pengendalian perilaku secara langsung atau melalui pengendalian terhadap dasal

dasar pemikiran yang mana keputusan dibuat mengalahkan filosofi yang mendorong

manajer independen dan otonom. Dalam meninjau bukti empiris mengenai subjek ini, Jennergen sampai
kepada kesimpulan bahwa spesialisasi, standardisasi, dan

formalisasi merupakan cara tidak langsung untuk mengendalikan perilaku sehingga

memperkenalkan sentralisasi. Oleh karena itu, penting bahwa kantor pusat hendaknya

menggunakan teknik-teknik ini untuk mengomunikasikan norma dan tidak untuk

mendikte atau mengendalikan perilaku dari sub-unit.

Sosialisasi adalah proses melakukan orientasi terhadap anggota baru mengenai

norma pada organisasi. Sosialisasi mungkin merupakan teknik terpenting yang


digunakan untuk mengomunikasikan perilaku yang dapat diterima. Perusahaan

menggunakan program orientasi dan pelatihan yang terperinci, menciptakan mitos

dan cerita, serta menggunakan teknik lain semacam itu untuk menginduksi individu ke

dalam sistem nilai perusahaan tersebut. Akhir-akhir ini, banyak tekanan telah diberikan

pada teknik tersebut sebagai cara untuk menciptakan "budaya perusahaan." Gagasan

acar dibalik pemikiran mengenai budaya perusahaan adalah bahwa hal tersebut

merupakan cara yang efektif untuk menanamkan dalam diri manajer pada sistem nilai

yang akan mengarahkan tindakan manajer. Sosialisasi adalah cara yang paling efektif

dalam mengomunikasikan nilai organisasi seperti kualitas dan layanan. Sosialisası

danat membantu dalam desentralisasi jika kebebasan untuk membuat kesalahan dan

mengambil risikO ada dalam nilai-nilai yang didukung oleh organisasi.

Spesialisasi mengacu pada jumlah keahlian khusus dan tingkat profesionalisasi

dalam organisasi. Profesionalisasi sangat penting karena penggunaan tenaga profesional

oleh organisasi berarti sosialisasi dalam norma-norma dari profesi mereka sebelum

bergabung dengan organisasi. Para profesional juga cenderung untuk menjadi cukup

otonom dan independen dalam orientasi mereka. Selama nilai organisasi tidak

bertentangan dengan nilai profesional, peningkatan profesionalisasi akan memastikan

bahwa perilaku organisasi diatur oleh norma yang dapar diterima dalam unit yang

terdesentralisasi.

Standardisasi mengacu pada sejauh mana aturan standar berfungsi. Standardisasi

harus dibuat perbedaan antara perilaku standar, seperti kode etik, dan perilaku

terstandardisasi, seperti memproduksi produk sesuai dengan standar kualitas. Perilaku

standar adalah konsisten dengan desentralisasi, perilaku terstandardisasi tidaklah

demikian. Penggunaan standar untuk mengomunikasikan norma perilaku adalah

konsisten hanya jika standar semacam itu bersifat luas dan tidak dapat menspesifikasikan
hasil yang aktual. Misalnya, standar seleksi karyawan, yang harus konsisten dengan

pedoman tindakan yang disetujui, adalah konsisten dengan desentralisasi; sementara

standar yang mendikte kualifikasi, pengalaman, atau gender dari calon karyawan

tidaklah demikian.

Formalisasi, atau tingkat sampai sejauh mana terdapat peraturan, prosedur,

dan rutinitas tertulis, merupakan teknik lain untuk mengomunikasikan norma.

Ketergantungan yang ekstensif pada formalisasi kemungkinan besar akan menghambat

esentralisasi karena pedoman yang luas pada umumnya sulit untuk diubah menjadi

Sekadar rutinitas. Seperti standardisasi, desentralisasi dapat dipelihara hanya jika

pedoman tertulis bersifat luas dan tidak mencoba untuk mengendalikan perilaku

tertentu. Ketika digabungkan dengan penugasan aktivitas, proses sosialisasi, spesialisasi,

dandardisasi, dan formalisasi mengatakan kepada manajer sub-unit mengenai bidang

takan dan seberapa besar ruang yang mereka miliki untuk bertindak.

Anda mungkin juga menyukai