Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA GANGGUAN POLA

TIDUR GERONTIK

Dosen Pembimbing :

Wiewiek Widiatie S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :

Susi Sulistyoningsih (7319084)

Memi Rosida (7319085)

Kholiq Mawardi (7319092)

Iin Muhammad Furmen (7319095)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIPDU JOMBANG TAHUN AKADEMIK

2020

i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Makalah ASUHAN KEPERAWATAN
LANSIA GANGGUAN POLA TIDUR Adapun makalah ini dibuat untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik, yang diselesaikan sesuai
sumber yang diberikan dalam penugasan. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah mendapatkan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan beribu terima kasih kepada:

Rektor Unipdu Jombang : Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA

Dekan FIK : Pujiani, S.Kep.Ns.M.Kes.

Kaprodi S1 Keperawatan : Khotimah, S.Kep.Ns.M.Kes.

Dosen pembimbing : Wiewiek Widiatie, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Semoga dengan makalah ini dapat menunjang dalam proses belajar. Penulispun
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca makalah
ini.Semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca agar mengetahui atau
menambah wawasan tentang ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN
GANGGUAN POLA TIDUR.Akhirnya penulis memohon petunjuk dan
perlindungan kepada Allah SWT. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jombang, 10 November 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................3
1.3 Manfaat Penulisan..........................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Lanjut Usia.....................................................................................................5
2.2 Gangguan Pola Tidur......................................................................................8
BAB III..................................................................................................................12
KONSEP ASKEP..................................................................................................12
3.1 Pengkajian....................................................................................................12
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................15
3.3 Intervensi......................................................................................................16
3.4 Implementasi................................................................................................18
3.5 Evaluasi........................................................................................................18
BAB IV..................................................................................................................20
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................20
4.1 Kesimpulan...................................................................................................20
4.2 Saran.............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu
membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya.
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-
masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto
& Wartonah, 2006). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.
Tanpa jumlah tidur dan istirahat yang cukup,kemampuan untuk
berkonsentrasi dan beraktivitas akan menurun serta meningkatkan iritabilitas
(Potter & Perry, 2003). Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur
dikarakteristikkan dengan aktivitas metabolisme tubuh menurun (Choppra,
2003), tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh,
dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Pola
istirahat dan tidur yang biasa dari seorang yang masuk rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan mudah dipengaruhi oleh penyakit
atau rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal. (Potter & Perry, 2005).
Orang Lanjut Usia (Lansia), menurut defenisi World Health Organization
(WHO), adalah orang usia 60 tahun ke atas yang terdiri dari (1) usia lanjut
(elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia sangat lanjut
(very old) diatas 90 tahun ( Raharja, 2013). Indonesia meupakan salah satu
negara berkembang yang jumlah penduduknya berusia 60 tahun keatas
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik (BPS)terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH) . Pada tahun
2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia
adalah 7,18%) . Angka ini meningkat menjadi 69,43% tahun pada tahun 2010
(dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011

1
menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%
(Kemenkes, 2013).

Peningkatan usia harapan hidup tersebut bisa karena pengaruh kemajuan di


bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang kedokteran. Kualitas
hidup merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan kerena menurut
konstitusi WHO,kesehatan meliputi kesehatan fisik, mental, serta social secara
keseluruhan. Pengukuran kesehatan, serta perawatan kesehatan tidak hanya
ditunjukan oleh perubahan frekuensi dan beratnya penyakit, melainkan juga harus
meliputi kenyamanan hidup yang dapat dinilai melalui peningkatan kualitas hidup
(Pangkahila, 2007). WHO mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu
mengenai posisinya dalam kehidupan , dalam konteks kultur dan system nilai
dimana mereka hidup, dan dalam hubungan dengan tujuan , harapan ,standar
yang ada, dan perhatian mereka (Pangkahila, 2007). Sedangkan kualitas hidup
lansia merupakan suatu komponen yang kompleks , mencakup usia harapan
hidup, kepuasan dalam kehidupan,kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif,
kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan social
dan jaringan social (Sutikno, 2011).

Lansia dikatakan memiliki hidup yang berkualitas apabila mereka memiliki


kondisi fungsional yang optimal, sehingga mereka dapat menikmati masa tuanya
dengan penuh makna, membahagiakan dan berguna. Tidur merupakan suatu
proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik
dan merupakan salah satu aspek yang dapat berpengaruh pada kualitas hidup
manusia. Terdapat perbedaan pola tidur pada lansia dibandingkan dengan usia
muda (Prayitno, 2002). Pada kelompok usia lanjut, kebutuhan tidur akan
berkurang dan mereka cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya. Pada usia 12
tahun kebutuhan untuk tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20
tahun, 7 jam pada usia 40 tahun, 6 jam setengah pada usia 60 tahun dan 6 jam
pada usia 80 tahun (Prayitno, 2002).Gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu
sekitar 67% dan yang paling sering ditemukan adalah insomnia. Gangguan juga
terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan. Selama tidur malam, seseorang dewasa muda normal akan terbangun

2
sekitar 2-4 kali. Hal ini berbeda dengan lansia yang lebih sering terbangun (Amir,
2007).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Lansia dengan Masalah
Gangguan Pola Tidur
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan ketepatan pengkajian dalam pengelolaan lansia dengan
gangguan pola tidur.
b. Teridentifikasi diagnosa keperawatan yang tepat dalam pengelolaan
lansiadengan masalah gangguan pola tidur.
c. Menjelaskan hasil upaya keperawatan gerontik dalam pengelolaan
lansia dengan gangguan pola tidur.

1.3 Manfaat Penulisan


Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi institusi pendidikan
a. Dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana
mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan khususnya
pada klien dengan gangguan pola tidur.
b. Dapat digunakan untuk perbaikan kualitas dalam penyusunan asuhan
keperawatan lainnya pada waktu yang akan datang.
2. Profesi Keperawatan
Meningkatkan profesionalitas perawat untuk berperan aktif dalam
memberikan asuhan keperawatan dalam gangguan pola tidur pada
lansia.
3. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat berfikir kritis tentang kasus gangguan pola tidur
sehingga meningkatkan kemampuan keperawatan gerontik yang antara
lain seperti mengenal masalah kesehatan setiap anggota masyarakat.
Mengambil keputusan yang tepat bagi masyarakat. Memberikan

3
perawatan kepada anggota keluarga yang sakit atau tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usia masih muda.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia


2.1.1 Defenisi lanjut usia
Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran
sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran”
yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. WHO (World
HealthOrganization) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia. Secara umum perubahan fisik pada masa lanjut usia adalah menurunnya
fungsi pancaindra, minat dan fungsi organ seksual dan kemampuan motorik
(Pieter, 2010).
Menurut UU RI No.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia
55 tahun keatas. Sedangkan menurut dokumen pelembagaan lanjut usia dalam
kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka
perencanaan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh presiden RI,
batas usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2010). Manusia lanjut usia
adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan, dan sosial, serta perubahan ini akan memberikan pengaruh pada
seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan
manusia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan
(UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 dalam Fatimah, 2010).
2.1.2 Proses Menua
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan sudah
mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain

5
sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang
tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap
orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak,et al, 2011). Macam-macam penuaan berdasarkan perubahan biologis,
fisik, kejiwaan, dan sosial dalam Fatimah (2010):
a. Penuaan biologik
Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang terjadi sepanjang
kehidupan.
b. Penuaan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam masyarakat,
dibandingkan dengan orang lain yang sebaya.
c. Penuaan psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya terhadap
perubahan biologis.
d. Penuaan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.
e. Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan
orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap
dirinya.
2.1.3 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut WHO (World Health Organization) kategori lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun.
c. Usia tua (old) : 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:

6
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai-berikut:
a. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat
sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,
pendengaran, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan
itegumen. Pada sistem pendengaran, membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis, penumpukan serumen, sehingga mengeras
karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratf osikel, bertambahnya
persepsi nada tinggi, berkurangnya ‘pitch’ diserimination, sehingga terjadi
gangguan pendengaran derta tulang-tulang pendengaran mengalami
kekakuan (Mubarak,et al 2011).
b. Perubahan Kondisi Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali hubungannya
dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau
pengetahuan, dan situasi lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan kondisi mental diantaranya:
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa;
2. Kesehatan umum;
3. Tingkat pendidikan;
4. Keturunan;
5. Lingkungan;
6. Gangguan saraf panca indra;
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan;

7
8. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga;
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri dan konsep diri; (Mubarak,et al 2011).
c. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap
perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja,
mendadak dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.
Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri
dengan menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan
waktunya, masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk
menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun berarti
terputus dengan lingkungan, teman-teman yang akrab, dan disingkirkan
untuk duduk-duduk di rumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia
(Mubarak,et al 2011).

2.2 Gangguan Pola Tidur


a. Definisi Gangguan Pola Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum akan
menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya
salah satu dari ketiga masalah tersebut: insomnia, gerakan sensasi
abnormal di kala tidur atau ketika di tengah malam atau merasa mengantuk
yang berlebihan di siang hari (Potter dan Perry, 2005). Gangguan pola
tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
ekternal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
b. Tanda dan Gejala Gangguan Pola Tidur
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), dalam buku Standar
Diagnosis keperawatan Indonesia tanda dan gejala gangguan pola tidur
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gejala dan tanda mayor

8
a) Secara subjektif klien mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, dan mengeluh
istirahat tidak cukup.
b) Secara objektif tidak ada gejala mayor dari gangguan pola tidur.
2) Gejala dan tanda minor
a) Secara subjektif klien mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
b) Secara objektif tidak ada gejala minor dari gangguan pola tidur

c. Penyebab Gangguan Pola Tidur

Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SDKI


DPP PPNI, 2016), penyebab dari gangguan pola tidur yaitu :
1) Hambatan lingkungan (misalnya : keseimbangan lingkungan sekitar,
suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Retraint fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur
d. Tahapan Tidur
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf
perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskletal. Menurut
(Potter dan Perry, 2005), secara alamiah dalam tidur mempunyai dua
tahapan yaitu:
1) Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement)
Tidur NREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapannya
mempunyai ciri tersendiri: a) Tahap I
Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus
tidur. Pada tahap ini seseorang merasa kabur dan rileks, mata bergerak
ke kanan dan ke kiri, kecepatan jantung dan pernapasan turun secara
jelas. Gelombang alfa sewaktu seseorang masih sadar dibantu dengan

9
gelombang beta yang lambat. Sesorang yang tidur pada tahap pertama
dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap II S
eluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang lebih dalam.
Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun kita benar-benar berada
dalam keadaan tidur. Periode tahap 2 berlangsung dari 10 sampai 40
menit. Kadang-kadang selama tahap tidur 2 seseorang dapat terbangun
karena sentakan tiba-tiba dari ektremitas tubuhnya. Ini normal,
kejadian sentakan ini, sebagai akibat masuknya tahapan REM.
c) Tahapan III
Pada tahapan ini kecepatan jantung dan pernapasan serta proses tubuh
berlanjut mengalai penurunan akibat dominasi sistem saraf
parasimpatis. Seseorang lebih sulit dibangunkan. Gelombang otak
menjadi tertur dan terdapat penambahan delta lambat.
d) Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan
rekomendasi gelombang delta yang lambat. Kecepatan jantung dan
pernapasan turun. Selama tidur seseorang mengalami sampai 4 sampai
6 kali suklus tidur dalam waktu 7 sampai 8 jam. Siklus tidur sebagian
besar merupakan tidur NREM dan berakhir dengan tidur REM.
2) Tidur REM (Rapid Eye Movement)
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur REM
adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola napas dan denyut jantung
tidak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Kadang-kadang
timbul twitching (berkedut) pada tangan, kaki, atau muka, dan pada
laki-laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada
aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk
dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks.
Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran,
menjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan mempertahankan fungsi
sel –sel otak.

10
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas
tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Menurut
(Wartonah dan Tarwoto, 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
yaitu sebagai berikut:

1) Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan
klieen kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan hipertensi, ganguan pernapasan seperti asma, bronchitis, dan
penyakit persyarafan.
2) Lingkungan
Klien yang biasanya tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
3) Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
4) Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
5) Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang makan meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
6) Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum
alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
7) Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara
lain:
1) Diuretic: menyebabkan insomnia
2) Antidepresan: menyupresi REM

11
3) Kafein: meningkatkan saraf simpatik
4) Narkotika: menyupresi REM

BAB III

KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
a. Data biografi
Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama
penanggung jawab dan catatan kedatangan.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama
Keluhan utama klien datang ke rumah sakit atau ke fasilitas kesehatan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien yang dirasakan saat dilakukan pengkajian
3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi adalah
penyakit yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya dilakukan
pengkajian tentang riwayat minum obat klien.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga apakah
ada yang menderita penyakit yang sama.

c. Data dasar pengkajian

1) Aktivitas/istirahat

a) Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

12
b) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.

2) Sirkulasi

a) Gejala: riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung


coroner/katup dan penyakit serebrovaskuler dan episode palpitasi

b) Tanda: peningkatan tekanan darah, nadi denyutan jelas dari karotis,


jugularis, radialis, takikardia, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) dan pengisisan kapiler mungkin lambat/tertunda.

3) Integritas ego

a) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress


multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

b) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,


tangisan meledak, otot muka tegang, menghela napas, peningkatan
pola bicara.

4) Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat


penyakit ginjal pada masa lalu.

5) Makanan/cairan

a) Gejala: makanan yang disukai dan mencakup makanan tinggi


garam, serta lemak kolesterol, mual, muntah dan perubahan berat
badan saat ini (meningkat/turun)

b) Tanda: berat badan normal/obesitas, adanya edema, glikosuria

6) Neurosensory

13
a) Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan
setelah beberapa jam) dan gangguang penglihatan (diplopia,
penglihatan kabur, epistaksis)

b) Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi


bicara, efek, proses piker dan penurunan kekuatan genggaman
tangan.

7) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung), sakit


kepala

8) Pernapasan

a) Gejala: dispnea yang berkaiatan dari aktivitas/kerja, takipnea,


ortopnea, dyspnea , batuk dengan/tanpa pembentukan sputum dan
riwayat merokok

b) Tanda: distress pernapasan/penggunaan otot aksesori pernapasan,


bunyi napas tambahan (crakles/mengi) dan sianosis

9) Keamanan

Gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

10) Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: faktor resiko keluarga: hipertensi, arterosklerosis, penyakit


jantung, diabetes mellitus dan faktor lain, seperti orang Afrika-
Amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain,
penggunaan alkohol/obat.

14
11) Cara penghitungan dengan quisioner PSQI (Pirtzburg Sleep Quality
Index).

Dalam penelitian gangguan pola tidur quisioner yang digunakan adalah


PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index). Skala Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) versi bahasa Indonesia ini terdiri dari 9 pertanyaan. Pada
variabel ini menggunakan skala ordinal dengan skor keseluruhan dari
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah 0 sampai dengan nilai 21
yang diperoleh dari 7 komponen penilaian diantaranya kualitas tidur
secara subjektif (subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk
memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep duration),
efisiensi tidur 25 (habitual sleep efficiency),gangguan tidur yang sering
dialami pada malam hari (sleep disturbance), penggunaan obat untuk
membantu tidur (using medication), dan gangguan tidur yang sering
dialami pada siang hari (daytime disfunction). (Curcio et al, 2012)
Apabila semakin tinggi skor yang didapatkan, maka akan semakin
buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI ini adalah
memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun ada juga
kekurangan dari kuesioneir PSQI ini yaitu dalam pengisian memerlukan
pendampingan untuk mengurangi kesulitan respoden saat mengisi
kuesioner. Masing- masing komponen mempunyai rentang skor 0 – 3
dengan 0 = tidak pernah dalam sebulan terakhir, 1 = 1 kali seminggu, 2
= 2 kali seminggu dan 3 = lebih dari 3 kali seminggu. Skor dari ketujuh
komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global dengan
kisaran nilai 0 – 21. Ada dua interpretasi pada PSQI versi bahasa
Indonesia ini adalah kualitas tidur baik jika skor ≤ 5 dan kualitas tidur
buruk jika skor > 5. (Curcio, 2012; Contreras, 2014; Vicens, 2014).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen,
gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilisasi,
nyeri, dan lingkungan yang mengganggu.

15
2. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti napas saat
tidur, (sleep apnea) dan ketidak mampuan mengawasi perilaku.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
terpaparnya informasi tentang penyakit.

3.3 Intervensi
No Diagnose SLKI SIKI
keperawatan
1 Gangguan pola tidur Setelah Dukungan tidur:
berhubungan dengan dilakukan 1. Identifikasi pola
kerusakan transfer tindakan aktivitas tidur
oksigen, gangguan keperawatan 2. Identifikasi pola
metabolisme, 1x24 jam penganggu tidur
kerusakan eliminasi, diharapkan pola 3. Identifikasi makanan
pengaruh obat, tidur membaik, yang menganggu
imobilisasi, nyeri, dan dengan kriteria tidur (misalnya kopi,
lingkungan yang hasil: teh, alcohol)
mengganggu. 1. Keluhan 4. Identifikasi obat
sulit tidur tidur yang
menurun dikonsumsi
2. Keluhan 5. Modifikasi
pola tidur lingkungan tidur
menurun 6. Fasilitasi
3. Keluhan menghilangkan
istrirahat stretss sebelum tidur
tidak cukup 7. Tetapkan jadwal
menurun rutin
4. Kemampua 8. Ajarkaan teknik
n relaksasi.
beraktivitas
meningkat

2 Cemas berhubungan Setelah Terapi relaksasi:

16
dengan ketidak dilakuan 1. Identifikasi teknik
mampuan untuk tidur, tindakan relaksasi yang
henti napas saat tidur, keperawan efektif
(sleep apnea) dan 1x24 jam 2. Priksa ketegangan
ketidak mampuan diharapkan otot, frekuensi nadi,
mengawasi perilaku. tingkat ansietas tekanan darah, dan
menurun, suhu sebelum dan
dengan kriteria sesudah latihan.
hasil: 3. Ciptakan lingkungan
1. Pola tidur yang tenang dan
membaik nyaman
2. Prilaku 4. Jelaskan tujuan,
gelisah prosedur, dan
menurun manfaat relaksasi
5. Anjurkan
mengambil posisi
yang nyaman.
6. Anjurkan sering
mengulani teknik
relaksasi.
3 Kurangnya Setelah Edukasi kesehatan:
pengetahuan tentang dilakukan 1. Identifikasi faktor-
penyakit berhubungan tindakan 1x24 faktor yang dapat
dengan jan diharapkan meningkatkan dan
kurangterpaparnya tingkat menurunkan
informasi tentang pengetahuan motivasi prilaku
penyakit. membaik, hidup sehat.
dengan kriteria 2. Sediakan materi
hasil: pendidikan
1. Pertanyaan kesehatan
tentag 3. Jadwalkan
masalah pendidikan
yang kesehatan sesaui

17
dihadapi kesepakatan
2. Persepsi 4. Berikan kesempatan
yang keliru untuk bertanya
terhadap 5. Jelaskan faktor
masalah resiko yang
menurun mempengaruhi
3. Perilaku kesehatan
sesuai 6. Ajarkan prilaku
dengan hidup bersih dan
pengetahua sehat
n 7. Ajarkan strategi
meningkat prilaku hidup bersih
dan sehat.

3.4 Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan
ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan
teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan
evaluasi (Asmadi, 2008).

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
30 ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi,

18
2008).Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan

a. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar


yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagaian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan
jika klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan
tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Tidur adalah, suatu kondisi yang tenang, rileks tanpa ada rasa stress
emosional, bebas dari kecemasan.

2. Faktor resiko gangguan tidur dikarenakanberhubungan dengan gangguan


lingkungan klien, berhubungan dengan penyakit yang diderita, serta
pengetahuan yang kurang mengenai penyakit.

3. Tindakan penanganan gangguan pola tidur dilakukan dengan


menciptakanlingkungan yang aman dan nyaman sehingga dapat memicu
pola istirahat dengan baik.

4.2 Saran
1. Klien sebaiknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran untuk
dapatmemperbaiki pelaksanaan gangguan pola tidur agar pemenuhan
kebutuhan tidur terpenuhi.
2. Keluarga bekerja sama untuk dapat membuat suasana ataupun
keadaanyang memicu ketenangan, agar klien tidak mengalami gangguan
tidur
3. Untuk setiap tindakan asuhan keperawatan yang diberikan, sebaiknya klien
melaksanakannya demi tercapainya asuhan keperawatan yang baik
untukklien.

20
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008) Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi KDM,
Salemba Medika Jakarta
Maryam Siti.R, dkk (2010) Asuhan Keperawatan Pada Lansia, Trans Info Media
Jakarta
Maryam Siti.R, dkk (2008) Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannnya, Salemba
Medika Jakarta
Nugroho Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik, edisi 4. Jakarta:
PPNI. (2017). STANDART DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta:
Tim Pokja PPNI.

BIBLIOGRAPHY \l 1033 PPNI. (2017). STANDARTLUARAN


KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta: Tim Pokja PPNI.

BIBLIOGRAPHY \l 1033 PPNI. (2017). STANDART INTERVENSI


KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta: Tim Pokja PPNI.

Wartonah Tarwoto (2006) KDM dan Proses Keperawatan, edisi 3, Salemba


Medika Jakarta
Wartonah Tarwoto (2010) KDM dan Proses Keperawatan, edisi 4, Salemba
Medika Jakarta

21
22

Anda mungkin juga menyukai