Anda di halaman 1dari 14

PERENCANAAN PARSIPATORY

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok berupa makalah pada mata kuliah
Manajemen Perencanaan Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Amiruddin Siahaan, M. Pd

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 08


Lailul Adha Aceh : 0307183143
Fitri Romaito Harahap : 0307183132
Deby Yulinar Saragih : 0307183145
Muhammad Ilham Ramadhan Nst : 0307182058

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan tugas
makalah kami ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikan dengan baik tugas makalah kami ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya tugas
makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah
banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan tugas makalah kami ini. Semoga
tugas kami ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, Walaupun
tugas kami ini memiliki kelebihan dan kekurangan, Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya, Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 22 Juni 2021

KELOMPOK VIII

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan.............................................................................................................. 3
A. Pengertian Perencanaan Parsipatory........................................................................ 3
B. Pendekatan Perencanaan Parsipatory...................................................................... 3
C. Permasalahan Dalam Perencanaan Parsipatory....................................................... 8
Bab III Penutup.................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................................................ 10
Daftar Pustaka...................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi masyarakat sering diperbincangkan diberbagai wilayah, baik


didaerah kota maupun pedesaan, karena dapat kita lihat begitu besar pengaruh dari
partisipasi tersebut, partisipasi masyarakat ini sangat menentukan keberhasilan suatu
perencanaan atau program-program yang ada disekitar mereka, keberhasilan suatu
program tanpa adanya partisipasi masyarakat tidak akan berjalan dengan baik, keikut
sertaan masyarakat akan sangat dibutuhkan dalam perencanaan atau program, agar
program berjalan dengan mestinya. Program-program yang direncanakan pastinya
berkaitan besar dengan pembangunan masyarakat. Untuk itu masyarakat dituntut
untuk ikut serta dalam pembangunan tersebut.
Agar pembangunan berjalan sebagaimana yang kita harapkan, maka
diperlukan partisipasi dari masyarakat dalam menjalankan aktivitas pembangunan
tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan
memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang
samastrategi yang diterapkan adalah melalui strategi penyadaran.
Merencanakan suatu program bukan merupakan pekerjaan yang mudah, suatu
program yang baik harus sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang di hadapi oleh
masyarakat yang menjadi sasaran dari program tersebut, semakin beragam dan
kompleks kebutuhan dan permasalahan dari kelompok sasaran, akan semakin rumit
penyusunan perencanaan suatu program. Masyarakat (kelompok sasaran) mempunyai
karakteristik tertentu. Masyarakat memiliki kebutuhan dan minat yang beragram,
kemampuan mereka dalam menganalisis situasi yang dihadapi juga beragam,
kemampuan mereka dalam mengambil keputusan juga tidak sama antar kelompok
masyarakat satu dengan lainnya.

.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan perencanaan parsipatory ?
b. Apa saja pendekatan perencanaa parsipatory ?
c. Apa saja permasalahan dalam perencanaan parsipatory ?
C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian dari perencanaan parsipatory.


b. Untuk mengetahui apa saja pendekatan dalam perencanaan parsipatory.

1
c. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang tedapat dalam perencanaan
parsipatory.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perencanaan Partisipatory
Kata partisipatori berasal dari kata partisipasi yaitu pelibatan seseorang atau beberapa
orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang
menyertakan beberapa yang berkepentingan dalam mendesain sesuatu yang dipertentangkan
dengan merancang yang hanya dibuat oleh seseorang atau beberapa orang atas dasar
kekuasaan kedudukan, seperti perencana di tingkat pusat kepala-kepala kantor pendidikan di
daerah, dan para kepala sekolah. Perencanaan partisipatori banyak menyertakan orang-orang
daerah yang memiliki keperluan atas obyek yang direncanakan.
Perencanaan partisipatif mulai diketahui secara luas sejak munculnya metode
partisipatif yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal. Metode ini memprioritaskan
adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam mendesain pembangunan (penyelesaian
masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengenalan masalah sampai pada penentuan skala
prioritas.
Perencanaan partisipatif saat ini mulai merambat ke tingkat makro atau lebih pada
peningkatan kebijakan, biasanya kegiatan ini lebih banyak dilakukan oleh Lembaga Non
Pemerintah (NGO’s). Selain itu perencanaan partisipatif banyak dilakukan di tingkat mikro
contohnya pada tingkat masyarakat maupun di tingkat individu.
Secara garis besar perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah
mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk
menyelesaikan masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif penyelesaian
masalah apa yang ingin mereka atasi.
Istilah Partisipasi menurut Mikkelsen biasanya digunakan di masyarakat dalam berbagai
makna umum, diantaranya: (2005, 53-54).1
Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek
(pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima
dan merespons berbagai proyek pembangunan. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang
bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan
mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog
antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan,
pengimplenetasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi
tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat. Partisipasi adalah
keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh
masyarakat. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan
lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri.
Tiga bentuk partisipasi (Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54) 2

1
Mikkelsen (2005, 53-54)
2
Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54
3
1. Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga
donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2. Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi
pembiayaan pryek.
3. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk
melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan
rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif
pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers,
1991, 154-155) 3
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhandan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau proram pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih
mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap
program tersebut.
3. Karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam proses pembangunan.
Alasan lainnya dikemukakan oleh Amartya Sen dimana Ia mengemukana ada 3 alasan
mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif (Amartya Sen, 1999:148) 4
1. Demokrasi dan partisipasi sangat penting peranannya dalam pengembangan kemampuan
dasar.
2. Instrumental role untuk memastikan bahwa rakyat bisa mengungkapkan dan mendukung
klaim atas hak-hak mereka, di bidang politik maupun ekonomi
3. Constructive role dalam merumuskan “kebutuhan” rakyat dalam konteks sosial.
4. Sejarah Partisitasi dalam Pembangunan.
Pada tahun 1970-an Partisipasi lebih dikenal sebagai usaha untuk mengentaskan
kemiskinan dan berkaitan dengan kases terhadap sumber-sumber pembangunan. Ada 3
perspektif besar:
1. Masyarakat berpartisipasi sebagai pihak yang menerima manfaat dari pembangunan.
Partisipasi dilakukan untuk masyarakat, umumnya masyarakat diundang untuk

3
Conyers, 1991, 154-155
4
Amartya Sen, 1999:148
4
ditanyakan apa kebutuhan mereka yang nantinya akan dimasukkan dalam program
pembangunan.
2. Partisipasi dilihat sebagai suatu proses dan di kendalikan oleh orang-orang yang
mengenalikan pembangunan. Partisipasi ini berkaitan pula dengan demokrasi dan
keadilan.
3. Partisipasi melibatkan bekerja dengan masyarakat daripada bekerja untuk mereka.
Partisipasi bentuk ini lebih melihat hubungan antara pelaksana pembangunan dan
pemanfaan hasil pembangunan.
Pada tahun 1980-an Partisipasi dikenal dengan istilah Proyek dalam Masyarakat, dan ini
menyebabkan semakin dikenalnya partisipasi sebagai suatu pendekatan dalam proyek-proyek
dan program-program pembangunan. Terdapat 2 paradigma yang berkembang saat ini, yaitu:
1. Metode yang dipromosikan oleh lembaga-lembaga seperti Stakeholder analysis, social
analysis, beneficiary assessment, logical framework analysis. Semua ini merupakan
toolkits yang diterapkan oleh perencana sosial untuk mempromosikan partisipasi
ditingkat pemangku kepentingan dalam melakukan pengidentifikasian di tingkat awal.
2. Metode-metode yang dipromosikan oleh pengembang metode partisipatori seperti
PRA, Rapid Rural Appraisal, Partisipatory Learning and Action, Partisipatory
Appraisal and Learning Methods dan sebagainya yang memungkina masyarakat untuk
berbagi, mengenal dan menganalisa pengetahuan yang mereka miliki serta kondisi
mereka dan melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 1990-an Partisipasi lebih dilihat sebagai kemitraan, koordinasi atau
kepemilikan dari program dan adanya fungsi kontrol/ kendali dari masyarakat itu sendii
terhadap sumber daya yang mereka miliki. Pada dekade ini mulai ada perubahan paradigma
mengenai apa yang disebut masyarakat, mulai ada perubahan dari penerima manfaat dari
pembangunan kepada pemangku kepentingan, dengan asumsi kalau masyarakat disebut
sebagai penerima manfaat sifatnya lebih pasif dibandingkan dengan masyarakat sebagai
pemangku kepentingan.
Pada tahun 2000-an Partisipasi mulai berubah yang dahulu hanya berkisar pada
lingkungan mikro saat ini mulai merambah ke tataran makro, dengan adanya partisipasi
dalam penentuan atau pembentukan kebijakan.

B. Pendekatan Perencaam Parsipatory

Melakukan perencanaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan sesuatu


membutuhkan keahlian, sebab itu muncullah ahli-ahli perencanaan dalam segala bidang.
Perencanaan-perencanaan itu dikerjakan oleh ahli bersangkutan. Hal itu wajar karena
memang tugasnya yang sesuai dengan keahliannya. Mereka bekerja atas dasar data yang
diperoleh di lapangan. Namun sayang, data yang dibuat tidak pernah lengkap, lebih-lebih
lengkap dalam arti mencakup data yang subtle yang bersifat pribadi dan rahasia.
Tugas utama para ahli perencanaan sesungguhnya adalah membina perencana-
perencana tingkat lokal atau daerah, agar mereka dapat merencanakan daerahnya masing-

5
masing dengan baik. Hanya mereka sebenarnya dapat merencanakan lembaga atau
lembaga-lembaga pendidikannya dengan baik, sebab mereka yang tahu kondisi
daerahnya, cita-cita masyarakat, kemampuan masyarakat dan lembaga mereka yang
menghayati keadaan itu dan mereka pula yang sangat berkepentingan akan hasil
pembaharuan lewat perencanaan itu. Para ahli perencanaan di tingkat pusat dan propinsi
tentu merasa gembira karena para anak buah yang di asuhnya dapat menghasilkan karya
perencanaan yang baik.
Jadi perencanaan sekarang tidak lagi memakai pendekatan tradisional yang kebutuhan
pendidikannya ditentukan dari luar seperti konsultan atau administrator tertinggi. Tetapi
memakai pendekatan baru yaitu para penentuan kebutuhan itulah yang melakukan
perencanaan sendiri. Inilah yang disebut perencanaan partisipatori. Dengan asumsi para
pengidentifikasi kebutuhan dapat merencanakan perubahan secara efektif. Hasil
penelitian menunjukkan motivasi-motivasi yang paling kuat terhadap kebutuhan akan
perubahan adalah bila kebutuhan itu diidentifikasi oleh tingkat lokal.
Berikut ini, perbedaan perencanaan tradisional dengan perencanaan partisipatori
antara lain:
Perencanaan Tradisional Perencanaan Partisipatori

1.Peranan perencanaan pendidikan 1. Perencanaan terpadu dalam proses


dibawah arahan pengembangan ekonomi. pengambilan keputusan secara
menyeluruh.

2. Penilaian kuantitatif pada input output 2. Penilaian pada program dan tujuan
selaku tenaga kerja. sistem pendidikan.

3. Perencanaan tingkat nasional. 3. Perencanaan desentralisasi

Menurut Conyers (1991) ada tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif
dibutuhkan, yaitu: 5
1. Alasan pertama partisipasi masyarakat adalah suatu alat guna mendapatkan informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya
program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih membenarkan kegiatan atau
program pembangunan jika merasa disertakan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih memahami hal ihwal program tersebut dan
akan mempunyai rasa memiliki pada program tersebut.
3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi
bila masyarakat disertakan dalam proses pembangunan.
Pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya, hendaknya melibatkan seluruh lapisan masyarakat selaku
5
Conyers (1991)
6
subyek pembangunan, dengan cara mengutamakan peran serta masyarakat sejak tahap
perencanaan sampai tahap pemeliharaan hasil pembangunannya. Hal ini merupakan suatu
wujud penghargaan terhadap kemampuan, harkat, dan martabat masyarakat.
Suatu kegiatan pembangunan terdiri dari tahap perencanaan, tahap perancangan, tahap
konstruksi, tahap operasional dan pemeliharaan. Perencanaan partsitipatif diartikan selaku
terlibatnya berbagai aktor pembangunan, yang terdiri dari masyarakat, pemerintah, dan
swasta, yang difasilitasi dan dimotivasi oleh perguruan tinggi selaku institusi pengembangan
Ipteks pada setiap tahapan pembangunan, sesuai dengan sumberdaya pembangunan yang
dikuasainya. Pelibatan atau keikut-sertaan masyarakat yang berkepentingan dengan hasil
pembangunan, pada setiap tahapan pembangunan sangatlah penting, agar pembangunan yang
yang dilakukan dapat lebih didasarkan pada kajian-kajian terhadap masalah yang dihadapi
dan potensi yang tersedia di dalam masyarakat. Melalui metode perencanaan partisipatif
diinginkan ada hubungan yang erat antara masyarakat dengan kelembagaan masyarakat
seterusnya. Masyarakat diberi kesempatan untuk menyatakan masalah yang dihadapi dan
gagasan-gagasan selaku masukan untuk berlangsungnya proses perencanaan berdasarkan
kemampuan warga masyarakat.
Pada prinsipnya, perencanaan partisipatif merupakan metode atau cara perencanaan
yang memfungsikan kelembagaan masyarakat secara nyata di dalam setiap tahapan
pembangunan, sesuai dengan sumberdaya pembangunan yang dikuasainya. Dengan cara ini
diharapkan masyarakat mau dan mampu melaksanakan, memelihara, dan menindak-lanjuti
hasil-hasil pembangunan. (http://studyandlearningnow.blogspot.com, 2013) Penerapan
metode pendekatan perencanaan partisipatif diharapkan dapat menampung semua
permasalahan dan potensi yang ada masyarakat. Dengan metode ini dapat diperoleh suatu
gambaran umum yang akurat mengenai keadaan dan situasi obyek atau kawasan
pembangunan serta aspek-aspek kehidupan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
khusus dalam melaksanakan pembangunan di desa. Dalam metoda perencanaan partisipatif
ini dimungkinkan semua warga atau kelompok dalam masyarakat berhak dan dapat berperan
dalam pembangunansesuai dengan kebutuhan dan permasalahan nyata yang dihadapi
masyarakat.
Kegagalan metoda partisipatif ini, yang antara lain ditandai dengan muncul dari
adanya masyarakat yang tidak tergerak untuk mendukung atau berpartisipasi dalam suatu
program atau kegiatan pembangunan, antara lain disebabkan oleh:
(http://studyandlearningnow.blogspot.com, 2013): masyarakat tidak diikutsertakan sejak dari
penyusunan perencanaan program pembangunan, masyarakat belum cukup mendapatkan
penghargaan berupa kesempatan, dan penghargaan terhadap partisipasi yang layak,
kemampuan masyarakat yangterbatas, kurang memberikan hasil yang diharapkan, tata nilai
dan budaya masyarakat yang belum siap untuk mampu berpartisipasi aktif dalam
pembangunan, suatu pembangunan dengan pendekatan partisipatory yang berhasil ditandai
dengan terjalinnya hubungan yang terus menerus antara aktor-aktor pembangunan
(masyarakat, pemerintah, swasta, dan institusi pendidikan), masyarakat atau kelompok
masyarakat berperan penting dalam pengambilan keputusan, mulai dari merumuskan
permasalahan yang dihadapi sampaimengemukakan gagasan-gagasan pemecahan
permasalahan selaku masukan berharga, setiap tahapan pembangunan dari perencanaan,

7
pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan berlangsungsesuai dengan kemampuan warga
masyarakat itu sendiri.
C. Permasalahan Dalam Perencanaan Parsipatory
Keterlibatan masyarakat akan terjadi secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara
desentralisasi, dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan
masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena
masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat mereka atau
partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
Partisipasi akan sulit terjadi apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau
tidak mempunyai gagasan mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka
tidak mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta hal-
hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka.
Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara pihak pemerintah dan masyarakat.
Batasan dari wilayah kerja dapat menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas
wilayah administratif atau batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan
dibina dibatasi oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat
yang akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan luas
wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan pelibatan partisipasi
masyarakat.
Permasalah lain adalah berkaitan dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil
masyarakat yang ditunjuk sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan
sosial tidak mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat
bahwa masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila perwakilan
yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
Adanya kesenjangan komunikasi antara perencana sosial dengan petugas lapangan yang
bertugas mengumpulkan informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk
melibatkan masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan
masyarakat lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
Tidak terpenuhinya harapan juga turut menghambat adanya partisipasi msyarakat, seperti
tidak berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi
yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan tidak sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
Permasalah lain yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan
bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-
buang waktu. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena
melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan tenaga
yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas organisasi yang
tidak kecil.

8
Ada konflik yang timbul antara kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan
nasional. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat
memandang bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah
daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perencanaan memiliki banyak makna yang sesuai dengan pandangan masing-
masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum,
menunjukan bahwa perencanaan program itu harus sistematis, jelas dan terarah,
dengan adanya suatu program yang jelas, seorang perencana akan dapat
membedakan antara kebutuhan yang penting dan kebutuhan yang kurang penting.
Suatu program yang baik tidak akan terjadi secara kebetulan, akan tetapi program
yang di rencanakan dan di bangun dengan kerangka pemikiran yang matang.
Program juga merupakan landasan bagi kegiatan yang akan dilakukan
dikemudian hari. Program yang disusun secara matang akan merupakan arah dan
pedoman bagi kegiatan yang akan dilakukan. Dengan perencanaan program, siapa
saja yang berfungsi sebagai pelaksana akan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang
dilakukan pada masa lampaudan tidak akan melakukan kesalahan yang sama pada
tugas-tugas yang akan dilakukannya kemudian.
Agar perencanan program dapat berjalan dengan baik, maka perlu
diperhatikan prinsip-prinsip perencanaan program sebagai berikut:
a. Suatu program harus didasarkan pada kebutuhan yang dirasakan (real needs)
oleh masyarakat yang akan dikenai sasaran.
b. Suatu program harus dimulai dengan perumusan tujuan yang jelas.
c. Suatu program harus menyertakan rencana evaluasi atau monitoring.
d. Suatu prgogram yang dikenakan untuk masyarakat, harus mengikut sertakan
masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya.
e. Suatu program yang dirancang untuk jangka wantu yang relatif lama akan lebih
efektif dibandingkan dengan program yang direncanakan dengan jangka waktu
pendek.
f. Suatu kegiatan yang terprogram lebih efektif dibandingkan program yang
dilakukan secara insidental.
g. Efektivitas dari pelaksanaan program tergantung pada seberapa jauh program
tersebut sesuai dengan sistem nilai yang berlaku didalam masyarakat yang
dikenai sasaran program.
Tujuan yang dimaksud disini harus dapat menjelaskan tentang hasil yang
akan diperoleh setelah program selesai dilaksanakan. Ada beberapa prinsip

9
perumusan tujuan adalah sebagai berikut:
1. Tujuan harus dirumuskan dengan jelas.
2. Tujuan harus dapat menggambarkan tentang situasi atau perubahan perilaku
yang diharapkan.
3. Tujuan harus dirumuskan secara operasional dalam arti bahwa perubahan
perilaku yang diharapkan terjadi, dapat diukur. Kalau perlu ditetapkan target
pencapaian hasil setiap periode tertentu.
4. Tujuan yang telah dirumuskan harus dipahami baik oleh staf sendiri maupun
kelompok masyarakat yang menjadi sasaran.
5. Tujuan harus dapat menjadi pedoman bagi pelaksanaan program.
6. Tujuan harus relevan dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan

B. Saran
Demikianlah makalah kami yang berjudul “Perencanaan Parsipatory”. Makalah ini
kami buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Sehingga perlulah bagi kami, dari para
kelompok untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik
. Atas perhatian anda semuanya, kami ucapkan terimakasih.

10
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1997. Perencanaan Pendidikan: Materi Dasar Pendidikan Program Akta
Mengajar V. Buku II B. Jakarta Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Gaffar F. 1987. Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi. Jakarta: Depdikbud,
Direktorat jenderal PendidikanTinggi, Proyek Pengembangan Lembaga PendidikanTenaga
Kependidikan
Pidarta M. 1990. Perencanaan Pendidikan Partisipatori. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2005. PerencanaanPendidikanPartisipatoriDenganPendekatanSistem.
EdisiRevisi. Jakarta: RinekaCipta

11

Anda mungkin juga menyukai