Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

TRAUMA TUMPUL MATA


 Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik 

 Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata

di Rumah Sakit Umum Ciawi

Pembimbing :

Dr. Saptoyo, Sp.M

Disusun Oleh :
 Nidia Limarga
406111005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
TARUMANAGARA
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR 

Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan
rahmat-Nya
rahmat-Nya kepada penulis
penulis sehingga
sehingga referat
referat dengan judul “Trauma
“Trauma Tumpul Mata”
Mata” ini dapat
selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyusun referat ini dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik 
Bidang Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD Ciawi
 periode 28 Januari 2013 - 02 Maret 2013.

Melalu
Melaluii refera
referatt ini penuli
penuliss ingin
ingin mencoba
mencoba member
memberika
ikan
n inform
informasi
asi mengen
mengenai
ai traum
traumaa
tumpul pada mata kepada para pembaca, khususnya kalangan medis dan para medis agar lebih
mengerti dan mengetahui tentang judul makalah yang penulis buat.

Dalam penulisan referat ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama
dari
dari berbag
berbagai
ai pihak.
pihak. Maka
Maka pada
pada kesemp
kesempata
atan
n ini penuli
penuliss ingin
ingin menyam
menyampai
paikan
kan terima
terima kasih
kasih
kepada:

1. dr. Saptoyo A. Morosidi, Sp.M, selaku Ketua SMF dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik 
Ilmu Penyakit Mata di RSUD Ciawi.
2. dr.
dr. Nanda
Nanda Less
Lessii H.E.
H.E.P,
P, Sp. M, sela
selaku
ku Pemb
Pembim
imbi
bing
ng Kepa
Kepani
nite
tera
raan
an Klin
Klinik
ik Ilmu
Ilmu Ilmu
Ilmu
Penyakit Mata di RSUD Ciawi.
3. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Ciawi
 periode 28 Januari 2013 - 02 Maret 2013.

Penulis
Penulis juga menyad
menyadari
ari bahwa
bahwa refera
referatt yang
yang disusu
disusun
n ini tidak
tidak luput
luput dari
dari kekuran
kekurangan
gan
kare
karena
na kema
kemamp
mpua
uan
n dan
dan peng
pengal
alam
aman
an yang
yang sang
sangat
at terb
terbat
atas
as.. Oleh
Oleh kare
karena
na itu,
itu, penu
penuli
liss
mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat dalam penyempurnaan referat ini.

Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Februari 2013


BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflek memejam atau mengedip, mata
masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada
 bola mata dan kelopak saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberikan penyulit sehingga menggangu fungsi penglihatan.

Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:

- Trauma tumpul

- Trauma tembus bola mata

- Trauma kimia

- Trauma radiasi

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan dibawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata.

Trauma dapat mengenai jaringan mata : kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina,
 papil saraf optik, dan orbita.

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
 penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Trauma tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary, 8%
dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak dibawah usia 15
tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian trauma mata terjadi pada usia
dibawah 17 tahun. Laporan kasus kali ini menunjukkan bahwa para ahli mata harus lebih
waspada terhadap trauma yang tidak jelas dan adanya pergeseran bola mata.
BAB II

ISI

DEFINISI

Trauma tumpul mata adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau
 benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.

ANAMNESIS

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Kerusakan
 jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat
 bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan
 pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai :

• Proses terjadinya trauma

• Benda apa yang mengenai mata tersebut

• Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu

(Apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain)

• Bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata

• Berapa besar benda yang mengenai mata

• Bahan benda tersebut

(Apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya)

Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan :

• Apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut
• Kapan terjadi trauma itu

• Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit

• Apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektif maupun obyektif.

A. Pemeriksaan Subyektif 

Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan karena hal ini
 berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajaman penglihatannya
menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan
mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan refraksi yang sudah ada sebelum
trauma.

B. Pemeriksaan Obyektif 

Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya kelainan di
sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, pembengkakan di dahi, di pipi, hidung dan
lain-lainnya. Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat.

Yang diperiksa pada kasus trauma mata ialah :

• Keadaan kelopak mata

• Kornea

• Bilik mata depan

• Pupil

• Lensa dan fundus

• Gerakkan bola mata

• Tekanan bola mata.

Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe, slit lamp dan oftalmoskop.
KELAINAN AKIBAT TRAUMA TUMPUL :
1. Kelainan Pada Orbita

Jarang sekali ditemukan kelainan orbita akibat trauma tumpul. Apabila terjadi kelainan
orbita, maka gejala yang mudah tampak ialah adanya eksoftalmos dan gangguan gerakan bola
mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita. Kadang-kadang juga terjadi hematom kelopak 
mata dan perdarahan subkonjungktiva.

Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa sebagai tepi orbita yang
tidak rata. Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisem atau terjadi enoftalmos
 bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik dan mengenai saraf optik dengan akibat
kebutaan. Untuk memastikan adanya keretakan tulang orbita dilakukan pemeriksaan radiologi
orbita.
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelehan sfingter dan pemberian roboransia.

B. Iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil
menjadi berubah.

Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.


Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama
dengan terbentuknya hifema.
Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan
melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

C. Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
 pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah
 bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30
derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan
obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk.
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di lakukan pada pasien
dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan
 berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan
atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
 perdarahan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses
sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan


retinoblastoma.

Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya trauma. Hifema
 biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila mana hifema penuh, dan penyerapannya
sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea (penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau
glaukoma sekunder.

Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata meninggi,
dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan (parasentesis).

Bedah Pada Hifema

• Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah


dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat incisi kornea 2mm dari limbus ke
arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir 
luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik 
mata depan dibilas dengan garam fisiologik.

Biasanya luka incisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

• Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis
atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik mata depan maka
akan terdapat suar dan puil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda
radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
funduskopi dengan midriatika.

6. Kelainan pada Lensa

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi
lensa (lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca dapat menonjol ke
dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya lensa yang mengalami dislokasi itu
 beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.

Bilamana trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada kapsul lensa
maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi lensa dapat menimbulkan glaukoma
sekunder atau iritasi mata.

Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat menyebabkan pengurangan
tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu penanganan dokter spesialis untuk dilakukan tindakan
 pembedahan katarak.

A. Dislokasi lensa

Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada
 putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan k edudukan lensa terganggu.

B. Subluksasi lensa

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zunula zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
zinn yang rapun (sindrom marphan).
2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).

5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila adatanda-
tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bilasetelah 5
hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.

11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:

- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan

- Enoftalmos 2 mm atau lebih

- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar 
akanmenyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 – 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat


menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan
kemungkinankeberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik.
Perbaikan secarabedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva.
Periorbita diinsisidan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan
dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup
dengan implan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta :Penerbit
Erlangga.
2. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi
ketiga.Jakarta: Media Aesculapius
3. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
4. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI 1993
5. Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com,
 padatanggal 8 Desember 2010)

Anda mungkin juga menyukai