Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

Oleh:

Umi Latifah
7400280

PRODI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

JOMBANG

2021/2022
BAB 1

KONSEP TEORI

1. Pengertian

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
ditandai dengan demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan
jumlah trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan
hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal.Pemeriksaan serologis (ELISA, Rapid Diagnostic
Test/RDT Dengue) menunjukkan hasil positif ( Kemenkes RI, Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Buku Saku, 2013 )

2. Etiologi
a. Virus dengue
Demam dengue fever atau demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan
demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotip terbanyak.
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2,
3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus
Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis
protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
1) Menginfeksi lebih banyak sel
2) Membentuk virus progenik
3) Menyebabkan reaksi inflamasi hebat
4) Menghindari respon imun mekanisme efektor
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
tempat - tempat air minum yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang - lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta

3. Manifestasi klinis
Menurut Masdiarly (2009) demam berdarah memiliki tanda sebagai berikut yaitu:

1. Tidak nafsu makan


2. Muntah
3. Nyeri kepala
4. Nyeri otot dan persendian

Sedangkan menurut (Soedarto, 2012) demam dengue menunjukkan gejala-gejala klinis


sebagai berikut:
1. Demam tinggi yang mendadak Sakit kepala yang berat, trauma dikepala bagian depan.
2. Nyeri dibelakang mata
3. Nyeri otot dan persendian
4. Mual dan muntah

4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh kemudiaan akan beraksi dengan anti body dan
terbentuk kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sisstem
komplemen, akibat aktivasi c3 dan c5 akan dilepaskan c3a dan c5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan kristanin dan perubunin darah. Peningkatan pimeabilitas
dinding kapiler yang mengakibatkan berkurangnya volume plasma, sehingga terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoprotenemia serta efusi syok (Suriadi , 2010).

5. Tindakan dan Terapi


Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis
dan suportif. Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue
Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila
orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan
kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit.

1. Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue, yaitu:

a. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejang–kejang.

b. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.

c. Panas disertai perdarahan- perdarahan. - Panas disertai renjatan.

2. Penatalaksanaan

a) Keperawatan

Masalah pasien yg perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah,


resiko terjadi pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus dengue,
ganggan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.

1) Kegagalan sirkulasi darah

Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam


jaringan ekstrovaskular, yang pncaknya terjadi pada saat renjatan akan terliht
pada tubh pasien mnjadi sembab (edema) dan drah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakakan
secara kontinu, bila perlu setiap jam. Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai
permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien kencing / tidak.

2) Risiko terjadi pendarahan

Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan


menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya
pendarahan utama pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal
didahului oleh adanya rasa sakit perut yang hebat atau daerah retrosternal.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena
melihat seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.
Makan dan minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infus segera dipasang. Formulir permintaan darah disediakan.
Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita syok. Bila terjadi
pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya serta
waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan
darah dari lambung.

3) Gangguan suhu tubuh

Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke-
2 sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan
pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka
pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk
membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan
suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba
dingin dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan.
Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan
memberitahu dokter.

4) Gangguan rasa aman dan nyaman

Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya


dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien DHF menderita lebih
karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam)
dan mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah
stadium II. Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang,
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematom segera
oleskan trombophub gel / kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah
kolaps sebaiknya dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari
vena dan meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah
musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah
seteril (Ngastiyah, 2005).

b) Medis

Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif.

1) DHF tanpa renjatan

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien


dehidrasi dan harus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila
mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang
tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum
sesuai yang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena
merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan
obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau
anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1
tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum
berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak di atas 1 tahun
diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya
depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :

1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga


mengancam terjadinya dehidrasi.

2) Hematokrit yang cenderung meningkat. Hemtokrit mencerminkan kebocoran


plasma dan biasanya mendahului munculnya secara klinik perubahan fungsi
vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan turunnya nilai trombosit
biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang
diduga menderita DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit
setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 1 sampai 2 hari.
Nilai hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus
atau tidak.

2) DHF disertai renjatan (DSS)

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus


sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon
diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kgBB.
Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infus harus diguyur dengan cara
membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba,
amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, kecepatan tetesan
dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24 sampai 48 jam,
maka pemberian infus dipertahankan sampai 1 sampai 2 hari lagi walaupun
tanda-tanda vital telah baik. Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang
perlu dipasang Central 37 Venous Pressure (CVP) untuk mengukur tekanan
vena sentral melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien
dirawat di ICU. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat
dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan
perdarahannya sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik
yang telah disebut, maka dengan keadaan ini dianjurkan pemberian darah.
6. Pathway

Arbovirus (melalui nyamuk Infeksi virus dengue


Beredar dalam aliran darah
aedes aegypti) (viremia)

PGE2 hipotalamus Membentuk & melepaskan Mengaktifkan system


zat C3a, C5a komplemen

HIPERTERMI Peningkatan reabsorbsi Na+ Permeabilitas membrane


dan H2O meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok hipovolemik


pembuluh darah

TromboSitopeni Renjatan hipovolemik dan


Merangsang & hipotensi
mengaktivitas factor
pembekuan
Kebocoran plasma

DIC

RESIKO PERDARAHAN Perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

RESIKO SYOK (HIPOVOLEMIK)


KEKURANGAN VOLUME CAIRAN Ke extravaskuler

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Ascites

KETIDAKEFEKTIFAN Mual,muntah
POLA NAPAS Penekanan intraabdomen
Ketidakeseimbangan
NYERI nutrisi kurang dari
kebutuhan
BAB 2
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

a. Riwayat Penyakit Sekarang


Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam, kesadaran compos mentis. Turunnya panas
terjadi antara hari ke – 3 dan ke – 7, dan anak semakin lemah. Kadang
– kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematemesis.
b. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain..
c. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, seperti air yang menggenang dan
gantungan baju di kamar.
d. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan,
nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang – kadang anak
mengalami diare / konstipasi. Sementara DHF grade III – IV bisa
terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah
sering kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang
tidur karena mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk
membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit
serta upaya untuk menjaga kesehatan.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan
(grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vita dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan : ptekie, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi
menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
1) Sistem Integumen
Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.
2) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epsitaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa
mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing dan terjadi
perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
3) Dada
Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada
foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi + yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV.
4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan
asites.
5) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
2) Trombositopenia (≤ 100.000 / ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau
leukositosis)
4) Ig D Dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah
menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin
meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2 < 35 – 40
mmHg dan HCO3 rendah
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat
7. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan
koagulasi
c. Resiko syok(hipovolemik) berhubungan dengan
kekurangan volume cairan
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan
upaya nafas

8. Luaran keperawatan
a. Setelah di lakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal
dibuktikan dengan:
- Menggigil menurun
- Kelit merah menurun
- Pucat menurun
- Takikardi menuraun
b. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi perdarahan di
buktikan dengan:
- Kelembapan membran mukosa meningkat
- Hematemesis menurun
- Hemoglobin membaik
- Tekanan darah membaik
c. Setelah dilakukan tindakan keoerawatan syok teratasi di buktikan
dengan:
- Kekuatan nadi meningkat
- Tingkat kesadaran meningkat
- Saturasi oksigen meningkat
- Akral dingin menurunpucat menurun
d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas membaik
dibuktikandengan:
- Dispnea menurun
- Pernafasan cuping hidung menurun
- Frekwensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik

9. Intervensi keperawatan
a. Observasi
 identifikasi penyebab hipertermia
 identifikasi penyebab hipertermia
 monitor suhu tubuh
 monitor kadar elektrolit
 monitor kadar haluaran urine
 monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapiutik
 sediakan lingkungan yang dingin
 longgarkan atau lepaskan pakaian
 basahi atau kipasi permukaan tubuh
 berik ganti linen tiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis an cairan peroral
 lakukan pendinginan eksternal
 hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 berikan oksigen,jika perlu

Edukasi
 anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,jika perlu
b. Observasi
 Monitor tanda dan gejala perdarahan
 Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
 Monitor tanda-tanda vital ortostatik
 Monitor koagulasi,fibrinogen,degradasi fibrin dan/platelet
Terapeutik
 Pertahankan bedrest selama perdarahan
 Batasi tindakan invasif,jika perlu
 Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan memakai kaus kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
kontipasi
 Anjurkan menghindari aspirin atau anti koagualan
 Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin k
 Anjurkan segera melapor saat terjadi perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi obat pengontrolperdarahan,jika perlu
 Kolaborasi pemberian produk darah ,jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja,jika perlu

c. Observasi
 Monitor statu kardio pulmonal(frekwensi dan kekeatan
nadi,frekwensi nafas,TD,MAP)
 Monitor status oksigenasi(oksimetri nadi,AGD)
 Monitor status cairan(masukan dan haluaran,turgor kulit,CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
 Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik ,jika perlu
 Pasang jalur IV ,jika perlu
 Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin,jika perlu
 Lakukan skintest untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
 Jelaskan tanda dan gejala aal syok
 Anjurkan untuk melapor jika menemukan /merasakan tanda
dan gejala awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV,jika perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi darah jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi ,jika perlu
d. Observasi
 Monitor pola nafas(frekwensi,kedalaman,usaha nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan
 Monitor sputum(jumlah warna,aroma)
Terapeutik
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukanfisiotherapi dada ,jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,jika tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai