Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Epidemiologi Penyakit Menular

“Kusta”

Diajurkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah epidemiologi penyakit menular yang di
ampu oleh :

Disusun oleh:

Nama NIM
Fitria Anisa BK117012
Meysi wulandari BK1170
M fauzi saputra BK1170

Mata kuliah:

Epidemiologi penyakit menular

Prodi S-1 Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Kesehtan

Universitas Bhakti Kencana

Jl. Soekarno Hatta No.754, Cibiru, Bandung, Jawa Barat

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim.

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Illahi Robbi Alhamdulillah berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis telah berhasil menyusun makalah yang berjudul “epidemiologi
penyakit menular kusta”.

Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini, tiada lain untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah yang disampaikan oleh . Disamping itu, makalah ini disusun untuk memberikan
pengetahuan dan wawasan penulis tentang “epidemiologi penyakit menular kusta”.

Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik yang baik sangat penulis harapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis pada
khususnya maupun bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, 09 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 5
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi................................................................................................................. 6

2.2 Distribrusi Penyaki............................................................................................... 6

2.3 Etiologi................................................................................................................. 8

2.4 Penularan.............................................................................................................. 9

2.5 Masa Inkubasi...................................................................................................... 9

2.6 Gambaran Klinis.................................................................................................. 9

2.7 Faktor Resiko....................................................................................................... 10

2.8 Patogenesis........................................................................................................... 11

2.9 Cara Pemberantasan dan Pencegahan.................................................................. 11

2.10 Pengobatan......................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 14

3.2 Saran..................................................................................................................... 15

iii
²

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak setiap warga negara indonesia yang termaktub pada UUD
NRI 1945 pada Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menjelaskan betapa pentingnya kesehatan
bagi suatu negara, kemajuan suatu negara dapat dilihat dari Indeks Pembanguan
Manusia yang diukur oleh 3 variabel yaitu : pendidikan, kesehatan, dan ekonomi IPM.

Gambar 1. Penyebaran Kusta di dunia (WHO,2012)


Indonesia berada pada urutan ke 108 dari 187 negara dengan nilai 0.684
(UNDP,2013). Indonesia sebagai negara ber penduduk 237.641.326 jiwa (Sensus
Penduduk, 2010) yang akan diprediksi mengapi bonus demografi pada tahun 2020-
2035 haruslah menjaga produktifitas masyarakatnya. Produktifitas tanpa kesehatan
tak akan ada artinya. Indonesia merupakan negara dengan letak geografis yang stategis.
Dengan iklim yang dimana banyak virus atau bakteri dapat berkembang dengan baik.
Maka tidak heran Indonesia merupakan negara dengan tingkat prevalensi penyakit
menular yang banyak. Sebanyak 11 dari 20 jenis Neglected Tropical Disease (NTD)
terdapat di Indonesia, yaitu Filariasis, Kecacingan, Schistosomiasis, Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF), Rabies, Frambusia, Lepra, Japanese B. Encephalitis,
Cysticercosis, Fasciolopsis, dan Anthrax. Salah satunya adalah kusta.
Kusta atau juga biasa disebut dengan Morbus Hansen dengan segala faktor
penyebarannya membuat Indonesia menjadi negara ke-3 dengan prevalensi kusta

5
tertinggi setelah (WHO,2012) dengan provinsi Jawa Timur mendominasi sumbangan
kasus sebanyak 4.132 (Pusdatin,2013).
Kusta ini sebenarnya dapat disembuhkan jika diagnosis dilakukan lebih dini,
sehinga pencegahan dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat kusta yang biasanya
menyebabkan stigma di masyarakat (WHO,2012).
Rapor merah pemerintah Indonesia yang harus diperjuangkan yaitu
menurunkan penyakit menular agar bisa fokus pada pengembangan negara di aspek
lainnya

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Merupakan penyakit infeksi mikobakterium yang bersifat kronik progresif, mula-mula
menyerang saraf tepi dan kemudian terdapat manifestasi kulit. (Siregar,2004).
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf
tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa
diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan
kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitor yang
beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebgitu
mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan
kusta. (Pusdatin,2015)
Gambar Penyakit Kusta

2.2 Distribusi Penyakit

7
Data di atas menunjukan di beberapa benua mengalami penurunan prevalensi, namun
tidak di Asia Tenggara. Bahkan terjadi keaikan yang signifikan. Ditambah dalam
Gambar. 1 yang memprihatinkan adalah Indonesia menduduki posisi pertama
penyumbang prevalensi tersebut dan menjadi nomer 3 secara global setelah Brazil dan
India.
Hal ini bukanlah suatu prestasi, namun jadi nilai merah pemerintah Indonesia.
Dihubungkan dengan kusta adalah penyakit yang biasa diidap oleh sosio ekonomi
rendah maka tergambar bahwa masyarakat Indonesia makin banyak yang
bersosioekonomi rendah. Meskipun IPM tiap tahunnya ada kenaikan meskipun tidak
signifikan. Apalagi kusta sangat erat dengan stigma. Ini sangat berdampak pada
produktifitas negara juga banyak yang mengidap kusta dan akhirnya lebih memilih
memasung diri di rumah agar tidak terlabel oleh masyarakat.

8
Sebuah penelitian di India mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan dan
umur ada kaitannya dengan kejadian kusta.

2.3 Etiologi
Penyakit kusta telah menyerang manusia sepanjang sejarah. Banyak para ahli percaya
bahwa tulisan pertama tentang ksta muncul dalam sebuah dokumen Papirus Mesir
ditulis sekitar tahun 1550 SM. Sekitar tahun 600 SM, ditemukan sebuah tulisan
berbahsa india menggambarkan penyakit yang menyerupai kusta. Di Erpo, kusta
pertama kali muncul dalam catatan Yunan Kuno setelah tentara Alexander Agung
kembali dari India. Kemudian di Roma pad 62 SM bertepatan dengan kembalinya
pasukan Pompei dari Asia kecil.
Pada tahun 1973, Dr Gerhard Armauer Henrik Hanen dari Norwegia adalah
orang pertama yang mengidentifikasi kuman yang menyeabkan penyakit kusat di
bawah mikroskop. Penemuan Mycobacterium leprae membuktikan bahwa kusta
disebabkan oleh kuman, dan dengan demikian tidak turun menurun, dari kutukan atau
dari dosa. (Pusdatin,2015).

9
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium Leprae yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 8 mikron, lebr 0,2 – 0,5 mikron biasanya,
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel, dan bersifat tahan asam
(BTA).
Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12 –
21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya rata-rata 2 – 5 tahun. Penyakit kusta
dapat ditularkan kepada orang lain melalui salurasan pernapasan dan kontak kulit,
bakteri kusta ini banyak terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan mukosa, hidung.
2.4 Penularan
Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di
dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya
sangat berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung
pada penderita kusta tipe Lepromatosa yang tidak diobati, dan hasil terbukti dapat
hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering. Ulkus kulitpada penderita kusta
Lepromatusa dapat menjadi sumber penyebar hasil. Organisme kemungkinan masuk
melalui saluran pernapasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-
anak di bawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta.
2.5 Masa Inkubasi
Masa Inkubasi berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata-rata adalah 4 tahun
untuk kusta Lepromatosa. Penyakit ini jarang sekali ditemukan pada anak-anak di
bawah usia 3 tahun, meskipun, lebih dari 50 kasus telah ditemukan pada anak-anak
dibawah usia 1 tahun, yang paling muda adalah usia 2,5 bulan.
2.6 Gambaran Klinis
Tiga gejala utama (Cardinal Sign) penyakit kusta adalah :
1. Macula Hipopigmentasi atau anestesi pada kulit
2. Kerusakan saraf perifer
3. Hasil pemeriksaan laboratorium dari kerokan kulit menunjukkan BTA.

Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada
diantara dua bentuk klinis dari lepra yaitu bentuk Lepromatosa dan Tuberkuloid.

 Pada kusa bentuk Lepromatosa :


1. Kelainan kulit berbentuk

10
Nodula, Papula, Macula dan Infilrate yang difus tersebar simetris bilateral dan
biasanya ekstensif dan dalam jumlah banyak. Tekananya daerah hidung dapat
membentuk krusta, tersumbanya jalan nafas dan dapat terjadi episaksis.
2. Mata dapat menimbulkan : Iritis dan Keratis.
 Pada kusta tipe tuberkuloid :
1. Lesi kulit tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa atau hipotesis asimitris
bilateral.
2. Syaraf biasanya cenderung menjadi semakin berat

Kusta bentuk Bordeline mempunyai gambaran dari kedua tipe kusta dan lebih labil.
Mereka diobati dengan benar dan menjadi tipe Tuberkuloid pada penderita yang
diobati dengan benar.

Bentuk awal dari kusta ditandai dengan munculnya Macula Hipopigmentasi


dengan batas lesi yang tegas yang dapat berkembang menjadi bentuk tuberkuloid,
Bordeline atau bentuk Lepromatosa. Gejala klinis dari kusta dapat juga berupa
“Reaksi Kusta” yaitu dengan episode akut dan berat. Rekasi kusta ini disebutkan
dengan nama Erythema Nodosum Leprosum pada penderita tipe Lepromatosa dan
disebut dengan reaksi terbalik pada kusta Borderline.

Diagnosa klinis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan kulit secara


lengkap dengan menemukan tanda-tanda terserangnya saraf tepi berupa gejapa
Hipestasia, Anesthesia, Paralysis pada otot dan Ulkus Tropikum.

2.7 Faktor Resiko


Terdapat beberapa faktor resiko antara lain :
a. Bangsa atau ras pada ras kulit hitam insiden bentuk tuberkuloid lebih tinggi. Pada
kulit putih lebih cenderung tipe lepromatosa.
b. Sosio ekonomi banyak pada negara berkembang dan golongan ekonomi rendah.
Kurang makan makanan yang bergizi juga hygiene karna faktor ekonomi biasa
terjadi. Yang penting makan entah itu bergizi atau tidak.
c. Kebersihan Lingkungan yang kurang memenuhi kriteria sehat. Lingkungan kotor
menjadi tempat berkembangnya vektor maupun sumber. Menjadi enabler
bertumbuh pesatnya kuman atau bakteri di tempat tetentu.
d. Turunan tampaknya faktor genetik berperan penting dalam penularan penyakit ini.
Namun penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang dikandung ibu lepra.

11
e. Penyakit HIV dan TB dapat memperparah penyakit kusta ini.
f. Tidak imunisasi BCG juga merupakan faktor resikonya.
2.8 Patogenesis

Menurut kongres internasional Madrid 1953, lepra dibagi atas tipe Indeterminan, tipe
tuberkoloid (T), tipe lepromatosa dan tipe borderline(B). Ridley Jopling(1960)
membaginya menjadi: I,TT, BT, BB, BL dan LL. Pembagian Madrid sering untuk segi
praktis di lapangan, sedang pembagianRIdley Jopling terutama dipakai untuk penelitian
dan pengobatan di pusat penelitian dan leprosaria.
2.9 Cara Pemberantasan dan Pencegahan
1. Penyuluhan kesehatan harus menekankan [ada pemberian infromasi tentang telah
tersediannya obat-obatan yang efektif, tidak terjadi penularan pada penderita yang
berobat teratur serta upaya pencegahan cacat fisik dan sosial.
2. Lakukan pencarian penderiVa, khususnya penderita tipe multisiler yang menular,
dan berikan pengobatan kombinasi “Multidrug therapy) sedini mungkin secara
teratur dengan berobat jalan jika memungkinkan.
3. Kerjasama lintas program dan lintas sektor

12
4. Meningkatkan keterampilan petugas.
5. Penemuan, pengobatan, dan pencegahan cacat.
Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan
• Promosi kesehatan, berupa edukasi mengenai kusta.
• Perlindungan khusus, contohnya imunisasi BCG.
• Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi Drug Therapy
• Pembatasan cacat.
• Rehabilitasi.
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah. Membangun perekonomian
bangsa salah satunya, ditambah perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi
pengidap kusta haruslah diperjuangkan.
Adapula strategi WHO dalam eliminasi kusta :
a) Memastikan akes dan tidak terganngunya pelayanan MDT yang tersedia untuk
penderita dengan pengantaran obat ke pasien atau pasien bisa mengambil di
b) Memberanikan pelaporan untuk mendapatkan pengobatan segera dengan
mempromosikan tingkat kesadaran komunitas dan presepsi tentang kusta.
c) Memantau pelayanan MDT, kualitan pelayanan pasien dan menciptakan progress dr
penyakit.
d) Kesinambungan dan komitmen oleh program nasional dengan terus dukungan
secara nasional maupun internasional. Menaikan pemberdayaan mantan pengidap
kusta,bersama-sama membuat mereka lebih mengambil peran pada lingkungannya
akan membawa dunia tanpa kusta.
2.10 Pengobatan
Kriteria penentuan tipe pengobatan kusta dengan cara MDT (Multidrug Therapy)
Versi WHO dijelaskan berikut ini :

OBAT PB MB
Rifampisin 600 mg/bulan 600 mg/bulan
Lemprene - 600 mg/bulan
Lemprene - 600 mg/hari
DDS 100 mg/bulan 600 mg/bulan
DDS 100 mg/hari 600 mg/hari

Dosis Anak > Rifamsin : 10 – 15 mg/kg/bulan


DDS : 1 – 2 mg/kg/hari

13
Lempere : 100mg/minggu, 50mg/bulan
Pengobaan > PB : 9 bulan, MB : 18 bulan

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala
kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai
dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya
saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan
mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati
dari luar.
Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di
masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebgitu mudah seperti
pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan
• Promosi kesehatan, berupa edukasi mengenai kusta.
• Perlindungan khusus, contohnya imunisasi BCG.
• Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi Drug Therapy
• Pembatasan cacat.
• Rehabilitasi.

3.2 Saran
Indonesia merupkan negara ke-3 penyumbang terbesar prevalesi Maka Banyak hal
yang bisa dilakukan untuk menceganya. Membangun perekonomian bangsa salah
satunya, ditambah perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi pengidap kusta
haruslah diperjuangkan.
Pemusatan pada promotif dan preventif untuk eliminasi Kusta adalah jalan keluar
yang nyata.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bello, Ajediran et. (2013) Al Health related quality of life amongst people affected by
leprosy in South Ghana: A needs assessment. Lepr Rev (2013) 84, 76–84

https://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Mar13/LR_Mar13_1741.pdf (diakses pada


08 November 2015)

Harahap, Marwali. (2013). Ilmu Penyakit Kulit. Jakatra : Penerbit Hipokrates Human Rights
Council. (2008). Elimination of discrimination against persons affected by leprosy
and their family member.
http://ap.ohchr.org/documents/E/HRC/resolutions/A_HRC_RES_8_13.pdf (diakses
pada 8 november 2015) Kemenkes RI. (2015). Infodatin Kusta. Jakarta
Lusli, Mimi et al. (2015). Lay and peer counsellors to reduce leprosy-related stigma –
lessons learnt in Cirebon, Indonesia. Lepr Rev (2015) 86, 37–53
http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Mar15/1959.pdf (diakses pada 08
November 2015)
Siregar. (2013). Altas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Raju et al. (2015). What stops people completing multi-drug therapy? Ranked
perspectives of people with leprosy, their head of family and neighbours – across
four Indian states. Lepr Rev (2015) 86, 6–20
http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Mar15/1970.pdf (diakses pada 08
November 2015)
WHO. (2012). WHO Expert Committee on Leprosy : Eight repot. Geneva : WHO Press
WHO. (2012). Weekly Epidemiological Record. No. 34, 2012, 87, 317–328
http://www.who.int/wer (diakses pada 8 november 2015)
http://www.who.int/entity/mediacentre/factsheets/fs101/en/ (diakes pada 8 november
2015)

16
17

Anda mungkin juga menyukai